What the heck?! Adam punya tunangan?! Loh beneran boongan?! Guys, gimana ini?! Menurut kalian beneran atau boongan!? Jangan lupa like, vote, dan komennya yaak. Hehehe makaciw
Kala mendengar pertanyaan sang kakek, seluruh otot di tubuh Adam menegang. Dia dengan cepat mengeluarkan ponsel dan menelepon Evelyn. Akan tetapi, wanita itu tidak kunjung mengangkat panggilannya. “Apa yang terjadi?” tanya Ardi dengan kening berkerut, memperlihatkan bahwa dirinya merasa sang cucu bertingkah aneh. Walau panik, tapi Adam berusaha menjawab sang kakek dengan sabar, “Aku sudah datang bersama Evelyn, tapi seorang manajer wanita mengatakan bahwa Kakek memintanya bertemu terpisah denganku.” Dengan netra birunya, pria tersebut menatap Ardi dalam-dalam. “Kakek sungguh tidak menemuinya?” Dengan wajah serius, Ardi pun menjawab tegas, “Tidak.” Mendengar hal tersebut, jantung Adam seakan berhenti untuk beberapa saat. Dia mengepalkan tangannya, merasa emosi yang bergejolak dalam dirinya meliar. Ingin dia luluh lantahkan hotel ini untuk mencari Evelyn, tetapi dia mencoba berpikir jernih. Orang waras mana yang dengan berani menggunakan nama Keluarga Kusuma untuk menjebak Evelyn?
Mendengar cara Evelyn berbicara, Elisa terlihat mengepalkan tangannya kuat. Wajah wanita itu menampakkan emosi tidak terkendali, seakan merasa begitu terhina karena tak mampu menjawab pertanyaan yang Evelyn ajukan. Namun, tak seperti yang Evelyn duga, detik berikutnya ekspresi menyebalkan yang terlukis di wajah Elisa menghilang dan berubah menjadi sangat lembut. “Luar biasa,” ujar wanita itu dengan sebuah senyuman menghiasi wajah cantiknya. “Kamu ternyata memang wanitanya.” Dalam hitungan detik, sikap dan sifat Elisa berubah seratus delapan puluh derajat, seakan dirinya beberapa saat yang lalu adalah orang yang berbeda. Hal tersebut membuat Evelyn terperangah, mulai mempertanyakan apakah wanita di hadapannya mengidap penyakit kepribadian ganda?! Melihat keterkejutan Evelyn, Elisa hanya tersenyum. Wanita itu berjalan ke arah sofa dan mendudukkan dirinya sendiri dengan sangat anggun, jauh lebih anggun dibandingkan dengan saat dirinya menuruni tangga. Walau mengenakan kaus putih dan ju
“Ha ha ha!” Suara tawa yang merdu itu menggema jelas di ruangan penthouse hotel Nusantara. Sosok Elena terlihat begitu senang setelah mendengar sebuah cerita yang sangat konyol. “Kamu menolak lamarannya?” tanya wanita itu kepada Evelyn ketika tawanya mereda. Jari telunjuk lentiknya menghapus air mata yang berada di pelupuk. “Keputusan bagus.”“Elena,” panggil Ardi dengan nada tegas, memperingati cucunya untuk menjaga sikap.Setelah beberapa saat lalu menanyakan perihal pernikahan Adam dan Evelyn, Ardi harus dihadapkan dengan sebuah kenyataan mengejutkan. Sang mantan pewaris Aditama itu telah menolak cucunya!Lain dengan Ardi yang begitu shok dengan kenyataan tersebut, Elena malah tertawa keras dan sangat terhibur dengan hal tersebut. Kenyataan bahwa Adam, sepupunya yang memiliki reputasi sebagai pemain hati wanita kelas kakap kenyataannya malah berakhir ditolak oleh seorang wanita!“Apa alasanmu?” tanya Ardi dengan kening berkerut, merasa sedikit tersinggung karena di matanya Adam sud
Mata Ardi membesar mendengar ucapan Evelyn, tahu maksud wanita itu. “Nyalimu besar, Evelyn Aditama,” ujar pria itu dengan sebuah senyuman pahit. Tanpa perlu dijelaskan secara detail, Ardi tahu bahwa ucapan Evelyn sebenarnya merujuk pada Diandra, bagaimana putri sulungnya itu berujung kehilangan nyawa karena tidak mampu menerima kenyataan bahwa sang suami berakhir memiliki wanita lain di belakang. Hal itu merupakan sebuah bukti bahwa menikah ke dalam keluarga terkaya di Capitol tidak selamanya menjadi sebuah berkah. Selama berpuluh-puluh tahun, tidak ada orang yang berani mengungkit apa yang terjadi pada Diandra di depan Ardi. Sekarang, pria itu tak menyangka bahwa seorang wanita dengan latar belakang seorang mantan pewaris terbuang akan membalas pertanyaannya dengan kejadian itu. “Mendiang putri Bapak adalah wanita luar biasa dengan latar belakang keluarga yang juga tidak biasa, tapi hal tersebut masih bisa terjadi padanya,” tutur Evelyn. Wanita itu mengangkat pandangannya dan menat
