Waduh ...
“Orang tersebut jelas merujuk kepada Rena.” Alis Evelyn tertaut. Dia berusaha memproses informasi yang baru saja didapatkan olehnya dari Adam. “Siapa yang mencoba menyelidiki tentang Rena?” tanya wanita itu pada akhirnya. “Apa kamu mendapatkan identitas orang tersebut?” Kepala Adam menggeleng. “Aku telah meminta orang menyelidikinya, tapi dengan suara yang sama, identitas yang diberikan berbeda. Setiap identitas yang diberikan pun berasal dari negara yang berbeda,” jelas pria tersebut dengan pandangan dingin. ‘Identitas berbeda dari negara berbeda, tapi suara yang sama menandakan informasi itu hanya pengecoh saja,’ ulang Evelyn. “Sudah periksa koordinat sumber telepon?” “Tidak bisa dilacak,” balas Adam singkat. Mendengar jawaban Adam, Evelyn pun mencapai satu kesimpulan. “Keamanan yang begitu tinggi hanya dimiliki oleh segelintir orang.” Dia pun menatap sang suami dan menuturkan, “Tersangka utama kita jelas berasal dari eksekutif pemerintahan atau militer.” “Kamu tidak mencurigai
Di lobi Hotel Greymore, terlihat sekelompok pegawai berbaris dengan rapi untuk mengantar kepergian seorang tamu terhormat. Hal tersebut menarik perhatian sejumlah tamu lain yang kemudian melirik sejumlah sosok rupawan yang memasuki kendaraan mewah mereka masing-masing.Manager hotel membungkuk hormat ke arah seorang pria berambut hitam dengan netra tajam berwarna serupa lautan seraya berkata, “Sungguh sebuah kehormatan bisa menjamu Anda beberapa waktu ini, Tuan Adam.”Mendengar sanjungan sang manager, Adam menganggukkan kepalanya. Netranya beralih kepada sosok Elena dan Sera yang sibuk berbincang dengan Evelyn. Daniel dan Julian juga terlihat bersama dengan mereka.“Sejumlah keluargaku memutuskan untuk tinggal lebih lama di tempat ini,” tutur Adam dengan tenang sebelum berakhir menatap sang manager. “Kamu bisa kirimkan tagihannya ke Eden.”“Baik, Tuan.”Setelah menerima titah tersebut, sang manager pun meninggalkan Adam yang kemudian mengarah ke kerumunan keluarganya.Para orang tua—D
“Aku mengenalnya atau tidak bukanlah hal penting, tapi yang jelas aku telah memperingatkannya untuk tidak lagi mengganggumu ataupun keluargaku,” jelas Adam singkat, sukses membuat Rena mengerjapkan mata kaget. Adam perintahkan apa kepada Elric? Jangan mengganggu dirinya? Tunggu, lalu Elric semudah itu setuju?! “Apa pun yang ingin kamu lakukan di Capitol, lakukanlah dengan bebas,” imbuh Adam. “Maksud … Tuan?” Evelyn tersenyum tipis. “Kami tahu mengenai masa lalumu, juga identitasmu,” ujarnya, mengakibatkan Rena mencengkeram celana bahannya—takut. “Apa itu mengganggumu?” Pertanyaan Evelyn membuat Rena mengerutkan kening. Dibandingkan kepada dirinya, bukankah seharusnya Rena yang menanyakan pertanyaan itu kepada Adam dan Evelyn?! “T-tidak, tapi—” Rena tidak tahu harus mengatakan apa. “Tidakkah Nyonya dan Tuan khawatir bahwa aku akan membawa masalah?” “Rena, semua orang memiliki masa lalu. Entah itu dirimu, maupun diriku,” ucapnya, mengingatkan bahwa dirinya dulu juga bagian dari du
