"Siapa wanita yang mengangkat telepon tadi?" Rubby berpikir dengan penuh tanya. Rubby gelisah, pikiran dan hati seperti tidak sinkron saat mendengar suara wanita. Rubby semakin risau, langkahnya mondar-mandir di ruang tamu rumah ibunya dengan ponsel yang dia tepuk-tepuk di dagu. "Tolong, Rubby! Itu mungkin Sekretaris Paman." pikirnya. "Arrrggghhh! Tidak bisa begini. Olahraga dan mandi? Itu adalah hal yang diluar jangkauan otakku!" kesal Rubby frustasi dengan pikiran negatifnya kepada Elvano. Emily menatap tingkah laku Rubby dengan mengernyitkan dahi. "Itu Anak kenapa lagi? Kenapa seperti perahu kora-kora di Dufan, mondar-mandir seperti orang bingung," gumam Emily yang kemudian melangkah ke arah Rubby.Emily menepuk pundak Rubby. Rubby yang tersentak, membuat dia menoleh. "Ibu, kau mengagetkanku." "Ibu melihat kau gelisah. Sana makan dulu!" ajak Emily. "Iya, tapi aku belum lapar, Bu." "Apa karena masakan Ibu tidak semewah yang Elvano berikan?" Rubby mendengus sambil memutar bola
Rubby merasa gelisah dan tidak sabar untuk mengetahui siapa wanita yang mengangkat teleponnya tadi. Meskipun Emily memintanya untuk tidak keluar dari rumah, rasa penasarannya terus membayangi pikirannya dan membuatnya nekat pergi ke apartemen. Sesampainya di apartemen, Rubby merasa kecewa karena tidak menemukan Elvano di sana. Apartemen itu sepi dan tak berpenghuni, membuatnya semakin gelisah dan tidak sabar untuk mengetahui siapa wanita yang mengangkat teleponnya.Rubby memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur king size di kamar tidur, mencoba meredakan kecemasannya. Dia terus memikirkan siapa wanita itu dan mengapa Elvano tidak memberitahunya sebelumnya."Aaaa, paman brengsek! Mengapa kau membuatku gelisah seperti ini? Siapa wanita yang menemanimu berolahraga, hah? Akan ku cakar wajah wanita itu!" kesal Rubby yang dilanda rasa penasaran dan gelisahnya. Rubby berharap Elvano segera pulang dan dapat memberikan penjelasan. Rubby ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dan men
"Kau ini ganas sekali, Monster kecil. Gigimu seperti piranha. Lihat lenganku, sampai penuh dengan cetakan gigimu yang tajam itu!" Rubby menggaruk kepala. Ya, mana dia tahu kalau yang dia gigit adalah lengan Elvano. Yang Rubby tahu, dia sedang melakukan pesta pantai dan bakar-bakar ayam. Elvano meraih dagu Rubby. "Hei," panggilnya. Bibir Rubby mengerucut saat menatap wajah Elvano. Bola mata kacang almond yang sendu itu, membuat Elvano ingin sekali mencumbui wanita yang berada di depannya itu. "Apa?" tanya Rubby jutek. "Maafkan aku," ucap Elvano dengan pandangan serius menatap ke dalam manik mata Rubby. Rubby membuang wajahnya. Dia masih kesal dan jelas masih sangat marah dengan Elvano yang menurunkannya di jalan tengah hutan seperti itu. Iya, walaupun tidak ada rasa cinta, setidaknya punya rasa empati. Karena Elvano itu manusia! Bukannya siluman babi yang hatinya sudah dimakan oleh roh kegelapan. Bukankah, Tuhan menciptakan otak untuk berpikir? Lantas kenapa Elvano tega menurunka
"Paman, aku takut," ucap Rubby saat berada di kabin pesawat menuju ke Negara A. Elvano mengenakan kacamata hitam di duduk di kabin VVIP berhadapan dengan Rubby. Di depannya, ada sebuah meja kaca Elegan dengan berbagai minuman dan cemilan di atas meja itu. Elvano yang sedang melihat-lihat IPadnya, segera meletakkan benda tersebut dan menatap ke arah Rubby. "Tumben monster kecilku menjadi penakut?" Rubby menggigit bibir bawahnya gelisah. "Um… aku takut jika Ibumu tidak menyukaiku," ucap Rubby, dia mencoba mengungkapkan isi hatinya. "Ayo, kesini." Elvano menepuk-nepuk pahanya. Rubby yang duduk berhadapan dengan Elvano, tersekat meja pun, segera berdiri dan duduk di pangkuan Elvano. Elvano dengan kasih sayangnya memeluk tubuh Rubby. "Kau tidak perlu takut. Bukankah, tadi kita sudah membelikan hadiah untuk ibuku? Jadi jangan terlalu khawatir, oke?" Walaupun Elvano sudah mencoba menyakinkannya, namun Rubby masih saja gelisah. Perasaannya begitu tidak nyaman dengan pertemuan yang menda
