Beranda / Romansa / Gairah Istri Kelima Juragan / Pria Lain di Kamar Pribadi Soraya

Share

Pria Lain di Kamar Pribadi Soraya

Penulis: LastCurse
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-25 17:34:12

Bujukan Soraya berhasil membuat Chandrakanta untuk ikut ke kediamannya. Walaupun sebenarnya Chandrakanta lebih ingin pergi ke tambak untuk melihat beberapa nelayan yang akan panen ikan. Tapi sifat Soraya yang keras kepala, manja dan tak mau mendengarkan orang lain, membuat Chandrakanta mengalah.

"Iya ... Mas minta maaf karena semalam tidak pulang ke rumah. Jangan cemberut seperti itu ...." rayu Chandrakanta.

"Kamu tadi mau uang jajan?" tanya Chandrakanta mengalihkan ketidaknyamanan menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan.

"Huu-umph ...." angguk Soraya pelan.

"Mau belanja apa, sih? Mas rasa semua gaun, tas, sepatu kamu beli setiap bulan. Apa tidak bosan?"

Soraya menggelengkan kepalanya. Rambut pirangnya terkibas pelan.

Sopir melajukan mobil tak begitu kencang. Mungkin karena jalanan yang lengang mereka tiba di kediaman Soraya hanya dalam waktu dua puluh menit saja.

Pagar besi tinggi berwarna putih dibuka seorang pria paruh baya berkulit legam, ketika sopir memberi tanda. Keduanya sedikit menundukkan kepala setelah Soraya membuka kaca mobil. Mungkin ingin memberi tahu kalau ia berhasil mengajak suaminya pulang ke rumah.

Pelayan berambut panjang pirang yang dikuncir dua menyambut di depan pintu. Senyumnya sangat manis walau tanpa bedak tebal sekalipun.

Rumah besar yang di cat putih dengan beberapa tanaman hias aneka warna membuat Chandrakanta sedang berada di sebuah kota yang amat di rindunya.

"Mengapa melamun, Mas?" tanya Soraya.

Chandrakanta tersenyum lalu memegang telapak tangan Soraya yang begitu lembut.

"Beatrix, tolong buatkan teh chamomile!" pinta Soraya.

Wanita delapan belas tahun itu mengangguk lalu masuk ke bagian belakang rumah untuk membuat apa yang diminta oleh junjunganya.

Chandrakanta hendak duduk di kursi jati dan membaca surat kabar hari ini. Tapi Soraya lekas menarik tangan pria itu menuju kamar pribadinya. Ia menguncinya rapat juga menutup jendela. Piringan hitam berputar pelan memberikan nuansa hangat ke seisi kamar

"Tunggu sebentar, Mas ...." bisiknya kembali menggoda Chandrakanta.

Soraya menuju kamar mandinya yang tak kalah besar dari kamar mandi Yuvati. Memilih lingeri berwarna terang dengan beberapa bagian yang pasti akan membuat suaminya berkeringat.

Benar saja. Chandrakanta tersenyum ketika melihat Soraya menari-nari dengan mengenakan lingeri yang terbuat dari sutera yang amat mahal.

"Apa Mas suka? Aku baru saja membelinya. Ya .. Aku memang suka belanja. Tapi sebagian barang belanjaanku adalah untuk menyenangkan mas juga."

Chandrakanta tersenyum. Betapa tampannya makhluk ciptaan Tuhan itu jika sedang tidak marah. Soraya menarik lengan Chandrakanta. Keduanya berdansa saling berpelukan erat hingga tak terdengar Beatrix tengah mengetuk pintu.

"Mengganggu saja!" rutuk Soraya. Lalu melepaskan pelukan eratnya.

"Biar Mas yang ambilkan. Jika kamu malas."

Soraya duduk di tepian ranjang dengan seprei bertingkat. Ia memilih piringan hitam lain yang akan di putar selanjutnya. Mungkin mencoba memperbaiki mood yang rusak seketika.

