Home / Romansa / Gairah Istri Kelima Juragan / Juragan Tampan dan Berkharisma

Share

Gairah Istri Kelima Juragan
Gairah Istri Kelima Juragan
Author: LastCurse

Juragan Tampan dan Berkharisma

Author: LastCurse
last update Last Updated: 2022-06-27 12:02:00

Di sebuah ruangan dengan kertas dinding motif dan warna keemasan, Malini menatap pria berusia lima puluh tahun di hadapannya. Pria tampan dengan rahang tegas dan sepasang mata mirip elang yang mampu menaklukkan lawan bicaranya dalam sekali kedipan.

Pria yang kerap dipanggil orang-orang kampung dengan juragan itu tak nampak tua sedikitpun. Bahkan guratan dan keriput seolah enggan mampir ke wajahnya yang putih dan bersih.

Ada perasaan tegang yang hinggap di hati Malini. Bagaimana tidak, ia hanya berdua saja berhadapan dengan juragan Chandrakanta. Entah ke mana keempat isteri pria yang katanya gila bercinta itu.

"Ehem ... Jadi apa tujuanmu datang kemari? Malini!" suara serak dan berat itu semakin membuat Malini salah tingkah.

"A-anu juragan ...." sahut Malini menggantung.

Dadanya terlihat naik turun. Nampak terlihat jelas dari balik kebayanya yang sedikit menerawang. Membuat Chandrakanta menelan ludah. Lalu membuang muka ke arah yang lain.

"Katakan dengan cepat! Karena aku sedang banyak pekerjaan."

"Saya ingin meminjam uang juragan," sahutnya cepat. Perasaan lega memenuhi rongga dadanya. Walau belum tentu Chandrakanta akan meminjamkan uang.

"Berapa?"

"Lima puluh juta, juragan."

"Lima puluh juta?" ulang Chandrakanta.

Mungkin bukan masalah jajaran angka yang banyak itu. Tapi mungkin alasan. Ya ... Sebuah alasan yang ingin diketahui Chandrakanta. Mengapa wanita cantik bertubuh sintal itu memerlukan banyak uang.

"Ke mana suamimu?" tanya Chandrakanta lagi. Ia menggeser posisi duduknya di sebelah Malini. Berusaha melihatnya dengan jelas di setiap inci.

"Apa saya harus menjawab pertanyaan yang ndak ingin saya jawab, juragan?"

"Ya, aku perlu tahu. Kelak jika kau tidak bisa bertanggung jawab atas hutang-hutangmu itu, maka suamimu lah yang harus membayarnya.

"Tapi ... "

"Hmm ... Suamimu pergi dengan wanita lain?Meninggalkan begitu banyak hutang yang harus kau selesaikan sendirian. Apa aku benar?"

"Juragan ... Dari mana?"

"Siapa yang tak mengenal suamimu Malini. Prabawa yang suka berjudi dan main perempuan. Apa aku benar lagi?" suara Chandrakanta agak meninggi. Membuat Malini hampir terbakar amarah.

"Apa bedanya dirimu dengan suamiku? Duhai juragan yang gila kawin dan mempunyai banyak isteri!" hardik Malini dalam hati.

Membuat Chandrakanta menatap sepasang mata bundar hitam Malini dengan lekat.

"Aku tidak suka kau menyamakan diriku dengan suamimu yang tidak ada otak itu! Jadi berhentilah! Hentikan hatimu untuk berkata-kata yang tidak menyenangkan tentang diriku!"

Malini terkesiap. Tak menyangka jika Chandrakanta mengetahui isi hatinya. Ia sedikit malu dan merasa penasaran dalam waktu yang bersamaan.

"Bagaimana juragan mengetahui isi hatiku?" tanyanya dalam hati.

"Hatimu dipenuhi banyak pertanyaan tentangku. Itu tak penting! Apa kau mau minum? Makan sesuatu, mungkin? Biar aku minta Yuvati untuk membuatkannya."

"Ndak usah juragan! Saya ndak mau merepotkan. Saya hanya ingin meminjam uang," ujar Malini tegas. Mencoba mengembalikan topik pembicaraan.