Olivia mencari-cari keberadaan Rubby di kampus, namun tetap tidak menemukannya. Ia mulai gelisah dan merasa curiga. Akhirnya, ia memutuskan untuk menuju ke ruang perkuliahan Rubby untuk mencari keberadaan Kakak tirinya itu. Karena sudah hampir dua pekan Olivia tidak melihat Rubby di kampus. "Heh, kau cari siapa?" Olivia tersentak ketika Vina menegur Olivia dari belakang, saat ia tengah mengintip ke dalam ruang perkuliahan Rubby. "Cih, pengemis beasiswa, bisa tidak kau tidak muncul seperti jin botol, hah! Orang miskin sepertimu apa bisa beli jantung kalau aku terkena serangan jantung, hah!" ujar Olivia. Vina melipat kedua tangannya di dada. Pandangan penuh selidik kepada Adik tirinya Rubby. "Wanita kura-kura ninja, lagian kamu kenapa mengendap-endap di depan ruangan fakultas orang lain? Kau kan baru semester satu!" "Aku mencari si jalang temanmu yang suka menjual tubuhnya itu, dimana dia?" sinis Olivia dengan memasang wajah angkuh. Vina memberikan paras sinis saat sahabatnya itu d
"Monster kecil, ayo turun. Kita sudah sampai," ucap Elvano. Rubby yang menyadarkan sisi kepalanya di lengan bahu Elvano dengan manja, sambil dirinya terus mencium bau minyak angin agar dirinya tidak muntah. "Gendong aku…," rengek Rubby manja. Elvano menatap ke arah dermaga kecil dimana Speedboat itu menepi. Otaknya menjadi kacau saat dirinya berpikir bagaimana dia menggendong tubuh Rubby tanpa terpeleset dan tercebur ke dalam laut. Karena, dia harus melompat ke arah dermaga minimalis itu. "Monster kecil, aku tidak bisa. Kalau aku menggendongmu, tentu akan sangat beresiko. Kamu mau kita—""Itu, kan! Paman kejam! Kemarin, aku diturunkan di hutan. Sekarang, memaksa aku untuk melompat ke arah dermaga! Kenapa kita tidak naik helikopter saja? Dan menderita dengan Speedboat?" ketus Rubby. Bagaimana bisa pakai Helikopter? Helikopternya saja dipakai oleh Ibunya yang tidak tahu menjemput siapa. Lagian, di pulau tempat Kakeknya berada memang aksesnya sangat minim. "Rubby, tolong jangan man
"Ibu punya mata, kan? Kenapa Ibu harus bertanya?" sergah Elvano saat ibunya melihat Rubby dengan sinis. Raut wajah Debora sontak berubah menjadi tidak bersahabat saat Elvano melontarkan kalimat tersebut. Rubby tersenyum kikuk menghadapi suasana di dalam ruang keluarga itu. Rubby merasa ada bau-bau ketegangan di antara mereka bertiga. "Elvano, aku Ibumu! Bersikaplah dengan sopan!" cetus Debora sinis. "Aku tidak mengatakan kau bukan Ibuku. Aku hanya menegaskan, jika wanita yang berdiri di sampingku ini adalah wanita pilihanku dan dia adalah Istriku!" tegas Elvano. Dengan ujung mata, Debora melirik ke arah Rubby. Rubby dengan cepat mengulurkan tangannya ke arah Debora. "Hai … Tante, Saya Rubby. Apakah Tante baik-baik saja—" "Cih!" Debora berdecit sambil memutar tubuhnya, wanita paruh baya itu mengabaikan uluran tangan Rubby begitu saja. Debora berjalan ke arah Sofa dan duduk melipat kedua tangannya di dada sambil memberikan pandangan mencemooh kepada Rubby. Rubby mengulum senyum saa
"Bro, beberapa hari ini aku tidak melihat Elvano. Apakah dia begitu sibuk, sampai-sampai dia tidak mengabariku?" tanya Andre sambil memutar-mutar gelas Winenya. Sergio yang sedang rebahan di atas kasur renang yang hanya menggunakan boxer itu pun menjawab. "Tentu dia sedang bersama dengan. Anna. Menemani mantan tunangan yang gagal." Andre yang duduk di sisi kolam renang pun melempari Sergio dengan potong roti ke arah temannya itu. "Kau memang teman yang paling biadab, Gio! Aku tahu, ini semua akal-akalan darimu. Dari kita bertiga, kau paling kadal jadi lelaki!" kesal Andre. "Apa-apaan kau melempariku dengan roti, hah?" cetus Sergio sambil menghindari lemparan Andre. "Kau yang apa-apaan, dasar curut! Bisa-bisanya kau ingin membuat rumah tangga Sahabatmu hancur dengan mengundang Anna di acara pesta perusahaanmu!" Ya, mereka bertiga memang mempunyai otak yang sama-sama rata kiri. Yang artinya, oleng. Andre, memiliki perangai yang masa bodo. Namun dia mempunyai prinsip. Yaitu, jika bel
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr