"Elvano, stop! Don't do that!" seru Debora saat melihat aksi Elvano. Elvano tidak mengindahkan teriakan ibunya. Elvano terlalu emosi melihat wanita kesayangannya hampir tenggelam karena ulah wanita yang dia cekik lehernya itu. "Uhuk-uhuk, Bu… bubu, apa kau benar-benar ingin membunuhku?" ujar Anna dengan leher tercekat, nafasnya kembang-kempis menandakan bahwa wanita itu benar-benar kehabisan oksigen. Rubby masih duduk di pinggiran kolam renang sambil menenangkan diri. Dulu waktu kecil, dia hampir mati di danau karena didorong oleh Soraya. Beruntung waktu itu ada bawahan ayahnya yang menyelamatkannya. Dari kejadian tersebut, Rubby mengalami phobia dengan air yang biru atau kehijauan. "Rubby, kau tidak apa-apa?" Vina datang membawakan sebuah handuk. Dia melilitkan handuk tersebut di tubuh basah temannya itu."Terima kasih," jawab Rubby dengan bibir bergetar, dia masih terlihat begitu Syok. Andre yang baru saja tiba segera berlari ke arah Elvano. Dia mencoba melepasksn cengkraman tan
"Apa yang ingin kamu bicarakan? Katakan!" ujar Rubby ketika dirinya dan Gio tengah berhadapan di bibir pantai.Gio menatap wajah Rubby dengan penuh keseriusan. Kali ini dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Masalah diterima ataupun tidak, hal tersebut urusan belakang. "Rubby, apakah sekarang kau sedang hamil?" tanya Gio penuh selidik. "Kau dan Andre yang menjadi saksi pernikahan kepura-puraan ini, kan? Keuntungan apa yang aku dapatkan jika aku hamil? Sampai sekarang saja, Elvano belum bergerak menjatuhkan Ayahku!" Sebuah seringai terukir di bibir Gio saat mendengar jawaban Rubby. Ada kesempatan untuk mengambil hati wanita di hadapannya. "Maaf, aku hanya bertanya," ucap Gio. "Umm … apakah kau ingin membuat perjanjian tertulis denganku?" Satu alis Rubby terangkat. "Perjanjian? Perjanjian apa?""Masalah pernikahan kontrak yang kau lakukan dengan Elvano. Berlaku berapa lama?" Rubby terdiam. Untuk apa Gio menanyakan perihal kontrak pernikahannya. Apa yang dia inginkan? Jika tida
"Katakan, siapa yang menghasutmu, Rubby?" Tanya Elvano saat dirinya menatap wajah wanita itu yang kini sudah berada di bawah tubuhnya. Rubby menggeleng. "Tidak ada Paman, itu kemauanku sendiri. Bisakah kita mengakhiri kontrak ini?" ucap Rubby dengan takut-takut. Sebenarnya Rubby tidak ingin mengatakan hal ini. Namun, mendengar ucapan Gio, Rubby mulai berpikir jika ucapan Gio terdengar masuk akal. Mengapa Elvano tidak langsung mengatasi masalah dendamnya? Apakah Elvano hanya ingin mempermainkannya dengan status kontrak ini? Hal tersebut yang kini sedang mengganggu pikirannya. Dengan keputusan yang berat, Rubby akhirnya mengungkapkan apa yang ada di hatinya. "Rubby, cintaku, manjaku! Dengar, kalau ada apa-apa, katakan saja. Aku ingin mendengarkannya. Tapi, sebelum aku mendengarkan jawabanmu, ayo, kita kwi-kwi cukuruk kuk , Mpok jeru kuk, dulu, yuk!" ujar Elvano. Rubby tersenyum manja. "Ayo Paman, kita kwi-kwi, Mpok jeru!" "Haaah … iya, Cukurukuknya mau gaya apa, cinta? Langsung dis
"Bajingan ini, bisakah kau menjaga mulutmu? Apa kau ingin ku suntik mati sekalian!" Sebuah bogem Andre layangkan ke rahang Gio. Membuat tubuh Gio hampir terjerembab jatuh. Sebelum tubuh itu jatuh, Andre mencengkram kerah baju Sergio dengan wajah berapi-api penuh angkara."Mulutmu yang kurang ajar ini memang tidak pernah berubah! Coba katakan lagi jika Vina adalah pelacur? Aku benar-benar tidak keberatan jika aku harus merontokkan gigimu!" sentak Andre. Tidak ingin kalah, Gio balas mencengkram kerah baju Andre. Tatapannya menusuk, ini akan menjadi pertarungan sengit antara Gio dan Andre. Vina tercengang tidak menduga jika dirinya yang menyebabkan terjadinya prahara antara Gio dan Andre. Yang dihina adalah Vina, akan tetapi, Andre yang seperti kesetanan. "Andre, hanya karena satu jalang kau menonjok rahangku yang berharga ini? Apa kau sudah bosan hidup, hah?" tatapan mata Gio menusuk ke dalam mata Andre. "Hahaha…! Dasar penjahat kelamin! Kau mengancam siapa? Kau pikir gampang merebu
