Beranda / Romansa / Gairah Liar CEO Nakal / 5. APA KABAR, MANTANKU?

Share

5. APA KABAR, MANTANKU?

Penulis: NONA_DELANIE
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-19 11:35:07

"Bagaimana? Kau mau membalasnya? Mantan suamimu dan selingkuhannya?" Adam bertanya, suaranya datar namun tajam, seolah sudah memutuskan apa yang seharusnya dilakukan. Ada nada tantangan yang tak bisa disembunyikan dalam kalimatnya.

Sontak, Aurora mengerutkan dahi, merasakan kebingungannya semakin dalam. "Entah, aku masih ragu," jawabnya, suara yang keluar terasa serak dan penuh keraguan. Hatinya terombang ambing di antara keinginan untuk membalas sakit hati dan ketakutan akan apa yang bisa terjadi setelahnya.

Lalu, Adam melangkah lebih dekat, matanya tidak pernah lepas dari wajah Aurora, penuh tekanan. Dia menguspa wajah Aurora. Mendekatkan bibirnya, lalu berbisik dengan suara rendah nan menggelora.

"Apa lagi yang kau ragukan, Aurora? Dia telah membuatmu hampir tiada. Anakmu dibunnuh olehnya. Masihkah kau ragu?" tanyanya, nada suara semakin mengancam, seakan menuntut jawaban yang pasti.

"Entah." Aurora menunduk sejenak, berpikir keras. Pikirannya dipenuhi bayangan tentang suaminya dan selingkuhannya yang telah menghancurkan hidupnya. "Apa yang harus ku perbuat padanya?"

Suaranya hampir berbisik, penuh kekosongan. Rasa sakit itu kembali menjalar, membuat dadanya sesak.

Tanpa ragu, Adam memberikan jawaban yang begitu keras, seperti seorang yang sudah terbiasa mengambil keputusan dengan tangan sendiri.

"Teror mereka, datangi ke rumahnya, tem-bak atau tu-suk, beres!" katanya, gerakannya penuh dengan ketegasan, seolah membenarkan tindakannya.

"Hah? Aku tidak mau!" Aurora terkesiap mendengar jawaban itu. Tubuhnya merinding, bukan hanya karena ketakutan, tetapi juga karena realitas yang menyakitkan ini semakin dekat. Dia menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang hampir meledak.

"Kau pikir aku berani? Aku ingin pembalasan yang smooth," jawabnya, suara itu tersembunyi di balik rasa cemas. Ia tidak ingin menjadi sosok yang penuh kekerasan, tidak ingin terjerumus dalam jalan yang bisa menghancurkannya lebih dalam lagi.

"Hm, ya sudah." Adam mengamati wajah Aurora dengan seksama, tahu betul bahwa Aurora sedang berjuang antara membalas dendam dan mempertahankan dirinya dari kekerasan itu.

Sebuah senyuman tipis muncul di wajahnya, penuh pemahaman, tapi juga masih ada kekuatan yang tak bisa ia lepaskan begitu saja.

"Kalau begitu, mari kita kejutkan mereka. Mereka tahunya kamu sudah pergi, kan? Jadi, mari buat sedikit guncangan."

"Memangnya, kau mau mengajakku ke mana?"

"Kantor!"

****

Hari itu, suasana di Walker Corporation terasa berbeda. Pagi yang biasanya sibuk dengan rutinitas kantor, kini dipenuhi dengan bisik-bisik karyawan yang penasaran.

Pengumuman besar telah disebarkan: perusahaan akan memiliki CEO baru. Setelah lama dipimpin oleh Tuan Besar Walker yang terkenal dengan ketegasan dan kepemimpinannya yang tak tertandingi, kini saatnya ada perubahan.

Pukul 9 pagi, dengan langkah tegas, seorang pria muda memasuki ruang pertemuan utama. Adam Sky Walker, sang anak sulung dari keluarga Walker, akhirnya tiba untuk menggantikan posisi ayahnya yang sedang sakit.