Sementara Chandrakanta membukakan pintu. Di luar Beatrix tengah tersenyum begitu cantik. Bibir merahnya entah mengapa membuat Chandrakanta tergoda.

"Ini ... Tuan ...." Beatrix hendak meninggalkan kamar itu. Namun, Chandrakanta malah menarik telunjuknya pelan. Ada gelenyar aneh yang di rasakan oleh Beatrix. Hatinya menghangat.

Chandrakanta tersenyum puas ketika melihat wajah Beatrix yang merona karena sentuhannya tadi.

"Kenapa lama sekali, Mas?" suara Soraya tiba-tiba mengagetkan Chandrakanta. Pria itu tersenyum.

"Ini Tuan Puteri ...." jawabnya lalu meletakkan baki kayu di atas tempat tidur.

Teh chamomile begitu nikmat dengan sedikit gula. Tidak berlebihan. Manisnya pas. Tidak membuat mual. Sama seperti wanita itu. Pikir Chandrakanta.

"Kenapa malah melamun lagi, Mas?" tanya Soraya lalu melingkarkan tangan di leher suaminya.

"Sebenarnya Mas mau ke tambak hari ini."

"Tapi Mas ... Aku kan kangen."

"Hmm ... Kalau Mas ga mengurus semuanya dengan baik, bagaimana nanti akan mengurus kamu? Bagaimana mau memberikan uang yang banyak untuk kamu?"

"Kenapa Mas ga biarkan aku yang mengurus tambak?" tanya Soraya menyilangkan tangannya di dekat dada.

"Ya. Mas akan. Tapi tidak sekarang. Tapi apa kamu mau panas-panasan di bawah terik matahari untuk melihat nelayan panen ikan, udang, kepiting. Kalau pakaianmu bau ikan bagaimana? Rasanya Mas sudah pernah ajak kamu bukan?"

"Hmm ... Iya sih. Aku sepertinya hanya cocok di rumah dan menghabiskan uang saja."

"Ya ... Begitu tak apa. Asal Leon bisa diurus dengan baik. Jam berapa Leon pulang sekolah?"

"Mungkin sore, Mas."

Chandrakanta menelisik jam dipergelangan tangannya. Lalu mengira-ngira apakah bisa sempat bertemu Leon setelah pulang dari tambak. Atau bahkan tidak pergi ke tambak sama sekali.

"Mas .... Tapi aku kangen ...." rajuk Soraya.

Chandrakanta mengusap pipi Soraya lembut lalu mengecup keningnya pelan. Ia membuka dompet panjang berwarna hitam lalu mengeluarkan beberapa ikat uang.

"Mas tinggal dulu, ya! Mas ga bisa kalau ga ke tambak. Boleh pinjam mobilmu dulu?"

Soraya masih cemberut. Namun, melihat banyak uang yang bertumpuk di atas tempat tidurnya, tentu ia harus merelakan Chandrakanta untuk menyelesaikan urusannya di luar.

"Iya ... Iya ... Aku izinkan Mas untuk mengurus tambak hari ini! Tapi Mas menginap di sini kan malam ini?"

"Mas usahakan, ya?" jawabnya lalu bangun dari tepi ranjang.

Soraya mencium punggung tangan suaminya. Bahkan ketika mobil sedan merah miliknya melaju ke arah jalan raya ia masih belum bisa melepaskan tatapan matanya.

"Hmm ... Mudah sekali mendapatkan uang. Mau ke mana kita hari ini?" bisiknya pada kaca besar lemari yang memantulkan seulas senyum kelicikan.

Chandrakanta mengemudi mobil dengan pelan. Dibiarkan kaca mobil terbuka agar ia bisa menyapa beberapa warga yang sedang beraktivitas. Ia juga melihat dari kejauhan seorang wanita dengan rambut pirang sedang menunggu delman.

"Mau ke mana, Beatrix?" tanya Chandrakanta menghentikan mobilnya.

"Ke pasar, Tuan. Ada beberapa rempah-rempah yang habis."

"Mau saya antar?"

"Ti-tidak. Jangan, Tuan. Saya tidak berani!" ucap Beatrix menolak tawaran majikannya.