"Hmm ... Baiklah ... Lima puluh juta bukan?"

"Benar juragan. Lima puluh juta." Malini menjawab dengan suara yang sedikit ringan.

"Gampang. Aku bisa memberikannya sekarang."

"Benarkah itu juragan? Jawab Malini bertambah senang.

"Ya. Kau tak percaya? Aku orang paling kaya di kampung ini?"

"Aku percaya, Tuan."

Malini memandangi isi ruang tengah yang lega dan besar itu. Semua perabotannya hampir semua terbuat dari emas, kristal dan perak. Wanita itu tak paham bagaimana juragan Chandrakanta bisa mendapatkan kekayaan yang begitu banyak.

Kesemuanya isterinya dibuatkan rumah tiga lantai terpisah di tanah yang berbeda. Anak-anak juragan juga bersekolah di sekolah yang bagus. Semua kendaraan dan apapun yang belum dimiliki oleh orang kaya lain, Chandrakanta telah lebih dulu memilikinya.

"Tapi tentu ada syarat yang harus aku ajukan."

"Syarat apa itu, Tuan?" tanya Malini menelan ludah. Berharap syarat yang diajukan juragan Chandrakanta masih bisa dilakukannya.

"Semoga bukan sebuah syarat yang berat." Lagi-lagi Malini berkata dalam hati.

Membuat Chandrakanta tersenyum kecil. Hatinya girang dan senang. Seolah mendapatkan sesuatu yang menggelitik. Bagai anak kecil yang merindukan mainan baru.

Malini berdoa dalam hati. Benaknya sudah mengkhayalkan sesuatu. Bisa melunasi hutangnya kepada si Jampang, menyekolahkan anak gadisnya di pondok yang diidam-idamkan dan juga bisa membuka usaha kecil-kecilan.

"Ehem ... Lima puluh juta, ya? Uang itu harus kau bayar selama 50 bulan. Satu bulan kau harus mengembalikan kepadaku sekitar lima juta."

"Jadi aku harus membayar 5 juta setiap bulan. Dan akan membayar selama lima puluh bulan. Itu artinya selama dua tahun lebih juragan?"

"Pintar kau Malini!" tukas Chandrakanta. Menampilkan barisan giginya yang bersih dan rapi.

Malini menghela nafas berat. Tiba-tiba saja otaknya menjadi buntu. Angka-angka itu bertebaran dalam benak dan membuat kepalanya pusing.

"Bukankah itu akan membuat hidupmu bertambah berat Malini? Lebih baik mencari jalan yang lain saja. Kau masih bisa bekerja atau melakukan sesuatu yang lain. Jangan mau!" sisi hati Malini yang lain mengajukan penolakan.

"Masih ada syarat yang lain jika kau tak menyetujui syarat yang itu. Yang ini lebih mudah!" Chandrakanta mengusap dagu Malini yang indah. Wanita itu terkejut lalu berpindah ke kursi yang lain. Membuat Chandrakanta merasa gemas.

"A-apa itu juragan?"

Chandrakanta mengejar Malini. Ikut pindah duduk ke kursi jati yang lain walau kursi itu sempit. Sekarang ia satu tempat dengan Malini. Berhimpitan dan sangat dekat. Membuat Malini sesak nafas. Dadanya lagi-lagi naik turun. Chandrakanta sangat ingin menerkamnya.

Pria tampan berusia setengah abad itu menatap Malini dengan tatapan genitnya. Menjulurkan lidah lalu mengedipkan mata. Siapa yang mampu menolak pesona pria berperawakan besar tinggi dengan tubuh yang kekar itu.

Tidak dengan Malini. Ia jijik, mual, melihat kelakuan pria tak beradab yang memiliki empat isteri itu. Dengan perasaan kesal dan campur aduk, ditinggalkannya rumah pertama milik juragan Chandrakanta dan berjanji untuk tidak kembali ke rumah itu lagi.

Yuvati yang baru pulang dari mengunjungi orang tuanya masuk dari pintu samping. Wanita yang selalu mengenakan sanggul cepol dan selendang berwarna terang itu sempat melihat bahwa suaminya sedang memiliki tamu.

Ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya yang besar. Mencuci wajahnya yang berbentuk oval juga kaki dan tangannya.

"Loh kemana tamunya, Mas?" tanya Yuvati.

"Entah. Pulang mungkin," jawab juragan lalu masuk ke dalam kamar dengan perasaan kesal yang membuncah.

Yuvati menyusul ke dalam kamar. Melihat suaminya sedang berbaring di ranjang kayu besar dengan kelambu berwarna gading, membuat ia menghela nafas. Ia paham betul jika suaminya sedang seperti itu.

"Mau aku buatkan makanan apa, Mas?"

"Aku masih kenyang!" sahut Chandrakanta membalik badan. Memunggungi wanita dengan wajah yang ayu itu.

"Kalau pijat bagaimana?" suara Yuvati melunak. Membuat debar jantung Chandrakanta bergenderang.

Di usia yang empat puluh tahun. Chandrakanta tahu pasti, isteri pertamanya itu pintar merawat diri. Tubuhnya masih tetap langsing dan wangi. Yuvati gemar meminum jamu dan makan-makanan yang sehat. Terbukti wajah dan semua yang dimilikinya masih sempurna di mata Chandrakanta.

"Aku suruh Mbok Giyem menyiapkan semuanya ya, Mas. Mas tunggu dulu."

Yuvati menuju dapur, meminta Mbok Giyem dan beberapa orang lain meyiapkan air hangat di sebuah bak mandi kayu besar. Menyiapkan aneka akar-akaran dan rempah-rempah. Sari pati susu dan bengkuang juga bunga mawar berkelopak tebal.

Mbok Giyem memberi tanda bahwa semuanya selesai. Chandrakanta tersenyum lalu menggendong Yuvati yang sudah tak mengenakan sehelai benangpun.

Keduanya mengobrol, bercengkrama, memadu kasih. Tapi tetap saja. Bayangan wajah Malini yang sedang tersedu membuat Chandrakanta tak bisa menyingkirkan wajah cantik itu. Walau ia memejamkan mata ketika menikmati gelora yang disuguhkan oleh Yuvati.

Related chapters

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Suami Pergi Meninggalkan Banyak Hutang

    ***Pintu digedor dengan amat keras. Malini yang tengah menidurkan Suma terkejut. Jantungnya berdebar sangat keras. Dengan gemetar ia keluar dari kamar biliknya dan berjalan dengan lutut yang gemetar."Malini!"Wanita berkulit kuning langsat dengan rambut ikal legam menelan ludah. Tangannya juga ikut gemetar ketika membuka kunci pintu."Mana suamimu?""A-anu Bang. I-itu ....""Mana dia?" hardik pria dengan tinggi dua kali lipat darinya."Be-belum pulang, Bang Jampang," jawab Malini takut."Arggh. Bohong! Sudah dua kali aku ke sini. Kau selalu mengatakan bahwa suamimu belum pulang.""Be-benar, Bang. Saya ndak bohong. Sungguh!""Apa kau tahu, jika dia kalah berjudi? Dan Berhutang puluhan juta. Bayar atau kalau tidak ...." sahut Jampang dengan tatapan mata yang seolah menelanjangi wanita bertubuh sintal itu."I-iya Bang. Pasti akan saya bayar. Tapi tolong beri waktu lagi. Saya sedang mengupayakan semuanya.Jampang duduk berjongkok. Mengikuti Malini yang tengah duduk bersimpuh. Pria besar

    Last Updated : 2022-06-27
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Pemabuk dan Suka Main Perempuan

