Share

Kelas Kating

Author: Sanskerta
last update Last Updated: 2022-01-20 23:04:02

Selesai mengajar di kelas anak-anak baru, Pram melangkahkan kakinya untuk menuju ke kelas selanjutnya. Yakni kelas para mahasiswa basi. Mata kuliah yang dia ajarkan untuk mereka adalah riset. Untuk kelas ini, Pram akan membuat kesepakatan untuk pertemuan mereka karena tak mungkin setiap minggu mereka harus berada di kelas. Mahasiswa seperti ini sudah punya kesibukan masing-masing. Ada yang magang, ada yang sudah bekerjaĜŒ ada yang job sana sini, ada pula yang menunggu nasib baik di kediaman.

Pram membuka pintu, tak seperti mahasiswa baru yang antusias, para mahasiswa yang berjumlah 72 orang ini menatap biasa pada Pram. Hanya tersenyum tipis jika saling berserobok mata.

Pram mendudukkan diri lalu menatap pada sebagian anggota kelas yang Pram hafal namanya karena mereka sering bolak-balik bertemu kaprodi. Apalagi di kelas itu lebih banyak pengurus himpunan yang sering mengundangnya untuk seminar.

Pram memang bukan orang yang sangat hafal dengan satu persatu anak didiknya, dia mengajar lebih dari sepuluh kelas setiap semesternya, tetapi dia masih bisa mengenali orang-orang yang aktif di kelasnya dan orang-orang yang bermasalah di kelasnya.

Pram membuka kelas, sekedar untuk sapaan semata.

"Mata kuliah riset 'kan?" tanya Pram basa-basi.

Mereka mengangguk serentak.

"Sistem kelulusan sekarang berbeda. Sudah dengar?"

Daffa, wakil HMJ mengacungkan tangan. "Enggak ada skripsi 'kan Pak?"

Anak organisasi memang selalu lebih dulu tahu perihal rahasia kampus.

Pram tersenyum tipis lalu mengangguk. Lainnya pun saling berbisik bahagia dengan teman sebelahnya.

"Kabar bahagia bukan itu?"

Mereka menjawab iya dengan serentak.

Seseorang dari kursi tengah mengangkat tangannya dan saat itu juga Pram langsung mengenali wajah itu dan menyadari bahwa wanita di lift tadi merupakan mahasiswinya.

Netra Pram berserobok dengan wanita itu. Jika dia menatap Pram dengan malas, maka Pram menatapnya dengan tatapan dingin. Meski begitu, bibirnya tersenyum tipis.

"Silakan," ujar Pram.

"Kalo enggak ada skripsi, diganti apa Pak? Kalo cuma lulus doang kan kaga ada nangis-nangis perjuangannya."

Pram membatin bahwa wanita itu terlalu sombong. Seingatnya wanita itu tak pernah terlihat berprestasi di kelasnya atau dia sudah mulai lupa? Pram juga tak ingat di himpunan ada pengurus berwajah chinese seperti itu. Dia juga bukan mahasiswa bermasalah di kelasnya.

Pram tersenyum tipis lalu berjalan mendekat ke arah meja mahasiswa, satu tangannya bertumpu di meja mahasiswa yang pernah bermasalah di kelasnya. Sopo namanya.

"Jurusan kita skripsi sudah dihapuskan, dan penggantinya tugas akhir kalian sebagai syarat wisuda nanti adalah membuat penelitian jurnal dan minimal terbit sinta tiga."

Merka ber-wah riah.

"Mudah bukan?" tanya Pram yang langsung diserbu oleh para mahasiswa itu.

"Pak, gimana kalo penelitian kita enggak masuk kualifikasi sinta tiga? Apakah harus mengulang?"

Pram menggeleng kecil. "Itu tidak mungkin, karena yang menjadi pembimbing proposal adalah saya sendiri, dan Prof Mesut."

Semuanya berseru heboh mendengar itu.

Pram sendiri hanya tersenyum tipis mendengar itu. Perpaduan antara dirinya dan Prof Mesut adalah duo sempurna. Dua dosen yang sangat dihindari untuk menjadi pembimbing skripsi kini menjadi pembimbing proposal satu angkatan. Mereka bisa membayangkan bagaimana judulnya yang terus ditolak. Pengalaman saat UTS mata kuliah metodologi penelitian kuantitatif maupun kualitatif.