"Pasar kan arahnya sama. Saya juga mau ke pasar!" sahut Chandrakanta berbohong. Entah apa tujuannya.

Beberapa kali di tawarkan akhirnya Beatrix mengalah juga. Dengan ragu ia melangkah masuk ke dalam mobil lalu duduk dengan tenang.

"Sudah berapa lama kamu ikut Soraya?" tanya Chandrakanta memulai pembicaraan.

"Baru tiga tahun, Tuan!"

"Hmm ... Tiga tahun? Menurut kamu, apakah ia seorang majikan yang baik?"

"Uhmmm ...." jawab Beatrix menggantung.

"Tak apa, jawab saja! Aku tidak akan mengadukan pembicaraan kita ini kepada Soraya?"

"Nyonya Beatrix sangat baik, Tuan!"

"Sungguh?"

"Iya. Sungguh, Tuan!"

"Bukan karena kau sedang takut, bukan?"

"Tidak, Tuan."

"Baiklah. Pertanyaan yang lain. Uhmm ... Apakah Soraya menjaga Leon dengan baik?"

"Tentu Tuan. Nyonya Soraya sangat sayang kepada Leon. Semua perhatian, kasih sayang tercurah untuk Tuan Muda Leon."

"Hmm ... Bagus. Pertanyaan terakhir."

"Apa benar ia selalu keluar rumah ketika aku tak berkunjung ke sana?"

"Uhm ... Itu ... Anu ..."

"Tak usah takut. Aku hanya ingin tahu saja. Aku hanya ingin mendapatkan kejujuran."

"Tapi dari mana Tuan tahu?"

"Berarti itu benar?"

"Uhm ... Iya, Tuan. Jika Tuan tidak mengunjungi Soraya. Maka Nyonya Soraya akan pergi ke ...."

"Hmm ... Tak usah kau sebutkan. Aku sudah tahu. Apa dia sering bertemu pria ini?" tanya Chandrakanta menyodorkan sebuah foto.

Beatrix sedikit terkejut. Bibirnya membungkam dengan rapat. Pria dengan hidung mancung dan rambut pirang ini memang sering datang mengantar Soraya pulang diam-diam. Ia juga pernah melihatnya dari celah-celah kayu yang tak rapat ketika suara-suara menggema indah di kamar Pribadi Soraya.

***

Bab terkait

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Benjamin

    Chandrakanta rasanya ingin marah. Rasa panasnya terdesak hingga ke ubun-ubun. Rahangnya mengeras. Tangannya mengepal kencang. Namun, walau begitu tak bijak jika ia harus marah ke Beatrix. Gadis itu tak salah apa-apa pikirnya."Ehem ...." Chandrakanta bergumam. Menetralkan suasana yang kaku dan sedikit tegang."Apa Tuan marah?" tanya Beatrix pelan."Marah? Kepada siapa?" Chandrakanta balik bertanya."Marah kepada Nyonya Soraya dan saya?""Kepada Nyonya Soraya tentu saya marah. Tapi kepada kamu, tidak.""Biar saya antar ke pasar," sambung Chandrakanta lagi."Baik, Tuan. Terima kasih," ucap Beatrix. Menunduk sambil meremas tangannya. Ada perasaan tak enak mendera dada.Di sepanjang perjalanan, Chandrakanta dan Beatrix diam saja. Hanya helaan nafas berat yang menemani deru angin yang berembus masuk ke dalam mobil."Nah, sudah sampai akhirnya," ucap Chandrakanta. Beatrix turun dengan ragu. Seperti masih ada banyak hal yang ingin ia sampaikan pada suami majikannya itu."Tuaan ...." "Iya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Melompat ke Sungai

