Home / Romansa / Gairah Liar CEO Nakal / 2. KAU HARUS BALAS DENDAM

Share

2. KAU HARUS BALAS DENDAM

Author: NONA_DELANIE
last update Last Updated: 2024-12-15 01:07:27

"Tuan Walker, Nona Muda ini bayinya sudah meninggal dari dalam. Sepertinya, beliau mengalami benturan yang cukup serius. Kami terpaksa harus melakukan proses caesar malam ini juga."

Suasana ruangan rumah sakit itu penuh dengan ketegangan. Para dokter bergerak cepat, mempersiapkan segala sesuatu untuk operasi darurat.

Di ruang tunggu, seorang pria duduk dengan tenang, namun wajahnya memancarkan kekhawatiran yang tak dapat disembunyikan.

Tuan Walker, seorang CEO ternama, memegangi ponselnya, seolah menunggu kabar buruk.

"Lakukan yang terbaik. Semua biayanya akan ku tanggung," katanya. Suara Adam Sky Walker datar, namun tajam. Itu bukan sekadar pernyataan, tetapi lebih seperti perintah yang tidak bisa dibantah.

"Baik. Bagaimana dengan bayinya nanti? Apakah Anda meminta kami sekalian mengurusnya?" tanya salah satu dokter, memecah keheningan sejenak, matanya memandang pria itu penuh hormat namun penuh keraguan.

"Pastikan wanita itu selamat. Untuk bayinya, bawa saja ke kamar jenazah. Aku yang akan mengurusnya." Adam Walker menjawab tanpa ragu.

Kata-katanya seolah dipenuhi dengan rasa kehilangan yang begitu dalam, namun tetap dingin, terkesan seperti seorang yang sudah terbiasa dengan kesedihan semacam itu.

"Baik, Tuan."

Alasan mengapa Adam menolong wanita ini karena ... dulu saat kuliah bersama, Adam menyukai Aurora.

Sayangnya, dia terlambat dan Samuel lebih dulu mencuri start.

****

Tiga jam berlalu, suasana di rumah sakit tampak mencekam. Proses operasi berjalan dengan penuh risiko, namun akhirnya, Aurora, wanita yang tak sadar selama beberapa waktu, mulai membuka matanya perlahan.

Kepalanya terasa pusing, dan tubuhnya terasa sangat lelah. Namun, ada sesuatu yang sangat asing yang dirasakannya— perutnya kosong. Tidak ada gerakan atau kehangatan dari dalamnya.

Ketika matanya mulai fokus, ia melihat seorang pria berdiri di samping tempat tidur, mengenakan jas formal yang terlihat terlalu rapi untuk berada di rumah sakit.

Kini, Aurora memandang pria itu, dan walaupun matanya masih kabur, ia merasa mengenali sosok tersebut. CEO dari perusahaan tempat suaminya bekerja.

"Si- siapa, Anda?" Suara Aurora terdengar serak, kebingungan, dan sedikit takut. Ia merasakan sesak di dada, namun mencoba menenangkan diri. Namun, rasa panik itu semakin membesar.

"Kau jelas mengenal aku," jawab Tuan Walker, nada suaranya tenang namun penuh makna. Ia menatap Aurora dengan pandangan yang tajam, namun tidak dengan empati.

Ya, sebelumnya Adam memang mencari tahu siapa wanita ini. Lantas, anak buahnya menginfokan jika Aurora adalah seorang istri dari karyawannya.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata Aurora dibuang suaminya sendiri dan itu tak bisa Adam maafkan.

Perasaan asing yang melanda tubuh Aurora semakin memuncak. Ia meraba perutnya, tetapi yang ia rasakan hanya kehampaan.

"Perutku, perutku. Kenapa datar? Mana anakku? Mana? Ya Tuhan! Anakku! Anakku!" Suara Aurora bergetar, semakin panik. Ia mencoba bangkit, namun tubuhnya terlalu lemah.

