"Sudah malam. Apa kau tidak ingin masuk?" tanya Andre saat menemani Lisa yang tampaknya masih betah. Malam ini, adalah malam terakhir mereka di pulau Dewata. Andre dan Lisa masih duduk di tepi pantai, menikmati angin sepoi-sepoi dan deburan ombak. Matahari mulai terbenam, memberi warna jingga yang indah di langit. Lisa tersenyum lemah, merasakan kehangatan Andre yang memeluknya dari belakang.Lisa menghela nafas berat, memandangi laut yang tenang di depannya. Tangannya gemetar saat dia mencoba tersenyum. "Andre, aku takut tidak sempat melihat matahari terbenam lagi.""Kau Jangan berkata seperti itu, Lisa. Kita masih punya banyak waktu," ucap Andre.Andre merasa hatinya teriris mendalam mendengar ucapan dari Lisa. Dia tidak bisa membayangkan betapa beratnya perjuangan yang harus dilalui oleh Lisa. Namun, dia berusaha untuk tetap terlihat kuat di depan Lisa."Aku kadang lelah, Ndre. Sering aku meminta jika Tuhan segera mengambil nyawaku saja daripada aku harus terus-menerus menyusahka
Vina dan Rubby keluar dari kamar mereka masing-masing setelah menidurkan buah hati mereka. Saat tiba di luar kamar, dua wanita itu sibuk mencari keberadaan suami mereka. "Paman, kamu dimana?" Rubby berteriak sambil menyisir area Resort. Beberapa langkah menyusuri bangunan dekat pantai itu, Rubby tidak menemukan Elvano. "Kemana sih, Paman? Kenapa tidak memberitahu ku dulu sebelum pergi?" gerutu Rubby, dia meraih ponselnya dan mencari nomor kontak Elvano. Saat Rubby sedang menatapa layar ponsel, Vina datang menghampiri Rubby. "Rubby, apa kau melihat Sergio?" tanya Vina. Rubby membuang pandangnya ke arah sahabatnya itu. "Aku juga sedang mencari keberadaan Elvano. Ini, aku ingin menghubunginya," jawab Rubby. Vina mengangguk setuju, "Aku juga khawatir dengan Sergio. Dia seharusnya bersama Elvano di teras 'kan?" Sambil menunggu Rubby mencoba menghubungi Elvano, Vina memperhatikan sekitar dengan mata yang gelisah. "Apa kita periksa lounge atau restoran? Mungkin mereka berdua sedang ber
Andre menelan ludah, wajahnya pucat mendengar kabar tersebut. "Apa yang terjadi pada Lisa, dok? Bagaimana bisa tiba-tiba menjadi kritis?"Dokter menjelaskan dengan hati-hati, "Kemungkinan ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Kami masih melakukan serangkaian pemeriksaan lebih lanjut. Saat ini, kami berusaha memberikan perawatan terbaik untuk stabilisasi kondisinya."Sergio menatap Elvano, dan keduanya mencoba memeluk Andre yang terlihat begitu terpukul. "Ndre, jangan bersedih. Dokter tentu akan melakukan yang terbaik untuk Lisa," ucap Sergio mencoba menyemangati. "Jangan lemas begitu, Ndre. Kau terlihat begitu jelek!" kata Elvano mencoba mencairkan suasana. Seakan tak berhasrat meladeni candaan kedua sahabatnya, Andre menatap wajah kedua sahabatnya itu dengan wajah yang lesu. "Maaf, aku sedang tidak ingin bercanda. Kalian berdua kembali saja ke Resort, biarkan aku yang menjaga Lisa. Kasihan anak dan istri kalian pasti sedang menunggu di resort," ucap Andre dengan tatapan sayu. S
Dokter menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki ruang tunggu. Dia melihat Andre yang duduk di salah satu kursi, dengan wajah pucat dan mata berkaca-kaca. Dia mendekati Andre dan menepuk bahunya dengan lembut.Andre menoleh dan pria itu segera berdiri ketika melihat keberadaan Dokter. "Dokter, bagaimana keadaan Lisa?" tanya Andre dengan suara serak.Dokter menghela napas lagi. Dia tidak tega melihat penderitaan Andre. "Dokter Andre, saya minta maaf. Kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi kanker otak yang diderita Lisa sudah terlalu parah. Kami tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Kami hanya bisa memindahkannya ke ruang ICU," kata dokter dengan nada sedih."Dokter, tolong... tolong biarkan aku menemui Lisa. Aku ingin berbicara dengannya Dok. Apakah aku bisa berbicara dengan Lisa?" Andre memohon. Dokter mengangguk. "Dokter Andre mari ikut denganku," kata Dokter tersebut. Dokter itu membawa Andre ke ruang ICU. Sebelumnya, Dokter tersebut memberikan Andre pakaian steril dan masker, lal
"Apakah kamu yakin, Ndre? Membawa Lisa ke Jakarta dengan kondisi kritis seperti ini? Apalagi, sudah dua hari dia tidak sadar," kata Elvano membuka pembicaraan. Wajah Andre tampak lesuh. Seakan, beban yang dialaminya begitu berat ketika dirinya harus mengambil keputusan sesulit ini. Akan tetapi, Andre ingin memberikan perawatan terbaik untuk Lisa. "Haaa...!" Andre membuang nafas lelah, "Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku hanya ingin yang terbaik untuk Lisa, Vano, Gio." Andre menutup wajah dengan kedua tangannya frustasi. Rubby dan Vina yang berada di sana merasa berempati melihat keadaan Andre. Tidak mungkin mereka tidak berempati ketika mereka tahu bagaimana perjalanan cinta yang Andre alami. Apalagi Vina, wanita yang menolak Andre demi memilih Sergio. "Ndre, kani tahu kecemasanmu. Tapi coba pikiran lagi, Lisa sekarang mungkin sedang di titik yang paling kita takutkan. Jika memaksa membawa Lisa dalam keadaan kritis dan koma, apakah tidak akan membahayakannya?" ucap Vina kali ini.
"Lisa, ayo bangun. Aku ingin melihat matamu dan senyumanmu lagi. Jangan tidur terus, ya," kata Andre sambil mengenggam tangan Lisa. Andre yang sudah masuk ke ruangan ICU kembali menatap Lisa dengan perih. Tidak tahu lagi harus bagaimana. Yang Andre tahu, dia benar-benar sedih dan Frustasi melihat keadaan Lisa seperti ini. Terbaring dan tak bergerak sama sekali. Keadaan Lisa, membuat Sergio, Elvano, Rubby dan Vina sampai harus mencari spesialis kanker yang bagus di daerah Bali. "Lisa, kau kuat. Ayo, buka matamu. Katanya, kau ingin hidup denganku dan ingin membuka hatimu kepadaku. Lantas kenapa kamu ingkari itu, Lisa?" Andre mengecup punggung tangan Lisa dengan punggung bergetar. Ya, pria itu menangis. Lisa terbaring lemah di tempat tidur ICU, matanya tetap tertutup rapat. Andre merasakan keputusasaan memenuhi hatinya. Dia tak bisa memahami mengapa Lisa terus tidur dalam keadaan ini. Dia ingin melihat senyuman dan matanya yang indah lagi.Andre hanya menundukkan kepala, merasakan ke
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me