    ***Pria tua itu terpaku menatap wajah seorang wanita mengenakan kerudung gelap dan penutup wajah. Hanya alis legam tebal dan bulu mata panjang lentiknya saja yang terlihat di keremangan malam.Di punggungnya tergantung keranjang anyam bambu besar berisi beraneka macam sayuran hijau yang segar yang sudah diikat sedemikian rupa. Begitu rapi dan tertata."Saya boleh jualan di sini, Pak?" tanyanya membesarkan suara. Agar tak kalah dengan para pedagang lain yang juga sedang menggelar dagangannya."Sebenarnya lapak ini ada pemiliknya. Cuma beberapa hari ini sedang sakit. Sementara kamu boleh pakai. Tapi kalau pemiliknya sudah kembali. Ya kamu harus pergi dan mencari lapak yang lain.""Inggih Pak. Saya paham ...." jawabnya senang. Mengucap hamdalah dalam hati lalu mulai meletakkan kain jarik sebagai alas jualannya.Baru beberapa detik berlalu. Pria lain dengan kulit yang agak gelap tengah berbisik kepada pria tua berpeci. Lalu pria tua itu menganggukkan kepalanya."Maaf. Maaf, Nak! Pemilik

    Last Updated : 2022-06-27
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Bagaimana Jika Aku Mati Saja ?

    Dengan gerakan yang kasar, pria yang di panggil bapak oleh anak-anaknya itu mendorong tubuh puteri sulungnya hingga terjatuh. Mbok Giyem dan Yuvati tersentak kaget. Sementara Malini yang masih lemah berusaha untuk membela anaknya.Terhuyung-huyung ia menuju dapur, mengambil sapu dan memukuli Prabawa dengan membabi buta."Pergi! Pergi kamu, Mas! Jangan pernah pulang kembali! Anak-anak ndak butuh kamu!"Kanaya terisak, pun demikian dengan Suma. Walau rindu akan kehadiran bapaknya mereka tak ingin memelas minta dipeluk. Mungkin mereka paham dan sudah terlanjur benci, walau Malini tidak pernah mengajarkan untuk itu.Kanaya, Suma dan Malini berpelukan sementara Prabawa yang dipukuli tak tinggal diam. Ia masuk ke kamar. Membuka lemari dengan kasar dan mencoba mengobrak-abrik isi lemari. Mungkin mencari sesuatu yang masih berharga di dalam kamar dingin itu. Adegan tak menyenangkan itu bagai tontonan menyedihkan di maya Yuvati, Mbok Giyem dan Hartoyo. Namun, ketiganya tak bisa berbuat apa-ap

    Last Updated : 2022-06-27
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Istri Keempat Juragan Chandrakanta

    ***Yuvati turun dari mobil. Mbok Giyem mengiringi pelan dari belakang. Hartoyo membawa keranjang bambu anyam berisi sayuran hijau yang diikat. Sayuran hijau yang dibeli Yuvati dari Malini.Namun, ia sedikit terkejut ketika masuk ke dalam rumah, mendapati Soraya—isteri keempat Chandrakanta duduk malas di atas kursi kesayangannya."Tumben, Dik Soraya, main ke sini?" sapa Yuvati ramah."Mas Chandrakanta mana, Mbak?" "Belum pulang. Tadi malam pergi memeriksa pasar. Kenapa, Dik?""Mau minta uang!" jawab Soraya manja.Yuvati menghela nafas. Namun, tak ingin mengomentari banyak. Takutnya nanti salah bicara. Toh jika dipaksakan untuk berkomentar, nanti malahan hubungan keduanya menjadi renggang."Tunggu saja ya, Dik. Mbak mau ke kamar dulu! Kamu sudah makan apa belum?""Ga usah basa-basi deh, Mbak. Aku tahu, Mbak ga suka aku datang ke sini. Tapi ini rumah suamiku juga. Mbak tahu itu kan?" Soraya berkata dengan sangat pongahnya. Soraya berdiri. Memeriksa beberapa perabot mahal yang terbuat

    Last Updated : 2022-06-27
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Pria Lain di Kamar Pribadi Soraya