    ***Langkah kaki Malini sedikit gemetar melihat sungai jernih yang terbentang di bawah jembatan. Hatinya gamang. Lalu ditatapnya mata anak-anaknya yang sangat jernih. Sejernih sungai itu hingga ia mampu melihat dengan jelas ke kedalamannya. Tapi tidak dengan mata anak-anaknya. Malini tak mampu melihatnya dengan jelas."Bu ... Ibu sebenarnya mau ke mana?" tanya Kanaya yang menyadari bahwa ibunya sudah bolak-balik mengitari jembatan.Malini tersenyum tanpa berkata banyak. Ia mengulurkan tangan. Mencoba untuk menggendong Suma yang sudah mulai lelah. "Suma capek sayang?""Ndak Bu. Yang penting ibu senang di sini ...."Malini tersenyum. Ia sangat sayang kepada anak-anaknya. Tapi sesuatu dalam hatinya meminta untuk ia segera mengakhiri hidup."Melompat ke sungai Malini! Melompatlah ... Maka hidupmu tak akan lagi menderita. Kau akan bahagia. Hatimu tak akan sakit lagi. Kau tak harus melihat wajah memuakkan suamimu. Kau tak perlu lagi untuk melihat wajah mertua yang tidak pernah menyayangimu

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-26
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Dunia Memang Kejam, Malini ...

    Dengan panik pria bertopi hitam membuat panggilan pada telepon genggam hitam putihnya. Ia merasa sedikit kesal karena seseorang di seberang sana tak ada yang menjawab teleponnya.Si pria kembali pada Malini yang masih terbaring. Wajahnya masih pucat. Ia mencoba sekali lagi dengan doa yang penuh harap. Ditekannya dada Malini sekuat tenaga. Berbisik di telinga cantiknya bahwa ia harus kuat demi anak-anaknya."Malini ... Ayo! Buka matamu! Masih ada anak-anakmu! Kasihan mereka! Kau harus tetap hidup! Di mana dirimu yang kuat, keras kepala dan tak takut dengan semua keadaan yang mendera. Bangun!"Pria bertopi hitam mendekatkan wajahnya pada hidung Malini. Mencoba memeriksa dengan cermat dan seksama. Tak ada perubahan. Wajah itu masih pucat. Bibirnya tak berwarna sama sekali. Tidak menarik.Malini yang terbujur kaku terlihat oleh mata-mata awam. Padahal dalam dunia yang lain Malini tengah bergembira. Ia berlarian di sebuah tempat tanpa ada perasaan sedih dan luka hatinya. Malini tertawa, be

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-27
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Sisi Gelap Chandrakanta

    Suara burung-burung dan hewan hutan bersahut-sahutan ketika langkah demi langkah menginjak ranting lembab karena hujan masih turun dengan derasnya.Seorang pria berjalan membawa dua buah senapan. Sementara seikat ikan kering tergantung mantap di antara lehernya. Wajahnya tegang. Tidak nampak kebaikan, keramahan, kepedulian seperti beberapa jam lalu.Burung-burung senja menyambut dengan suka cita ketika ia bersiul pelan. Walau gelap si pria tak takut untuk masuk ke bagian hutan yang semakin dalam.Kembali berjalan dengan langkah yang mantap. Boots hitamnya menapaki jalan setapak kecil di pinggiran jurang terjal. Ia lalu berpegangan dengan seutas tali untuk tiba di sebuah lubang lembab yang berukuran enam kali puluhan meter.Hening dan sepi. Hanya suara detak jantung dua orang pria dewasa saja yang menggema di dalamnya. Juga rintihan kesakitan dari seorang pria yang terikat kaki, tangan dan matanya."Lepaskan aku!" teriaknya ketika mengetahui pria bertopi hitam melepaskan ikatan di mata