"Seperti yang kalian tahu, semester yang lalu saya meng-handle di kualitatif dan Prof Mesut di kuantitatif. Jadi, yang ingin mengajukan judul dengan metode yang sesuai itu, silakan langsung ke dosen yang cocok. Lebih cepat lebih baik."

Mereka mengangguk-angguk.

"Karena saya tahu banyak sebagian dari mahasiswa saya yang lebih suka menggunakan metode kualitatif, jadi saya memberi kuota sebanyak 32 mahasiswa untuk menjadi anak bimbingan saya. Lebih dari itu, tetap dibimbing Prof Mesut meskipun kalian menggunakan metode kualitatif. So, tahu maksud saya bukan?"

Wajah mereka belum selesai dengan keterkejutan.

"Saya mewakili Prof Mesut, untuk mengatakan bahwa beliau menunggu kalian mengirimkan judul, permasalahan, dan metode yang akan dipakai. Waktunya bebas. Berlaku kepada saya juga. Kalian bisa mengirim kapan pun. Hari ini langsung kirim, boleh."

Mereka mengangguk-angguk dengan wajah masih terlihat takut akan ke depannya.

"Pak, ada batas waktu pengumpulan?" Kevin bertanya.

Pram menggeleng, membuat mereka menghela napas lega.

"Tapi ...."

Wajah mereka berubah, lalu berseru dengan serentak,

"Kaaaaaan, sudah kuduga pasti engga segampang itu."

"Engga ada tenggat waktu, tapi entar seolah kita dikejar waktu."

"Engga mungkin semulus itu, percaya deh."

"Udah gue duga."

Pram tertawa renyah mendengar keluhan itu. "Padahal saya belum menjelaskan maksud dari kata tapi saya."

"Sudah ketebak Pak. Empat semester bersama Pak Pram, sudah mampu menghapalnya," celetuk Jarwo di kursi belakang dengan wajah lesu.

Beda dengan para mahasiswa, Pram malah tersenyum geli.

"Ya, dari saya maupun Prof mesut nggak ada tenggat waktu. Hanya, kaprodi ingin semester ini semuanya sudah ujian sempro. Kalo telat bagaimana? Ya, ditanggung penumpang. Jurusan sudah menyiapkan jadwal ke depannya untuk kalian, kalo kalian enggak pake ya ... terserah. Beliau tidak ikut campur, kalian sendiri yang harus mandiri. Kalo kalian telat semester ini, semester depan saya juga memegang adik tingkat kalian. Tentu atensi saya untuk kalian berkurang. Lalu jika penelitian kalian tidak masuk sinta tiga siapa yang salah?"

Mereka mengangguk-angguk.

"Dua minggu ke depan saya akan membimbing judul, satu minggu setelahnya abstrak. Lalu bulan depan metadata dan instrumen penelitian. Bulan depannya lagi metode dan pendahuluan. Bulan November-Desember kalian mulai ujian sempro ke pembimbing masing-masing."

"Pembimbingnya Pak Pram sama Pak Mesut juga?"

Pram menggeleng lalu mengangguk, membuat mereka bertanya-tanya apa maksudnya.

"Bisa iya, bisa tidak."

Mereka masih bingung dengan ucapan Pram.

"Yang menguji kalian langsung dosen pembimbing sampai akhir penelitian. Kalo dospem kalian saya, ya ... saya. Kalo Bu Devi ... ya, Bu Devi. Atau Bu Salisa dan Prof Mesut juga bisa."

Mereka terlihat mengangguk, membuat Pram tahu bahwa penjelasannya dimengerti oleh mereka.

"Oalah, jadi Pak Pram dan Prof Mesut hanya membimbing proposalnya saja. Lalu untuk seterusnya sampai akhir akan dibimbing oleh dosen pembimbing skripsi gitu, ya, Pak? Tapi ada kemungkinan dari kami juga mahasiswa bimbingan Bapak karena Bapak juga termasuk salah satu dospem skripsi?" tanya Adit dengan memperjelas ucapan Pram.

Pram mengangguk mantap. "Bingo," katanya.

"Oh, iya, biar tidak bolak-balik dan sia-sia. Siapkan sepuluh judul penelitian, ya."

Mereka berseru heboh lagi. Kali ini dengan keluhan dan tebak-tebakan siapa yang akan jadi dosen pembimbing mereka.