"Ssstt … aakkhh!" rintih Vina. "Ke atas, coba diangkat lebih tinggi lagi!" pinta Andre."Umm … di tusuknya pelan-pelan, Tuan, Sakit." lagi-lagi Vina merintih. "Iya, ini juga aku melakukannya dengan pelan-pelan. Kamu tahan, ya! Ini juga mau selesai." "Umm…!" jawab Vina dengan mulut terkatup. Andre terus menggerakan alat "forceps hidung" dia mencoba membersihkan darah di lubang hidung Vina dengan hati-hati agar Vina tidak kesakitan. "Kau kenal dengan Gio sudah berapa lama, Vina?" tanya Andre sambil tangannya sibuk mengobati hidung Vina. "Pas aku dan Rubby diculik. Malam itu aku benar-benar tidak berniat menggoda Gio. Aku terpengaruh oleh Afrodisiak. Dan, ya … Tuan Andre pasti tahu apa yang aku dan Gio lakukan," ucap Vina berterus terang. Tangan yang tadinya aktif, terhenti sejenak saat mendengar penuturan Vina. Setelahnya, bibir Andre tersenyum. "Sungguh terbuka sekali, ya!" ucapnya dan kembali melanjutkan mengobati hidung Vina. Vina tidak menjawab, dia hanya menikmati setiap ca
"Hey Vina, apakah kau sudah lebih baik?" Andre menyapa saat melihat wanita itu tengah memakai sepatu. Masih sibuk dengan mengikat tali sepatunya, Vina pun menjawab, "Aku jauh lebih baik, sekarang. Hanya saja, di bagian batang hidungku masih terasa begitu sakit." Kini Andre sudah berdiri di hadapan Vina yang sedang berjongkok. "Maafkan aku, semalam aku benar-benar tidak sengaja." Vina pun mendongak wajahnya, tersenyum ramah lalu berdiri tepat di depan Andre. "Seharusnya aku yang berterima kasih, Tuan Dokter. Karena Tuan Dokter sudah mengobati hidungku," ucapnya. "Sama-sama, Vina!" jawab Andre. "Oh … iya, apakah kamu sudah sarapan?" tanya Andre. Vina menggeleng. "Belum.""Kalau begitu, ayo sarapan bersama. Kebetulan aku juga belum sarapan." Dengan senyum merekah di bibir, Vina mengangguk. "Baik," jawabnya. Andre dan Vina segera melangkah menuju ke arah ruang makan. Sementara Gio yang melihat keakraban Vina dan Andre hanya bisa tersenyum getir saat dia sedang membawa segelas kopi d
"Kakek, aku dan Rubby kembali, ya!" Pamit Elvano saat dirinya bertatap dengan Lawrence. Lawrence yang sudah duduk di kursi kebesarannya pun mengangguk. Dia tentu sedih, karena kediamannya akan sepi. Namun dia harus berlapang dada karena ada tugas yang lebih penting yang harus dikerjakan oleh cucunya itu. "Kalian berdua hati-hati, ya! Jaga Istrimu dengan baik, Vano. Dan segera urus masalah perusahaan," ucap Lawrence. "Baik, Kek. Mohon doanya," ucap Elvano, bersalaman dengan Lawrence. "Kakek, aku dan Paman Vano pamit ya, Kakek jaga kesehatannya. Kalau Kakek rindu, Kakek main, ya!" pamit Rubby. Lawrence mengusap punggung Rubby. "Iya, Cucu Menantu. Kamu juga baik-baik. Kalau Elvano jahat, katakan pada Kakek. Biar biji salaknya, Kakek sentil!" Elvano mendelik ke arah Lawrence. "Ih … masa begitu? Kalau tidak dapat berkembang biak lagi bagaimana, Kek?" celetuknya. "Hahaha … pasti akan terus kisut seperti ulat yang sedang jalan!" Rubby terkekeh. "Heh, Rubby! Undur-undur kerdil, mana
"Vin, aku mau tanya sesuatu. Tapi, harus dijawab dengan jujur, ya?" Rubby membuka pembicaraan saat mereka sedang mengudara menuju ke negara xxx. Vina yang menutup matanya dengan "Sleep Eye Maks" itu pun membuka penutup matanya, dia menoleh ke arah Rubby yang sedang menatapnya. "Apa yang ingin kau tanyakan?" tanyanya. "Hm … jadi begini, sebenarnya ... kau dan Gio ada hubungan apa? Jangan disimpan-simpan. Kau temanku dan aku ingin kita saling buka-bukaan," ujar Rubby penuh semangat. Leher Vina seperti tercekat mendengar permintaan Rubby. Apa dia harus menceritakan semuanya? Ini memalukan. Dia ingin terbuka dengan sahabatnya itu. Biar bagaimanapun, dia juga ingin berbagi. Jika terjadi sesuatu dengannya, Rubby tentu tidak akan terkejut mengenai dirinya."Kamu ingat? Waktu kita diculik?" tanya Vina, kali ini dia terlihat bersemangat. Rubby memasukan popcorn ke dalam mulutnya sambil mengangguk. "Umm … aku ingat. Yang kita diberikan obat perangsang, kan?" "Yups! Dan aku … dan Gio malah b