Nama besar keluarga ini kini berada di tangannya, meskipun dia bukanlah orang yang biasanya ingin mencuri perhatian.

Dengan postur tubuh tegap dan wajah yang penuh karisma, dia jelas memancarkan aura yang tak bisa diabaikan.

"Selamat datang, Tuan Muda Walker," sambut salah seorang eksekutif senior yang berdiri di depannya, suaranya formal namun penuh rasa hormat.

Tak terlalu antusias, Adam hanya mengangguk tipis. Namun, ekspresinya datar namun tetap terjaga. Matanya melirik ke mana karyawan yang bernama Samuel berada.

"Hm," jawabnya singkat, suaranya tegas, tidak terburu buru, seolah ingin menunjukkan bahwa dia mengendalikan situasi.

Beberapa orang di ruangan itu langsung menundukkan kepala, memberi salam dengan cara yang sudah mereka lakukan selama bertahun tahun.

"Selamat datang, Tuan Muda. Senang bertemu dengan Anda," ujar mereka. Mengucapkan dengan hormat, sementara beberapa lainnya menatapnya dengan rasa ingin tahu yang jelas.

Adam tidak terburu-buru untuk menjawab, ia mengamati satu per satu wajah yang ada di sekitarnya.

Setelah beberapa detik tersenyum, dia berkata dengan suara yang mantap, "Baik. Semoga kita bisa bekerja sama." Kata-katanya yang sederhana itu terdengar seperti perintah, namun juga menawarkan kesempatan bagi semua orang untuk melangkah maju.

Ruangan itu seketika hening, seolah menunggu tindakannya selanjutnya. Adam, meskipun baru saja mengambil alih kepemimpinan, sudah memperlihatkan ketegasan dan sikap profesional yang tidak bisa diragukan lagi.

Kini, Walker Corporation berada di bawah kendali Tuan Muda Walker—dan para karyawan tahu bahwa mereka akan menghadapi era baru yang penuh tantangan dan peluang.

Meskipun sudah berpengalaman, Andrew tak bisa menghindari sedikit kegugupan di dalam dirinya. Dia menarik tangannya perlahan setelah Adam tidak membalas dengan penuh semangat seperti yang diharapkannya.

"Tentu, Tuan Muda. Kami siap mendukung Anda."

Di sebelah Andrew, Douglas, Kepala Divisi Pemasaran, berdiri agak jauh, menatap dengan penuh rasa ingin tahu.

Seperti yang lainnya, dia ingin melihat bagaimana pemimpin baru ini akan mengendalikan perusahaan besar seperti Walker Corporation. Douglas melangkah maju, melemparkan senyum ramah meski sedikit tegang.

"Selamat datang, Tuan Muda Walker," kata Douglas, suaranya lebih hangat namun penuh kehati hatian. "Saya Douglas, Kepala Divisi Pemasaran. Kami di tim pemasaran sudah menyiapkan beberapa rencana yang kami rasa akan mendukung pertumbuhan perusahaan."

"Baik." Adam menatapnya sebentar, membaca ekspresi wajah Douglas yang penuh harapan. "Saya akan melihat rencana kalian, Douglas. Pemasaran adalah kunci untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Pastikan kita tidak hanya mengikuti tren, tetapi menciptakan tren yang akan diikuti oleh semua orang."

Lalu, Douglas mengangguk, sedikit terkejut dengan jawaban Adam yang begitu tajam dan penuh visi. "Tentu, Tuan Muda. Kami akan segera mengatur pertemuan untuk mempresentasikan semua rencana kami."

Sementara itu, Ronald, Kepala Operasional yang selalu menjadi sosok tenang di perusahaan, menatap dengan seksama.

Dia sudah lama menunggu kedatangan Adam, karena tahu bahwa transisi ini adalah momen penting bagi masa depan Walker Corporation.