Pram tersenyum mendengar itu. Dia pun tak tahu siapa mahasiswa yang akan dia bimbing, karena pengelompokannya dilihat dari topik mereka sesuai yang dipegang oleh tujuh dosen yang akan menjadi dosen pembimbing.

***

Selesai kelas tepat pukul satu siang. Belum makan siang dan cacing di dalam perut Pram meminta untuk diberi asupan. Sebenarnya Pram ingin langsung meninggalkan kampus, tetapi sangat nanggung. Jadi, dia mengabarkan pada mahasiswa bimbingannya tahun kemarin yang ingin bimbingan dengannya maka ke kampus sekarang, karena dia sedang ada waktu luang.

Pram meletakkan tas laptopnya di meja kerja, lalu ketika berbalik, Salisa masuk ke dalam ruang dosen.

"Udah makan siang?"

Salisa menggeleng dengan lesu.

"Mau Go-Food atau ke kantin?"

Wanita dengan rambut panjang yang dikucir rapi itu terlihat bersemangat ketika mendengar kata terakhir dari Pram.

"Gue ngidam mie ayamnya Mang Karim. Ayo! " katanya sembari langsung berbalik ketika selesai meletakkan tasnya dengan sembarang.

Pram menggeleng. "Ngidam apaan, laki juga belum ada lu."

Dia pun mengambil tas laptop Salisa, lalu meletakkan di kursi kerja wanita itu. Setelahnya dia ikut pergi dari sana.

"Semoga aja kantin enggak rame," ujar Salisa dengan tangan yang memohon pada Tuhan.

Pram terkekeh, lalu dia menatap jam yang melingkar dipergelangan tangannya. "Udah lewat satu jam istirahat seharusnya agak enggak rame-rame amat, ya."

Salisa mengangguk setuju. Area kampus juga agak sepi. Ada dua kemungkinan. Bisa saja para mahasiswa pulang, atau sudah masuk kelas.

Seperti yang sudah diprediksi, kantin terlihat sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang sedang nongkrong ria.

Salisa segera memilih tempat duduk, sedangkan Pram langsung menuju ke tempat penjualnya. Tak perlu menyebutkan apa pesanan sahabatnya itu, Pram sudah langsung tahu. Pasti mie ayam dengan pangsit yang lebih dan minumnya es teh.

Setelah mendapatkan pesanannya, Pram langsung menuju meja yang dihuni oleh Salisa.

"Sal—"

"Ssst."

Salisa menghentikan panggilan Pram, lalu segera melambai agar Pram langsung duduk tanpa mengatakan apa pun.

Pram patuh meski wajahnya bertanya-tanya apa maksudnya.

"Makan sambil dengerin mahasiswa yang ngomongin lo itu nikmat banget," bisik Salisa dengan mata menyiratkan orang di belakang Pram sedang membicarakannya.

Pram ingin menegur mahasiswanya itu, tetapi Salisa menghentikannya.

"Dengerin aja, seru, nih," katanya.

Pram hanya bisa menuruti kemauan Salisa. Dia pun melahap mie ayamnya diiringi backsound tiga mahasiswa--diantaranya satu perempuan dan dua lelaki--di belakangnya yang sedang menjulidinya. Saking serunya bahkan mereka tak melihat Pram yang jelas-jelas berjalan di belakang mereka tadi, tak terlihat.

"Kak."

Dua orang mahasiswa datang dan ikut menimbrung dengan tiga orang tadi.

"Seru banget kayaknya, lagi ngomongin apa?"

"Pak Pram," jawab seorang wanita yang duduk membelakangi Pram.

"Eh, gue juga tadi diajar Pak Pram, Kak. Baik banget sumpah, ganteng lagi, murah senyum juga. Umur berapa sih beliau?" tanyanya dengan suara yang mengagung-agungkan Pram.

"37," celetuk seseorang dengan acuh tak acuh.

"Hah?! Kok awet muda bangeet. Gue kira 28-an gitu."

Pram tersenyum bangga mendengarnya.

Salisa memanggilnya dengan kode.

"Anak baru pasti?" tanyanya di akhiri dengan satu alis yang naik lalu turun lagi seiring dengan kekehannya yang keluar.

"Emh, Dek, Dek. Jangan kepincut sama tampangnya iblis berwajah malaikat," ujar seseorang di belakang Pram yang membuatnya memasang telinga untuk mendengar rumor tentangnya.

