Diego hanya bisa mematung mendengar cerita masa lalu dari Martha. Jantung Diego memacu tidak karuan."Anna sudah hampir gila saat itu, Diego, dia menghubungi pengacara keluarga dan siapa pun yang bisa membantu, tapi tidak ada yang bisa membantu membebaskanmu dari penjara. Dulu Wijaya masih punya power yang sangat besar." "Anna berjuang untukmu, sangat berjuang. Sampai akhirnya jalan terakhir yang bisa dia lakukan adalah melepaskanmu agar kau mendapatkan kebebasanmu." "Namun, nyatanya, Wijaya juga menipunya dan malah memaksanya menikah dengan Jeremy." Martha kembali menangis menyesali kebodohannya di masa lalu yang membiarkan Wijaya mengatur nasib Anna. Diego sendiri masih mematung menatap Martha. Diego terkejut dengan kenyataan itu, tapi sebagian harga dirinya masih berusaha mencari kesalahan Anna. "Lalu akhirnya dia setuju menikahi Jeremy karena dia sudah terlanjur hamil anakku? Darren itu anakku, anak yang Anna sembunyikan dariku selama ini. Anna terlalu malu mengakui kalau itu
Para suster langsung saling menatap mendengar ucapan Diego. Untuk sesaat, suasananya hening, sebelum suster itu bisa menyahut. "Itu ... kami harus membicarakannya dulu dengan pihak keluarga, Pak. Operasi adalah hal yang besar, kami juga harus memastikan dulu kondisi Bu Martha apa siap untuk operasi segera." Diego mengangguk. "Lakukan apa pun, Suster! Tapi biarkan namaku tetap menjadi anonim. Tidak perlu memberitahu mereka siapa yang melunasi biaya rumah sakit nantinya." Para suster kembali saling menatap, sebelum mereka mengangguk, memegang teguh sumpah perawat untuk merahasiakan data Diego yang akhirnya melunasi tunggakan Anna. Hati Diego terasa lebih tenang setelah melakukannya. Martha adalah orang yang sangat berarti bagi Anna dan Martha adalah orang yang akhirnya membuka mata Diego akan kebenaran di masa lalu. Diego tidak akan membiarkan Martha kalah oleh penyakitnya. Diego pun akhirnya pergi dari rumah sakit dan berakhir dengan melajukan mobilnya berputar-putar. Diego tidak
Anna mematung mendengar ucapan Diego yang tidak pernah disangkanya itu. Anna lemas seketika dan mendadak salah tingkah, tapi ia berusaha keras mempertahankan dirinya. "Dasar tidak waras!" Blep!Buru-buru Anna menutup teleponnya tanpa menunggu sahutan Diego lagi. Jantung Anna berdebar makin kencang. Entah apa maksud Diego sekarang. Setelah tadi sore bersikap begitu keras, mendadak sekarang bersikap begitu lembut. Apa ini modus untuk mendekati Darren? Permainan apa yang sedang Diego mainkan lagi kali ini? Sungguh, walaupun Anna tahu Diego mempermainkannya, tapi sialnya, Anna tidak bisa mencegah debaran jantungnya yang menggila. "Mama!" panggil Darren lagi. "Mama datang, Sayang! Mama datang!" seru Anna yang akhirnya berbaring menemani Darren di ranjang, walau dengan debaran jantung yang tidak kunjung normal. Sementara Diego kembali tersenyum menatap kamar Anna, lampunya tidak dinyalakan lagi, mungkin Darren tidur. Ya, anaknya sedang tidur saat ini. "Darren, apa Mama memelukmu? P