"Tuan Muda," kata Ronald, berbicara dengan suara yang lebih dalam, berwibawa. "Selamat datang. Kami di departemen operasional sedang menyusun strategi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Kami berharap bisa segera berbicara lebih lanjut tentang itu."

"Tentu."* Adam menatap Ronald, memikirkan kata-katanya sejenak. "Efisiensi adalah prioritas utama," jawabnya, matanya tajam dan penuh penilaian. "Saya ingin melihat rencana rinciannya, dan kita akan mulai bekerja dari situ."

"Terima kasih, Tuan Muda. Kami akan segera menyiapkan laporan tersebut," jawab Ronald, merasa sedikit lega, karena Adam jelas sudah memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang perlu dilakukan.

Setelah selesai berbicara, Adam melangkah menuju ruang kerjanya, meninggalkan para eksekutif yang masih merenung, mencoba memetakan bagaimana mereka akan bekerja dengan CEO baru yang terlihat begitu berbeda dengan ayahnya.

Sebelum pergi, Adam menghentikan langkahnya. Dia menoleh pada Samuel. "Kamu ...."

"Saya, Tuan Muda?" Samuel menunjuk dadanya dan Adam pun menganggukkan kepala setelah itu.

"Ya, kamu. Siapa namamu?"

"Samuel, Tuan!"

"Ya, kau jemput calon istriku ke apartement. Tunggu di lobby, dia akan menghampirimu."

Perintah yang keluar dari bibir Adam tersebut seketika membuat beberapa orang sontak melototkan matanya.

"Tuan, tapi ada sopir yang lain," sergah Douglas.

Lalu, Adam mengeluarkan tanduknya. "Kau yang CEO atau aku?"

"Anda, Tuan Muda."

"Bagus. Silakan pergi ke ruanganmu, dan Bukankah aku bebas memerintah siapa saja?"

"Be- benar, Tuan."

"Ya sudah."

****

Samuel segera melangkah pergi, tanpa mengucapkan sepatah kata pun setelah Tuan Muda Walker memasuki ruang kerjanya.

Wajahnya yang masam tampak jelas, tapi dia tak peduli. Ada perasaan kesal yang menggelayuti hatinya setelah perintah mendadak itu.

Sedangkan Raline, yang baru saja datang dan melihat kepergian Samuel, segera menanyakan arah tujuannya.

"Kau akan ke mana?" tanya Raline, sambil menatapnya dengan bingung. Wajahnya terlihat penuh tanya, seakan mencoba menebak apa yang sedang terjadi.

"Menjemput kekasih Tuan Muda Walker," jawab Samuel singkat, suaranya berat. "Kau tak dengar tadi?"

Sontak saja, Raline mengernyit. "Hei, aku baru datang. Tadi, aku diminta untuk mengambil makan siangnya. Bagaimana aku bisa tahu kamu diperintahkan apa dan diperintahkan oleh siapa? Kamu ini mengada ngada saja! Apa kamu sudah pikun, hah? Aku bahkan sudah mengatakannya padamu dipesan tadi," jawabnya, sedikit terkejut dengan pernyataan Samuel.

Samuel menghela napas, matanya tajam menatap ke depan. "Ah, ya sudah. Aku lupa, maaf. Aku ke bandara dulu. Sudah tahu, kerjaanku banyak, ini malah Tuan Muda memerintahkan aku ke bandara. Sudah tak ada bonusnya, ini malah menambah pekerjaan."

"Apa tak ada sopir?" Raline bertanya, rasa herannya semakin meningkat.

"Ada, tapi dia mau aku sendiri yang ambil," jawab Samuel, tampak frustrasi dengan permintaan Tuan mudanya yang terlalu mengada-ngada.

"Itu aneh," sahut Raline dengan nada bingung.