"Kenapa, Kak?"

"Yah, lu enggak tahu aja. Jelasin Chel," ujar lelaki itu pada wanita di belakang Pram.

"Kerja rodi, kerja paksa. Itu kami, wahai reksa."

Semuanya terkekeh.

"Jangan terlena dengan perkataan manisnya, Dek. Karena sebenarnya itu jebakan Batman."

Mahasiswa yang Pram tebak sebagai anak baru itu bertanya karena tak paham.

"Kamu baru diajar sekali?"

Anak itu tak menjawab, tetapi Pram menebak bahwa dua orang itu mengangguk.

"Em, bentar biasanya kalo maba awal pertemuan itu perkenalan sama ngasih tahu peraturan, ya, kan?"

Dua maba tadi tak menjawab lagi.

"Nah, jangan sekali-kali ngelanggar peraturannya."

"Kenapa? Bukannya engga ada hukumannya."

Satu mahasiswa menggebrak meja, membuat Pram menoleh. Pelakunya adalah lelaki yang duduk di samping wanita di belakangnya.

"Itu jebakan Batman-nya. Kalo kamu melanggar, kamu akan ditandai dan setiap kuis kamu akan paling dicecar."

"Hah? Emang iya Kak?"

"Ga percaya? Cobain aja. Gue udah buktiin sendiri. Hidup gue empat semester kemarin kaga tenang, Cuy."

"Hih, gamau."

Salisa terkekeh mendengar itu. Wajahnya sampai merah menahan tawanya agar tak tumpah.

Pram pun membalik duduknya menghadap ke arah gerombolan itu. Dia pun berdehem agar mereka kompak menoleh ke arahnya.

Dan seketika dia menemukan dua lelaki yang biasa membuat masalah di kelasnya serta satu wanita yang tadi berada di lift bersamanya. Dua maba tadi tak dia kenal tapi sepertinya yang maba kelas pagi tadi.

Mereka kompak terkejut melihat dosen yang mereka omongi ternyata mendengarkan sejak tadi.

"Sopo, Jarwo. Siapkan dua puluh judul, ya. Itu perlakuan khusus dari saya untuk mahasiswa yang saya tandai," ujar Pram diiringi senyum tipis yang mengerikan menurut para mahasiswanya.

"Dan kamu ... nama lengkapnya?"

"Jangan dikasih Chel," bisik Sopo dengan takut-takut.

Jarwo mengangguk menyetujui.

Sedangkan wanita itu mengerjap beberapa kali sebelum menyuarakan nama lengkapnya.

"Esthel Rachel Gunawan," ujarnya lirih. Dia menatap Pram takut-takut, sedangkan Pram masih tersenyum tipis.

"Lima belas judul yang harus kamu ajukan."

***

Related chapters

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Lagi-Lagi Tempat Penitipan

    Makan malam Pram dengan Salisa harus dia tunda akibat orang tuanya ingin makan malam dengannya. Dia tak bisa menolak karena momen makan malam bersama di tahun ini bisa diingat hanya berapa kali. Tak sesering dulu karena orang tuanya sangat sibuk ke luar negeri."Papa ngundang Pak Gunawan dan istrinya juga," ujar Hilda, mamanya.Pram yang baru datang mengangguk. Dia tak keberatan siapa pun yang diundang orang tuanya."Apa kabar, Ma?" tanya Pram sembari memeluk dan mengecup pipi mamanya.Hilda tersenyum tipis. "Baik. Kamu?""Tentu saja seperti yang Mama lihat."Wanita itu tersenyum bahagia mendengar itu. Pram pun beralih menyapa papanya yang masih sibuk dengan ponsel. Setelah itu dia mengambil tempat duduk di samping mamanya."Engga ada kandidat calon buat dikenalin ke Mama, nih?"Jika biasanya orang-orang seumuran Pram yang belum menikah ak

    Last Updated : 2022-01-20
  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Big No!