Lantas, Sang Tuan Muda Walker menatapnya dengan mata yang penuh rasa kasihan, meskipun ia berusaha untuk tetap menunjukkan ekspresi yang tenang.

"Anakmu tiada." Jawabannya singkat, tanpa emosi yang lebih mendalam. Namun, setiap kata itu terasa seperti palu yang menghantam keras ke dada Aurora.

"Apa?" Aurora terdiam, seolah tak bisa menerima kenyataan itu. "Apa yang terjadi? Kenapa anakku—" kata-katanya terhenti, seolah tak mampu melanjutkan. Ia menangis, rasa kehilangan itu begitu mendalam.

Tuan Walker menghela napas, kemudian berbicara lagi dengan lebih serius, suaranya rendah namun jelas. "Apa yang kau alami sehingga membuat anakmu tiada dari dalam kandungan? Apa yang terjadi, sampai kau dibuang di jalanan?"

Aurora merasa seperti diserang dengan pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Matanya terbuka lebar, menatap pria itu dengan rasa bingung dan ketakutan.

"Aku... aku ...." Suaranya tercekat, tak mampu melanjutkan.

Kenangan buruk kembali muncul—tentang malam itu, tentang suaminya yang berubah, yang meninggalkannya begitu saja, dan anak yang harusnya lahir dengan bahagia, kini tak ada lagi.

"Suamimu selingkuh? Kau mengetahuinya dan kau sicelakai?" tanya Tuan Walker, tatapannya tajam, penuh penyelidikan.

Aurora terdiam, tubuhnya gemetar. Ia menatap pria itu dengan mata yang penuh kebingungan, seolah tidak percaya seseorang bisa menebak dengan begitu tepat.

"Darimana Anda tahu?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

"Menebak saja." Tuan Walker menjawab dengan nada datar, namun dalam mata yang memancarkan pemahaman yang lebih dalam dari yang mungkin Aurora bayangkan.

Kemudian, pria itu mendekat, bersandar sedikit di kursi, seolah sudah memutuskan apa yang ingin disampaikan selanjutnya. "Jadi, mau kah kau bekerja sama denganku, Aurora?" Suaranya lebih serius, penuh dengan niat yang tak bisa disangkal.

"Hah?" Aurora menatapnya dalam kebingungan. Jantungnya berdebar kencang, antara rasa takut dan keputusasaan. "Bekerja sama dalam hal apa?"

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Sepertinya tak ada pilihan lain, selain menerima tawaran ini, meski itu berarti mengorbankan banyak hal.

"ASI mu melimpah. Berikan pada anakku, dan kita jadi partner."

"Partner untuk?"

"Membalas suamimu. Apa kau tak mau, hm?"

Setelah mempertimbangkan hal itu, Aurora menjawab, "Beri aku waktu."

"Ku tunggu 1x24 jam. Penawaranku tak datang dua kali. Kau akan ku gaji, dan kau akan hidup layak setelah ini. Dengan kekuasaanku, kau bisa membalas semua perbuatan keji suamimu. Setuju?"

"Setuju!"

****

Bayi mungil itu, dengan tubuh yang membiru, terbaring diam di dalam peti kayu yang kecil.

Langit sore yang kelabu seakan turut merasakan duka yang mendalam, menatap dengan hening pada pemakaman yang baru saja selesai.

Dengan tubuh yang rapuh, Aurora terjatuh ke dalam pelukan rasa kehilangan yang sangat dalam.

Tangisnya terdengar keras, seperti pecahnya jiwa yang hancur, namun tak ada yang bisa mengembalikan apa yang telah hilang. Beberapa kali ia jatuh pingsan karena rasa sakit yang tak tertahankan.

Adam berdiri di sampingnya. Bahkan, dia tadi sudah menyarankan dengan lembut agar Aurora tetap berada di rumah sakit. Namun, wanita itu, dengan tekad yang keras, memaksakan diri untuk datang.