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Rasuk

    Soraya menelan ludah ketika tubuhnya merasakan getaran tempat tidur yang bergerak. Bagai sedang bermain cari sembunyi. Jantung wanita berambut pirang itu berdetak tak beraturan.Telinganya mendengar helaan nafas berat. Membuat hatinya senang. Ia menduga kalau Chandrakanta juga sangat menginginkan dirinya. Padahal ...."Soraya apa kau di sana?" suara serak dan berat itu bagai suara burung bul-bul ditelinga Soraya.Wanita itu tak menjawab, ia menutup mulutnya agar tak mengeluarkan sepatah kata pun. Dengan begitu Chandrakanta akan semakin penasaran kepadanya. Seperti itu pikir Soraya."Soraya ... Mengapa kau diam saja?" suara itu terdengar lagi. Wanita yang telah mengenakan lingerie turun perlahan dari tempat tidur. Ia terkekeh. Bersembunyi di balik kaca riasnya."Biasanya Mas Chandrakanta tak suka diajak main cari sembunyi. Tumben sekali ...." batin Soraya."Soraya apa kau ingin bermain-main?" Suara yang kali ini membuat Soraya merasakan kemenangan yang sempurna. Menurutnya dupa yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Rahasia Chandrakanta dan Beatrix

    Enam puluh menit berlalu. Yuvati berhasil membuat Soraya berendam dalam bak kayu besarnya. Wanita dengan selendang yang senada dengan kebayanya itu, sibuk menggosok punggung madunya. Terlihat beberapa memar dan bekas cakaran di sana.Ketika Yuvati mengguyurnya dengan air hangat yang telah di rendam dan dibacakan doa-doa baik. Soraya sedikit mendesis karena menahan sakit.Dibantu Beatrix, Soraya berhasil dimandikan. Di beri pakaian, bedak dan rambut pirangnya juga disisir rapi. Namun, walau begitu, Yuvati tak berhasil mengembalikan Soraya yang seperti sedia kala.Soraya menjadi pendiam, pemurung, tak mau bicara apa-apa. Tatapan matanya kosong. Seolah jiwanya sedang tak berada dalam raganya. Makan dan minum di bantu Beatrix. Pun demikian ketika ingin berpakaian dan ke kamar mandi. Soraya menjelma dari seorang nyonya rumah yang dominan dan ambisius menjadi seonggok manusia lemah tanpa isi."Ma ... Mama ... Ini Leon, Ma ...."Leon terisak ketika mata cantik itu tak mau lagi menatapnya. Be

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Mestika Sukma (1)

    *Berpuluh-puluh tahun sebelum hati Chandrakanta menghitam.Sebuah kekuatan kegelapan berbentuk kabut tebat tengah mengelilingi seorang pria. Ia berusaha untuk tetap tenang dan mengatur napasnya yang mulai terdengar tak beraturan."Jangan ganggu aku lagi! Aku sudah tidak ingin bersama kalian ..." Degup jantungnya memacu tak beraturan. Pria dengan alis tebal dan mata tajam itu mencoba mengelak saat kekuatan kegelapan mencoba untuk membalut tubuhnya dengan kabut yang lebih besar darinya."Pergilah! Kalian bukan sesuatu yang baik untuk kehidupanku!"kekuatan kegelapan terlihat marah. Ia begitu mengerikan karena mampu memporak-porandakan segala yang ada disekitarnya. Langkah pria itu surut kebelakang.SERAHKAN MESTIKA ITU ATAU KAU DAN ORANG-ORANG DI SEKELILINGMU AKAN MATI!Pria itu merasakan kalau nyawanya sudah di ujung tenggorokan. Semua terasa sesak dan membuatnya tercekik. Kekuatan Kegelapan membuat pria itu tak bernapas."Tidaaak ... Jangan!"Mata cokelatnya membelalak besar. Ia tak

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • Gairah Istri Kelima Juragan   Mestika Sukma (2)

    Seorang pria tua berlari kencang. Peluh mengalir deras di sekujur tubuhnya. Kabut-kabut pekat terlihat menyelimuti seluruh kota. Perlahan-lahan kepekatan memudar dan terlihat pemandangan yang membuat Chandrakanta tercengang. Dukuh yang menjadi tempat tinggalnya itu sekarang menjadi tempat asing dihadapan matanya. Sebuah bayangan kegelapan berkelabat di antara dukuh-dukuh yang mulai kosong. Asap-asap mengepul hitam membumbung sampai ke langit tinggi. Ia kembali berlari pada jalan utama. Rambut panjang perak berkibar di belakang bahu kecil.Sebuah telaga dengan air mancur indah nampak menarik perhatian. Pria tua berpakaian serba putih teringat mimpinya beberapa waktu lalu tentang tempat-tempat yang akan menjadi asing, nantinya.Di dobraknya pintu merah yang berada tepat di bawah air mancur utama. Di sana ia melihat beberapa orang anak muda yang tengah di ikat tangan dan kakinya dengan sebuah ikatan berwarna merah. Tubuh mereka sudah nampak lesu dan lunglai. Mungkin karena sudah bebera