    "Esthel, sini bentar."Panggilan dari mamanya membuat wanita dengan setelan santai itu mendekat ke arah mamanya berada."Mama pulang nanti malam," ujar Ajeng pada anak tunggalnya.Wanita muda itu terlihat menahan senyum bahagianya."Mama kok cepet banget di sininya? Engga mau satu bulan gitu?" tanyanya dengan nada yang dibuat sedih.Ajeng menghela napas mendengar itu. "Yaudah, Mama sebulan di sini."Sekarang wajah wanita muda itu gelagapan. "Eh, kata Papa, kalian lagi sibuk launching produk baru. Kalo ditinggal kan nggak baik, Ma," ujarnya beralasan dan Ajeng tahu akan maksud ucapan itu. Dia hanya menggertak anaknya.Gunawan datang dari arah dapur. "Papa sendirian nge-handle bisa, tuh. Kayaknya kamu aja yang nggak mau kami di sini," ujarnya sembari membawa sepiring buah naga.Wanita muda itu melipat bibirnya ke dala

    Last Updated : 2022-01-20
  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Surat Kesepakatan

    Setelah kepergian para orang tua, kini tinggallah Pram dan Rachel dalam ruangan selebar itu. Rachel bingung akan melakukan apa karena barang-barangnya sudah ditata oleh mamanya."Kita bicara sebentar bisa?"Pram yang berjalan di belakangnya berbicara, membuat Rachel berbalik menoleh ke arahnya."Tentang?""Kesepakatan."Rachel pun mengangguk. Iya, harus ada kesepakatan di antara mereka, agar dosen itu tak semena-mena. Ya ... meskipun yang berpotensi untuk semena-mena adalah dirinya sendiri.Pram menuju sofa yang tadi diramaikan oleh keluarganya.Setelah Rachel duduk, Pram mengeluarkan dua lembar kertas HVS lengkap dengan bolpoin yang dia ambil dari bawah meja."Tulis hal-hal yang kamu ingin sepakati dengan saya. Saya juga akan menuliskannya."Rachel mengangguk tanpa bertanya lagi, dia pun segera menulis semua hal yang ada

    Last Updated : 2022-01-20
  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Hari Pertama Yang Menyebalkan

    Pukul lima pas, Pram keluar dari kamarnya sembari melakukan streaching agar peredaran darahnya lancar. Kakinya dengan langkah ringan berjalan ke arah sakelar lampu berada. Mematikan satu persatu lampu yang semalam tak sempat dia matikan karena dia terlelap tanpa direncanakan. Setelah itu dia berbalik ke arah dapur untuk menyeduh kopi instan. Pagi yang hambar jika tanpa sebuah minuman pekat menyegarkan mata.Selesai melarutkan bubuk itu, Pram berjalan lagi ke arah ruang santai. Berdiri di depan ruangan dengan pemandangan yang langsung disajikan hamparan gedung-gedung di sekitar gedung apartemen Pram berhalangkan smart glass. Sembari meminum sedikit demi sedikit kafeinnya, Pram menata hal-hal yang akan dia lakukan seharian itu dalam pikirannya.Seketika Pram ingat bahwa dia tak tinggal sendirian. Ada Rachel juga yang harus Pram ajak untuk melakukan aktivitas harian bersamanya.Pria itu meletakkan cang

    Last Updated : 2022-02-02
  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Hari Pertama Yang Menyebalkan 2

    Setelah dari mesin cuci tadi, Rachel memilih untuk mengambil ponselnya untuk menghubungi teman-temannya."Mau kemana kita hari ini, yaaaa?"Rachel bermonolog sembari menunggu panggilan videonya tersambung dengan para sahabatnya.Adit, Sopo dan Jarwo namanya. Tiga lelaki dengan tingkah laku bikin tepok jidat yang sayangnya merupakan sahabat Rachel. "Widih, apartemen baru, nih? Pesta kagak?" Satu suara yang sangat dikenal menyambut ketika video tersambung. Lelaki gendut dengan rambut keriting dan kaca mata minus di batang hidung merupakan pelakunya. Namanya Sopo.

