"Sebenarnya Anna pergi ke mana, Bik Nim? Mengapa sampai jam segini belum pulang juga?" Joyce mendadak cemas malam itu. Siang tadi, Anna sempat mengirim pesan pada Joyce untuk menjemput Darren karena ia ada urusan. Joyce pun menjemput Darren lalu melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Sampai malam hari ia pulang, semua orang sudah berkumpul di rumah, tapi Anna belum pulang juga hingga jam delapan malam."Bu Anna belum pulang sama sekali sejak mengantar Darren tadi pagi. Aku juga tidak tahu Bu Anna ke mana, Bu." "Dia tidak menelepon Darren juga?" "Tidak ada." "Memangnya Mama ke mana kok tidak pulang-pulang? Darren mau sama Mama," celetuk Darren juga. "Aunty tidak tahu, Aunty sedang mencari Mama." "Kan orang besar tidak mungkin hilang seperti anak kecil ya?" "Tidak mungkin, Sayang. Hanya saja, Mama tidak bilang mau ke mana, jadi Aunty cari. Sebentar dulu, Aunty telepon Mama."Joyce mencoba menelepon Anna untuk yang kesekian kalinya hari itu, tapi ponselnya malah tidak aktif, pad
Anna sudah duduk sendiri di sebuah taman di belakang rumah lamanya malam itu, rumah keluarga Wijaya yang dulu disita. Setelah menghabiskan waktunya di rumah sakit untuk melihat banyak pasien berpenyakit, Anna melajukan mobilnya berputar-putar. Anna sempat mampir ke sebuah restoran untuk makan, tapi Anna tidak jadi makan karena Anna tidak berselera. Anna baru tahu nafsu makannya yang hilang dan rasa mual yang sempat Anna rasakan beberapa kali ternyata merupakan gejala serius dari sirosis hati. Anna pun hanya bisa menangis sambil terus menyetir sampai mobilnya tiba di rumah lamanya, rumah mewahnya yang sampai sekarang kosong, tidak berpenghuni, dan terlihat sangat dingin dari luar. Gerbangnya pun digembok dan tidak ada tanda kehidupan di sekitarnya. Anna sempat menatap rumah itu cukup lama, sebelum Anna melajukan mobilnya sampai ke taman belakang, taman penuh kenangan antara dirinya dan Diego. Dulu, Diego menyatakan cintanya di taman itu. "Aku menyukaimu, Anna. Maaf kalau aku tidak
Diego menyetir mobilnya seperti orang gila. Entah sudah berapa kali ia memutari jalan yang sama, jalan yang tidak jauh dari rumah Joyce karena ia meyakini Anna masih di sekitar sana. Namun, Diego tidak kunjung menemukan Anna juga. Diego masuk ke satu persatu restoran yang masih buka dan minimarket yang ia lewati, tapi Anna juga tidak ada di sana. Bahkan, Diego menyetir sampai ke rumah Jeremy yang sudah digembok dari luar. Tidak ada Anna di sekeliling sana juga. "Kau di mana, Anna? Apa yang terjadi? Apa ada orang jahat yang menyakitimu? Sial!" Diego menggeram dengan debar jantung yang memacu makin kencang. Tidak hanya cemas, tapi Diego benar-benar takut terjadi sesuatu pada Anna sampai Diego ingin menangis rasanya saking takutnya. Tangannya yang menggenggam setirnya sudah gemetar saat membaca pesan dari Joyce bahwa Joyce juga belum menemukan Anna. Hingga tidak lama kemudian, sebuah bayangan indah muncul di otaknya. Bayangan antara dirinya dan Anna duduk berdua di taman kenangan m
