"Paman, aku takut," ucap Rubby saat berada di kabin pesawat menuju ke Negara A. Elvano mengenakan kacamata hitam di duduk di kabin VVIP berhadapan dengan Rubby. Di depannya, ada sebuah meja kaca Elegan dengan berbagai minuman dan cemilan di atas meja itu. Elvano yang sedang melihat-lihat IPadnya, segera meletakkan benda tersebut dan menatap ke arah Rubby. "Tumben monster kecilku menjadi penakut?" Rubby menggigit bibir bawahnya gelisah. "Um… aku takut jika Ibumu tidak menyukaiku," ucap Rubby, dia mencoba mengungkapkan isi hatinya. "Ayo, kesini." Elvano menepuk-nepuk pahanya. Rubby yang duduk berhadapan dengan Elvano, tersekat meja pun, segera berdiri dan duduk di pangkuan Elvano. Elvano dengan kasih sayangnya memeluk tubuh Rubby. "Kau tidak perlu takut. Bukankah, tadi kita sudah membelikan hadiah untuk ibuku? Jadi jangan terlalu khawatir, oke?" Walaupun Elvano sudah mencoba menyakinkannya, namun Rubby masih saja gelisah. Perasaannya begitu tidak nyaman dengan pertemuan yang menda
Olivia mencari-cari keberadaan Rubby di kampus, namun tetap tidak menemukannya. Ia mulai gelisah dan merasa curiga. Akhirnya, ia memutuskan untuk menuju ke ruang perkuliahan Rubby untuk mencari keberadaan Kakak tirinya itu. Karena sudah hampir dua pekan Olivia tidak melihat Rubby di kampus. "Heh, kau cari siapa?" Olivia tersentak ketika Vina menegur Olivia dari belakang, saat ia tengah mengintip ke dalam ruang perkuliahan Rubby. "Cih, pengemis beasiswa, bisa tidak kau tidak muncul seperti jin botol, hah! Orang miskin sepertimu apa bisa beli jantung kalau aku terkena serangan jantung, hah!" ujar Olivia. Vina melipat kedua tangannya di dada. Pandangan penuh selidik kepada Adik tirinya Rubby. "Wanita kura-kura ninja, lagian kamu kenapa mengendap-endap di depan ruangan fakultas orang lain? Kau kan baru semester satu!" "Aku mencari si jalang temanmu yang suka menjual tubuhnya itu, dimana dia?" sinis Olivia dengan memasang wajah angkuh. Vina memberikan paras sinis saat sahabatnya itu d
"Monster kecil, ayo turun. Kita sudah sampai," ucap Elvano. Rubby yang menyadarkan sisi kepalanya di lengan bahu Elvano dengan manja, sambil dirinya terus mencium bau minyak angin agar dirinya tidak muntah. "Gendong aku…," rengek Rubby manja. Elvano menatap ke arah dermaga kecil dimana Speedboat itu menepi. Otaknya menjadi kacau saat dirinya berpikir bagaimana dia menggendong tubuh Rubby tanpa terpeleset dan tercebur ke dalam laut. Karena, dia harus melompat ke arah dermaga minimalis itu. "Monster kecil, aku tidak bisa. Kalau aku menggendongmu, tentu akan sangat beresiko. Kamu mau kita—""Itu, kan! Paman kejam! Kemarin, aku diturunkan di hutan. Sekarang, memaksa aku untuk melompat ke arah dermaga! Kenapa kita tidak naik helikopter saja? Dan menderita dengan Speedboat?" ketus Rubby. Bagaimana bisa pakai Helikopter? Helikopternya saja dipakai oleh Ibunya yang tidak tahu menjemput siapa. Lagian, di pulau tempat Kakeknya berada memang aksesnya sangat minim. "Rubby, tolong jangan man
"Ibu punya mata, kan? Kenapa Ibu harus bertanya?" sergah Elvano saat ibunya melihat Rubby dengan sinis. Raut wajah Debora sontak berubah menjadi tidak bersahabat saat Elvano melontarkan kalimat tersebut. Rubby tersenyum kikuk menghadapi suasana di dalam ruang keluarga itu. Rubby merasa ada bau-bau ketegangan di antara mereka bertiga. "Elvano, aku Ibumu! Bersikaplah dengan sopan!" cetus Debora sinis. "Aku tidak mengatakan kau bukan Ibuku. Aku hanya menegaskan, jika wanita yang berdiri di sampingku ini adalah wanita pilihanku dan dia adalah Istriku!" tegas Elvano. Dengan ujung mata, Debora melirik ke arah Rubby. Rubby dengan cepat mengulurkan tangannya ke arah Debora. "Hai … Tante, Saya Rubby. Apakah Tante baik-baik saja—" "Cih!" Debora berdecit sambil memutar tubuhnya, wanita paruh baya itu mengabaikan uluran tangan Rubby begitu saja. Debora berjalan ke arah Sofa dan duduk melipat kedua tangannya di dada sambil memberikan pandangan mencemooh kepada Rubby. Rubby mengulum senyum saa