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01

Bab terbaru

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Bertahun-tahun Setelahnya

    Bertahun-tahun setelahnya***Peluh mengucur deras. Pria berbadan tegap yang mengenakan kemeja rapi dengan parfum aroma maskulin mendadak masam wajahnya ketika petugas bandara menjelaskan kepadanya bahwa ia terlambat beberapa jam untuk tiba di bandara setelah pesawatnya transit."Jangan khawatir, Pak. Beberapa jam selanjutnya akan ada penerbangan ke kota bapak. Silakan meminta bantuan pada beberapa orang petugas yang ada di sana," ucap wanita muda itu tersenyum ramah Si pria yang mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah muda itu tersenyum. Tak mengapa pikirnya terlambat beberapa jam asal ia bisa pulang ke rumahnya hari itu juga.Beberapa orang petugas mengenakan seragam yang sama dengan wanita sebelumnya nampak memberikan penjelasan yang lebih terperinci. Pemuda itu mengucap hamdalah di dalam hati.Tepat ketika jam menunjukkan pukul 11.00 siang pria muda berkemeja itu bersiap ketika announcement mengenai keberangkatan ke sebuah kota mengudara.Sementara di bandara dari kota lainny

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Anak-anak Yang Membanggakan

    ***Subuh itu adalah subuh yang paling sibuk saat suara kokok ayam belum membangunkan seisi penjuru rumah. Beberapa orang wanita dewasa tengah bersiap di dapur. Walaupun mereka terlihat lelah, tetapi wajah bahagia terpancar jelas. Di antara satu sama lain memberikan semangat penghiburan yang sesekali diiringi guyonan. "Ada berapa banyak tumpeng yang kita buat hari ini?" tanya Malini. Wanita itu mengikat selendang di pinggangnya yang ramping. "Mungkin hampir 100, Nyonya.""Wah, luar biasa. Kalau begini kita bisa membuka catering. Betul, 'kan, Nek Bayan?" tanya Malini pada Nek Bayan yang sibuk dengan kering tempe kesukaan beberapa anak-anak Malini dan Chandrakanta.Beberapa wadah besar sudah tertata di atas amben kayu. Sunyoto dan beberapa sopir Chandrakanta yang lain dengan sigap memasukkan tumpeng-tumpeng untuk dibagikan kepada warga."Apakah bisa selesai tepat waktu, Nyonya?" tanya Gendis dan yang lain. "Tentu saja. Anak-anak setelah selesai salat Subuh mungkin akan bersiap. Saya

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Cintanya Anak-anak Muda

    ***Di sebuah sekolah menengah atas terbaik di kota itu, Leon sibuk dengan buku-buku tebal di tangannya. Sepertinya ia sedang menunggu Kanaya keluar dari kelasnya. Sesekali Leon melambaikan tangan saat beberapa orang temannya memanggil."Belum dijemput, ya?" tanya salah seorang murid perempuan berkepang dua.Leon mengangguk santai. Lalu, gadis berkepang dua itu berdiri di sebelah Leon. "Kamu belum pulang?" "Belum, lagi nunggu jemputan.""Oh," jawab Leon singkat. Ia tak tertarik dengan gadis cantik yang konon katanya adalah gadis populer di sekolahnya. Mungkin karena tidak berminat atau mungkin hati Leon sudah ditempati oleh seseorang yang lainnya, hanya Leon dan Tuhan saja yang tahu.Leon tersenyum senang saat gemerincing gelang kaki mulai menyapa gendang telinganya. Ia tak sabar menanti sosok itu, lalu menoleh dengan wajah yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata."Sudah selesai?" tanya Leon. Gadis berkulit sawo matang dengan rambut legam berkilau itu mengangguk. "Temanmu?" tan

