Ayo kirimkan gem untuk cerita ini agar naik peringkat! Follow juga untuk update cerita lain yang tak kalah seru!
Perjamuan yang sederhana, namun tidak sesederhana kelihatannya, akhirnya selesai juga. Arren sangat lelah, ia bahkan tertidur saat Poppy baru akan menyiapkan air mandi untuknya. “Pergilah, biar aku yang memandikannya,” ucap Leon, ketika baru masuk ke dalam kamarnya. “Baik, Tuan,” jawab Poppy, kemudian beranjak mundur dari hadapan majikannya. Leon telah menyetujui usul Clark yang cukup visioner itu. Memang sudah lama sekali, ia tidak pernah melakukan uji keamanan dikarenakan mansion selalu aman. Namun, ketika insiden dari dalam silih berganti datang, mau tidak mau, keamanan diperketat. Namun, Leon tak pernah berfikir untuk mengganti sistem keamanan secara keseluruhan. Setelah pembicaraan yang panjang itu berakhir, Leon akhirnya dapat kembali bersama Arren. Ia menikmati suasana tenang ketika berada di sisi istrinya itu, terutama saat ia sedang tertidur seperti ini. “Kau seperti bayi,” gumamnya, lalu memindahkan Arren ke ranjang. *** “Kita mau ke mana?” tanya Arren, setelah bersi
“Apa maksudmu?” tanya Leon tajam. Ia tidak menyangka bahwa ada kecacatan seperti ini dalam agendanya.Desainer itu memandang Leon dengan wajah cemas, mencoba menjelaskan situasi dengan hati-hati. "Material dari jas itu yang tidak lagi diproduksi oleh pemasok kami, Tuan.""Mengapa begitu?" Leon masih mencecarnya karena merasa usahanya mungkin sia-sia. Dia sangat menginginkan jas itu. Lola kemudian menjelaskan bahwa, sutra perak yang digunakan dalam pembuatan jas itu adalah produk langka yang telah berhenti diproduksi. Material tersebut pernah dihasilkan oleh suku Faraday yang memiliki keahlian unik dalam menenun benang perak ke dalam serat sutra, menciptakan kilauan yang spektakuler dan sangat indah. Sayangnya, produksi sutra perak tersebut telah berhenti karena suku Faraday menghadapi tantangan besar, tidak adanya generasi muda yang meneruskan warisan budaya tersebut. Suku Faraday menjalankan tradisi menenun sutra perak selama berabad-abad. Namun, dengan perubahan zaman dan kecend
Akhirnya, malam yang begitu dinanti-nanti tiba. Gala dinner yang diselenggarakan oleh kolega penting, sudah berada di depan mata. Arren dan Leon tiba di lokasi acara di ibu kota Canadak dalam balutan pakaian yang mereka persiapkan secara teliti. Pasangan itu terlihat begitu bersinar malam ini. Para pelayan yang sebelumnya telah mempersiapkan segala sesuatunya di mansion, begitu takjub dan bangga, karena dapat turut andil dalam perubahan besar Nyonya Arren. Gedung serbaguna di sebuah hotel berbintang yang disewa oleh Walikota, dipenuhi dengan dekorasi mewah dan hiasan bunga yang indah. Sepertinya, pesta ulang tahun pernikahan ini disiapkan dengan meriah. Gedung tersebut telah diubah menjadi tempat perayaan yang luar biasa. Cahaya lampu kristal berkilauan di langit-langit, menciptakan atmosfer yang hangat dan elegan. Para tamu disambut dengan karpet merah yang mengalir gemerlap di pintu masuk. Mereka datang mengenakan pakaian terbaik sesuai tema pesta, 'malam di istana'. Tuan-tuan da
“Lihatlah mulutnya itu. Kotor sekali,” umpat Elea sambil mendengus. “Begitulah jika mengambil tikus di jalanan, dia tidak memiliki sopan santun,” ejek Dhevita, yang telah mendengar cerita asal-usul Arren dari Vennina. Tentu saja sebagian dari cerita itu adalah kebohongan. “Sudah cukup! Saya rasa kalian bertiga memang ingin menyerang saya. Sungguh pengecut!” Arren kemudian membalikkan badan dan melangkah menjauh dari mereka bertiga. Tidak ada gunanya mendengar hal buruk seperti itu, meski ada kebenaran dalam setiap ejekan yang mereka lontarkan. “Cih! Dasar lemah!” maki Dhevita, kemudian juga ikut berbalik arah sambil mengajak nyonya lainnya untuk mencicipi hidangan. Tindakannya tentu tidak akan berhenti sampai di situ saja, karena di lantai atas, Vennina juga turut menyaksikan kelanjutan misi yang akan dijalankannya. *** (Malam Sebelumnya) "Saya akan hadir di pesta walikota, meski tidak bersama Leon. Saya harap Anda dapat memberikan sedikit bantuan, Nyonya Dhevita," ucap Vennina