"Selamat pagi, Bu Anna!" "Selamat pagi, Suster!" Anna menerima telepon dari suster rumah sakit saat Anna baru saja pulang mengantarkan Darren sekolah pagi itu. "Maaf, apa Bu Anna ada waktu ke rumah sakit hari ini?" "Ada apa, Suster? Apa yang terjadi pada ibuku?" tanya Anna cemas. "Hmm, Bu Martha terlalu emosional dua hari ini, Bu Martha menjadi lebih agresif, dan terus minta pulang katanya untuk menyelamatkan Anda. Bu Martha juga bermimpi buruk sampai dia terus berteriak. Dua hari ini, kami sampai harus menenangkannya dengan obat, Bu.""Ya Tuhan, tapi dia baik-baik saja kan, Suster?" "Saat ini, kondisinya sudah stabil, Bu." Anna bernapas lega. Kemarin saat menceritakan semuanya, Martha terlihat begitu tegar dan tampak baik-baik saja, tapi ternyata itu hanya topeng yang Martha tunjukkan di depan Anna. Nyatanya, Martha pasti sangat terpukul. "Syukurlah kalau begitu, Suster. Tolong titip ibuku dan laporkan apa pun yang terjadi, Suster." "Baik, Bu. Tapi ada satu hal lagi yang har
Darren membelalak lebar saat akhirnya ia keceplosan. Darren pun menutup mulutnya seperti baru saja mengatakan hal yang tidak boleh dikatakan. Darren sudah berjanji pada Bik Nim untuk tidak mengatakannya pada siapa pun lagi. Namun, Diego sudah mendengarnya dan Diego sudah membelalak dengan sempurna juga. "Apa, Darren? Papa pukul Mama pakai sabuk?" Darren menggeleng. "Darren tidak tahu!" "Darren, jangan takut bicara dengan Uncle. Apa Darren lihat Papa pukul Mama pakai sabuk?" Mendadak Diego mendesak Darren sampai Darren makin menggeleng. Bertepatan dengan itu, bel sekolah pun berbunyi sampai Darren langsung tersentak kaget. Tet ...."Darren mau masuk kelas." "Darren, tunggu dulu! Uncle serius, apa Darren pernah lihat Papa pukul Mama?" "Bik Nim bilang Darren tidak boleh bilang siapa-siapa, nanti Papa marah." "Apa? Nanti Papa marah?" "Darren mau masuk kelas!" "Darren ...." Diego terus menahan Darren yang ingin kabur sampai sang guru melihat dan menghampiri mereka. "Maaf, Pak.
"D-Diego? Jadi pria yang kemarin ke sini adalah Diego?" Anna masih begitu tegang menyebut nama itu di depan Martha, tapi Martha malah mengangguk dan terlihat bersemangat. "Ya, Ibu berharap bisa bertemu dengannya untuk yang terakhir kalinya dan Tuhan mengijinkannya, Anna." "Bagaimana bisa ada kebetulan seperti ini? Dan dia ... bagaimana dia bisa menjadi begitu hebat, bahkan menjadi investor di perusahaan Jeremy. Dunia benar-benar sudah terbalik." "Tapi apa Jeremy tahu tentang masa lalu kalian? Atau jangan-jangan karena itu, dia mulai memukulmu?" Anna belum pernah bercerita tentang Diego. Semua ia ceritakan, kecuali tentang Diego. "Tapi jangan khawatir, Ibu sudah menceritakan semuanya pada Diego agar dia tidak salah paham lagi padamu, Anna." Anna membelalak kaget. "Apa yang Ibu ceritakan dan bagaimana dia bisa ke sini?" "Ibu menceritakan bahwa kau terpaksa meninggalkannya. Dia harus tahu kebenarannya agar dia tidak membencimu, Anna. Kau juga korban dari ayahmu!" Anna masih memb
Bik Nim sudah penasaran sejak mendengar suara klakson mobil. Bik Nim pikir Anna sudah pulang sampai akhirnya Bik Nim melangkah keluar. Namun, alih-alih Anna, Bik Nim malah melihat pria yang tidak ia sangka ada di sana. "P-Pak Diego? Apa yang Pak Diego lakukan di sini?" gumam Bik Nim yang melihat dari pintu gerbang yang terbuka sedikit. Bik Nim pun makin membelalak saat melihat Jeremy mendekati Diego dan kedua pria itu berhadapan di sana. Jantung Bik Nim sampai berdebar tidak karuan dibuatnya. "Apa yang mereka bicarakan di sana? Apa yang harus kulakukan? Yang satu mantan suaminya, yang satu suaminya. Bu Anna harus tahu tentang ini!" Bik Nim pun segera mengambil foto Jeremy dan Diego yang sedang berhadapan, lalu segera mengirimkan foto itu ke ponsel Anna. Anna sendiri masih terus menenangkan Martha yang gelisah saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk dari Bik Nim. "Ibu tenang saja! Aku akan mengemasi barangku agar aku bisa sewaktu-waktu pergi dari sana." "Iya, Anna! Iya, S