"Anna, syukurlah kau pulang, Anna! Ya Tuhan, aku sampai gemetar!"Joyce langsung menyambar Anna dalam pelukannya sambil bernapas lega. Setelah berpelukan cukup lama tadi, Diego pun mengajak Anna bicara, tapi Anna terlalu lelah untuk menjawab, Diego mengajak Anna makan, tapi Anna juga tidak punya nafsu makan. Anna hanya ingin tidur karena tubuhnya sangat lemas dan Diego pun membawa Anna pulang. "Kau ke mana saja, Anna? Lain kali jangan mematikan ponselmu!" seru Joyce lagi. "Maafkan aku, baterai ponselku low. Aku tadi merindukan ibuku jadi aku ke rumah lamaku. Aku tidak sadar kalau aku sudah menghilang begitu lama. Maaf ya." Anna berusaha tegar dan tersenyum menatap Joyce walaupun dengan wajahnya yang sudah memucat. "Tidak apa, Anna! Tapi kau pasti kelelahan sekali pergi sejak pagi, lihatlah kau pucat. Kau sudah makan? Kau mau makan? Ya ampun, aku masih gemetar, untung saja Diego menemukanmu. Bagaimana kau bisa menemukannya, Diego?" Diego hanya tersenyum. "Yang penting Anna sudah
Dalam beberapa hari berikutnya, Anna dan Pak Rusli benar-benar sibuk membuat rekaman kesaksian Anna dan semua yang dibutuhkan dalam kasus Jeremy tanpa kehadiran Anna. Sekalipun Pak Rusli masih belum paham benar maksud Anna, tapi Pak Rusli tetap melakukan semuanya dengan baik sampai semuanya selesai."Aku harap dengan atau tanpa aku, Anda bisa berusaha menegakkan keadilan untuk aku dan ibuku, Pak Rusli.""Itu adalah pesan terakhir Bu Martha yang pasti akan aku lakukan, Bu Anna." Anna mengangguk. "Itu juga pesan terakhirku, Pak Rusli." "Maaf, Bu. Tapi aku benar-benar tidak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi pada Anda? Aku harus tahu sebagai pengacara Anda." "Ada hal yang tidak bisa kuceritakan, tapi yang pasti, aku sedang kurang sehat." "Anda sakit apa? Anda sudah ke dokter? Aku sudah bilang Anda makin kurus. Anda harus menjaga kesehatan, Bu Anna." "Terima kasih, Pak. Aku akan berusaha keras menjaga kesehatanku." Anna bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Dalam beberapa hari it
Bella terus berpikir keras bagaimana caranya mencegah Diego pergi berlibur bersama Anna. Walaupun Bella belum melakukan apa pun lagi untuk memisahkan mereka, tapi Bella tetap menginginkan Diego kembali bersamanya. "Malam ini pertemuannya akan sampai larut, Diego. Lalu pertemuan dengan klien lain dijadwalkan besok pagi jam tujuh," seru Bella saat akhir pekan tiba. Diego memang sudah memajukan semua jadwal, tapi dengan sengaja, Bella menambahkan jadwal lain agar Diego sibuk akhir pekan itu. "Bella, aku sudah bilang tidak bisa akhir pekan ini kan? Mengapa kau malah menerima janji temu yang lain? Aku tidak bisa!" "Tapi ini demi kepentingan perusahaan dan demi mempertahankan kepercayaan para petinggi perusahaan, Diego. Semua ini juga demi kau. Mereka hanya punya waktu akhir pekan ini." "Tapi aku sudah berjanji aku akan pergi, Bella!" geram Diego. "Pergi kan bisa lain kali, tapi kalau pertemuan kali ini lewat, aku tidak tahu kapan mereka bisa bertemu dengan kita lagi." Bella mengatak
"Aku senang sekali hari ini, Anna. Terima kasih sudah mengajakku berlibur," kata Diego saat akhirnya mereka mendapat kesempatan berdua malam itu. Darren sudah masuk ke dalam villa karena bermain bersama orang tua Joyce, sedangkan Anna dan Diego masih duduk berdua di kursi taman. "Aku hanya ingin Darren dekat denganmu. Malam ini, kau juga bisa tidur dengannya." "Benarkah itu? Apa tidur bersamamu juga? Kita akan tidur seranjang bertiga?" "Tidak, aku tidur dengan Joyce." Diego tergelak. Mengobrol santai dengan Anna seperti ini membuatnya sangat bahagia. Anna sendiri menikmati menatap tawa bahagia itu sejenak, sebelum ia lanjut berbicara. "Diego, kalau nantinya aku mau kau mengasuh Darren, kau tidak keberatan kan? Diego menaikkan alisnya. "Apa mengasuhmu juga, Anna?" "Diego, aku serius!" "Haha, aku juga serius, Anna. Aku mau mengasuh kalian berdua." "Tapi ini bukan tentang aku, Diego. Tentang Darren saja." "Haha, baiklah, tentang Darren. Jadi, jangan khawatirkan apa pun kalau
