Jangan lupa komen, like, dan votenya yaa~ Terima kaciw!
Guys. Sorry bgt. Hari ini author terpaksa gak update. Mual2, meriang, gak bisa fokus padahal udah coba nulis. Sorry ya >
“Aku tidak menyukai wanita itu!” Suara melengking itu terdengar di dalam kamar tidur utama gedung sayap Barat, kediaman kepala Keluarga Dean. Dari nada bicaranya, kentara bahwa sang pengucap tidak senang dengan siapa pun yang sedang dibicarakan. “Yang akan menikah dengannya bukan dirimu, melainkan Adam,” balas seorang pria yang terlihat bersandar di kepala ranjangnya. Netra birunya tidak sedikit pun beralih dari buku yang berada di tangan. “Tidak perlu bagimu untuk menyukainya,” imbuh pria tersebut. Mendengar hal tersebut, wanita yang sedang berada di depan meja rias dengan rambut setengah basahnya itu menoleh cepat. Pandangan penuh amarah dilemparkan olehnya pada pria yang sedang bersantai di tempat tidur itu. “Henry! Dia telah menghinaku!” bentak wanita yang tidak lain adalah Helen. “Bukankah awalnya kamu juga tidak menyukai dirinya?! Apa yang membuatmu mendadak begitu membelanya?!” Bentakan Helen membuat Henry melirik sang istri, membalas tatapan wanita yang terduduk di depan m
“Pagi,” sapa Daniel kala dirinya tiba di ruang makan untuk menyantap sarapan bersama sang kakek. Dia melirik ke kiri dan ke kanan, lalu bertanya, “Kakek tidak mengundang Kak Adam dan Kak Evelyn kemari?” Ada ekspresi berharap yang bertengger di wajahnya. Noah tertawa rendah, lalu membalas, “Mereka keluar pagi tadi untuk membawa kedua bocah mereka mengunjungi sekolah.” Sembari menikmati sarapannya, pria itu bertanya, “Kamu ke kantor hari ini?” Dia melirik penampilan Daniel yang lengkap dengan kemeja putih dan celana panjang bahan. Daniel memasang senyum tak berdaya. “Kakek, kalau aku tidak ke kantor, siapa yang akan memantau departemen keuangan?” balasnya. “Ayah akan membunuhku kalau aku lalai.” Kedua bahu Noah terangkat. “Kakakmu jarang ke kantor, tapi dia masih hidup.” “Aku tidak akan membunuh siapa pun selama pekerjaan mereka membawakan hasil,” ujar sebuah suara yang membuat Daniel dan Noah membeku. Kedua orang di dalam ruang makan itu melirik cepat ke arah sumber suara. Tidak ad
“Wah! Mama! Sekolahnya besar!” seru Lili dengan mata berbinar. “Liam! Liam! Lihat itu! Ada kuda!” Jari mungil gadis kecil itu tertunjuk kepada arena berkuda yang tidak jauh dari tempat mereka berada.Duduk di sebelah sang ibu, Liam mengangguk, tidak mengatakan apa pun. Akan tetapi, kentara jelas bahwa ada pancaran bersemangat saat melihat hewan tersebut.Di saat mobil berhenti di depan pintu masuk sekolah, Evelyn turun bersama dengan Liam selagi Adam turun bersama Lili. Penampilan mereka, juga konvoi yang mengikuti dari belakang begitu menarik perhatian.“Astaga, siapa itu?” tanya seorang wanita paruh baya yang sepertinya baru saja mengantar cucunya. Dari perhiasan dan juga pakaian mewah yang membalut dirinya, kentara dia berasal dari kalangan atas. “Pasangan muda dari mana—”“Bukankah itu tuan muda Keluarga Dean?” sahut seorang wanita lain dengan penampilan yang tak jauh berbeda. Dia menutup mulutnya dan menunjukkan sikap terkejut yang berlebihan. “Astaga! Mungkinkah dia datang bersa