Anna masih begitu gelisah saat sopir melajukan mobilnya pulang. Anna terus menatap ponselnya, berkirim pesan dengan Bik Nim yang melaporkan bahwa Diego sudah pulang. Dalam kegelisahannya, akhirnya Anna meminta pak sopir menjemput Darren dulu walaupun ini belum jam pulang. Entah mengapa, perasaan Anna sangat tidak enak setelah pulang dari rumah sakit tadi. Anna akhirnya menjemput Darren duluan dan memeluknya sepanjang perjalanan pulang. "Mengapa Darren pulang cepat, Mama?" "Tidak apa, Sayang. Kita di rumah saja ya." Pada saat yang sama, ponsel Anna berbunyi dan Diego meneleponnya lagi, tapi Anna terlalu tegang dan Anna tidak mungkin menjawab teleponnya di mobil karena ada pak sopir yang merupakan mata-mata Jeremy. Anna pun akhirnya me-reject telepon itu dan mengirimkan pesan pada Diego. Anna: "Apa yang kau lakukan di rumahku? Jangan pernah mencariku lagi, apa kau tidak paham ucapanku, Diego?" Diego yang sudah melajukan mobilnya pergi dari rumah Anna pun menepikan mobilnya di pi
Hidup ini bukan sekedar tentang memiliki, tapi tentang memberi dan menerima. Memberi semampu yang bisa kita berikan dengan tulus tanpa mengharap balasan, dan menerima dengan ikhlas tiga hal yang pasti dalam hidup kita. Yang pertama adalah rejeki. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha atau sejauh mana kita melangkah, rejeki akan datang sesuai takarannya. Kadang lebih cepat, kadang lebih lambat, tapi selalu cukup sesuai kebutuhan.Yang kedua adalah takdir. Tidak peduli jalan mana yang kita pilih, takdir akan menemukan jalannya sendiri. Ada hal-hal yang bisa kita upayakan, tapi ada pula yang sudah digariskan dan harus diterima dengan kebesaran hati.Dan yang terakhir adalah kematian. Tidak peduli siap atau tidak, kematian akan datang menjemput pada waktunya. Itu adalah kepastian yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap detik kehidupan.Dan Anna sudah merasakan semua itu begitu jelas, bahkan juga begitu dekat dengan kematian itu. Saat Anna kehilangan Martha yang tidak
Delapan bulan kehamilan Anna adalah delapan bulan yang paling luar biasa. Berbagai perasaan campur aduk saat ia hamil anak kembar. Ada rasa berlebihan saat ia mulai sensitif, ada rasa mual parah dan tidak nafsu makan, ada rasa pegal luar biasa sampai kesulitan bernapas karena perutnya terlalu sesak, ada rasa sakit juga saat bayinya menendang, sulit berjalan karena perutnya terlalu berat, dan semua masalah lain dalam kehamilan. Namun, di atas semua itu, ada rasa haru, ada rasa bahagia saat ia diperhatikan dan dimanjakan, ada rasa bangga pada suami dan anaknya, dan terlebih ada rasa syukur yang tidak terkira. Tuhan baik dan mengijinkan Anna melewati delapan bulan kehamilan ini tanpa halangan yang berarti. Bahkan, Anna sempat berdebar dan berpikir mungkin kehamilan ini tidak akan sama bagi orang yang pernah melakukan transplantasi hati. Namun, seolah Tuhan berkata dengan restu-Nya, semua hal buruk itu tidak akan berarti apa pun. Dan di sinilah Anna, menantikan saat melahirkan yang s
