Elvano perlahan-lahan membuka jendela kamar Rubby. Sinar matahari pagi itu menghiasi wajah cantik yang tengah tertidur lelap dan pulas, menampakkan sisi polos Rubby yang tak pernah terlihat saat ia merajuk. Elvano tersenyum, menyimpan kejutan kecil di balik punggungnya."Hei, monster kecilku, sudah saatnya terbangun," ujar Elvano pelan, dengan menepuk-nepuk pelan wajah Rubby.Rubby yang masih terlelap dalam tidurnya, mendengus sebelum akhirnya membuka matanya dan menatap Elvano dengan ekor mata. Gerakannya lambat, tak ingin melepaskan genggaman dari mimpi indah yang nyaris membuatnya melupakan kisruh yang terjadi semalam."Hmm ... Paman, mengapa kamu membangunkanku pagi-pagi begini? Apakah Paman ingin menggoda ku?" balasnya dengan suara yang lemah, seraya merajuk.Elvano tertawa kecil dan mengangkat kejutan yang tersimpan di balik punggungnya. "Ini dia, Rubby. Aku membawakan mu sarapan spesial yang kupersiapkan. Mungkin ini bisa mengobati kekesalan mu tadi malam," katanya sambil melet
Rubby dan Elvano tiba di gedung perusahaan Patrice, Almero dan Soraya sudah menunggu di ruang rapat. Mereka terlihat agak tegang, namun tetap ramah saat menyambut kedatangan Elvano dan Rubby."Rubby, kamu tampak cantik sekali! Sementara itu, Elvano, aku senang melihat kamu dalam keadaan yang baik," ujar Soraya ramah."Tidak perlu basa-basi. kita langsung ke intinya saja." kata Rubby dengan nada sinis.Elvano mengejapkan matanya, sedikit terkejut dengan nada Rubby yang tiba-tiba berubah. Namun dia mengangguk dengan setuju dan segera membawa diskusi ke topik yang serius. "Baiklah, kita akan membahas rencana pengalihan Grup Anderson kepada pewaris yang sesungguhnya. Yaitu, Rubby Anderson. Jadi, aku sudah katakan. Jika kalian datang ke grup Pratoce, itu artinya kalian setuju dengan pengalihan ini beserta syarat-syaratnya," ucap Elvano membuka percakapan. Walaupun Almero dan Soroya sudah tahu mengenai syarat-syarat yang diajukan, mereka berdua masih terlihat agak ragu namun tertarik denga
"Paman, terima kasih karena sudah mengembalikan Anderson kepadaku dan juga ibuku," ucap Rubby saat Soraya dan Almero sudah berlalu pergi. "Kemari dan duduk di sini." Elvano menepuk-nepuk pahanya. Meminta Monster Kecilnya untuk duduk di pangkuan. Rubby yang duduk di sofa berlari kecil. Dengan manja, wanita itu duduk di pangkuan Elvano, mengalungkan kedua tangannya di leher pria yang berbeda umur 14 tahun itu."Setelah ini, kau ingin apa?" tanya Elvano. "Umm ...," Rubby terlihat berpikir, dia bingung harus berbuat apa ke depannya. "Aku tidak tahu, Paman. Ku rasa, jarak antara pernikahan kita tinggal sedikit lagi, ya, Paman," ucap Rubby, wajahnya tersirat kesedihan saat dia berkata demikian. Ada perih saat mendengar Rubby mengatakan hal demikian. Namun, dia juga tidak bisa egois. Rubby masih muda dan pernikahan ini hanyalah pernikahan kontrak. Jika Rubby ingin pergi meninggalkannya, tentu Elvano harus berlapang dada menerima hal itu. Meski dia memohon agar Rubby tetap berada di sisiny
"Paman, aku ingin itu," tunjuk Rubby ke arah penjual kaki lima saat mobil yang dikendarai oleh Elvano berhenti karena lampu merah."Kamu ingin gulali? Kamu ini sudah dewasa, loh! Jangan makan yang manis-manis karena kamu sudah manis. Diabetes aku lama-lama," ucap Elvano."Aku ingin, Paman. Sejak menikah dengan paman, aku sangat jarang membeli jajanan," Rubby terlihat menekuk wajahnya.Tit... Tit... Tit!Suara klason mobil dari beberapa pengendara lainnya mengagetkan Elvano. Dia dengan cepat menepikan mobilnya di bahu jalan karena tidak ingin Monster Kecilnya itu merajuk."Oke, aku belikan, tapi ingat ya, satu saja. Setelah itu kita ke rumah ibu untuk mengajak ibumu makan malam bersama sekaligus memberikan kabar gembira jika Anderson kini sudah menjadi milikmu," ucap Elvano.Rubby mengangguk. "Umm... Baik, aku setuju jika demikian."Elvano mengelus pucuk kepala Rubby dengan sayang sambil tersenyum. "Tunggu di sini, aku akan pergi membelikan untukmu.""Oke!"Elvano segera turun dari mobi