"Aku harus menyaksikan penguburan anakku." Kata-katanya penuh dengan air mata, namun ada kekuatan tersembunyi dalam dirinya. "Anakku, lelaki kecilku."

Hanya itu yang bisa diulangnya, seolah kalimat itu menjadi mantra pengingat, meskipun hatinya hancur berkeping-keping.

Setiap langkah menuju pemakaman terasa berat bagi Aurora. Pundaknya terkulai lemas, tubuhnya goyah, namun tekadnya tak bergeming.

Seiring dengan berjalannya prosesi pemakaman putranya, ia beberapa kali terjatuh pingsan, dan setiap kali sadar kembali, air matanya terus mengalir.

Tak ada yang bisa menenangkan hatinya yang porak poranda.

Adam yang terus mendampinginya, kini memandangnya dengan penuh kasih sayang. Meskipun di dalam dirinya berperang antara rasa iba dan kekhawatiran.

"Relakan anak itu," ucap Adam lembut namun tegas. "Kali ini, bukan saatnya menangis. Tapi, saatnya balas dendam dan buktikan jika kamu bisa."

"Enak sekali kau bicara seperti itu!" Aurora menatapnya dengan tatapan kosong, seolah tidak sepenuhnya memahami apa yang sedang dikatakan.

"Kenapa tak enak? Katamu, suamimu menghinamu karena gendut dan jelek, kan?" tanya Adam, menatap wajahnya yang penuh luka. "Maka, ikuti perintahku. Kau akan cantik, dan perubahanmu nanti bisa membuatnya menyesal karena telah mencampakkanmu."

Kini, Aurora terdiam, seperti mencerna kata-kata itu dalam dalam. Air matanya berhenti sejenak, tetapi pikirannya terus bergulir dengan cepat. Ia tahu, kata-kata Adam mungkin benar.

Rasa sakit dan kehilangan yang ia alami tak akan pernah bisa disembuhkan dengan menangis atau berlarut dalam kesedihan.

Sebuah perubahan, sebuah pembuktian, mungkin bisa menjadi cara untuk mengangkat dirinya dari kehancuran ini.

Dengan tatapan penuh tekad, Adam pun melanjutkan, "Jangan biarkan dirimu terjatuh lebih dalam. Ini waktumu untuk bangkit dan tunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya. Kau tahu, suamimu bersenang senang dengan selingkuhannya. Sedangkan kamu, menangis di sini dan tak ada gunanya. Bukankah itu membuang buang waktu? Kau harus balas dendam, Aurora."

Related chapters

  • Gairah Liar CEO Nakal   3. TEROR

    Bayi mungil itu terbaring dalam pelukan Adam, tubuhnya yang lemah menggeliat perlahan, matanya tertutup rapat. Dengan wajah yang penuh haru, Aurora menatap bayi itu dengan rasa cinta yang campur aduk, seolah kehilangan anaknya yang sendiri membuat hatinya hancur. Baby Alan Sky Walker— mengingatkannya pada sosok anak yang telah ia lahirkan dan tak bisa dia jaha dan untuk sejenak, rasa itu terasa begitu nyata. "Di- dia ...." Aurora bergumam, suaranya bergetar. Ia tak tahu bagaimana harus memulai, dan kalimat itu menggantung di udara, penuh dengan berbagai perasaan yang tak terucapkan. "Perkenalkan, dia adalah Alan Sky Walker, putraku, Aurora," ujarnya. Adam berkata dengan penuh ketulusan. Tatapannya lembut saat memperkenalkan bayinya kepada Aurora, dan meskipun penuh dengan rasa kehilangan, ada kebanggaan di matanya. Lantas, dia memutar pandangan. Aurora menatap Alan, merasakan hatinya tergerak oleh perasaan yang sulit dijelaskan. Matanya mulai berkaca-kaca, namun ia berusaha m

    Last Updated : 2024-12-15
  • Gairah Liar CEO Nakal   4. TAWARAN MENIKAH

    Tiga bulan berlalu sejak Aurora menjalani rutinitas barunya. Kini, tubuhnya yang dulu penuh perjuangan dan rasa tidak percaya diri telah berubah drastis. Berat badannya yang dulu sempat melampaui batas kini berada dalam angka yang dianggap ideal, sebuah pencapaian yang terasa begitu memuaskan.Di depan cermin, Aurora memandangi refleksinya dengan tatapan penuh kebanggaan. Setiap lekuk tubuhnya tampak begitu proporsional Kulitnya bersinar lebih cerah daripada sebelumnya. Dulu yang kusam dan tak terawat, kini semakin glowing pun sehat, dan matanya memancarkan rasa percaya diri yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Tinggi 164 cm, bobot 52 kg. Astaga! Aku tak menyangka aku bisa mendapatkan bobot idealku!" pikirnya sambil tersenyum tipis. Angka itu kini terasa sempurna, seperti sebuah karya seni yang diciptakan dengan penuh kesabaran dan usaha.Rambutnya yang semula kusam kini mengkilap, berkat perawatan mewah yang Adam berikan—sesuatu yang jauh dari angan angan Aurora sebelum pert

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Liar CEO Nakal   5. APA KABAR, MANTANKU?

    "Bagaimana? Kau mau membalasnya? Mantan suamimu dan selingkuhannya?" Adam bertanya, suaranya datar namun tajam, seolah sudah memutuskan apa yang seharusnya dilakukan. Ada nada tantangan yang tak bisa disembunyikan dalam kalimatnya.Sontak, Aurora mengerutkan dahi, merasakan kebingungannya semakin dalam. "Entah, aku masih ragu," jawabnya, suara yang keluar terasa serak dan penuh keraguan. Hatinya terombang ambing di antara keinginan untuk membalas sakit hati dan ketakutan akan apa yang bisa terjadi setelahnya.Lalu, Adam melangkah lebih dekat, matanya tidak pernah lepas dari wajah Aurora, penuh tekanan. Dia menguspa wajah Aurora. Mendekatkan bibirnya, lalu berbisik dengan suara rendah nan menggelora."Apa lagi yang kau ragukan, Aurora? Dia telah membuatmu hampir tiada. Anakmu dibunnuh olehnya. Masihkah kau ragu?" tanyanya, nada suara semakin mengancam, seakan menuntut jawaban yang pasti."Entah." Aurora menunduk sejenak, berpikir keras. Pikirannya dipenuhi bayangan tentang suaminya dan

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Liar CEO Nakal   6. MATILAH KAU

    "Apa kau ingin ma-ti?" Aurora memandang Samuel dengan mata tajam yang penuh kebencian. Wajahnya yang dulu tampak lembut dan penuh cinta kini berubah menjadi bayangan kelam, dipenuhi amarah yang menderu. Samuel yang terengah-engah, merasakan kehangatan tangannya yang gemetar, tubuhnya bergetar lebih karena ketakutan daripada dingin malam yang menusuk. Dia mencoba menarik nafas panjang, namun sebuah pisau lipat yang menempel di perutnya seolah menghalangi setiap usaha untuk tenang. “Ra, kamu—” Samuel berusaha membuka mulut, kata-kata itu menggantung, terhenti sebelum bisa mengalir sempurna. "Kau ingat aku, hm?" "Ra, jangan lakukan itu. Aku tahu aku salah. Aku—" Aurora, dengan cepat dan tajam, menyela, suara suaranya dingin seperti es. “Tutup mulutmu! Kau sudah berniat membunnuhku, dan aku juga berniat yang sama denganmu!” Perintahnya memaksa, tak ada ruang untuk penolakan. Dengan gerakan yang tegas, Aurora menarik tangan mantan suaminya, menyeretnya keluar dari apartemen yang

    Last Updated : 2024-12-22
  • Gairah Liar CEO Nakal   7. PEMBALASANKU AKAN LEBIH PEDIH