    Last Updated : 2022-02-02
  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Ke-gep Nggak Tuh

    Setelah kepergian Pram, Rachel bernapas lega. Dia pun bersiap-siap karena memiliki janji dengan para sahabatnya. Siapa lagi kalo bukan Adit, Sopo, dan Jarwo.Sebenarnya itu bukan nama mereka. Itu panggilan kesayangan Rachel pada tiga orang itu. Namun meski begitu, Rachel mengambilnya dari potongan nama mereka, bukan sembarangan ambil nama tokoh kartun, dan kebetulan semuanya tepat. Sehingga Rachel mencocokkan semuanya.Seperti Adit. Nama asli lelaki itu adalah Rakrya Ditya. Lalu Sopo dari Prakoso Poli. Dan terakhir Jarwo. Ganjar Wobikarsono. Kebetulan yang sangat pas bukan?Setelah siap dengan dandanannya, Rachel segera turun. Menghampiri Adit yang sedari sepuluh menit lalu menunggunya di depan gedung."Om lo kaya, ya?"Sambutan dari Adit bukan tentang kabarnya, melainkan tentang om bohongannya yang tentu saja Pram maksudnya.Rachel mengangguk tak acuh. Dia segera masuk di

    Last Updated : 2022-02-02
  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Lah, Suka-Suka Saya

    Dari sekian banyak hal baik yang dilakukan oleh Rachel, dia tak menyangka bahwa hal jelek terus yang akan tampak di mata dosennya itu. Ini baru hari kedua sejak wanita itu kenal secara personal dengan Pram. Namun tak ada hal baik sedikit pun yang bisa dia tampakkan padanya. Selalu kejelekan. Sampai-sampai Rachel malu sendiri mengingatnya.Sejujurnya, bangun pagi dibangunkan oleh pria merupakan hal yang nggak banget untuk diceritakan pada siapa pun. Itu aib bagi Rachel. Dia juga seorang wanita yang ingin dipandang dari sisi baiknya, apalagi di depan lawan jenis yang super tampan dan holkay. Sebenarnya dia ingin sekali bangun pagi. Memberikan kesan baik pada pria tampan itu setidaknya dengan bangun lebih dulu. Sayang seribu kali sayang kebiasannya yang selalu bangun telat terbawa sampai detik ini.Rachel duduk dengan canggung di sofa. Bayu di sebelahnya juga. Dia terlihat salah tingkah ketika matanya berserobot dengan dua dosen di depannya.

    Last Updated : 2022-02-02
  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Sapa Suruh Nyebelin!

    Pulang dari rumah Sopo, Rachel melihat ke arah jam tangannya. Sudah pukul sebelas malam dan dia baru saja sampai di apartemen dosennya.Wanita dengan jeans dan tank top rib-nya berjalan santai ke arah dapur. Tangannya menaruh kemeja yang tadi dia pakai tetapi dia buka karena kegerahan, juga tas slempangnya ke atas meja dapur.Suasana yang remang-remang membuat bulu kuduknya merinding. Rachel termasuk pasukan remaja yang takut dengan mati lampu dan dia sekarang berada di dapur dengan lampu remang-remang. Mitos konon katanya setan selalu berada di atas kompor atau di belakang pintu kulkas jika buka malam-malam. Naasnya, Rachel akan membuka pintu kulkas itu karena mineral semuanya berkumpul di sana. Jika saja dia tahu di mana sakelar lampunya, pasti Rachel akan menghampiri tempat itu lebih dulu, sayang dia orang baru di sana.Rachel berniat mengurungkan niatnya itu, tetapi tenggorokannya seret akibat memakan bakpia m

    Last Updated : 2022-02-05

Latest chapter

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Perkara McD!

    Di pagi hari, seperti biasa Rachel akan dibangunkan oleh Pram untuk olahraga, bersih-bersih dan memasak.Hari ini Pram berangkat kerja siang, jadi Pram sedikit lembut pada Rachel dan tak memburu-burunya."Pak, hari ini beli McD, ya?"Rachel berucap ketika mereka telah selesai membersihkan seluruh penjuru apartemen itu. Pram merupakan orang yang teliti, di waktu seperti ini, pria itu biasa membersihkan apartemennya lebih intens daripada hari-hari biasanya, apalagi ketika hari libur, membuat Rachel jengkel setengah mati. Dia yang selalu ogah-ogahan mengerjakan sesuatu dituntut untuk ikut bersifat teliti dan sungguh-sungguh seperti dosennya itu. Jika tidak, you know-lah apa yang akan terjadi. Sangunya diancam akan semakin menipis. Ya ... meskipun selama beberapa hari itu ancaman Pram tak pernah terjadi. Namun Rachel tetap berhati-hati, uangnya tak cukup untuk apa pun, tetapi masih akan dipotong. Ke lau

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Panas, yaaaa?