Tidak lama setelah liburan berakhir, akhirnya sidang pertama Jeremy pun digelar. Anna bersyukur karena ia masih bertahan untuk menghadiri sidang Jeremy walaupun Anna merasa tubuhnya makin lemas dari hari ke hari.Anna pun bersiap pagi itu dengan dress formalnya dan memulas make up di wajahnya. Anna tidak mau terlihat pucat dan tidak mau membiarkan Jeremy melihat kelemahannya. Namun, rencananya itu tidak berjalan mulus saat Anna bercermin dan menemukan bahwa matanya mulai menguning. Salah satu gejala sirosis hati yang makin parah adalah menguning di beberapa bagian tubuh, seperti mata dan wajah. Tatapan Anna goyah dan debar jantungnya memacu kencang. Air matanya mendadak mengalir, tapi ia segera menghapusnya."Ya Tuhan, kupikir obat-obatan itu ada gunanya, tapi mengapa mataku malah menguning? Tidak boleh ada yang melihatnya! Tidak boleh!" Anna segera membongkar obat-obatan yang ia miliki. Ada obat tetes mata di sana dan Anna langsung memakainya. Biasanya saat mata merah, satu atau d
Hidup ini bukan sekedar tentang memiliki, tapi tentang memberi dan menerima. Memberi semampu yang bisa kita berikan dengan tulus tanpa mengharap balasan, dan menerima dengan ikhlas tiga hal yang pasti dalam hidup kita. Yang pertama adalah rejeki. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha atau sejauh mana kita melangkah, rejeki akan datang sesuai takarannya. Kadang lebih cepat, kadang lebih lambat, tapi selalu cukup sesuai kebutuhan.Yang kedua adalah takdir. Tidak peduli jalan mana yang kita pilih, takdir akan menemukan jalannya sendiri. Ada hal-hal yang bisa kita upayakan, tapi ada pula yang sudah digariskan dan harus diterima dengan kebesaran hati.Dan yang terakhir adalah kematian. Tidak peduli siap atau tidak, kematian akan datang menjemput pada waktunya. Itu adalah kepastian yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap detik kehidupan.Dan Anna sudah merasakan semua itu begitu jelas, bahkan juga begitu dekat dengan kematian itu. Saat Anna kehilangan Martha yang tidak
Delapan bulan kehamilan Anna adalah delapan bulan yang paling luar biasa. Berbagai perasaan campur aduk saat ia hamil anak kembar. Ada rasa berlebihan saat ia mulai sensitif, ada rasa mual parah dan tidak nafsu makan, ada rasa pegal luar biasa sampai kesulitan bernapas karena perutnya terlalu sesak, ada rasa sakit juga saat bayinya menendang, sulit berjalan karena perutnya terlalu berat, dan semua masalah lain dalam kehamilan. Namun, di atas semua itu, ada rasa haru, ada rasa bahagia saat ia diperhatikan dan dimanjakan, ada rasa bangga pada suami dan anaknya, dan terlebih ada rasa syukur yang tidak terkira. Tuhan baik dan mengijinkan Anna melewati delapan bulan kehamilan ini tanpa halangan yang berarti. Bahkan, Anna sempat berdebar dan berpikir mungkin kehamilan ini tidak akan sama bagi orang yang pernah melakukan transplantasi hati. Namun, seolah Tuhan berkata dengan restu-Nya, semua hal buruk itu tidak akan berarti apa pun. Dan di sinilah Anna, menantikan saat melahirkan yang s