Carla Rickson, putri konglomerat Capitol dan juga istri dari salah satu pejabat di negara tersebut. Tidak hanya itu, wanita itu merupakan teman satu kuliah Evelyn. Yah, walau kata ‘teman’ mungkin kurang tepat untuk mendefinisikan hubungan mereka. “Evelyn Aditama, apa yang kamu lakukan di tempat ini?” tanya Carla, dengan pandangan tidak bersahabat. Sedikit pun tidak berusaha wanita itu tutupi bahwa dia memandang rendah kehadiran Evelyn di tempat tersebut. “Bukankah seharusnya kamu berada Calpa setelah diusir oleh keluargamu karena hamil di luar nikah?” Sejak kenal di kuliah, Carla memang tidak pernah menyukai Evelyn. Sebagai seseorang yang biasa dipuji untuk kecantikan dan latar belakang keluarganya, wanita itu tidak pernah merasa tersaingi. Namun, itu semua berubah ketika Carla ditolak pria yang dia suka karena pria itu lebih tertarik dengan wanita seperti Evelyn. Carla marah, dia benci. Rasanya ingin sekali dia menjatuhkan Evelyn dan mempermalukan wanita itu di depan semua orang.
“Apa yang kamu pikir sedang kamu lakukan terhadap istri dan anak-anakku?” tanya Adam dengan netra birunya menatap lurus ke arah Carla.Carla yang berdiri berhadapan langsung dengan Adam merasa tubuhnya bergetar. Sebelum dia menyadari siapa yang sedang berada di hadapannya, tatapan tajam yang berasal dari sepasang mata biru indah itu sudah terlihat sangat mencekam dan mengintimindasi. Namun, begitu dia menyadari bahwa pria yang ada di depannya merupakan sang pewaris utama Keluarga Dean, tubuh wanita itu langsung bergetar hebat.‘D-dia Adam Dean … bukan?’ batin Carla, sangat yakin ketika melihat wajah tampan yang sering kali muncul di majalah bisnis sang ayah. ‘Tadi dia bilang apa? Istri dan anak-anaknya?’ Matanya sesekali melirik ke arah Evelyn dan dua bocahnya. ‘Bagaimana mungkin seseorang dari negara kecil seperti Evelyn menikah dengan Adam?! Bagaimana mungkin dua bocah haram itu merupakan keturunan Keluarga Dean yang terhormat?!’Belum sempat Carla mengucapkan apa pun, mendadak sebu
Ucapan Evelyn membuat raut wajah Bella menjadi sangat buruk. “Dasar jal*ng! Semua orang di Capitol tahu betapa dekatnya kakekku dengan Kakek Noah! Pernikahanku dan Adam hanya menunggu waktu saja!”Kening Evelyn berkerut, tidak menyangka akan mendengar makian itu dari mulut Bella. Apakah wanita itu tidak sadar bahwa makiannya lebih cocok diarahkan kepada dirinya sendiri? Siapa sebenarnya yang sedang mengganggu calon suami orang lain?!Melihat temannya kesulitan, Carla tidak bisa diam saja. Selain itu, teringat bahwa Adam Dean sempat menegurnya karena mencari masalah dengan Evelyn, ini juga merupakan kesempatan untuk mengalihkan topik dari dirinya sendiri dan memusatkan semua perhatian pada Bella.“Itu benar! Di kalangan para nyonya dan nona muda keluarga kalangan atas Capitol, siapa yang tidak tahu rencana tetua Keluarga Dean tentang perjodohan pewarisnya dengan pewaris Keluarga Reinhard?” Carla menutup setengah wajahnya dengan kipas dan tertawa kecil. “Tuan Adam Dean, Anda mungkin tid