"Kembar? Ibu akan punya cucu kembar?"Retha memekik senang saat Diego memberitahunya tentang kehamilan Anna. "Benar, cucu Ibu akan bertambah dua sekaligus!" "Ya Tuhan, bagaimana ini? Ibu senang sekali! Oh, Anna, kau hamil anak kembar? Tapi kalian sudah memastikan semuanya baik-baik saja kalau Anna hamil sekarang kan?" "Tenang saja, Ibu, kami sudah memberitahu dokter yang merawat Anna dan tidak ada masalah. Kondisi Anna sendiri juga sangat stabil untuk melanjutkan kehamilan. Tentu saja kami akan melakukan kontrol rutin nantinya." "Oh, syukurlah! Selamat, Sayang! Selamat!" Retha memeluk Diego dan Anna bersamaan. Bukan hanya Retha yang bahagia luar biasa, tapi Joyce dan keluarganya langsung melonjak kegirangan saat Anna meneleponnya dan memberitahu tentang kehamilan ini. Dan yang paling bahagia tentu saja Darren yang baru diberitahu saat anak itu pulang sekolah. "Adiknya dua, Mama? Darren mau punya
Diego pulang keesokan harinya dengan rasa rindu yang luar biasa pada keluarganya. Setiap hari, Diego selalu melakukan video call dengan Anna dan Anna selalu menunjukkan dirinya yang segar, walaupun sebenarnya lemas. Namun, sejak Anna mengetahui hasil tespeknya, Anna benar-benar merasa segar. Bahkan, rasa mual yang ia alami sudah terasa tidak mengganggu lagi. "Yeay, Papa pulang!" seru Darren yang langsung naik ke gendongan Diego. "Halo, Anak Papa! Papa membawa banyak oleh-oleh untukmu!" Diego menciumi anaknya itu. "Yeay, Darren mau oleh-oleh. Mana, Papa?" "Haha, sebentar! Bik, tolong ambilkan yang tas besar itu, itu untuk Darren." Bik Nim langsung mengambilkan tas besar yang dibawa oleh Diego, isinya mainan dan baju baru untuk Darren sampai Darren memekik kegirangan. "Yeay, ada mainan robot! Yeay!" Darren pun heboh sendiri dengan mainan barunya. "Kau pulang, Diego!" sapa Retha juga. "Iya, Ibu! Aku membawakan oleh-oleh untuk Ibu juga. Di sana ada untuk Bik Nim dan untuk Anna
Beberapa waktu berlalu setelah bulan madu dan liburan yang menyenangkan, Diego dan Anna kembali pada aktivitasnya. Darren sendiri akhirnya naik kelas dan anak itu tidak jadi pindah sekolah karena Diego bertekad tetap menyekolahkan anaknya di sekolah yang terbaik. "Aku tidak apa kalau Darren harus pindah ke sekolah yang lebih ringan biayanya, Diego. Bukan karena aku tidak percaya padamu, tapi biaya sekolah Darren yang sekarang benar-benar mahal," kata Anna waktu mereka mendaftarkan Darren ke SD. "Aku paham apa yang kau pikirkan, Sayang, tapi Darren sudah nyaman di sekolah yang sekarang, semua temannya melanjutkan di sekolah yang sama, dan aku juga mau anakku sekolah di sana. Percayalah padaku, aku siap menanggung anakku dan keluarga kita. Jangan pikirkan yang lain karena aku yakin Tuhan akan selalu membuka jalannya untuk kita!" Dan benar saja, sejak Diego dan Anna menikah, rejeki yang berlimpah ruah tidak berhenti memenuhi hidup mereka, mengalir seperti mata air yang tidak pernah h
"Mama, ayo foto!" Dua minggu setelah pernikahan, Diego dan Anna pun lanjut berbulan madu. Tidak lupa mereka membawa Darren dan Bik Nim. Sebenarnya Retha sudah menawarkan diri untuk menjaga cucunya itu agar Diego dan Anna bisa menikmati bulan madu, tapi mereka tidak mau meninggalkan putranya itu. Retha sendiri sudah diajak, tapi ia menolak dan lebih memilih liburan di kampung halamannya saja. Dan di sinilah mereka, bulan madu sekaligus liburan di Bali, pulau yang begitu eksotis dan sangat cocok untuk berlibur. Diego sendiri sebenarnya ingin mengajak Anna ke luar negeri, tapi mati-matian Anna menolak. "Kita sedang merintis karir lagi, untuk apa membuang uang hanya demi liburan? Kemarin pesta nikah saja sudah menghabiskan uang!" omel Anna waktu itu. "Tapi bisnis baru kita sudah mulai jalan, Sayang! Rejeki pengantin itu tidak akan ada habisnya, jadi tidak usah dipikirkan tentang uangnya, kita bisa mencarinya lagi!" "Tetap tidak, Diego! Jangan boros! Kita harus berhemat! Liburan di