“Silakan menikmati, Tuan,” ucap seorang pramugrari dengan tubuh ramping selagi melukiskan senyum menggoda di bibir merah cerahnya. Matanya yang dihiasi bulu mata tebal itu menatap lurus sosok pria tampan di hadapan yang baru saja menerima gelas anggur pesanannya. ‘Astaga, dia tampan sekali!’ pekiknya dalam hati. “Terima kasih,” balas sang pria singkat seraya mengalihkan netra biru dinginnya kembali ke tabletnya. Kalaupun pria tersebut mengenakan pakaian santai—hanya kaos putih dan celana jeans santai—tapi lekukan otot liat tubuhnya tidak bisa disembunyikan. Ditambah dengan alis hitam tajam yang melengkapi wajah dengan garis rahang tegas itu, aura yang dikeluarkan pria rupawan itu sukses membuat para wanita tergila-gila. Dengan jantung yang berdebar, pramugari tersebut akhirnya memberanikan diri untuk kembali angkat bicara, “Tuan, apakah Anda memerlukan hal lain?” Sebenarnya, pertanyaan tersebut tidak sesuai protokol maskapai penerbangan. Lagi pula, penumpang pasti akan menyampaikan
“Kota ini luar biasa,” gumam Evelyn ketika sedang dalam perjalanan menuju hotel. Manik hitam Evelyn terlihat menggerayangi setiap inci gedung, jalanan, dan orang-orang yang dilewati. Kota itu terasa begitu hidup dengan kerlap-kerlip penerangan lampu yang indah. Berbeda dari Nusantara dan Capitol yang dominan dengan nuansa modern mereka, Turka masih mempertahankan kuat sejarah negara mereka. Tidak hanya model bangunan mereka begitu antik, tapi sejumlah orang terlihat mengenakan pakaian tradisional negara tersebut sebagai pakaian sehari-hari. Sungguh pemandangan yang sangat unik. Melihat mata Evelyn berbinar, layaknya anak kecil yang sedang belajar hal baru yang menarik membuat Adam tersenyum. Dia mencondongkan tubuhnya ke arah sang istri. “Seseorang terlihat sangat bersemangat,” goda Adam dengan suara rendahnya. Evelyn menoleh dan tersenyum lebar. “Tempat ini sangat indah,” ujarnya. “Aku tidak sabar menghabiskan waktu denganmu di tempat ini!” Deg! Mendengar kalimat tersebut, jant
“Kamu kira kamu siapa sehingga berani dengan begitu terbuka menyatakan ingin menggoda suamiku, hmm?” Kala mendengar pertanyaan tersebut dari bibir Evelyn, semua orang yang ada di tempat itu mulai berbisik. Dengan kemampuan Evelyn untuk memahami bahasa Turka, dia pun bisa mendengar komentar orang-orang di sekeliling. “Astaga, tertangkap basah mengejar suami orang lain …. Memalukan,” ujar seorang wanita paruh baya sembari mengerutkan kening melihat kejadian tersebut. “Jelas-jelas di jari manis pria itu ada cincin, tapi dia masih ingin mendekatinya?” tanya seorang wanita lain. “Dasar wanita gatal.” Komentar-komentar pedas itu membuat sang wanita yang berniat menggoda Adam bergetar, merasa sangat malu. Dia menatap Evelyn tajam. ‘Wanita sialan ini! Berani-beraninya dia mempermalukanku seperti ini!?’ geram wanita tersebut dalam hati. Dari ekspresi dan pancaran mata sang wanita, Evelyn bisa membaca jelas pikiran lawan bicaranya. Hal itu membuatnya mendengus. ‘Sombong sekali,’ batin Eve
WAJIB BACA: Bab ini diberi tanda 18+ (tidak boleh ada yang berusia 17 tahun ke bawah). Bab ini berisi tema dewasa dan konten eksplisit. Kebijaksanaan pembaca sangat disarankan. Harap JANGAN membaca jika Anda berusia di bawah 18 tahun atau jika Anda merasa tidak nyaman dengan elemen-elemen yang disebutkan di atas, terima kasih! Catatan tambahan: iye author copas pengumuman biar gak ada yang bisa komplen matanya perlu dibersihin pake aer suci. Yang emang udah berkerak matanya sama hal beginian, enjoy!! ____ Suara lenguhan dan desahan berpadu menjadi satu dengan suara kecupan yang terdengar basah, menggambarkan jelas gairah yang membara di ruangan itu. Bunyi tetesan air samar-samar menggelitik telinga, dan entah kenapa hal tersebut meningkatkan kepekaan indera peraba wanita yang tengah berada dalam kuasa sang suami. “Mmh …!” Wanita itu berusaha menahan lenguhan untuk kabur dari bibirnya, tapi semua sia-sia. “Hah ….” Wajahnya merona merah, terbuai sentuhan pria yang tengah terduduk di