    Bujukan Soraya berhasil membuat Chandrakanta untuk ikut ke kediamannya. Walaupun sebenarnya Chandrakanta lebih ingin pergi ke tambak untuk melihat beberapa nelayan yang akan panen ikan. Tapi sifat Soraya yang keras kepala, manja dan tak mau mendengarkan orang lain, membuat Chandrakanta mengalah."Iya ... Mas minta maaf karena semalam tidak pulang ke rumah. Jangan cemberut seperti itu ...." rayu Chandrakanta."Kamu tadi mau uang jajan?" tanya Chandrakanta mengalihkan ketidaknyamanan menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan."Huu-umph ...." angguk Soraya pelan."Mau belanja apa, sih? Mas rasa semua gaun, tas, sepatu kamu beli setiap bulan. Apa tidak bosan?"Soraya menggelengkan kepalanya. Rambut pirangnya terkibas pelan.Sopir melajukan mobil tak begitu kencang. Mungkin karena jalanan yang lengang mereka tiba di kediaman Soraya hanya dalam waktu dua puluh menit saja.Pagar besi tinggi berwarna putih dibuka seorang pria paruh baya berkulit legam, ketika sopir memberi tanda. Keduan

    Last Updated : 2022-07-25
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Benjamin

    Chandrakanta rasanya ingin marah. Rasa panasnya terdesak hingga ke ubun-ubun. Rahangnya mengeras. Tangannya mengepal kencang. Namun, walau begitu tak bijak jika ia harus marah ke Beatrix. Gadis itu tak salah apa-apa pikirnya."Ehem ...." Chandrakanta bergumam. Menetralkan suasana yang kaku dan sedikit tegang."Apa Tuan marah?" tanya Beatrix pelan."Marah? Kepada siapa?" Chandrakanta balik bertanya."Marah kepada Nyonya Soraya dan saya?""Kepada Nyonya Soraya tentu saya marah. Tapi kepada kamu, tidak.""Biar saya antar ke pasar," sambung Chandrakanta lagi."Baik, Tuan. Terima kasih," ucap Beatrix. Menunduk sambil meremas tangannya. Ada perasaan tak enak mendera dada.Di sepanjang perjalanan, Chandrakanta dan Beatrix diam saja. Hanya helaan nafas berat yang menemani deru angin yang berembus masuk ke dalam mobil."Nah, sudah sampai akhirnya," ucap Chandrakanta. Beatrix turun dengan ragu. Seperti masih ada banyak hal yang ingin ia sampaikan pada suami majikannya itu."Tuaan ...." "Iya.

    Last Updated : 2022-07-25
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Melompat ke Sungai

    ***Langkah kaki Malini sedikit gemetar melihat sungai jernih yang terbentang di bawah jembatan. Hatinya gamang. Lalu ditatapnya mata anak-anaknya yang sangat jernih. Sejernih sungai itu hingga ia mampu melihat dengan jelas ke kedalamannya. Tapi tidak dengan mata anak-anaknya. Malini tak mampu melihatnya dengan jelas."Bu ... Ibu sebenarnya mau ke mana?" tanya Kanaya yang menyadari bahwa ibunya sudah bolak-balik mengitari jembatan.Malini tersenyum tanpa berkata banyak. Ia mengulurkan tangan. Mencoba untuk menggendong Suma yang sudah mulai lelah. "Suma capek sayang?""Ndak Bu. Yang penting ibu senang di sini ...."Malini tersenyum. Ia sangat sayang kepada anak-anaknya. Tapi sesuatu dalam hatinya meminta untuk ia segera mengakhiri hidup."Melompat ke sungai Malini! Melompatlah ... Maka hidupmu tak akan lagi menderita. Kau akan bahagia. Hatimu tak akan sakit lagi. Kau tak harus melihat wajah memuakkan suamimu. Kau tak perlu lagi untuk melihat wajah mertua yang tidak pernah menyayangimu

    Last Updated : 2022-07-26
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Dunia Memang Kejam, Malini ...