    Rachel membersihkan dirinya setelah dipaksa Pram menata segala belanjaannya. Tak hanya itu, Pram sekaligus menyuruh Rachel membersihkan kamarnya. Tentu dengan pengawasan dosennya itu karena jika tak begitu, maka seluruh area kamarnya tak sebersih itu sekarang. Lihat, bahkan keranjang baju kotornya saja bersih karena Pram ingin Rachel mencuci bajunya detik itu juga.Setelah selesai membersihkan diri, Rachel menatap jam di dinding. Sudah pukul tujuh malam. Tak terasa, ternyata Rachel menghabiskan satu jam sendiri untuk memanjakan tubuhnya.Sembari menelepon Bayu, Rachel sembari memakai skincare malamnya. Katanya, rangkaian perawatan wajah lebih efektif saat dipakai pukul sembilan malam. Namun, jika nanti-nanti maka Rachel akan malas. Jadi, Rachel memakai skincare-nya se-mood hatinya saja. Untung saja tetap memberi efek bagus pada kulitnya."Bi, nginep sini, yuk. Besok aku libur k

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Om-Om Kece

    Pertemuan tadi mengantarkan Pram pada suasana pembulian di antara teman-temannya. Namanya yang terus suci—meski dia tak sesuci itu, jadi tercoreng. Di sana rasanya Pram ingin melahap Rachel hidup-hidup. Apalagi ketika melihat wajah mahasiswanya itu yang terlihat tanpa dosa setelah mengatakan hal fitnah.Kini, Pram dan Rachel beserta enam pria dewasa tadi memilih untuk berkumpul di salah satu kios restoran untuk mengisi perut mereka di siang hari itu."Ketemu di mana sama ini om-om renta?"Raka, sahabat Pram dengan kemeja biru dan celana putih tadi yang bersuara.Pram tak terima dituakan, meski memang umurnya hampir menuju angka empat. "Gue renta, lu apaan? Fosilnya renta? Inget, baru kepala empat lo. Jan belagak masih kepala tig

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Makanya Jangan Nantang!

    Setelah dari market meski dengan wajah masam, Pram masih mau mengantar Rachel ke mal untuk membeli skincare. Mungkin dosennya itu malas berhadapan dengan drama-drama yang akan dibuat Rachel."Ambil sebutuhnya aja," peringat Pram yang membuat Rachel merotasikan bola matanya."Iya, iya Pak! Harus berapa kali lagi sih ngomong gitu.""Kamu orangnya boros! Makanya harus diingetin terus biar nggak kalap."Semakin dilarang, maka seperti suruhan bagi Rachel. Tenang, Pram akan merasakan jengkel jilid dua untuk hari yang sama."Dih, kalo nggak percaya yaudah ikut masuk aja," celetuk Rachel.Pram mengangguk, lalu segera melangkahkan kakinya ke dalam kios serba pink itu.Lah, benaran masuk. Padahal Rachel berkata asal saja.Akhirnya Rachel membuntuti Pram. Dia mengambil keranjang sebelum akhirnya berjalan memburu barang skincare

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Menghabiskan Uang Dosen

    Rachel berjalan cepat di belakang Pram karena langkah dosennya itu lebar sekali."Pak! Kita nggak dikejar setan!" ujar Rachel pada akhirnya karena lelah mengikuti jejak Pram.Pria dengan kemeja hitam dan celana cokelat susu itu berhenti lalu menoleh ke arah Rachel yang terlihat berada di belakang beberapa langkah.Pria itu mengangguk, lalu berjalan santai sembari melihat ponselnya.Rachel mendekat dan menyamai langkah Pram. Mereka saat ini berada di area parkiran menuju lantai di mana big mart berada. Berjalan bersama memasuki gedung betingkat-tingkat itu."Ambil yang dibutuhkan aja," peringat Pram sembari mendorong troll yang baru dia ambil.Rachel merotasikan bola matanya mendengar itu. Ketika dosennya itu tak melihatnya, Rachel berkata lirih, "Nyenyenyenye." Sembari mencakar angin.Pram tahu Rachel bertingkah aneh di belakangnya, tetap