Pria itu mengendikkan bahunya. Samuel hanya menggelengkan kepala dan langsung melangkah keluar. "Aku berangkat dulu," katanya sambil bergegas menuju mobil.

Dengan mobilnya, Samuel melaju ke bandara. Ia memikirkan perintah Tuan Muda yang mendadak dan sepertinya tak ada alasan jelas mengapa ia harus menjemput seseorang. Ia merasa ini semakin tak masuk akal, seperti pekerjaan tambahan yang tak diinginkan.

Waktu menunjukkan pukul 11.00 ketika dia tiba di sebuah apartemen, dan ia segera menuju ke resepsionis dan bertanya sebentar.

Setelahnya, dia bergumam, "Gaun merah, tinggi, seksi. Ck! Ini bagai mencari jarum di tumpukan jerami! Apa iya ada dia? Mengapa Tuan Muda tak memberiku foto?" gumamnya kesal, mencoba membayangkan sosok yang dimaksud.

Saat itu, ruang tunggu tampak ramai dengan para penumpang yang baru tiba. Samuel menatap sekelilingnya, matanya terus berusaha mencari sosok yang ia cari, namun dia hampir kehilangan harapan.

Lalu, pada pukul 11.03, seseorang yang mencuri perhatian memasuki area lobby. Seorang wanita dengan gaun merah delima yang begitu mencolok, tinggi, dan berpostur tubuh ideal. Setiap langkahnya memancarkan aura percaya diri dan seksualitas yang tak terbantahkan.

Wanita itu mendekat ke arah Samuel dan menyapa dengan suara lembut namun penuh wibawa. "Kau yang bernama Samuel?" tanyanya, suaranya manis namun cukup tegas.

Sontak, Samuel menoleh dan terbelalak. Wajahnya berubah seketika, ekspresinya tak bisa disembunyikan.

Kedua bola matanya nyaris melompat dari tempatnya dan dia sendiri pun tak menyangka sama sekali akan bertemu dengan sang mantan istri yang telah dia telantarkan sejak beberapa bulan yang lalu.

Orang yang berdiri di depannya adalah seseorang yang sangat familiar di matanya.

"A—Aurora?" kata Samuel terbata, matanya membesar karena terkejut.

Wanita yang berdiri di depannya itu tersenyum. Meskipun senyumnya itu elegan dan penuh misteri, ada sesuatu yang berbeda pada dirinya.

Kecantikan yang dulu tampak biasa-biasa saja, kini berubah menjadi sesuatu yang begitu mempesona, dan membuat Samuel terkesima.

"Ka— kau?"

Aurora meletakkan pisau lipat di perut pria itu. menekannya hingga Samuel meringis. "Apa kabar, Masa Lalu? Mau menjemputku, atau mau menjemput kematianmu sekarang juga?"

Bab terkait

  • Gairah Liar CEO Nakal   6. MATILAH KAU

    "Apa kau ingin ma-ti?" Aurora memandang Samuel dengan mata tajam yang penuh kebencian. Wajahnya yang dulu tampak lembut dan penuh cinta kini berubah menjadi bayangan kelam, dipenuhi amarah yang menderu. Samuel yang terengah-engah, merasakan kehangatan tangannya yang gemetar, tubuhnya bergetar lebih karena ketakutan daripada dingin malam yang menusuk. Dia mencoba menarik nafas panjang, namun sebuah pisau lipat yang menempel di perutnya seolah menghalangi setiap usaha untuk tenang. “Ra, kamu—” Samuel berusaha membuka mulut, kata-kata itu menggantung, terhenti sebelum bisa mengalir sempurna. "Kau ingat aku, hm?" "Ra, jangan lakukan itu. Aku tahu aku salah. Aku—" Aurora, dengan cepat dan tajam, menyela, suara suaranya dingin seperti es. “Tutup mulutmu! Kau sudah berniat membunnuhku, dan aku juga berniat yang sama denganmu!” Perintahnya memaksa, tak ada ruang untuk penolakan. Dengan gerakan yang tegas, Aurora menarik tangan mantan suaminya, menyeretnya keluar dari apartemen yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Gairah Liar CEO Nakal   7. PEMBALASANKU AKAN LEBIH PEDIH