"Kembar? Ibu akan punya cucu kembar?"Retha memekik senang saat Diego memberitahunya tentang kehamilan Anna. "Benar, cucu Ibu akan bertambah dua sekaligus!" "Ya Tuhan, bagaimana ini? Ibu senang sekali! Oh, Anna, kau hamil anak kembar? Tapi kalian sudah memastikan semuanya baik-baik saja kalau Anna hamil sekarang kan?" "Tenang saja, Ibu, kami sudah memberitahu dokter yang merawat Anna dan tidak ada masalah. Kondisi Anna sendiri juga sangat stabil untuk melanjutkan kehamilan. Tentu saja kami akan melakukan kontrol rutin nantinya." "Oh, syukurlah! Selamat, Sayang! Selamat!" Retha memeluk Diego dan Anna bersamaan. Bukan hanya Retha yang bahagia luar biasa, tapi Joyce dan keluarganya langsung melonjak kegirangan saat Anna meneleponnya dan memberitahu tentang kehamilan ini. Dan yang paling bahagia tentu saja Darren yang baru diberitahu saat anak itu pulang sekolah. "Adiknya dua, Mama? Darren mau punya
Diego pulang keesokan harinya dengan rasa rindu yang luar biasa pada keluarganya. Setiap hari, Diego selalu melakukan video call dengan Anna dan Anna selalu menunjukkan dirinya yang segar, walaupun sebenarnya lemas. Namun, sejak Anna mengetahui hasil tespeknya, Anna benar-benar merasa segar. Bahkan, rasa mual yang ia alami sudah terasa tidak mengganggu lagi. "Yeay, Papa pulang!" seru Darren yang langsung naik ke gendongan Diego. "Halo, Anak Papa! Papa membawa banyak oleh-oleh untukmu!" Diego menciumi anaknya itu. "Yeay, Darren mau oleh-oleh. Mana, Papa?" "Haha, sebentar! Bik, tolong ambilkan yang tas besar itu, itu untuk Darren." Bik Nim langsung mengambilkan tas besar yang dibawa oleh Diego, isinya mainan dan baju baru untuk Darren sampai Darren memekik kegirangan. "Yeay, ada mainan robot! Yeay!" Darren pun heboh sendiri dengan mainan barunya. "Kau pulang, Diego!" sapa Retha juga. "Iya, Ibu! Aku membawakan oleh-oleh untuk Ibu juga. Di sana ada untuk Bik Nim dan untuk Anna
Beberapa waktu berlalu setelah bulan madu dan liburan yang menyenangkan, Diego dan Anna kembali pada aktivitasnya. Darren sendiri akhirnya naik kelas dan anak itu tidak jadi pindah sekolah karena Diego bertekad tetap menyekolahkan anaknya di sekolah yang terbaik. "Aku tidak apa kalau Darren harus pindah ke sekolah yang lebih ringan biayanya, Diego. Bukan karena aku tidak percaya padamu, tapi biaya sekolah Darren yang sekarang benar-benar mahal," kata Anna waktu mereka mendaftarkan Darren ke SD. "Aku paham apa yang kau pikirkan, Sayang, tapi Darren sudah nyaman di sekolah yang sekarang, semua temannya melanjutkan di sekolah yang sama, dan aku juga mau anakku sekolah di sana. Percayalah padaku, aku siap menanggung anakku dan keluarga kita. Jangan pikirkan yang lain karena aku yakin Tuhan akan selalu membuka jalannya untuk kita!" Dan benar saja, sejak Diego dan Anna menikah, rejeki yang berlimpah ruah tidak berhenti memenuhi hidup mereka, mengalir seperti mata air yang tidak pernah h
"Mama, ayo foto!" Dua minggu setelah pernikahan, Diego dan Anna pun lanjut berbulan madu. Tidak lupa mereka membawa Darren dan Bik Nim. Sebenarnya Retha sudah menawarkan diri untuk menjaga cucunya itu agar Diego dan Anna bisa menikmati bulan madu, tapi mereka tidak mau meninggalkan putranya itu. Retha sendiri sudah diajak, tapi ia menolak dan lebih memilih liburan di kampung halamannya saja. Dan di sinilah mereka, bulan madu sekaligus liburan di Bali, pulau yang begitu eksotis dan sangat cocok untuk berlibur. Diego sendiri sebenarnya ingin mengajak Anna ke luar negeri, tapi mati-matian Anna menolak. "Kita sedang merintis karir lagi, untuk apa membuang uang hanya demi liburan? Kemarin pesta nikah saja sudah menghabiskan uang!" omel Anna waktu itu. "Tapi bisnis baru kita sudah mulai jalan, Sayang! Rejeki pengantin itu tidak akan ada habisnya, jadi tidak usah dipikirkan tentang uangnya, kita bisa mencarinya lagi!" "Tetap tidak, Diego! Jangan boros! Kita harus berhemat! Liburan di