"Bro, beberapa hari ini aku tidak melihat Elvano. Apakah dia begitu sibuk, sampai-sampai dia tidak mengabariku?" tanya Andre sambil memutar-mutar gelas Winenya. Sergio yang sedang rebahan di atas kasur renang yang hanya menggunakan boxer itu pun menjawab. "Tentu dia sedang bersama dengan. Anna. Menemani mantan tunangan yang gagal." Andre yang duduk di sisi kolam renang pun melempari Sergio dengan potong roti ke arah temannya itu. "Kau memang teman yang paling biadab, Gio! Aku tahu, ini semua akal-akalan darimu. Dari kita bertiga, kau paling kadal jadi lelaki!" kesal Andre. "Apa-apaan kau melempariku dengan roti, hah?" cetus Sergio sambil menghindari lemparan Andre. "Kau yang apa-apaan, dasar curut! Bisa-bisanya kau ingin membuat rumah tangga Sahabatmu hancur dengan mengundang Anna di acara pesta perusahaanmu!" Ya, mereka bertiga memang mempunyai otak yang sama-sama rata kiri. Yang artinya, oleng. Andre, memiliki perangai yang masa bodo. Namun dia mempunyai prinsip. Yaitu, jika bel
"Tidak apa-apa, Kek. Aku tidak apa-apa." Rubby berkilah sambil terus membuang wajahnya ke tempat lain menghindari pertanyaan dan tatapan Lawrence. Rubby tidak ingin memperlihatkan wajah sedihnya. Elvano pun tiba, dia menahan tangan Rubby. Namun Rubby menepis tangan Elvano sebelum Elvano meraih tangannya. Lawrence semakin bingung dengan apa yang terjadi di hadapannya. "Rubby, jangan seperti anak kecil. Ayo, ikut aku! Aku akan katakan dia itu siapa." ajak Elvano. "Paman, aku tidak mau! Tolong biarkan aku sendiri." tolak Rubby. Lawrence mendengus kesal saat melihat dua manusia di depannya itu. "Kalian ini kenapa? Kalau ada apa-apa, tolong bicarakan kepada Kakek," cetus Lawrence. Dalam kondisi seperti itu, Debora dan Anna datang menghampiri. "Ayah, Lihat. Anna datang mengunjungimu!" seru Debora. Lawrence menatap ke arah Debora dan Anna. Anna tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia segera berjalan pelan di depan Lawrence. "Kakek, bagaimana kabarmu?" Anna menyapa dengan ramah. Lawrence m
Elvano membawa Rubby ke meja makan, di mana Lawrence, Anna, dan Debora sudah menunggu. Sebagai sang kakek, Lawrence menyambut Rubby dengan senyum hangat, sementara Anna dan Debora terlihat jengkel dengan kehadiran Rubby. "Sini, duduk disampingku, Cucu Menantu." Sambut Lawrence dengan ramah. "Terima kasih, Kek," jawab Rubby sambil tersenyum. Elvano menarik kursi untuk Rubby dan dia juga duduk di samping Istrinya itu. Anna dan Debora tetap diam, mereka tidak tertarik dengan kehadiran Rubby. Debora hanya menatap sinis ke arah Rubby begitu tidak sukanya melihat putra semata wayangnya itu bersanding dengan Rubby. "Ayo, makan semuanya. Jangan sungkan." Ajak Lawrence, dia menatap ke arah Rubby. "Rubby, jangan membuatmu canggung karena dua wanita ini. Anggap saja mereka piring atau semacamnya, ya!" ujar Lawrence. Rubby mengulum tawa mendengar ucapan Kakek Elvano. Namun tidak dengan Anna, dia menatap jengkel kepada Rubby, begitupun dengan Debora yang mengiris makanannya dengan kekuatan su
"Kalian berdua, sana istirahat dulu. Perjalanan kalian pasti sungguh melelahkan," ucap Lawrence saat mereka selesai makan. Sementara Anna dan Debora, sudah beranjak lebih dulu karena merasa tidak nyaman dengan kehadiran Rubby. Elvano menggenggam tangan Rubby yang tergeletak di atas meja makan. "Apa kau mau jalan-jalan ke pulau dulu atau mau langsung istirahat?" tanya Elvano kepada Rubby. "Aku mau langsung istirahat saja, Paman. Aku masih terasa mual," ucap Rubby. Lawrence tersenyum dia berpikir jika Rubby pasti akan segera memberikannya Cicit. Senyum itu penuh makna sejuta arti. Lawrence segera berdiri dia memegangi kedua pundak Cucu menantunya itu. "Cucu menantu. Ayo, istirahat. Agar sebentar malam saat acara pesta pantai, kau tidak kelelahan," ucap Lawrence penuh perhatian. Rubby tersenyum kikuk. "I---iya, Kek." Rubby segera berdiri. Sedangkan Elvano, melihat adanya keanehan dari Kakeknya itu. Dia juga ikut berdiri di samping Istrinya. Lawrence, memanggil bawahannya meminta baw