    "Aaaargh! Cukup, Ra! Cukup! Ampun, Ra!" "Tak bisa. Jika kau tak mati, setidaknya kau harus cacat!" Crush! Belati itu melayang, Aurora menancapkan pada betis juga paha Samuel secara bergantian. Samuel merintih kesakitan, tubuhnya terhuyung sejenak sebelum akhirnya ia terjatuh ke tanah, terduduk lemas. Darah mengucur deras dari betis kirinya yang tertusuk belati dengan akurat. Merah pekat itu berlumuran di tanah yang kotor, menciptakan kolam darah yang terus berkembang seiring detak jantungnya yang semakin berat. Nafasnya terengah engah, berusaha menahan rasa sakit yang luar biasa, tetapi itu sia-sia. Setiap detikan tubuhnya terasa semakin lambat, seakan dunia ini bergerak jauh lebih cepat daripada dirinya. "Ahhh ...." Jeritan itu keluar begitu saja dari tenggorokannya. l Rasa sakitn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Gairah Liar CEO Nakal   1. DIBUANG SUAMI

    "Aaah, Yang, udah! Kamu harus ke rumah sakit, Aurora nelponin kamu loh itu!" Raline memekik dengan keras saat hunjaman demi hunjaman dia terima. "Diem lah bentar! Berisik!" Sedangkan Samuel tetap memompa dan dia tak peduli rintihan kekasihnya itu. Tubuh Aurora menegang mendengar hal itu. Tiga jam dia di klinik dan sudah bukaan satu, tapi suaminya tak kunjung datang setelah mengatakan iya. Saat dia pulang, justru dia mendapatkan kejutan luar biasa. "Mas Samuel! Kamu tega duain aku,Mas? Aku sebentar lagi lahiran anak kamu, loh! Aku bahkan udah kontraksi, Mas!" "Kenapa? Ada masalah? Kamu kan udah gak cantik lagi. Lihat diri kamu, burik, badan kamu gendut, dan jelas kamu gak buat aku berhasrat lagi. Jadi, lebih baik kita pisah!" "Aku begini karena kamu yang mau anak, Mas! Bukan aku! Aku juga gak mau badan aku rusak!" "Terus? Mau gimana? Semua udah terlanjur. Pergi saja sana, deh! Berisik banget. Dan mulai detik ini, kita cerai! Rumah ini milikku, pergi kamu!" "Oh, kau menant

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Gairah Liar CEO Nakal   2. KAU HARUS BALAS DENDAM

    "Tuan Walker, Nona Muda ini bayinya sudah meninggal dari dalam. Sepertinya, beliau mengalami benturan yang cukup serius. Kami terpaksa harus melakukan proses caesar malam ini juga."Suasana ruangan rumah sakit itu penuh dengan ketegangan. Para dokter bergerak cepat, mempersiapkan segala sesuatu untuk operasi darurat. Di ruang tunggu, seorang pria duduk dengan tenang, namun wajahnya memancarkan kekhawatiran yang tak dapat disembunyikan. Tuan Walker, seorang CEO ternama, memegangi ponselnya, seolah menunggu kabar buruk."Lakukan yang terbaik. Semua biayanya akan ku tanggung," katanya. Suara Adam Sky Walker datar, namun tajam. Itu bukan sekadar pernyataan, tetapi lebih seperti perintah yang tidak bisa dibantah."Baik. Bagaimana dengan bayinya nanti? Apakah Anda meminta kami sekalian mengurusnya?" tanya salah satu dokter, memecah keheningan sejenak, matanya memandang pria itu penuh hormat namun penuh keraguan."Pastikan wanita itu selamat. Untuk bayinya, bawa saja ke kamar jenazah. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Gairah Liar CEO Nakal   3. TEROR