"Akhirnya pesta usai juga!" Diego dan Anna akhirnya masuk ke kamar hotel mereka malam itu setelah serangkaian pesta yang panjang. Setelah melakukann pemberkatan nikah di pagi hari dan jamuan makan, mereka kembali menjamu undangan lain di malam hari. Pesta tanpa henti dan kebahagiaan tanpa henti juga. Dan setelah semuanya berakhir, Anna merasa sangat lelah. Anna pun langsung duduk di sofa yang nyaman, sedangkan Diego langsung menghampiri istrinya itu. "Aku akan membuatmu nyaman, Sayang." Dengan cekatan, Diego berjongkok untuk membukakan kedua sepatu Anna, lalu Diego membuka jasnya sendiri, sebelum ia duduk dan mengangkat kaki Anna ke pangkuannya. Diego memijati kaki Anna dengan lembut mulai dari tungkai sampai ke telapak kakinya. "Bagaimana rasanya?" "Hmm, enak sekali." "Bagian mana lagi yang pegal, Sayang? Aku akan memijatinya. Apa punggungmu pegal?" "Hmm, punggungku juga pegal, tapi aku harus melepaskan gaun ini dulu agar lebih nyaman." "Tentu saja, Sayang!" Diego memban
Cinta habis di orang lama. Mungkin ungkapan itu adalah kalimat yang paling tepat menunjukkan apa yang Diego dan Anna rasakan. Saat kehilangan Anna, Diego tidak pernah memikirkan cinta lagi. Di hatinya hanya ada hasrat untuk balas dendam, tapi hanya ada satu nama yang menjadi benci dan cintanya, Anna. Saat Diego kehilangan Anna lagi untuk kedua kalinya, Diego seperti mayat hidup. Cintanya sudah dihabiskan pada Anna dan sisanya hanya melanjutkan hidup. Begitu juga dengan Anna. Setelah kehilangan Diego, tidak ada lagi cinta dan ia hanya hidup untuk Darren. Saat Anna harus meninggalkan Diego untuk kedua kalinya, Anna menyimpan cinta di hatinya tetap untuk satu nama, Diego. Dan sekarang Tuhan mempersatukan mereka kembali. Cinta mereka memang habis di orang lama, tapi mereka saling menemukan dan kembali bersama. Kali ini untuk selamanya. Diego dan Anna bertatapan dengan penuh cinta. Senyum dan air mata bercampur menjadi satu, pancaran kebahagiaan tidak bisa ditutupi dari wajah kedua
"Kau gagah sekali, Diego!" Retha tersenyum sambil merapikan jas yang dipakai Diego pagi itu. Setelah dua bulan mempersiapkan pernikahan, akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Hari ini Diego dan Anna akan menikah lagi. Semua orang begitu antusias menantikan hari ini, termasuk Retha, seorang ibu yang sudah melihat bagaimana anaknya jatuh bangun mencintai wanita yang sama. "Terima kasih, Ibu! Aku bahagia sekali, akhirnya aku mendapatkannya lagi," ucap Diego penuh kesungguhan. Retha mengangguk. "Kau pantas mendapatkannya, Diego. Dan kali ini, Ibu yakin kalian akan bahagia selamanya." "Amin, Ibu!" Diego berpelukan dengan Retha. Hanya dengan restu ibunya itu, Diego bisa berdiri sampai detik ini. Tidak lama kemudian, Diego pun dipanggil memasuki venue acara dan Retha mengantar anaknya itu dengan penuh kebahagiaan. Diego menyapa semua orang yang hadir di acara mereka. Tidak banyak, Diego dan Anna hanya mengundang tidak lebih dari 50 undangan, hanya teman dan klien dekat, termasuk ay