    Dengan panik pria bertopi hitam membuat panggilan pada telepon genggam hitam putihnya. Ia merasa sedikit kesal karena seseorang di seberang sana tak ada yang menjawab teleponnya.Si pria kembali pada Malini yang masih terbaring. Wajahnya masih pucat. Ia mencoba sekali lagi dengan doa yang penuh harap. Ditekannya dada Malini sekuat tenaga. Berbisik di telinga cantiknya bahwa ia harus kuat demi anak-anaknya."Malini ... Ayo! Buka matamu! Masih ada anak-anakmu! Kasihan mereka! Kau harus tetap hidup! Di mana dirimu yang kuat, keras kepala dan tak takut dengan semua keadaan yang mendera. Bangun!"Pria bertopi hitam mendekatkan wajahnya pada hidung Malini. Mencoba memeriksa dengan cermat dan seksama. Tak ada perubahan. Wajah itu masih pucat. Bibirnya tak berwarna sama sekali. Tidak menarik.Malini yang terbujur kaku terlihat oleh mata-mata awam. Padahal dalam dunia yang lain Malini tengah bergembira. Ia berlarian di sebuah tempat tanpa ada perasaan sedih dan luka hatinya. Malini tertawa, be

    Last Updated : 2022-07-27

Latest chapter

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Bertahun-tahun Setelahnya

    Bertahun-tahun setelahnya***Peluh mengucur deras. Pria berbadan tegap yang mengenakan kemeja rapi dengan parfum aroma maskulin mendadak masam wajahnya ketika petugas bandara menjelaskan kepadanya bahwa ia terlambat beberapa jam untuk tiba di bandara setelah pesawatnya transit."Jangan khawatir, Pak. Beberapa jam selanjutnya akan ada penerbangan ke kota bapak. Silakan meminta bantuan pada beberapa orang petugas yang ada di sana," ucap wanita muda itu tersenyum ramah Si pria yang mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah muda itu tersenyum. Tak mengapa pikirnya terlambat beberapa jam asal ia bisa pulang ke rumahnya hari itu juga.Beberapa orang petugas mengenakan seragam yang sama dengan wanita sebelumnya nampak memberikan penjelasan yang lebih terperinci. Pemuda itu mengucap hamdalah di dalam hati.Tepat ketika jam menunjukkan pukul 11.00 siang pria muda berkemeja itu bersiap ketika announcement mengenai keberangkatan ke sebuah kota mengudara.Sementara di bandara dari kota lainny

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Anak-anak Yang Membanggakan

    ***Subuh itu adalah subuh yang paling sibuk saat suara kokok ayam belum membangunkan seisi penjuru rumah. Beberapa orang wanita dewasa tengah bersiap di dapur. Walaupun mereka terlihat lelah, tetapi wajah bahagia terpancar jelas. Di antara satu sama lain memberikan semangat penghiburan yang sesekali diiringi guyonan. "Ada berapa banyak tumpeng yang kita buat hari ini?" tanya Malini. Wanita itu mengikat selendang di pinggangnya yang ramping. "Mungkin hampir 100, Nyonya.""Wah, luar biasa. Kalau begini kita bisa membuka catering. Betul, 'kan, Nek Bayan?" tanya Malini pada Nek Bayan yang sibuk dengan kering tempe kesukaan beberapa anak-anak Malini dan Chandrakanta.Beberapa wadah besar sudah tertata di atas amben kayu. Sunyoto dan beberapa sopir Chandrakanta yang lain dengan sigap memasukkan tumpeng-tumpeng untuk dibagikan kepada warga."Apakah bisa selesai tepat waktu, Nyonya?" tanya Gendis dan yang lain. "Tentu saja. Anak-anak setelah selesai salat Subuh mungkin akan bersiap. Saya

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Cintanya Anak-anak Muda

    ***Di sebuah sekolah menengah atas terbaik di kota itu, Leon sibuk dengan buku-buku tebal di tangannya. Sepertinya ia sedang menunggu Kanaya keluar dari kelasnya. Sesekali Leon melambaikan tangan saat beberapa orang temannya memanggil."Belum dijemput, ya?" tanya salah seorang murid perempuan berkepang dua.Leon mengangguk santai. Lalu, gadis berkepang dua itu berdiri di sebelah Leon. "Kamu belum pulang?" "Belum, lagi nunggu jemputan.""Oh," jawab Leon singkat. Ia tak tertarik dengan gadis cantik yang konon katanya adalah gadis populer di sekolahnya. Mungkin karena tidak berminat atau mungkin hati Leon sudah ditempati oleh seseorang yang lainnya, hanya Leon dan Tuhan saja yang tahu.Leon tersenyum senang saat gemerincing gelang kaki mulai menyapa gendang telinganya. Ia tak sabar menanti sosok itu, lalu menoleh dengan wajah yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata."Sudah selesai?" tanya Leon. Gadis berkulit sawo matang dengan rambut legam berkilau itu mengangguk. "Temanmu?" tan