“Maafkan saya, Tuan Adam,” ucap Paul sembari membungkuk berkali-kali di hadapan Adam. “Saya tidak menyangka hal seperti ini bisa terjadi.” Sekarang, Adam, Evelyn, beserta dua anak mereka telah berada di ruangan kepala sekolah. Paul merasa sangat malu dan bersalah karena masalah seperti itu bisa terjadi di sekolahnya, terlebih ketika dia tidak mampu menyelesaikan hal seperti itu dengan tegas karena takut menyinggung salah satu dari orang kalangan atas itu. Terduduk di sofa yang sama dengan keluarganya, Adam berkata, “Carla Rickson.” Dia tahu nama itu dari Paul tadi. “Apa anaknya bersekolah di sini?” Paul menghela napas, tahu pertanyaan ini akan datang. “Benar, Tuan. Putra Nyonya Rickson dan juga putri Nyonya Smith bersekolah di sini,” jelasnya. Dalam hati, dia membatin, ‘Sedangkan Nona Reinhard, entah apa yang wanita muda itu lakukan mengikuti dua orang lainnya ke sini.’ Alis kanan Adam terangkat. “Smith?” ulangnya. Sekejap, dia pun langsung teringat dengan wanita yang terakhir kali
Tidak lama setelah Evelyn beserta suami dan ibunya turun dari panggung, iringan merdu piano pun terdengar. Pintu ruang pesta terbuka, membuat setiap pasang mata beralih ke arah sosok berbalut gaun pengantin berwarna putih mutiara yang berjalan memasuki ruang pesta didampingi seorang wanita dengan gaun hijau indah. Itu adalah Rena yang didampingi oleh sang nenek, Yara. Memerhatikan calon istrinya menghampiri, Dominic merasa seakan jantungnya ingin melompat keluar dari dada. Langkah Rena dalam gaun indah itu sangatlah ringan, hampir seperti melayang bak dewi yang turun dari khayangan. Bulu mata lentiknya yang bergetar mengikuti langkahnya membuat penampilan wanita itu memesona Dominic. Saat wanita rupawan itu sudah berada di hadapannya, Dominic hanya bisa membeku seperti orang bodoh, tenggelam dalam pancaran indah sepasang manik hijau yang menghipnotis itu. Dengan tangan yang telah disodorkan oleh Yara kepada Dominic, Rena yang melihat pria itu mematung konyol tersenyum geli. “Tidak
“Tidak kusangka akan tiba hari di mana Tuan Dominic Grey akan berakhir menikah,” ucap Selena, sekretaris Dominic, yang menangis haru melihat sang atasan mengenakan jas putih pernikahan, terlihat begitu cerah dibandingkan hari-hari biasanya.Di sebelah Selena, Julian menepuk-nepuk pundak wanita tersebut. “Aku paham perasaanmu.” Dia sendiri sempat merasakan hal serupa ketika Adam Dean menikah dengan Evelyn Grey.Sembari menggandeng lengan Julian, Elena memasang senyuman geli. Dengan wajah bangga, dia berkata, “Hehe, kalian kurang peka. Sedari awal, aku sama sekali tidak terkejut Adam akan berakhir dengan Evelyn dan Dominic akan berakhir dengan Rena.”Sementara para pemuda-pemudi Capitol mengomentari pernikahan Rena, di satu area khusus yang dijaga banyak pengawal berpakaian tradisional, terlihat Saraswati dan Anindita hadir bersama dengan ibu mereka, Adhisti. Ketiganya terlihat tengah berbincang ramah dengan Diandra dan Henry yang dengan mahir menjamu mereka.Tampak sosok Adhisti juga s
BUK! Suara tubuh yang terbanting ke tempat tidur empuk bisa terdengar. Hal tersebut diikuti dengan kecupan basah dan lenguhan yang saling beradu. Dalam ruang tidur di pesawat pribadi itu, Dominic tampak sedang mengungkung sosok Rena. Tangan pria tersebut menelusup masuk ke dalam pakaian gadis di hadapan, meremas sedikit dan menyebabkan sebuah lenguhan rendah untuk kabur dari bibir Rena. “Hah ….” Napas yang terengah terdengar kala ciuman mereka terpisah. “Dom …,” panggil Rena. Ujung mata gadis itu tampak sedikit merah dan basah, terlihat begitu menggoda. “Jangan sekarang ….” Mereka sekarang di mana? Di dalam pesawat dengan puluhan bawahan yang menunggu di depan ruang pribadi. Kalaupun sudah berpindah ke kamar tidur, tapi Rena tidak bisa menjamin segala hal yang terjadi dalam ruangan tersebut tidak akan didengar oleh orang-orang di luar! Sebagai seseorang yang telah berkutat dengan dunia malam, tidur dengan seorang pria jelas adalah sesuatu yang tidak begitu asing untuknya. Akan te