“Kamu terlihat mencintainya,” ucap Elena seraya menatap Adam yang duduk di seberangnya. Terlihat pria yang awalnya menutup mata dengan kedua tangan dilipat di depan dada itu berujung membalas tatapannya. “Apa seorang Adam Dean sungguh telah jatuh cinta?”Dengan pandangan dingin, Adam berkata, “Bukan urusanmu.”Elena terkekeh, merasa senang bisa mengganggu sepupunya itu. Sedari kecil, Adam yang lebih muda darinya memang sasaran empuk bagi wanita itu, terutama karena dia tidak memiliki saudara pria. Dengan sikap Adam yang sangat jutek, Elena selalu tergoda untuk mengetes batas kesabaran pria tersebut.“Yah, apa pun yang kamu katakan, aku sudah mendapatkan jawaban dari reaksimu tadi,” goda Elena dengan nada senang.“Apa rencana tadi diusulkan olehmu?” tanya Adam secara tiba-tiba, sedikit kesal karena dirinya secara cuma-cuma berlari ke sana-kemari dan panik ketika menyadari Evelyn bukan menemui sang kakek.Dua bahu Elena terangkat, seakan ingin mengatakan tidak tahu. Akan tetapi, senyuma
“Jadi, diam dan jangan lakukan apa pun yang bisa mengganggu hubunganku dengannya.” Mendengar ucapan Adam, Elena membeku di tempat. Dia yang sebelumnya tidak yakin dengan tujuan sepupunya itu akhirnya mengerti. ‘Dia bukan hanya jatuh cinta pada wanita itu,’ batin Elena dengan wajah diselimuti kengerian. ‘Dia benar-benar sudah terobsesi dengannya!’ Tepat pada saat itu, suara pintu yang terbuka membuat Elena dan Adam menoleh. Keduanya sedikit terkejut melihat sosok Evelyn dan Ardi yang keluar bersamaan dengan ekspresi tenang. “Kakek,” panggil Elena sembari berdiri dari sofa. Adam juga berdiri dan segera menghampiri Evelyn, mencoba mempelajari ekspresi yang terlukis di wajah wanita itu. Dia sungguh khawatir bahwa Ardi berakhir menekan Evelyn dan menjauhkan wanita itu darinya. “Kamu baik-baik saja?” tanya Adam dengan suara rendah kepada Evelyn. Pertanyaan yang Adam lontarkan kepada Evelyn membuat Ardi memasang wajah buruk. “Apa kamu kira Kakek akan menindasnya?” “Siapa yang tahu?” b
“Ayo menikah,” ujar Evelyn dengan wajah merona merah.Mendengar ucapan wanita tersebut, Adam tak elak membeku di tempat. Jantungnya berdetak semakin cepat dan mata pria itu sedikit membesar. Sebuah senyuman perlahan merekah di bibir Adam, membuatnya harus mengangkat tangan untuk menutup setengah wajahnya selagi mengalihkan wajah dari Evelyn karena malu.Melihat reaksi Adam, Evelyn menjadi sedikit bingung. Dia tidak sempat melihat senyuman di bibir pria itu, dan hal tersebut membuat Evelyn menduga bahwa Adam tidak senang dengan ucapannya.“Apa … kamu tidak setuju?” tanya Evelyn, merasa dadanya sedikit sesak. ‘Tapi, tadi dia sendiri yang bilang lamaran itu masih berlaku …,’ batinnya.“Aku setuju,” ucap Adam sembari menoleh dengan cepat. Pria itu mendaratkan pandangannya pada sosok Evelyn, memandangnya dengan lembut. “Kamu tidak boleh menarik ucapanmu.”Evelyn tersenyum tipis, lalu dia pun menundukkan kepala. “Namun, aku ada sejumlah syarat,” ujarnya.Manik biru Adam mempelajari setiap g
“Pernikahan ini hanya akan berlangsung untuk satu tahun.” Kala Adam mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Evelyn, ekspresi datar yang terlukis di wajah pria itu sekejap berubah. Kegelapan langsung menyelimuti wajah Adam, menunjukkan betapa tidak senangnya dia dengan persyaratan terakhir Evelyn. “Terkecuali setelah satu tahun kita berdua sepakat melanjutkan, maka kita akan mengakhiri pernikahan ini,” jelas Evelyn. “Kamu bercanda,” ucap Adam, nada bicaranya terdengar sangat dingin, membuat siapa pun yang mendengarnya merasa seakan hati mereka tertusuk belati. “Katakan bahwa kamu baru saja melontarkan sebuah lelucon.” Walau tahu jelas bahwa dirinya telah menyinggung Adam, tapi Evelyn tidak bisa mundur begitu saja. “Aku serius.” Dia memiliki alasan sendiri melakukan hal ini. “Kamu setuju atau tidak?” “Tiga persyaratan sebelumnya, aku setuju,” ujar Adam, mengepalkan tangannya kuat, berusaha menahan diri agar emosinya tidak meledak. “Namun, tidak dengan yang ini.” Kening Evelyn b