(Tiga Malam Sebelumnya) Gang Oldtown di ibu kota tengah tenggelam dalam gelap malam, bulan yang redup tak mampu lagi menerangi langit yang kian gulita. Di dalam markas pedagang X, sesosok misterius tampak terdiam dengan pandangan yang terfokus pada layar komputernya. Dengan penuh konsentrasi, jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard, menghasilkan deretan kode yang menggelapkan layar di hadapannya. Beberapa kali ia mengetik perintah-perintah dengan lihai, namun, belum mendapatkan hasil optimal dari apa yang diusahakan. “Sial!” gerutunya dengan kekesalan yang memuncak. Gadis itu adalah seorang peretas ulung yang tengah mempersiapkan serangan daringnya. Biasanya, ia tak pernah gagal menjalankan tugas, namun kali ini, tugas yang diberikan terasa sulit sekali dirampungkan karena keamanan sistem yang cukup rumit. "Sistem keamanan yang kokoh ini akan kuhancurkan," gumamnya dengan rasa jengkel dan penuh tekad. Suaranya terdengar penuh keyakinan, seperti mantra gelap yang mengisi
Dalam hitungan detik, Arren merasa kehilangan kendali atas tubuhnya. Ia seolah-olah terjebak dalam keadaan tidak sadarkan diri. Di tengah kegelapan yang menyelimuti pikirannya, Arren merasakan suara bisikan yang memekikkan kegembiraan, seolah-olah telah berhasil mengeksekusi misi yang telah direncanakan sebelumnya. Suara seorang pria dan wanita bergema di dalam pikiran Arren, bersahut-sahutan dengan sorak kegembiraan yang meriah. Tak lama kemudian, terdengar suara benda bergerak dengan roda menggelinding di sekitarnya, dan akhirnya benda itu berhenti tepat di hadapannya. Selanjutnya, Arren benar-benar terlelap dalam tidur panjang yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. *** “Berhati-hatilah, dan pastikan kau tidak melakukan kesalahan,” perintah Vennina dengan tegas, ia tampak sedang mengintai situasi di luar ruang ganti tersebut. “Baik, Nyonya. Anda tidak perlu khawatir,” sahut Pablo dengan keyakinan penuh. Di sampingnya, Rome sudah bersiap dengan sebuah kursi roda. Pria itu m
Arren merasa syok dan terguncang oleh situasi tragis di hadapannya. Dua orang telah menjadi mayat, dan kini, hanya tinggal dia dan Clark yang merupakan korban selamat. Clark memeriksa kedua korban yang telah tewas itu. Setelah yakin bahwa mereka benar-benar mati, ia mengulurkan tangan pada Arren dan membantu gadis itu berdiri. Arren terduduk lemas dengan badan bergetar akibat kepanikan yang tak dapat ia tahan. "A–apakah mereka semua mati?" tanyanya memastikan. "Ya, kau benar. Tegarlah Arren. Kita tidak punya pilihan," ucap Clark dingin, seolah-olah ia memang sering melihat mayat seperti itu. "Kau memakai topeng?" Arren baru menyadari tentang penampilan Clark yang misterius. "Bukankah ini seragamku, Nyonya?" sahut Clark dengan sedikit gurauan. Namun, dalam hati ia lega, karena kedua penjahat yang tewas di tangannya tak sempat mengenalinya berkat seragam bertopeng yang dituntut oleh Leon sebelumnya. "Ya, kau benar," ucap Arren sedikit lebih ringan. Perlahan-lahan, ia mulai tenang
“Tu–tuan Connor?” "Ya, senang kau mengenalku," sahut Leon dengan nada dingin. Rengkuhannya pada Arren tidak pernah lepas, ia memeluk tubuh gadis itu seolah-olah memastikan bahwa lengannya adalah perisai paling aman dan dunia tidak bisa menyakitinya. “Buka mobilnya!” perintah Leon dengan nada tegas kepada sopir mereka. Sopir itu segera menuruti perintah sang majikan, ia membuka pintu mobil dengan cepat. “Ma–maaf, Tuan. Nyonya harus ikut kami ke kantor polisi,” ucap sang inspektur dengan keragu-raguan yang jelas terlihat di matanya. Tampak jelas bahwa ia berusaha mengatasi rasa gemetarnya saat menghadapi Leonard Connor– pria yang cukup berkuasa di Canadak. Menghadapi pria itu membuat sang inspektur merasa seperti menghadapi badai yang siap mengamuk kapan saja tanpa aba-aba. Namun, ada kebenaran yang harus diungkapkan. Tugasnya sebagai polisi adalah untuk menegakkan keadilan. “Tidakkah kalian paham bahwa istriku adalah korban di sini?!” Leon berteriak. Suaranya terdengar bergemuruh