Adhisti tersenyum, lalu menepuk pelan punggung Rena. “Aku tidak berkata kamu akan menikah sekarang, bukan?” Dia melirik Dominic yang hanya terdiam di tempatnya selagi menatap intens ke arah Rena. “Akan tetapi, aku yakin seseorang tidak bisa lagi menunggu lama.”Satria, yang mendorong kursi roda Adhisti—Rena yakin sepertinya keduanya telah berbaikan setelah mengetahui kebenaran di balik kematian Wulan—tertawa rendah dan menimpali, “Jikalau memang kalian akan merayakannya, jangan lupa untuk mengundang kami.”Mendengar hal itu, Bhadrika langsung bersiaga dan berujar, “Tuan Putri, di hari itu, tolong infokan paling tidak satu bulan sebelum. Banyak persiapan yang perlu regu pengawal siapkan untuk memastikan keluarga kerajaan bisa pergi ke luar kerajaan.” Dia sudah memikirkan seribu satu cara untuk menjaga acara pernikahan tersebut.Rena hanya bisa tertawa mendengar ucapan semua orang. Senyuman di bibirnya merekah lebar lantaran senang semuanya berakhir baik.Pandangan Rena mendarat pada An
Menepiskan pandangan para pengunjung hotel pada dirinya, Dominic masuk ke dalam lift khusus untuk kemudian menuju penthouse miliknya.Sebelum pintu tertutup, manajer hotel tersebut berucap, “Jikalau ada yang diperlukan, silakan menghubungi saya, Tuan Grey. Saya permisi.”Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan Rena dengan hati-hati di sana. Lelah sepertinya merasuk tubuh gadis tersebut, bahkan setelah semua kericuhan untuk tiba di kamar tersebut, Rena sama sekali tidak terganggu.Tidak ingin mengusik Rena, Dominic pun keluar dari ruangan. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.“Kami sudah tiba,” ucap Dominic.“Rena … sudah menemui Eli Black?” tanya suara melantun dari ujung telepon yang lain.“Sudah.”“Apa … dia baik-baik saja?” tanya suara itu lagi.Dominic melirik ke arah Rena dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup. “Dia bertahan, Yang Mulia.”Mendengar balasan Dominic, Yara tersenyum sendu. “Bagus … itu bagus.”Dominic menjatuhkan pandangan, lal
Ketegangan di antara kedua pria asing itu membuat sejumlah pengunjung kafe dan juga pejalan kaki memerhatikan mereka. Hal tersebut membuat Rena langsung mengenakan kembali kaca mata hitamnya dan menarik ujung hoodie putih Dominic.“Kita pergi saja. Jangan menarik perhatian,” ucap Rena dengan suara rendah, takut ada yang mendengar atau mengenali dirinya.Bagaimanapun, mereka masih berada di Kerajaan Nusantara, tempat di mana dirinya sempat dikenal sebagai pewaris takhta.Mendengar permintaan Rena, Dominic pun menurut dan menghempaskan tangan Eli. Dia melingkarkan tangan di pinggang Rena dan menarik gadis itu pergi menjauh dari Eli Black.Sebelum sepenuhnya pergi, Eli sedikit berseru, “Yarena! Apa kamu akan pergi begitu saja?!”Sungguh, Eli berharap Rena akan memberikan ‘akhir’ yang dia inginkan, bukan mengabaikannya seperti ini. Atas segala dosa yang dia lakukan, Eli ingin Rena mengakhirinya dan memberikan balasan yang setimpal.Di saat mendengar pertanyaan Eli, Rena menghentikan langk