"Tuhan, tolong! Selamatkanlah Monster kecilku. Aku belum sanggup kehilangan dia. Kuharap Engkau mengabulkan permohonanku," pinta Elvano dalam doa yang dia panjatkan.Samar-samar, Elvano mendengar suara derap langkah kaki orang berlari. Kini, bajunya terdapat darah yang masih menempel. Elvano segera berdiri, dia menatap ke arah Andre dengan air mata yang seketika tumpah."Bro...," ucapannya tergantung, dia memeluk tubuh Andre dengan punggung bergetar."Vano, tenang, tolong kontrol dirimu. Semoga Rubby tidak apa-apa," ucap Andre dengan lirih, dia mengusap punggung Elvano, mencoba memberikan kekuatan dari usapannya."Aku tidak akan memanfaatkan diriku sendiri, Ndre, jika terjadi sesuatu kepada Rubby. Karena aku telah gagal menjaganya," ucap Elvano di sela tangisnya.Andre meneguk salivanya dalam-dalam, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menghibur Elvano. "Kau tidak gagal menjaganya, Vano. Ini bukan salahmu. Kita semua tahu betapa kau
Keringat dingin mulai mengucur di dahi Vina. Ia tidak menyangka bahwa perkenalan ini akan berlangsung begitu terbuka dan menegangkan. Namun, Gio tetap berdiri di sampingnya, menunjukkan dukungan yang tidak goyah.Sergio menatap ke arah Bella, adiknya. "Kau mengkhawatirkan tentang keluarga Vortex? Aku yang akan menemui mereka dan menjelaskan semuanya!" ujar Gio penuh ketegasan."Kau pikir kau berhadapan dengan siapa, Sergio Emerson! Kau datang membawa aib dan ingin menjelaskan masalah ini kepada Vortex bersama wanita tidak tahu diri ini?" Julius angkat bicara. Dia menatap ke arah Vina dengan tajam.Vina tertunduk. Ternyata, dugaan Vina yang membayangkan keluarga Sergio ramah dan hangat hanya khayalannya saja. Nyatanya, mereka yang berada di dalam ruangan ini menatapnya dengan sinis dan memberikan pandangan mencemooh."Ini sudah keputusanku! Keberatan dan tidak, aku akan menikahinya. Karena dia sedang mengandung anakku!" jawab Gio penuh keyakinan.
"Aku sudah terlanjur nyaman denganmu, Monster Kecil. Apakah kita tidak memikirkan untuk melanjutkan pernikahan ini saja?"Dalam kondisi kritis, Rubby membayangkan setiap ucapan Elvano kepada dirinya. Semua kenangan indah kini terlintas di dalam mimpi indah yang tidak tahu dirinya kapan terbangun dari koma."Mommy, atu pamit. Mommy halus bangun, ya! Atu sudah menukal kehidupanku untuk Mommy," ucap seorang anak kecil, namun bentuk anak itu tidak terlihat."Siapa? Siapa yang berbicara?" panggil Rubby, dia mencari-cari asal suara itu berada."Mommy, mestipun tita tidak pernah bertemu di dunia nyata, atu tahu tamu sangat mencintaitu. Atu ingin Mommy tahu bahwa atu selalu besertamu sebagai penjaga dan atu senang melihatmu bahagia dengan Daddy. Jangan takut dan jangan panik, Mommy. Atu sudah memberikan kehidupanku untukmu supaya Mommy bisa bangkit lagi. Jadi, Mommy, bangkitlah dan hiduplah dengan penuh cinta bersama Daddy," ucap anak kecil tersebut denga
"Vina, tolong jangan keras kepala, sialan! Haruskah kau membuatku mengemis kasih kepadamu? Ku bilang berhenti!" Sergio berlari mengejar Vina. Ketika jaraknya sudah dekat, Sergio mencengkram lengan Vina dengan kuat, memaksa Vina untuk menatapnya. Saat berhadapan dengan Sergio, kepala wanita itu tertunduk.Dengan mata sembab, Vina menatap Sergio dengan tatapan kebencian. "Tolong jangan mempermainkanku, pecundang! Demi kucing yang sedang bermain piano, Gio. Aku benar-benar muak dengan sikapmu." Kali ini, Vina berusaha untuk tegas."Tidak perlu menasehatiku, Elvina! Apa kau ingin mati kedinginan di sini? Maka ikutlah denganku."Tanpa menunggu jawaban Vina, Sergio menarik tangan Vina. Sergio pun segera menahan taksi untuk menuju ke sebuah tempat. Kali ini, Sergio tidak memakai mobil. Dia ingin terbebas dari keluarganya. Dengan tidak memakai fasilitas keluarganya, Sergio merasa jauh lebih aman."Sebenarnya kita ingin kemana?" Vina membuka suara ketika t