    Bayi mungil itu terbaring dalam pelukan Adam, tubuhnya yang lemah menggeliat perlahan, matanya tertutup rapat. Dengan wajah yang penuh haru, Aurora menatap bayi itu dengan rasa cinta yang campur aduk, seolah kehilangan anaknya yang sendiri membuat hatinya hancur. Baby Alan Sky Walker— mengingatkannya pada sosok anak yang telah ia lahirkan dan tak bisa dia jaha dan untuk sejenak, rasa itu terasa begitu nyata. "Di- dia ...." Aurora bergumam, suaranya bergetar. Ia tak tahu bagaimana harus memulai, dan kalimat itu menggantung di udara, penuh dengan berbagai perasaan yang tak terucapkan. "Perkenalkan, dia adalah Alan Sky Walker, putraku, Aurora," ujarnya. Adam berkata dengan penuh ketulusan. Tatapannya lembut saat memperkenalkan bayinya kepada Aurora, dan meskipun penuh dengan rasa kehilangan, ada kebanggaan di matanya. Lantas, dia memutar pandangan. Aurora menatap Alan, merasakan hatinya tergerak oleh perasaan yang sulit dijelaskan. Matanya mulai berkaca-kaca, namun ia berusaha m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Gairah Liar CEO Nakal   4. TAWARAN MENIKAH

    Tiga bulan berlalu sejak Aurora menjalani rutinitas barunya. Kini, tubuhnya yang dulu penuh perjuangan dan rasa tidak percaya diri telah berubah drastis. Berat badannya yang dulu sempat melampaui batas kini berada dalam angka yang dianggap ideal, sebuah pencapaian yang terasa begitu memuaskan.Di depan cermin, Aurora memandangi refleksinya dengan tatapan penuh kebanggaan. Setiap lekuk tubuhnya tampak begitu proporsional Kulitnya bersinar lebih cerah daripada sebelumnya. Dulu yang kusam dan tak terawat, kini semakin glowing pun sehat, dan matanya memancarkan rasa percaya diri yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Tinggi 164 cm, bobot 52 kg. Astaga! Aku tak menyangka aku bisa mendapatkan bobot idealku!" pikirnya sambil tersenyum tipis. Angka itu kini terasa sempurna, seperti sebuah karya seni yang diciptakan dengan penuh kesabaran dan usaha.Rambutnya yang semula kusam kini mengkilap, berkat perawatan mewah yang Adam berikan—sesuatu yang jauh dari angan angan Aurora sebelum pert

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19

Bab terbaru

  • Gairah Liar CEO Nakal   7. PEMBALASANKU AKAN LEBIH PEDIH

    "Aaaargh! Cukup, Ra! Cukup! Ampun, Ra!" "Tak bisa. Jika kau tak mati, setidaknya kau harus cacat!" Crush! Belati itu melayang, Aurora menancapkan pada betis juga paha Samuel secara bergantian. Samuel merintih kesakitan, tubuhnya terhuyung sejenak sebelum akhirnya ia terjatuh ke tanah, terduduk lemas. Darah mengucur deras dari betis kirinya yang tertusuk belati dengan akurat. Merah pekat itu berlumuran di tanah yang kotor, menciptakan kolam darah yang terus berkembang seiring detak jantungnya yang semakin berat. Nafasnya terengah engah, berusaha menahan rasa sakit yang luar biasa, tetapi itu sia-sia. Setiap detikan tubuhnya terasa semakin lambat, seakan dunia ini bergerak jauh lebih cepat daripada dirinya. "Ahhh ...." Jeritan itu keluar begitu saja dari tenggorokannya. l Rasa sakitn