Ketika sinar matahari mendarat di wajahnya, bola mata Evelyn yang bersembunyi di balik kelopaknya mulai bergerak-gerak. Perlahan, wanita itu membuka mata dan terbangun dari tidurnya. Sepasang permata biru menjadi hal pertama yang menghiasi pandangannya sebelum dia beralih menikmati pemandangan tubuh kekar pria pemilik manik indah itu. “Sudah menghabiskan waktu semalaman penuh, kamu masih tidak puas melihatnya?” goda Adam dengan senyum cerah. ‘Menyebalkan,’ gerutu Evelyn dengan alis tertaut. Wanita itu merasa sedikit curiga bahwa alih-alih bermusuhan dengan Dominic, jangan-jangan suaminya itu bersahabat dekat dengan sang kakak. Lagi pula, kenapa belakangan sikap mereka begitu mirip?! “Su—” Baru saja ingin bicara, Evelyn memasang wajah terkejut. Suaranya begitu parau dan tenggorokannya terasa sangat kering! Sadar bahwa teko air berada di meja yang berada tepat di seberang tempat tidurnya, Evelyn pun berniat untuk turun dari ranjang. Akan tetapi, baru saja ingin mendudukkan diri, di
Tidak lama setelah Evelyn beserta suami dan ibunya turun dari panggung, iringan merdu piano pun terdengar. Pintu ruang pesta terbuka, membuat setiap pasang mata beralih ke arah sosok berbalut gaun pengantin berwarna putih mutiara yang berjalan memasuki ruang pesta didampingi seorang wanita dengan gaun hijau indah. Itu adalah Rena yang didampingi oleh sang nenek, Yara. Memerhatikan calon istrinya menghampiri, Dominic merasa seakan jantungnya ingin melompat keluar dari dada. Langkah Rena dalam gaun indah itu sangatlah ringan, hampir seperti melayang bak dewi yang turun dari khayangan. Bulu mata lentiknya yang bergetar mengikuti langkahnya membuat penampilan wanita itu memesona Dominic. Saat wanita rupawan itu sudah berada di hadapannya, Dominic hanya bisa membeku seperti orang bodoh, tenggelam dalam pancaran indah sepasang manik hijau yang menghipnotis itu. Dengan tangan yang telah disodorkan oleh Yara kepada Dominic, Rena yang melihat pria itu mematung konyol tersenyum geli. “Tidak
“Tidak kusangka akan tiba hari di mana Tuan Dominic Grey akan berakhir menikah,” ucap Selena, sekretaris Dominic, yang menangis haru melihat sang atasan mengenakan jas putih pernikahan, terlihat begitu cerah dibandingkan hari-hari biasanya.Di sebelah Selena, Julian menepuk-nepuk pundak wanita tersebut. “Aku paham perasaanmu.” Dia sendiri sempat merasakan hal serupa ketika Adam Dean menikah dengan Evelyn Grey.Sembari menggandeng lengan Julian, Elena memasang senyuman geli. Dengan wajah bangga, dia berkata, “Hehe, kalian kurang peka. Sedari awal, aku sama sekali tidak terkejut Adam akan berakhir dengan Evelyn dan Dominic akan berakhir dengan Rena.”Sementara para pemuda-pemudi Capitol mengomentari pernikahan Rena, di satu area khusus yang dijaga banyak pengawal berpakaian tradisional, terlihat Saraswati dan Anindita hadir bersama dengan ibu mereka, Adhisti. Ketiganya terlihat tengah berbincang ramah dengan Diandra dan Henry yang dengan mahir menjamu mereka.Tampak sosok Adhisti juga s