    "Aaaargh! Cukup, Ra! Cukup! Ampun, Ra!" "Tak bisa. Jika kau tak mati, setidaknya kau harus cacat!" Crush! Belati itu melayang, Aurora menancapkan pada betis juga paha Samuel secara bergantian. Samuel merintih kesakitan, tubuhnya terhuyung sejenak sebelum akhirnya ia terjatuh ke tanah, terduduk lemas. Darah mengucur deras dari betis kirinya yang tertusuk belati dengan akurat. Merah pekat itu berlumuran di tanah yang kotor, menciptakan kolam darah yang terus berkembang seiring detak jantungnya yang semakin berat. Nafasnya terengah engah, berusaha menahan rasa sakit yang luar biasa, tetapi itu sia-sia. Setiap detikan tubuhnya terasa semakin lambat, seakan dunia ini bergerak jauh lebih cepat daripada dirinya. "Ahhh ...." Jeritan itu keluar begitu saja dari tenggorokannya. l Rasa sakitn

    Last Updated : 2024-12-23
  • Gairah Liar CEO Nakal   8. SUSUI AKU JUGA

    Selepas melaksanakan rencana yang telah dirancang dengan hati-hati, Aurora kembali ke rumah dengan langkah tergesa. segera, ia mengangkat Alan yang sedang tidur dan membawa bocah itu ke pelukannya. Setelah menyusui Alan dengan penuh perhatian, Aurora membiarkan dirinya berbaring di ranjang yang sama, menenangkan diri setelah segala yang terjadi. "Hm, Alan lapar ya? Maaf ya, tadi Mama masih ada urusan," bisik Aurora dengan rasa bersalah yang mendalam. Dia mengusap lembut rambut pirang bocah kecil yang sedang lahap menyusu, perasaan sayang yang begitu dalam memenuhi hatinya. "Meski kamu bukan anak kandung Mama, tapi Mama sangat menyayangimu. Sangat, sangat sayang!" kata Aurora, sembari mengusap pucuk kepala Alan Sky Walker dengan penuh kelembutan. Suasana hening itu dipenuhi oleh kedekatan dan kasih sayang yang tak terbantahkan. "Hhhmmm," gumam Alan dengan suara kecil, seolah merespons penuh kepuasan. Melihatnya semakin pintar, Aurora merasa hatinya dipenuhi kebahagiaan ya

    Last Updated : 2024-12-24
  • Gairah Liar CEO Nakal   9. KENIKMATAN YANG KAU BERIKAN

    "Ah, ah!" Sungguh, Aurora tak menyangka jika Adam akan berlaku seperti ini. Bahkan saat pria itu memaksanya, rasanya tetap nikmat. "Hhhhmmm." "Jangan tahan, ayo keluarkan racauanmu. Aku tahu, kau pasti menyukai ini, kan?" Adam menyeringai, dia melepaskan kungkungannya pada Aurora, dan dia tetap.mengayun pinggulnya. Memberikan ritme percinthaan panas yang tak akan dilupakan sang janda muda. Kini, napasnya mulai menderu. Ruangan yang semula dingin, menjadi panas yang begitu menggelora. "Eratkan kakimu pada pinggangku, kalungkan tanganmu pada leherku!" Tidak bisa berpikir dan Aurora tidak mampu berpikir secara jernih. Semuanya terasa begitu blank. Aurora menemukan dirinya dalam kebimbangan karena perintah Adam yang di luar perkiraan. Sebagai wanita dewasa, tentunya dia memahami apa yang diinginkan oleh pria berstatus duda beranak satu tersebut. "Come on!" Tubuh Adam semakin merunduk dan merengkuhnya secara erat. Dapat Aurora saksikan betapa nafas pria itu menderu naik