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Ibu dan Istri Yang Baik

    ***Malini terpekur di kamarnya, sementara Chandrakanta sepertinya masih menyiapkan paviliun kecil untuk Rohani dan Nek Bayan tinggal. Tepat pukul 01.00 malam, suara pintu kamar berderit. Malini pura-pura tidur. Membawa tubuhnya menghadap dinding, bahkan bernapas pun ia lakukan secara perlahan."Mas sudah menikahimu belasan tahun lebih, Sayang. Mas tahu kalau kau belum tidur. Jika ingin marah dan mengatakan sesuatu, katakan saja. Jangan menyimpannya di dalam hati. Mas rela jika kau ingin menampar atau memukul Mas," ucap Chandrakanta dengan lemah lembut.Bulir-bulir bening mulai menetes di kulit sawo matang Malini. Ia menghela napas. Sebenarnya tak ada yang ingin ia bicarakan bersama suaminya. Namun, kehadiran Nek Bayan dan Rohani yang tiba-tiba saja entah mengapa membuat hati Malini sedikit merasa kecewa."Saya ingin istirahat, Mas. Nanti saja saya bicara jika memang saya ingin bicara," ucap Malini pelan. Kini balik giliran juragan Candrakanta yang menghela napas. Ia paham betul mungk

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Maafkan Saya, Nyonya

    ***Nek bayan berusaha sekuat tenaga agar air matanya tak keluar. Bagaimana tidak, Camelia berusaha menyembunyikan Mentari karena pamor dan rumor mengenai Chandrankanta. Ia tak ingin putrinya merasa tersiksa karena menikahi pria yang memiliki istri yang banyak.Namun, sosok Camelia yang berada di tengah hutan perbatasan tentu saja membuat Nek Bayan bertanya-tanya. Ada apa gerangan mengapa Camelia berusaha untuk terlihat."Ada apa, Mas? Apakah Mas baik-baik saja? Jika Mas memang tak enak badan, biarkan Sunyoto yang membawa jeepnya," ucap Malini merasa khawatir akan keadaan suaminya."Ah, tidak. Hanya saja Mas terkejut," sahut Chandarakanta berusaha kembali melajukan mobilnya perlahan."Nek, apakah Nenek lihat tadi? Sepertinya Ibu tadi yang sedang melintas," ucap Rohani. Buru-buru Nek Bayan membungkam mulut Rohani. Tentu saja pernyataan itu malah membuat Chandrakanta terkejut. "Apa apa yang kau katakan tadi? Ibu? Maksudmu wanita yang melintas tadi itu ibumu?""Ah, sudahlah, Juragan. T

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Anak Dari Cinta Pertamanya

    ***"Nek Bayan, kau mau ke mana?""Pulang. Aku mencemaskan Rohani.""Kenapa?""Aah, pokoknya aku mau pulang."Wanita tua yang dipanggil Nek Bayan itu berjalan cepat. Ia tak menghiraukan cuaca yang dingin. Ia tinggal di hutan di sekitar gunung yang memang selalu mendapatkan hawa sejuk. Bahkan, cuaca yang benar-benar dingin terkadang membuat tulang terasa ngilu dan gigi bergemeletuk. "Aku yakin sekali kalau Rohani keluar dari gubuk. Entah mengapa aku benar-benar tak tenang. Apakah ia menemui ayahnya? Tidak, tidak. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika Juragan Chandrakanta dan Malini mengetahui bahwa Rohani adalah anak juragan. Ah, bodohnya aku. Mengapa aku tak membawanya pergi saja. Gadis muda dengan penglihatan- penglihatan itu pasti akan berusaha untuk menyelamatkan ayah dan ibu sambungnya. Padahal ...," ucap Nek Bayan tak menyelesaikan kalimatnya."Ah, aku harus meminjam salah satu kuda dari beberapa orang pengelana yang lewat," kata Nek Bayan lagi.Nek Bayan bercakap-cakap menaw