BUK! Suara tubuh yang terbanting ke tempat tidur empuk bisa terdengar. Hal tersebut diikuti dengan kecupan basah dan lenguhan yang saling beradu. Dalam ruang tidur di pesawat pribadi itu, Dominic tampak sedang mengungkung sosok Rena. Tangan pria tersebut menelusup masuk ke dalam pakaian gadis di hadapan, meremas sedikit dan menyebabkan sebuah lenguhan rendah untuk kabur dari bibir Rena. “Hah ….” Napas yang terengah terdengar kala ciuman mereka terpisah. “Dom …,” panggil Rena. Ujung mata gadis itu tampak sedikit merah dan basah, terlihat begitu menggoda. “Jangan sekarang ….” Mereka sekarang di mana? Di dalam pesawat dengan puluhan bawahan yang menunggu di depan ruang pribadi. Kalaupun sudah berpindah ke kamar tidur, tapi Rena tidak bisa menjamin segala hal yang terjadi dalam ruangan tersebut tidak akan didengar oleh orang-orang di luar! Sebagai seseorang yang telah berkutat dengan dunia malam, tidur dengan seorang pria jelas adalah sesuatu yang tidak begitu asing untuknya. Akan te
Adhisti tersenyum, lalu menepuk pelan punggung Rena. “Aku tidak berkata kamu akan menikah sekarang, bukan?” Dia melirik Dominic yang hanya terdiam di tempatnya selagi menatap intens ke arah Rena. “Akan tetapi, aku yakin seseorang tidak bisa lagi menunggu lama.”Satria, yang mendorong kursi roda Adhisti—Rena yakin sepertinya keduanya telah berbaikan setelah mengetahui kebenaran di balik kematian Wulan—tertawa rendah dan menimpali, “Jikalau memang kalian akan merayakannya, jangan lupa untuk mengundang kami.”Mendengar hal itu, Bhadrika langsung bersiaga dan berujar, “Tuan Putri, di hari itu, tolong infokan paling tidak satu bulan sebelum. Banyak persiapan yang perlu regu pengawal siapkan untuk memastikan keluarga kerajaan bisa pergi ke luar kerajaan.” Dia sudah memikirkan seribu satu cara untuk menjaga acara pernikahan tersebut.Rena hanya bisa tertawa mendengar ucapan semua orang. Senyuman di bibirnya merekah lebar lantaran senang semuanya berakhir baik.Pandangan Rena mendarat pada An
Menepiskan pandangan para pengunjung hotel pada dirinya, Dominic masuk ke dalam lift khusus untuk kemudian menuju penthouse miliknya.Sebelum pintu tertutup, manajer hotel tersebut berucap, “Jikalau ada yang diperlukan, silakan menghubungi saya, Tuan Grey. Saya permisi.”Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan Rena dengan hati-hati di sana. Lelah sepertinya merasuk tubuh gadis tersebut, bahkan setelah semua kericuhan untuk tiba di kamar tersebut, Rena sama sekali tidak terganggu.Tidak ingin mengusik Rena, Dominic pun keluar dari ruangan. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.“Kami sudah tiba,” ucap Dominic.“Rena … sudah menemui Eli Black?” tanya suara melantun dari ujung telepon yang lain.“Sudah.”“Apa … dia baik-baik saja?” tanya suara itu lagi.Dominic melirik ke arah Rena dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup. “Dia bertahan, Yang Mulia.”Mendengar balasan Dominic, Yara tersenyum sendu. “Bagus … itu bagus.”Dominic menjatuhkan pandangan, lal
Ketegangan di antara kedua pria asing itu membuat sejumlah pengunjung kafe dan juga pejalan kaki memerhatikan mereka. Hal tersebut membuat Rena langsung mengenakan kembali kaca mata hitamnya dan menarik ujung hoodie putih Dominic.“Kita pergi saja. Jangan menarik perhatian,” ucap Rena dengan suara rendah, takut ada yang mendengar atau mengenali dirinya.Bagaimanapun, mereka masih berada di Kerajaan Nusantara, tempat di mana dirinya sempat dikenal sebagai pewaris takhta.Mendengar permintaan Rena, Dominic pun menurut dan menghempaskan tangan Eli. Dia melingkarkan tangan di pinggang Rena dan menarik gadis itu pergi menjauh dari Eli Black.Sebelum sepenuhnya pergi, Eli sedikit berseru, “Yarena! Apa kamu akan pergi begitu saja?!”Sungguh, Eli berharap Rena akan memberikan ‘akhir’ yang dia inginkan, bukan mengabaikannya seperti ini. Atas segala dosa yang dia lakukan, Eli ingin Rena mengakhirinya dan memberikan balasan yang setimpal.Di saat mendengar pertanyaan Eli, Rena menghentikan langk