"Akhirnya pesta usai juga!" Diego dan Anna akhirnya masuk ke kamar hotel mereka malam itu setelah serangkaian pesta yang panjang. Setelah melakukann pemberkatan nikah di pagi hari dan jamuan makan, mereka kembali menjamu undangan lain di malam hari. Pesta tanpa henti dan kebahagiaan tanpa henti juga. Dan setelah semuanya berakhir, Anna merasa sangat lelah. Anna pun langsung duduk di sofa yang nyaman, sedangkan Diego langsung menghampiri istrinya itu. "Aku akan membuatmu nyaman, Sayang." Dengan cekatan, Diego berjongkok untuk membukakan kedua sepatu Anna, lalu Diego membuka jasnya sendiri, sebelum ia duduk dan mengangkat kaki Anna ke pangkuannya. Diego memijati kaki Anna dengan lembut mulai dari tungkai sampai ke telapak kakinya. "Bagaimana rasanya?" "Hmm, enak sekali." "Bagian mana lagi yang pegal, Sayang? Aku akan memijatinya. Apa punggungmu pegal?" "Hmm, punggungku juga pegal, tapi aku harus melepaskan gaun ini dulu agar lebih nyaman." "Tentu saja, Sayang!" Diego memban
Cinta habis di orang lama. Mungkin ungkapan itu adalah kalimat yang paling tepat menunjukkan apa yang Diego dan Anna rasakan. Saat kehilangan Anna, Diego tidak pernah memikirkan cinta lagi. Di hatinya hanya ada hasrat untuk balas dendam, tapi hanya ada satu nama yang menjadi benci dan cintanya, Anna. Saat Diego kehilangan Anna lagi untuk kedua kalinya, Diego seperti mayat hidup. Cintanya sudah dihabiskan pada Anna dan sisanya hanya melanjutkan hidup. Begitu juga dengan Anna. Setelah kehilangan Diego, tidak ada lagi cinta dan ia hanya hidup untuk Darren. Saat Anna harus meninggalkan Diego untuk kedua kalinya, Anna menyimpan cinta di hatinya tetap untuk satu nama, Diego. Dan sekarang Tuhan mempersatukan mereka kembali. Cinta mereka memang habis di orang lama, tapi mereka saling menemukan dan kembali bersama. Kali ini untuk selamanya. Diego dan Anna bertatapan dengan penuh cinta. Senyum dan air mata bercampur menjadi satu, pancaran kebahagiaan tidak bisa ditutupi dari wajah kedua
"Kau gagah sekali, Diego!" Retha tersenyum sambil merapikan jas yang dipakai Diego pagi itu. Setelah dua bulan mempersiapkan pernikahan, akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Hari ini Diego dan Anna akan menikah lagi. Semua orang begitu antusias menantikan hari ini, termasuk Retha, seorang ibu yang sudah melihat bagaimana anaknya jatuh bangun mencintai wanita yang sama. "Terima kasih, Ibu! Aku bahagia sekali, akhirnya aku mendapatkannya lagi," ucap Diego penuh kesungguhan. Retha mengangguk. "Kau pantas mendapatkannya, Diego. Dan kali ini, Ibu yakin kalian akan bahagia selamanya." "Amin, Ibu!" Diego berpelukan dengan Retha. Hanya dengan restu ibunya itu, Diego bisa berdiri sampai detik ini. Tidak lama kemudian, Diego pun dipanggil memasuki venue acara dan Retha mengantar anaknya itu dengan penuh kebahagiaan. Diego menyapa semua orang yang hadir di acara mereka. Tidak banyak, Diego dan Anna hanya mengundang tidak lebih dari 50 undangan, hanya teman dan klien dekat, termasuk ay