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Ibu dan Istri Yang Baik

    ***Malini terpekur di kamarnya, sementara Chandrakanta sepertinya masih menyiapkan paviliun kecil untuk Rohani dan Nek Bayan tinggal. Tepat pukul 01.00 malam, suara pintu kamar berderit. Malini pura-pura tidur. Membawa tubuhnya menghadap dinding, bahkan bernapas pun ia lakukan secara perlahan."Mas sudah menikahimu belasan tahun lebih, Sayang. Mas tahu kalau kau belum tidur. Jika ingin marah dan mengatakan sesuatu, katakan saja. Jangan menyimpannya di dalam hati. Mas rela jika kau ingin menampar atau memukul Mas," ucap Chandrakanta dengan lemah lembut.Bulir-bulir bening mulai menetes di kulit sawo matang Malini. Ia menghela napas. Sebenarnya tak ada yang ingin ia bicarakan bersama suaminya. Namun, kehadiran Nek Bayan dan Rohani yang tiba-tiba saja entah mengapa membuat hati Malini sedikit merasa kecewa."Saya ingin istirahat, Mas. Nanti saja saya bicara jika memang saya ingin bicara," ucap Malini pelan. Kini balik giliran juragan Candrakanta yang menghela napas. Ia paham betul mungk

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Maafkan Saya, Nyonya

    ***Nek bayan berusaha sekuat tenaga agar air matanya tak keluar. Bagaimana tidak, Camelia berusaha menyembunyikan Mentari karena pamor dan rumor mengenai Chandrankanta. Ia tak ingin putrinya merasa tersiksa karena menikahi pria yang memiliki istri yang banyak.Namun, sosok Camelia yang berada di tengah hutan perbatasan tentu saja membuat Nek Bayan bertanya-tanya. Ada apa gerangan mengapa Camelia berusaha untuk terlihat."Ada apa, Mas? Apakah Mas baik-baik saja? Jika Mas memang tak enak badan, biarkan Sunyoto yang membawa jeepnya," ucap Malini merasa khawatir akan keadaan suaminya."Ah, tidak. Hanya saja Mas terkejut," sahut Chandarakanta berusaha kembali melajukan mobilnya perlahan."Nek, apakah Nenek lihat tadi? Sepertinya Ibu tadi yang sedang melintas," ucap Rohani. Buru-buru Nek Bayan membungkam mulut Rohani. Tentu saja pernyataan itu malah membuat Chandrakanta terkejut. "Apa apa yang kau katakan tadi? Ibu? Maksudmu wanita yang melintas tadi itu ibumu?""Ah, sudahlah, Juragan. T

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Anak Dari Cinta Pertamanya

    ***"Nek Bayan, kau mau ke mana?""Pulang. Aku mencemaskan Rohani.""Kenapa?""Aah, pokoknya aku mau pulang."Wanita tua yang dipanggil Nek Bayan itu berjalan cepat. Ia tak menghiraukan cuaca yang dingin. Ia tinggal di hutan di sekitar gunung yang memang selalu mendapatkan hawa sejuk. Bahkan, cuaca yang benar-benar dingin terkadang membuat tulang terasa ngilu dan gigi bergemeletuk. "Aku yakin sekali kalau Rohani keluar dari gubuk. Entah mengapa aku benar-benar tak tenang. Apakah ia menemui ayahnya? Tidak, tidak. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika Juragan Chandrakanta dan Malini mengetahui bahwa Rohani adalah anak juragan. Ah, bodohnya aku. Mengapa aku tak membawanya pergi saja. Gadis muda dengan penglihatan- penglihatan itu pasti akan berusaha untuk menyelamatkan ayah dan ibu sambungnya. Padahal ...," ucap Nek Bayan tak menyelesaikan kalimatnya."Ah, aku harus meminjam salah satu kuda dari beberapa orang pengelana yang lewat," kata Nek Bayan lagi.Nek Bayan bercakap-cakap menaw