*Beberapa waktu lalu* PIP! PIP! PIP! Bunyi mesin yang mengusik telinga bisa terdengar, beriringan dengan terbukanya mata gadis tersebut. Pandangan gadis itu mendarat pada langit-langit yang putih, lalu perlahan maniknya bergeser ke kanan, pada sosok yang tertidur dalam posisi terduduk dan tangan terlipat di depan dada. “Do … minic?” Panggilan itu membuat kening sang pria sedikit berkerut, diikuti dengan matanya yang perlahan terbuka. Saat manik hitam segelap malam milik pria itu mendarat pada netra hijau sang gadis, mata pria tersebut membesar dan dia pun langsung menghampiri pinggir tempat tidur. “Rena!” seru sang pria dengan wajah lega. “Kamu sudah sadar!” Seusai mengatakan hal tersebut, Dominic pun menekan tombol merah di tembok dekat tempat tidur, lalu meraih telepon yang terhubung dengan meja jaga rumah sakit. Gegas dia memanggil perawat untuk memeriksa keadaan Rena yang akhirnya siuman setelah satu minggu tidak sadarkan diri. “Kondisi Nyonya Wijaya telah stabil, tapi per
Di seisi Kerajaan Nusantara, berita mengenai rencana pembunuhan Putri Mahkota Yarena oleh Adinasya tersebar luas. Besarnya kericuhan akibat kejadian tersebut membuat pihak istana tidak mampu menyembunyikannya, terlebih ketika satu berita kematian membuat semua orang berakhir berkabung.“Tidak kusangka bahwa Putri Mahkota akan meninggal ….”“Belum sempat dirinya mengabdi untuk kerajaan secara penuh, tapi langit sudah terlebih dahulu mengambilnya.”“Memang mantan adipati pria yang berbisa! Teganya dia mengorbankan nyawa keluarga kerajaan hanya karena dirinya berambisi terhadap takhta!? Dan lagi, orang yang dia bunuh adalah putri wanita yang dahulu dia cintai!”Komentar-komentar pedas terlontar, mengungkap rasa kecewa yang begitu mendalam terhadap Adinasya dan juga kesedihan terhadap kematian putri mahkota Kerajaan Nusantara, Yarena Sangramawijaya.Belum ada satu minggu putri mahkota itu diangkat, tapi musibah sudah menimpanya dan menyebabkan dirinya kehilangan nyawa.Namun, yang lebih m
Sang dokter terkejut, lalu melirik Yara. Walau nyawanya terancam oleh Dominic, tapi sebagai bagian dari kerajaan, dia lebih tahu kekuasaan tertinggi berada di tangan sang ratu. Wajah pemimpin Kerajaan Nusantara itu tampak tak berdaya. Karena tahu omongan Dominic bukan main-main, dia pun hanya bisa menganggukkan kepala, memberi izin kepada sang dokter untuk lanjut bertindak. Di tengah pekerjaan sang dokter, Dominic mendadak berujar kepada Yara yang berakhir juga menunggu di dalam ruangan, “Kalau sesuatu terjadi padanya … aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Mendengar ucapan itu, Yara mendengus selagi menatap sosok Rena yang tidak sadarkan diri. “Tidak perlu dirimu … bahkan aku tidak akan memaafkan diriku sendiri ….” Setelah pertolongan pertama oleh sang dokter dan kondisi Rena semakin stabil, gadis itu pun dipindahkan ke rumah sakit utama Kerajaan Nusantara. Berbeda dari penjagaan yang biasa diberikan untuk keluarga kerajaan, kali ini yang berjaga di depan ruangan Rena bukan hanya p