    Last Updated : 2024-12-24
  • Gairah Liar CEO Nakal   10. OBSESIKU

    "Aaah. Aaaah." Suara desahan itu bahkan sampai di telinga sang pengasuh dan pembantu. Meteka menutup telinga dan melipir ke depan rumah, bergunjing di sana. "Apa karena lama tak mendapatkan jatah, sampai sampai Tuan kita begitu ganas?" tanya Bibi Ani yang saat itu merinding ketika mendengar jeritan Sang Nona dari dalam rumah. Sang pengasuh pun mengangkat bahu, "Tapi, Bi. Aku rasa, Tuan tidak begitu. Beliau kan baru bercerai dengan istrinya. Apa iya Tuan Adam begitu?" "Bisa jadi. Ngeri juga ya dengernya. Sampe malu sendiri." "Iya, Bi. Apa kita gak pindah aja ke tempat lain, Bi? Kalau lama lama begini, kita juga yang pusing." "Nanti kita bicarakan sama Nyonya Besar." "Baik, Bi. Aku setuju. Sayang sekali, mereka tak memakai peredam suara. Ah, telinga kita kan yang ternodai." "Iya. Dulu, dengan Nona Muda juga tak begitu." "Beda rasa kali, Bi."

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • Gairah Liar CEO Nakal   41. F*CK ME HARD!

    "F*ckk, Adam!" Janda muda itu berteriak histeris saat gelombang kenikmatan lain mengalir melalui dirinya yang menyebabkan orgasme kelimanya meledak malam itu.Di atas ranjang, Adam dan Aurora larut dalam gelora tak tertahankan.Adam menempelkan tangannya ke kepala Aurora saat dia terus menerus menghantam vagi-nanya. Mereka menyukainya dengan kasar dan siapa dia yang bisa mengeluh?Kaki Aurora melilit pinggang pria itu sambil menundukkan kepalanya dengan sembrono. Matanya berputar ke belakang kepala saat merasakan gelombang orgasme keenamnya malam itu."Oooh, Adam!""Kau suka, kan?" Adam menyeringai. Dia mencabut dengan kasar kemaluannya dari vagina wanita itu dan mengganti kemaluannya dengan jari-jarinya sambil menghunjamkannya lebih dalam dan lebih cepat.Menggali ke dalam dagingnya yang hangat dan panas serta menghantam ke dalam vagina wanita itu yang sudah basah kuyup."Ouh, ouh! Adam, st

  • Gairah Liar CEO Nakal   40. LAYANI AKU SEBENTAR SAJA!

    Di bawah langit sore yang memerah, Adam duduk di sudut sebuah tempat tersembunyi di Ubud, dikelilingi oleh Moreno, George, dan Frans. Suasana di sekitar mereka tenang, hanya sesekali terdengar suara gesekan dedaunan yang tertiup angin. Adam, yang masih merasa cemas, menghisap pelan cerutunya, sambil menatap kosong ke arah langit yang perlahan menggelap.Dengan senyum sarkastik yang terukir di bibirnya, Moreno menatap Adam penuh tanda tanya. "Hei, kau ini mantan mafia. Kenapa kau takut kinerja kami melambat? Apa yang kau takutkan?" tanyanya, suaranya santai namun mengandung sindiran tajam. Asap cerutu itu melayang ke udara, menambah kesan angkuh pada sosok Moreno.Kala itu, Adam tak segera menjawab. Ia memutar gelas berisi alkohol di tangannya, menatap cairan keemasan itu sejenak sebelum meneguknya perlahan. "Kau tak tahu saja," gumamnya, suaranya serak. "Jika semua bisa saja berubah. Si Samuel sialan itu meninggalkan wasiat untuk Auror

  • Gairah Liar CEO Nakal   39. BO-DOH SEKALI!