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Kebusukan Yang Terbongkar

    ***Philips datang dengan setelan jas warna hitam. Keadaannya benar-benar sangat mengkhawatirkan. Pitaloka seolah melihat sosok hantu Philips dengan wajah pucat dan senyum menyeringai."Tidak, tidak! Philips sudah mati! Aku sudah membunuhnya," ucap Pitaloka tak sengaja.Astungkara tersenyum menyeringai."Lihatlah, betapa ajaibnya hati wanita ini. Dia benar-benar mengakui bahwa Philips sudah dibuat mati. Kau dengar itu, Philips? Aku tak habis pikir mengapa dulu kau kerap membantu wanita yang tak memiliki hati ini. Ah, sudahlah. Dari pada berlama-lama, lebih baik aku telepon polisi saja," ucap Astungkara geram.Philips menunggu di pojok ruangan sambil memandangi Pitaloka dengan tatapan mata tajam. Jika diizinkan oleh Astungkara, tentu Philips akan lebih menyukai untuk membunuh Pitaloka detik itu juga."Tidak, tidak. Jangan, jangan tangkap aku. Jangan, jangan serahkan aku. Aku mohon ... semua ini aku lakukan karena aku benar-benar ingin memilikimu." Pitaloka benar-benar ketakutan. "Memi

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Pitaloka dan Astungkara

    ***"Aah .... Ahhh ... Aaah ...."Astungkara mengintip Pitaloka dari sebuah celah. Senyum seringai mewarnai wajahnya yang tegas. Bukannya marah, Astungkara malah tersenyum melihat istri keduanya itu dan apa yang dilakukannya di dalam kamar.Bukannya marah, Astungkara malah mengusap jambang tebalnya dan teringat akan sebuah hal."Hmmm ... Bagus, Pitaloka," gumamnya pelan."Uhhhhhhmmm ... Ahhh ... Ahhh."Erangan itu membawa sebuah senyum di wajah Astungkara. Ia memang sudah lama tak bercinta dengan Pitaloka. Akan tetapi, Astungkara seolah sedang menyiapkan sesuatu bagi istri keduanya. Astungkara berjalan pelan meninggalkan kamarnya. Ia ingin memberikan sebuah jeda bagi Pitaloka menuntaskan apa yang tengah dilakukan di kamar pribadinya dan Astungkara.Gayatri, ibu Astungkara sedang berada di ruang tamu megah dengan ornamen keemasan saat putranya turun. Kudapannya dilempar ke sembarang arah membuat Astungkara menghela napas."Istrimu ke mana, tidur lagi?" "Lagi ada kerjaan di kamar, Bu.

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Gadis Misterius

    ***Juragan menembakkan senapannya ke arah langit, cahaya itu berpendar sangat indah. Malini dan putrinya terkejut. Gadis kecil itu menangis dalam pelukan ibunya padahal ia baru saja akan memejamkan mata."Oh, ada apa itu?" tanya Malini menggendong putrinya yang menangis.Keduanya menuruni anak tangga kayu. Pintu ruang tamu terbuka, angin malam yang dingin dan serpihan hujan nampak masuk."Mas membuat keributan di tengah malam. Tidak tahukah kalau keponakanmu baru saja akan tertidur.""Maaf sayang tapi ada sesuatu di sana," tunjuk Juragan."Sesuatu? Maksudmu apa Mas? Serigala, beruang, atau Yeti? Dia tidak akan mengganggu selama kau menutup pintunya. Sudahlah, Mas!""Tapi aku pikir itu manusia." "Ayolah, Mas ! Manusia mana yang rela mengendap-ngendap ke villa tengah hutan, tengah malam seperti ini!""Tapi, aku benar-benar melihat jubahnya yang berwarna merah.""Sudahlah, Mas? Kita sedang berlibur. Jadi jangan bertingkah yang aneh-aneh. Lusa kita pulang ke kota dan Mas bisa kembali be

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status