  • Gairah Liar CEO Nakal   6. MATILAH KAU

    "Apa kau ingin ma-ti?" Aurora memandang Samuel dengan mata tajam yang penuh kebencian. Wajahnya yang dulu tampak lembut dan penuh cinta kini berubah menjadi bayangan kelam, dipenuhi amarah yang menderu. Samuel yang terengah-engah, merasakan kehangatan tangannya yang gemetar, tubuhnya bergetar lebih karena ketakutan daripada dingin malam yang menusuk. Dia mencoba menarik nafas panjang, namun sebuah pisau lipat yang menempel di perutnya seolah menghalangi setiap usaha untuk tenang. “Ra, kamu—” Samuel berusaha membuka mulut, kata-kata itu menggantung, terhenti sebelum bisa mengalir sempurna. "Kau ingat aku, hm?" "Ra, jangan lakukan itu. Aku tahu aku salah. Aku—" Aurora, dengan cepat dan tajam, menyela, suara suaranya dingin seperti es. “Tutup mulutmu! Kau sudah berniat membunnuhku, dan aku juga berniat yang sama denganmu!” Perintahnya memaksa, tak ada ruang untuk penolakan. Dengan gerakan yang tegas, Aurora menarik tangan mantan suaminya, menyeretnya keluar dari apartemen yang

  • Gairah Liar CEO Nakal   5. APA KABAR, MANTANKU?

    "Bagaimana? Kau mau membalasnya? Mantan suamimu dan selingkuhannya?" Adam bertanya, suaranya datar namun tajam, seolah sudah memutuskan apa yang seharusnya dilakukan. Ada nada tantangan yang tak bisa disembunyikan dalam kalimatnya.Sontak, Aurora mengerutkan dahi, merasakan kebingungannya semakin dalam. "Entah, aku masih ragu," jawabnya, suara yang keluar terasa serak dan penuh keraguan. Hatinya terombang ambing di antara keinginan untuk membalas sakit hati dan ketakutan akan apa yang bisa terjadi setelahnya.Lalu, Adam melangkah lebih dekat, matanya tidak pernah lepas dari wajah Aurora, penuh tekanan. Dia menguspa wajah Aurora. Mendekatkan bibirnya, lalu berbisik dengan suara rendah nan menggelora."Apa lagi yang kau ragukan, Aurora? Dia telah membuatmu hampir tiada. Anakmu dibunnuh olehnya. Masihkah kau ragu?" tanyanya, nada suara semakin mengancam, seakan menuntut jawaban yang pasti."Entah." Aurora menunduk sejenak, berpikir keras. Pikirannya dipenuhi bayangan tentang suaminya dan

  • Gairah Liar CEO Nakal   4. TAWARAN MENIKAH

    Tiga bulan berlalu sejak Aurora menjalani rutinitas barunya. Kini, tubuhnya yang dulu penuh perjuangan dan rasa tidak percaya diri telah berubah drastis. Berat badannya yang dulu sempat melampaui batas kini berada dalam angka yang dianggap ideal, sebuah pencapaian yang terasa begitu memuaskan.Di depan cermin, Aurora memandangi refleksinya dengan tatapan penuh kebanggaan. Setiap lekuk tubuhnya tampak begitu proporsional Kulitnya bersinar lebih cerah daripada sebelumnya. Dulu yang kusam dan tak terawat, kini semakin glowing pun sehat, dan matanya memancarkan rasa percaya diri yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Tinggi 164 cm, bobot 52 kg. Astaga! Aku tak menyangka aku bisa mendapatkan bobot idealku!" pikirnya sambil tersenyum tipis. Angka itu kini terasa sempurna, seperti sebuah karya seni yang diciptakan dengan penuh kesabaran dan usaha.Rambutnya yang semula kusam kini mengkilap, berkat perawatan mewah yang Adam berikan—sesuatu yang jauh dari angan angan Aurora sebelum pert