    "Tuan Muda, ada kabar mengejutkan. Lelaki yang menabrakkan diri di rel kereta kemarin malam adalah orang yang kita cari, Samuel."Kata kata itu seperti petir yang menyambar sesaat setelah Adam bangun. Adam terdiam sejenak, matanya yang tajam menyiratkan kekhawatiran meskipun ia berusaha tetap tenang. Pikirannya berputar, mencoba mencerna informasi itu."Apa? Kau yakin itu dia?""Ya. 500 meter dari tempat dia tewas, ada sebuah surat, pakaian celana dan kaos, juga ponsel. Dia juga menyebutkan alamat.""Sial!" Adam menggeram, ekspresinya berubah seketika. "Ini bisa menjadi masalah besar.""Bagaimana ini, Tuan? Kalau sampai dia diautopsi, dan kita—""Kau tak perlu khawatir. Kita bekerja dengan baik, dan jejak semuanya bersih. Oke, tak masalah. Kau tangani masalah ini. Aku, Baby Alan dan Aurora akan segera ke Paris. Jika tidak, dia dalam bahaya karena jejaknya sebagai mantan istri akan terlacak.""Baik, Tuan."Suara

  • Gairah Liar CEO Nakal   38. I LOVE YOU, GOOD BYE

    Usai dari rumah sakit, siang itu, Samuel berjalan gontai, langkahnya terseok seok di sepanjang trotoar yang sepi, seperti jiwa yang kehilangan arah. Aspal panas di bawah kakinya tak mampu menghangatkan tubuh yang terasa kaku dan beku. Matanya kosong, menatap ke depan tanpa fokus, seolah segala sesuatu di sekitarnya tidak lagi relevan. Dunia di sekitar terasa kabur, bising, dan asing, seperti suara suara yang tidak bisa ia dengar. Kebingungannya semakin dalam, seolah setiap langkah hanya semakin menjauhkan dia dari jalan yang benar.Tanpa rencana, tanpa tujuan, Samuel berhenti di sebuah toko dan membeli kertas juga pulpen. Tangannya gemetar ketika ia membuka kertas itu dan mulai menulis. Di sebuah taman yang sepi, dengan suara dedaunan berdesir tertiup angin, ia menulis pesan pesan yang telah lama terpendam dalam hatinya. Di atas kertas itu, ia menuangkan kata kata yang tidak bisa ia ungkapkan secara langsung— sebua

  • Gairah Liar CEO Nakal   37. SELAMAT TINGGAL

    Usai bertemu dengan Adam dan diberikan obat peluruh janin, wanita ini begitu sunringah. Apalagi saat dirinya dibawa ke sebuah bangunan apartemen, dia begitu bahagia."Hm, apa dia akan memberikanku apartemen dan seisinya? Jika iya, itu bagus sekali. Dan jika tidak, maka aku akan menghancurkannya!"Raline melangkah ke dalam apartemen mewah yang dipandu oleh anak buah Adam. Setiap langkahnya terasa lebih mantap, seolah-olah ia memasuki dunia yang baru, dunia yang berbeda dari apa yang biasa ia kenal. Dan begitu ia melangkah masuk, matanya langsung tertuju pada luasnya ruangan yang terbuka di depannya.Apartemen itu tidak hanya besar, tetapi juga dihiasi dengan furnitur modern yang terlihat sangat mahal."Wow, ini bagus." Anak matanya berpendar. Dinding dindingnya dicat dengan warna netral yang memberi kesan elegan dan nyaman, sementara jendela besar menawarkan pemandangan kota yang memukau di luar. Raline memandang ke se

  • Gairah Liar CEO Nakal   36. GUGURKAN!

    Dengan wajah cemas, Adam membawa Raline langsung menuju klinik yang dikelola oleh temannya. Wanita itu dengan gamang mengikuti dari belakang, langkahnya terasa berat namun penuh harapan. Tak lama setelahnya, mobil yang dikendarai anak buah Adam tiba di klinik dengan cepat. Adam langsung menuju ruang periksa, meminta seorang wanita bernama Dona, yang adalah dokter kandungan rekannya juga, untuk segera memeriksa kondisi Aurora.Setelah beberapa menit, Dona mengajak mereka masuk ke ruang pemeriksaan. Aurora terbaring di atas tempat tidur periksa, terlihat sedikit gelisah meski berusaha tetap tenang. Dona yang sudah mempersiapkan peralatan medisnya, mulai melakukan pemeriksaan dengan penuh ketelitian. Dia meminta Adam keluar, karena tahu jika Adam bukanlah suami Raline.Beberapa saat kemudian, Dona keluar dari ruang pemeriksaan dengan ekspresi serius. Langkahnya terhenti di depan Adam dan Raline, wajahnya tak menunjukkan tanda tanda optimi

  • Gairah Liar CEO Nakal   35. NIKAHIN GUE!

