"Kalian berdua, sana istirahat dulu. Perjalanan kalian pasti sungguh melelahkan," ucap Lawrence saat mereka selesai makan. Sementara Anna dan Debora, sudah beranjak lebih dulu karena merasa tidak nyaman dengan kehadiran Rubby. Elvano menggenggam tangan Rubby yang tergeletak di atas meja makan. "Apa kau mau jalan-jalan ke pulau dulu atau mau langsung istirahat?" tanya Elvano kepada Rubby. "Aku mau langsung istirahat saja, Paman. Aku masih terasa mual," ucap Rubby. Lawrence tersenyum dia berpikir jika Rubby pasti akan segera memberikannya Cicit. Senyum itu penuh makna sejuta arti. Lawrence segera berdiri dia memegangi kedua pundak Cucu menantunya itu. "Cucu menantu. Ayo, istirahat. Agar sebentar malam saat acara pesta pantai, kau tidak kelelahan," ucap Lawrence penuh perhatian. Rubby tersenyum kikuk. "I---iya, Kek." Rubby segera berdiri. Sedangkan Elvano, melihat adanya keanehan dari Kakeknya itu. Dia juga ikut berdiri di samping Istrinya. Lawrence, memanggil bawahannya meminta baw
Brak! Emily mendobrak pintu kamarnya di kediaman Anderson. Di dalam sana, sepasang manusia sedang bergelut liar tanpa sehelai benang pun di tubuh mereka. Dobrakan pintu itu, membuat Almero dan Soraya terkejut bukan main. Mereka sampai melepaskan diri dengan begitu panik dan tergesa-gesa. "Emily, kau sudah kembali? Kau bilang, kau berlibur ke luar negeri dengan Rubby—"Plak! Murka dengan sakit hati yang mendalam membuat Emily dengan refleks menampar pipi Almero. Dadanya naik-turun menahan seberapa sesak dan perihnya bongkahan daging di dalam dada Emily. "Bajingan kamu, Al! Setelah aku banting tulang, kau malah main belakang dengan wanita ini, hah!" begitu murka, sampai tidak tahu Emily harus bagaimana. Yang dirinya tahu, dia ingin menghajar wajah pria bajingan yang ada di hadapannya itu. Soraya yang sedang melilitkan tubuhnya dengan selimut pun tersenyum sinis melihat Emily seperti itu. "Sayang, kenapa kau tidak mengatakannya saja. Bukankah sudah ketahuan? Bagaimana jika kau mene
"Gio sudah datang. Aku harus berbicara dengannya," ujar Anna saat melihat kedatangan Gio dari atas balkon. Debora mencekal pergelangan tangan Anna yang ingin berlalu. "Kau tidak punya hubungan dengan si Playboy itu, 'kan?" "Tante, aku hanya sedikit mempunyai urusan dengan Gio. Karena misiku dan dia sama. Jadi Tante tenang saja, ya! Karena rasaku masih sama dan tetap untuk terhadap Elvano." "Baiklah!" Setelah Debora melepaskan cengkramannya, Anna segera meninggalkan wanita itu. Dia turun dan segera mencari keberadaan Gio di lantai bawah. ****Vina mengamati setiap interior ruangan yang baru saja dia masuki. Rasa kagum dengan desain bangunan kayu Elegan namun mewah itu, membuat Vina tidak berhenti memuji. "Rubby sungguh beruntung. Dia memiliki seorang Suami dari kalangan orang hebat," gumam Vina. "Kalian sudah tiba? Pasti sungguh melelahkan!" sambut Lawrence, kedua tangan pria sepuh itu direntangkan. Gio dan Andre menyambar tubuh orang tua itu dengan pelukan hangat. "Kakek, bag
"Paman, aku pakai ini!" Rubby keluar dari ruang ganti dengan bikini. Elvano yang sedang menunggu Rubby sambil menikmati minumannya pun membuang pandangannya ke arah Rubby. "Puuffhh!" Elvano menyemburkan minumnya saat melihat apa yang Rubby kenakan. Melihat Elvano muncrat, Rubby bergegas menghampiri Elvano dan duduk di pangkuan pria itu. Rubby meraih tisu dan mengelap permukaan bibir Elvano. "Paman tidak apa-apa?" tanya Rubby penuh kekhawatiran. Elvano mendorong wajah Rubby. Dia tidak ingin terpengaruh dengan penampilan Rubby yang begitu seksi karena waktu semakin mepet. Elvano tidak ingin membuat orang lain menunggu. "Ganti bajumu yang lebih tertutup!" ujar Elvano. Rubby dengan manja mengalungkan kedua lengannya di leher Elvano. "Inikan lucu, Paman. Sesuai tema, yaitu pesta kolam renang." "Ganti atau telanjang sekalian?" Rubby mengerucutkan bibirnya. Dia beranjak dari pangkuan Elvano. "Ih… orang sudah imut, juga!" kesal Rubby memutar tubuhnya berlalu. Elvano kembali fokus pa