  • Gairah Liar CEO Nakal   3. TEROR

    Bayi mungil itu terbaring dalam pelukan Adam, tubuhnya yang lemah menggeliat perlahan, matanya tertutup rapat. Dengan wajah yang penuh haru, Aurora menatap bayi itu dengan rasa cinta yang campur aduk, seolah kehilangan anaknya yang sendiri membuat hatinya hancur. Baby Alan Sky Walker— mengingatkannya pada sosok anak yang telah ia lahirkan dan tak bisa dia jaha dan untuk sejenak, rasa itu terasa begitu nyata. "Di- dia ...." Aurora bergumam, suaranya bergetar. Ia tak tahu bagaimana harus memulai, dan kalimat itu menggantung di udara, penuh dengan berbagai perasaan yang tak terucapkan. "Perkenalkan, dia adalah Alan Sky Walker, putraku, Aurora," ujarnya. Adam berkata dengan penuh ketulusan. Tatapannya lembut saat memperkenalkan bayinya kepada Aurora, dan meskipun penuh dengan rasa kehilangan, ada kebanggaan di matanya. Lantas, dia memutar pandangan. Aurora menatap Alan, merasakan hatinya tergerak oleh perasaan yang sulit dijelaskan. Matanya mulai berkaca-kaca, namun ia berusaha m

  • Gairah Liar CEO Nakal   2. KAU HARUS BALAS DENDAM

    "Tuan Walker, Nona Muda ini bayinya sudah meninggal dari dalam. Sepertinya, beliau mengalami benturan yang cukup serius. Kami terpaksa harus melakukan proses caesar malam ini juga."Suasana ruangan rumah sakit itu penuh dengan ketegangan. Para dokter bergerak cepat, mempersiapkan segala sesuatu untuk operasi darurat. Di ruang tunggu, seorang pria duduk dengan tenang, namun wajahnya memancarkan kekhawatiran yang tak dapat disembunyikan. Tuan Walker, seorang CEO ternama, memegangi ponselnya, seolah menunggu kabar buruk."Lakukan yang terbaik. Semua biayanya akan ku tanggung," katanya. Suara Adam Sky Walker datar, namun tajam. Itu bukan sekadar pernyataan, tetapi lebih seperti perintah yang tidak bisa dibantah."Baik. Bagaimana dengan bayinya nanti? Apakah Anda meminta kami sekalian mengurusnya?" tanya salah satu dokter, memecah keheningan sejenak, matanya memandang pria itu penuh hormat namun penuh keraguan."Pastikan wanita itu selamat. Untuk bayinya, bawa saja ke kamar jenazah. Aku

  • Gairah Liar CEO Nakal   1. DIBUANG SUAMI

    "Aaah, Yang, udah! Kamu harus ke rumah sakit, Aurora nelponin kamu loh itu!" Raline memekik dengan keras saat hunjaman demi hunjaman dia terima. "Diem lah bentar! Berisik!" Sedangkan Samuel tetap memompa dan dia tak peduli rintihan kekasihnya itu. Tubuh Aurora menegang mendengar hal itu. Tiga jam dia di klinik dan sudah bukaan satu, tapi suaminya tak kunjung datang setelah mengatakan iya. Saat dia pulang, justru dia mendapatkan kejutan luar biasa. "Mas Samuel! Kamu tega duain aku,Mas? Aku sebentar lagi lahiran anak kamu, loh! Aku bahkan udah kontraksi, Mas!" "Kenapa? Ada masalah? Kamu kan udah gak cantik lagi. Lihat diri kamu, burik, badan kamu gendut, dan jelas kamu gak buat aku berhasrat lagi. Jadi, lebih baik kita pisah!" "Aku begini karena kamu yang mau anak, Mas! Bukan aku! Aku juga gak mau badan aku rusak!" "Terus? Mau gimana? Semua udah terlanjur. Pergi saja sana, deh! Berisik banget. Dan mulai detik ini, kita cerai! Rumah ini milikku, pergi kamu!" "Oh, kau menant

DMCA.com Protection Status