    "Apa? Lo hamil?" Adam terdiam, tatapannya kosong sejenak, seolah mencoba mencerna setiap kata yang baru saja keluar dari bibir Raline. Dia tercenung dan memperhatikan perut Rakine yang emang sih agak cembung. Dan dia sama sekali gak nyangka kalo hal itu akan terjadi.Suasana di sekitarnya terasa hening, hanya detak jantungnya yang bergema di telinga. Kata-kata itu, tajam dan menusuk, meluncur deras seperti arus sungai yang tak bisa dihentikan.Raline berdiri di hadapannya, tubuhnya gemetar, wajahnya terpelintir antara marah dan putus asa. Matanya yang merah karena tangisan menatap langsung ke arah Adam, seolah ingin menuntut pertanggungjawaban atas segala kekacauan yang terjadi. Lalu, dengan mengangkat dagu tinggi, Raline berkata, "Ya, gue hamil!" Suaranya meninggi, dipenuhi emosi yang meluap.Tak lama setelah itu, dia mengetuk dada Adam dengan air mata berderai. Namun, tak ada tangis di sana sama sekali."Gara gara l

  • Gairah Liar CEO Nakal   34. GUE HAMIL!

    Kata orang, menangis adalah cara kita melepaskan segala sesak dalam hati. Begitu pula dengan Aurora siang itu. Di tengah desakan ketakutan yang menyelubungi dirinya, ketika bertemu Adam, pelukannya begitu erat, seolah ingin memastikan dirinya tak akan lepas. Air matanya tumpah, tak bisa lagi dibendung."Tenanglah, kau sudah aman," bisik Adam dengan lembut, mencoba menenangkan kekasihnya yang masih terisak. Dia tahu betul, siang ini, Aurora baru saja melewati mimpi buruk yang mengerikan. Dia sebagai seorang kekasih tentu tak akan membiarkan hal ini berlarut larut.Pelukan Aurora perlahan merenggang, namun hatinya masih kacau. Adam berpaling sejenak, melihat Baby Alan yang tampak resah di pelukan Aurora. Dengan gerakan cepat, dia meraih si kecil dari pelukan Aurora. "Sini, biar aku yang menggendong," ujarnya lembut.Aurora mengangguk tanpa kata. Dia merasakan sedikit kelegaan saat bayi itu berada dalam pelukan Adam. Se

  • Gairah Liar CEO Nakal   33. DONE

    Dor! Dor!Suara tembakan menggema di udara, memecah keheningan malam yang semakin mencekam. Santos dan Jerry yang sudah berada di dalam mobil, merasakan getaran hebat dari peluru yang menghantam tubuh kendaraan.Meski telah melakukan manuver zig-zag, mereka tahu, ancaman semakin dekat.Akhirnya, setelah berlari sejauh ini, mereka tiba di tempat yang mereka tuju— lokasi sepi yang dipilih Jerry untuk menghadapi musuh. Namun, sialnya, kecepatan mobil yang terlalu tinggi dan kondisi ban yang mulai kempes karena ditembaki, membuat mobil mereka oleng. Sangat sulit dikendalikan hingga memaksa mereka harus turun dengan segera."Bahaya! Kita harus berhenti!" teriak Santos, melihat ban depan mobil yang sudah kempes."Siap, aku mengurangi kecepatan!" seru Jerry, namun telat. Dengan ketegangan yang semakin memuncak, mobil itu mulai tergelincir, meluncur tak terkendali di jalanan yang sempit dan sepi."Turun!" perintah Jer

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status