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Kebusukan Yang Terbongkar

    ***Philips datang dengan setelan jas warna hitam. Keadaannya benar-benar sangat mengkhawatirkan. Pitaloka seolah melihat sosok hantu Philips dengan wajah pucat dan senyum menyeringai."Tidak, tidak! Philips sudah mati! Aku sudah membunuhnya," ucap Pitaloka tak sengaja.Astungkara tersenyum menyeringai."Lihatlah, betapa ajaibnya hati wanita ini. Dia benar-benar mengakui bahwa Philips sudah dibuat mati. Kau dengar itu, Philips? Aku tak habis pikir mengapa dulu kau kerap membantu wanita yang tak memiliki hati ini. Ah, sudahlah. Dari pada berlama-lama, lebih baik aku telepon polisi saja," ucap Astungkara geram.Philips menunggu di pojok ruangan sambil memandangi Pitaloka dengan tatapan mata tajam. Jika diizinkan oleh Astungkara, tentu Philips akan lebih menyukai untuk membunuh Pitaloka detik itu juga."Tidak, tidak. Jangan, jangan tangkap aku. Jangan, jangan serahkan aku. Aku mohon ... semua ini aku lakukan karena aku benar-benar ingin memilikimu." Pitaloka benar-benar ketakutan. "Memi

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Pitaloka dan Astungkara

    ***"Aah .... Ahhh ... Aaah ...."Astungkara mengintip Pitaloka dari sebuah celah. Senyum seringai mewarnai wajahnya yang tegas. Bukannya marah, Astungkara malah tersenyum melihat istri keduanya itu dan apa yang dilakukannya di dalam kamar.Bukannya marah, Astungkara malah mengusap jambang tebalnya dan teringat akan sebuah hal."Hmmm ... Bagus, Pitaloka," gumamnya pelan."Uhhhhhhmmm ... Ahhh ... Ahhh."Erangan itu membawa sebuah senyum di wajah Astungkara. Ia memang sudah lama tak bercinta dengan Pitaloka. Akan tetapi, Astungkara seolah sedang menyiapkan sesuatu bagi istri keduanya. Astungkara berjalan pelan meninggalkan kamarnya. Ia ingin memberikan sebuah jeda bagi Pitaloka menuntaskan apa yang tengah dilakukan di kamar pribadinya dan Astungkara.Gayatri, ibu Astungkara sedang berada di ruang tamu megah dengan ornamen keemasan saat putranya turun. Kudapannya dilempar ke sembarang arah membuat Astungkara menghela napas."Istrimu ke mana, tidur lagi?" "Lagi ada kerjaan di kamar, Bu.

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Gadis Misterius

    ***Juragan menembakkan senapannya ke arah langit, cahaya itu berpendar sangat indah. Malini dan putrinya terkejut. Gadis kecil itu menangis dalam pelukan ibunya padahal ia baru saja akan memejamkan mata."Oh, ada apa itu?" tanya Malini menggendong putrinya yang menangis.Keduanya menuruni anak tangga kayu. Pintu ruang tamu terbuka, angin malam yang dingin dan serpihan hujan nampak masuk."Mas membuat keributan di tengah malam. Tidak tahukah kalau keponakanmu baru saja akan tertidur.""Maaf sayang tapi ada sesuatu di sana," tunjuk Juragan."Sesuatu? Maksudmu apa Mas? Serigala, beruang, atau Yeti? Dia tidak akan mengganggu selama kau menutup pintunya. Sudahlah, Mas!""Tapi aku pikir itu manusia." "Ayolah, Mas ! Manusia mana yang rela mengendap-ngendap ke villa tengah hutan, tengah malam seperti ini!""Tapi, aku benar-benar melihat jubahnya yang berwarna merah.""Sudahlah, Mas? Kita sedang berlibur. Jadi jangan bertingkah yang aneh-aneh. Lusa kita pulang ke kota dan Mas bisa kembali be

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status