"Ibu! Apa kau gila mempermalukan menantumu sendiri di depan orang seperti ini?" bentak Elvano. "Kau yang tidak becus mencari Istri, Elvano. Lihat, Istrimu yang kolot itu tentu harus menggunakan otaknya untuk memberikan hadiah kepada Kakekmu!" cetus Debora. "Hahahaha, sebuah syal. Aduh Rubby, selera fashionmu jadul sekali. Sungguh tidak berkelas!" sambungnya lagi. Sebelumnya, Rubby merasa senang ketika ia dia diajak oleh Elvano untuk menghadiri pesta ulang tahun Tuan besar Lawrence. Sampai-sampai, Rubby segera memikirkan hadiah yang akan diberikan untuk sang Kakek. Setelah berpikir keras, Rubby memutuskan untuk memberikan syal rajutan buatannya sebagai hadiah. Dia merasa bangga dengan karya rajutan buatannya yang dia buat selama beberapa waktu. Awalnya, dia ingin memberikan Syal itu kepada Elvano. Tapi karena Lawrence yang berulang tahun dan Elvano yang tidak memberitahu perihal perayaan, Rubby terpaksa menyerahkan syal rajutannya itu kepada Lawrence. Namun, saat pesta tiba dan pe
"Elvano, stop! Don't do that!" seru Debora saat melihat aksi Elvano. Elvano tidak mengindahkan teriakan ibunya. Elvano terlalu emosi melihat wanita kesayangannya hampir tenggelam karena ulah wanita yang dia cekik lehernya itu. "Uhuk-uhuk, Bu… bubu, apa kau benar-benar ingin membunuhku?" ujar Anna dengan leher tercekat, nafasnya kembang-kempis menandakan bahwa wanita itu benar-benar kehabisan oksigen. Rubby masih duduk di pinggiran kolam renang sambil menenangkan diri. Dulu waktu kecil, dia hampir mati di danau karena didorong oleh Soraya. Beruntung waktu itu ada bawahan ayahnya yang menyelamatkannya. Dari kejadian tersebut, Rubby mengalami phobia dengan air yang biru atau kehijauan. "Rubby, kau tidak apa-apa?" Vina datang membawakan sebuah handuk. Dia melilitkan handuk tersebut di tubuh basah temannya itu."Terima kasih," jawab Rubby dengan bibir bergetar, dia masih terlihat begitu Syok. Andre yang baru saja tiba segera berlari ke arah Elvano. Dia mencoba melepasksn cengkraman tan
"Apa yang ingin kamu bicarakan? Katakan!" ujar Rubby ketika dirinya dan Gio tengah berhadapan di bibir pantai.Gio menatap wajah Rubby dengan penuh keseriusan. Kali ini dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Masalah diterima ataupun tidak, hal tersebut urusan belakang. "Rubby, apakah sekarang kau sedang hamil?" tanya Gio penuh selidik. "Kau dan Andre yang menjadi saksi pernikahan kepura-puraan ini, kan? Keuntungan apa yang aku dapatkan jika aku hamil? Sampai sekarang saja, Elvano belum bergerak menjatuhkan Ayahku!" Sebuah seringai terukir di bibir Gio saat mendengar jawaban Rubby. Ada kesempatan untuk mengambil hati wanita di hadapannya. "Maaf, aku hanya bertanya," ucap Gio. "Umm … apakah kau ingin membuat perjanjian tertulis denganku?" Satu alis Rubby terangkat. "Perjanjian? Perjanjian apa?""Masalah pernikahan kontrak yang kau lakukan dengan Elvano. Berlaku berapa lama?" Rubby terdiam. Untuk apa Gio menanyakan perihal kontrak pernikahannya. Apa yang dia inginkan? Jika tida
"Katakan, siapa yang menghasutmu, Rubby?" Tanya Elvano saat dirinya menatap wajah wanita itu yang kini sudah berada di bawah tubuhnya. Rubby menggeleng. "Tidak ada Paman, itu kemauanku sendiri. Bisakah kita mengakhiri kontrak ini?" ucap Rubby dengan takut-takut. Sebenarnya Rubby tidak ingin mengatakan hal ini. Namun, mendengar ucapan Gio, Rubby mulai berpikir jika ucapan Gio terdengar masuk akal. Mengapa Elvano tidak langsung mengatasi masalah dendamnya? Apakah Elvano hanya ingin mempermainkannya dengan status kontrak ini? Hal tersebut yang kini sedang mengganggu pikirannya. Dengan keputusan yang berat, Rubby akhirnya mengungkapkan apa yang ada di hatinya. "Rubby, cintaku, manjaku! Dengar, kalau ada apa-apa, katakan saja. Aku ingin mendengarkannya. Tapi, sebelum aku mendengarkan jawabanmu, ayo, kita kwi-kwi cukuruk kuk , Mpok jeru kuk, dulu, yuk!" ujar Elvano. Rubby tersenyum manja. "Ayo Paman, kita kwi-kwi, Mpok jeru!" "Haaah … iya, Cukurukuknya mau gaya apa, cinta? Langsung dis