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Ribut Masalah Sepele

    Sejak Rachel mengetahui kelemahan Pram, wanita itu mulai menyusun strategi. Sepertinya menjahili dosennya itu seperti tadi menyenangkan sekali. Apalagi ketika melihat Pram tak berkutik ketika Rachel dekati. Lucunya lagi sampai menahan napas. Benar-benar kolot, batin Rachel.Rachel sekarang berada di balkon, menikmati suasana pagi dengan sinar yang baik untuk tubuh. Kakinya berselonjor di kursi santai dengan tangan yang terlipat di belakang kepala sebagai bantal. Dilihat-lihat, Rachel seperti berjemur di pantai. Untuk saja dia tak memakai bikini.Setelah menyicil judul-judul penelitian yang akan disetorkan ada Pram, Rachel tak tahu lagi akan melakukan apa. Tiga sahabatnya sedang sibuk aktivitas masing-masing. Pacarnya sedang sibuk magang. Ingin bertemu dengan teman wanitanya tetapi Rachel sedang tak pegang duit.Bertemu dengan para wanita tanpa uang di kantong bukanlah ide bagus. Pertemanan Rachel dengan mereka han

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Makan Gosong

    Setelah drama bangun tidur tadi, Rachel tak berhenti di situ. Dia masih mencari gara-gara agar Pram semakin kesal dengannya. Seperti saat ini, saat tengah lari pagi, Rachel malah berjalan dengan santai di belakang Pram seoalah wanita itu sedabg menikmati udara segar pagi. Sehingga Pram yang sudah jauh di depannya harus mundur kembali untuk menceramahi Rachel."Santai, atuh, Pak. Dikejar apa sih? Udara pagi itu harus dinikmati," ujarnya dengan berlagak menghirup udara.Pram menghela napas. "Lari atau saya potong uang jajan kamu?""Dih, mainnya gitu, nggak seru deh," gerutu Rachel yang mau tak mau harus memilih lari. Uang tiga ratus kemarin kurang, apalagi jika masih dikurangi. Kemarin cukup karena para sahabatnya mentraktirnya segala macam dan pulang pergi dijemput oleh Adit. Entahlah hari ini bagaimana Rachel akan menjalani harinya.Berlari sedikit, Rachel sudah sesak napas. Pram di belakangnya terkekeh, t

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Sapa Suruh Nyebelin!

    Pulang dari rumah Sopo, Rachel melihat ke arah jam tangannya. Sudah pukul sebelas malam dan dia baru saja sampai di apartemen dosennya.Wanita dengan jeans dan tank top rib-nya berjalan santai ke arah dapur. Tangannya menaruh kemeja yang tadi dia pakai tetapi dia buka karena kegerahan, juga tas slempangnya ke atas meja dapur.Suasana yang remang-remang membuat bulu kuduknya merinding. Rachel termasuk pasukan remaja yang takut dengan mati lampu dan dia sekarang berada di dapur dengan lampu remang-remang. Mitos konon katanya setan selalu berada di atas kompor atau di belakang pintu kulkas jika buka malam-malam. Naasnya, Rachel akan membuka pintu kulkas itu karena mineral semuanya berkumpul di sana. Jika saja dia tahu di mana sakelar lampunya, pasti Rachel akan menghampiri tempat itu lebih dulu, sayang dia orang baru di sana.Rachel berniat mengurungkan niatnya itu, tetapi tenggorokannya seret akibat memakan bakpia m

  • Gairah Cinta Tak Memandang Usia   Lah, Suka-Suka Saya

    Dari sekian banyak hal baik yang dilakukan oleh Rachel, dia tak menyangka bahwa hal jelek terus yang akan tampak di mata dosennya itu. Ini baru hari kedua sejak wanita itu kenal secara personal dengan Pram. Namun tak ada hal baik sedikit pun yang bisa dia tampakkan padanya. Selalu kejelekan. Sampai-sampai Rachel malu sendiri mengingatnya.Sejujurnya, bangun pagi dibangunkan oleh pria merupakan hal yang nggak banget untuk diceritakan pada siapa pun. Itu aib bagi Rachel. Dia juga seorang wanita yang ingin dipandang dari sisi baiknya, apalagi di depan lawan jenis yang super tampan dan holkay. Sebenarnya dia ingin sekali bangun pagi. Memberikan kesan baik pada pria tampan itu setidaknya dengan bangun lebih dulu. Sayang seribu kali sayang kebiasannya yang selalu bangun telat terbawa sampai detik ini.Rachel duduk dengan canggung di sofa. Bayu di sebelahnya juga. Dia terlihat salah tingkah ketika matanya berserobot dengan dua dosen di depannya.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status