*Beberapa waktu lalu* PIP! PIP! PIP! Bunyi mesin yang mengusik telinga bisa terdengar, beriringan dengan terbukanya mata gadis tersebut. Pandangan gadis itu mendarat pada langit-langit yang putih, lalu perlahan maniknya bergeser ke kanan, pada sosok yang tertidur dalam posisi terduduk dan tangan terlipat di depan dada. “Do … minic?” Panggilan itu membuat kening sang pria sedikit berkerut, diikuti dengan matanya yang perlahan terbuka. Saat manik hitam segelap malam milik pria itu mendarat pada netra hijau sang gadis, mata pria tersebut membesar dan dia pun langsung menghampiri pinggir tempat tidur. “Rena!” seru sang pria dengan wajah lega. “Kamu sudah sadar!” Seusai mengatakan hal tersebut, Dominic pun menekan tombol merah di tembok dekat tempat tidur, lalu meraih telepon yang terhubung dengan meja jaga rumah sakit. Gegas dia memanggil perawat untuk memeriksa keadaan Rena yang akhirnya siuman setelah satu minggu tidak sadarkan diri. “Kondisi Nyonya Wijaya telah stabil, tapi per
Di seisi Kerajaan Nusantara, berita mengenai rencana pembunuhan Putri Mahkota Yarena oleh Adinasya tersebar luas. Besarnya kericuhan akibat kejadian tersebut membuat pihak istana tidak mampu menyembunyikannya, terlebih ketika satu berita kematian membuat semua orang berakhir berkabung.“Tidak kusangka bahwa Putri Mahkota akan meninggal ….”“Belum sempat dirinya mengabdi untuk kerajaan secara penuh, tapi langit sudah terlebih dahulu mengambilnya.”“Memang mantan adipati pria yang berbisa! Teganya dia mengorbankan nyawa keluarga kerajaan hanya karena dirinya berambisi terhadap takhta!? Dan lagi, orang yang dia bunuh adalah putri wanita yang dahulu dia cintai!”Komentar-komentar pedas terlontar, mengungkap rasa kecewa yang begitu mendalam terhadap Adinasya dan juga kesedihan terhadap kematian putri mahkota Kerajaan Nusantara, Yarena Sangramawijaya.Belum ada satu minggu putri mahkota itu diangkat, tapi musibah sudah menimpanya dan menyebabkan dirinya kehilangan nyawa.Namun, yang lebih m
Sang dokter terkejut, lalu melirik Yara. Walau nyawanya terancam oleh Dominic, tapi sebagai bagian dari kerajaan, dia lebih tahu kekuasaan tertinggi berada di tangan sang ratu. Wajah pemimpin Kerajaan Nusantara itu tampak tak berdaya. Karena tahu omongan Dominic bukan main-main, dia pun hanya bisa menganggukkan kepala, memberi izin kepada sang dokter untuk lanjut bertindak. Di tengah pekerjaan sang dokter, Dominic mendadak berujar kepada Yara yang berakhir juga menunggu di dalam ruangan, “Kalau sesuatu terjadi padanya … aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Mendengar ucapan itu, Yara mendengus selagi menatap sosok Rena yang tidak sadarkan diri. “Tidak perlu dirimu … bahkan aku tidak akan memaafkan diriku sendiri ….” Setelah pertolongan pertama oleh sang dokter dan kondisi Rena semakin stabil, gadis itu pun dipindahkan ke rumah sakit utama Kerajaan Nusantara. Berbeda dari penjagaan yang biasa diberikan untuk keluarga kerajaan, kali ini yang berjaga di depan ruangan Rena bukan hanya p