Ayo kirimkan gem untuk cerita ini agar naik peringkat! Follow juga utk update cerita lain yang tak kalah seru!
"No--nona. Ini saya!" teriak Poppy dari balik pintu perpustakaan. Arren merasa lega mendengar suara Poppy dan bukan raungan Leon. "Tuan Leon, suami Anda telah pulang. Harap segera kembali ke rumah utama," lanjut Poppy kemudian, yang membuat Clark tersentak. Gadis itu baru saja akan melangkahkan kakinya ke ambang pintu, sebelum Clark menariknya dengan paksa. "Arren? Apa maksudnya 'suami'? Katakan!" tegasnya meminta penjelasan. "Clark.. Hhh... Ini tidak seperti yang kau pikirkan," terdengar Arren mengeluh, meski ia tidak ingin membahasnya. Arren merasa perlu menjelaskan situasi pernikahan dadakannya pada Clark, meski berat. "Sewaktu di rumah sakit, dia terpaksa menikahiku agar menjadi wali yang sah. Kau tahu kan? Wali hanya seorang, dan kau telah menjadi pemicunya." "Aku tidak mengerti....," bingung Clark. "Sudahlah! Aku juga pusing. Kau tidak usah memikirkannya. Kita tetap pada rencana kita," pungkas Arren. Ia kemudian memutar knop pintu perpustakaan dan segera bergabung bersa
"Sial!" rutuk Vennina, sang selir, dengan tatapan penuh api kecemburuan ketika melihat Leon dan Arren yang sedang bergandengan tangan dengan mesra. Selain Venn, Clark, sang mantan kekasih Arren yang kini menjadi pengawal pribadinya, juga merasakan gejolak emosi serupa. Mereka sama-sama merasa cemburu dan tidak senang dengan perkenalan resmi tersebut, terutama bagian 'pasangan pengantin baru' yang melekat pada status Leon dan Arren. Vennina, dengan gaun mewah berwarna merah yang merayap seperti api, menahan emosinya dengan susah payah. Ia terus menusuk Arren dengan tatapan yang penuh kebencian. Bibir merahnya meruncing, dan tangannya berkerut di pangkuan. Wajah Vennina yang cantik kini terlihat rusak, akibat goresan bara api kecemburuan yang menggelegar. Sementara itu, Clark yang berdiri di belakang Vennina, mencoba menyembunyikan gejolak batinnya. Ia tahu betul siapa Arren dan bagaimana perasaan yang sempat mereka bina bersama. Melihat Arren yang kini menjadi istri sang penguasa,
Perjamuan yang sederhana, namun tidak sesederhana kelihatannya, akhirnya selesai juga. Arren sangat lelah, ia bahkan tertidur saat Poppy baru akan menyiapkan air mandi untuknya. “Pergilah, biar aku yang memandikannya,” ucap Leon, ketika baru masuk ke dalam kamarnya. “Baik, Tuan,” jawab Poppy, kemudian beranjak mundur dari hadapan majikannya. Leon telah menyetujui usul Clark yang cukup visioner itu. Memang sudah lama sekali, ia tidak pernah melakukan uji keamanan dikarenakan mansion selalu aman. Namun, ketika insiden dari dalam silih berganti datang, mau tidak mau, keamanan diperketat. Namun, Leon tak pernah berfikir untuk mengganti sistem keamanan secara keseluruhan. Setelah pembicaraan yang panjang itu berakhir, Leon akhirnya dapat kembali bersama Arren. Ia menikmati suasana tenang ketika berada di sisi istrinya itu, terutama saat ia sedang tertidur seperti ini. “Kau seperti bayi,” gumamnya, lalu memindahkan Arren ke ranjang. *** “Kita mau ke mana?” tanya Arren, setelah bersi
“Apa maksudmu?” tanya Leon tajam. Ia tidak menyangka bahwa ada kecacatan seperti ini dalam agendanya.Desainer itu memandang Leon dengan wajah cemas, mencoba menjelaskan situasi dengan hati-hati. "Material dari jas itu yang tidak lagi diproduksi oleh pemasok kami, Tuan.""Mengapa begitu?" Leon masih mencecarnya karena merasa usahanya mungkin sia-sia. Dia sangat menginginkan jas itu. Lola kemudian menjelaskan bahwa, sutra perak yang digunakan dalam pembuatan jas itu adalah produk langka yang telah berhenti diproduksi. Material tersebut pernah dihasilkan oleh suku Faraday yang memiliki keahlian unik dalam menenun benang perak ke dalam serat sutra, menciptakan kilauan yang spektakuler dan sangat indah. Sayangnya, produksi sutra perak tersebut telah berhenti karena suku Faraday menghadapi tantangan besar, tidak adanya generasi muda yang meneruskan warisan budaya tersebut. Suku Faraday menjalankan tradisi menenun sutra perak selama berabad-abad. Namun, dengan perubahan zaman dan kecend
Akhirnya, malam yang begitu dinanti-nanti tiba. Gala dinner yang diselenggarakan oleh kolega penting, sudah berada di depan mata. Arren dan Leon tiba di lokasi acara di ibu kota Canadak dalam balutan pakaian yang mereka persiapkan secara teliti. Pasangan itu terlihat begitu bersinar malam ini. Para pelayan yang sebelumnya telah mempersiapkan segala sesuatunya di mansion, begitu takjub dan bangga, karena dapat turut andil dalam perubahan besar Nyonya Arren. Gedung serbaguna di sebuah hotel berbintang yang disewa oleh Walikota, dipenuhi dengan dekorasi mewah dan hiasan bunga yang indah. Sepertinya, pesta ulang tahun pernikahan ini disiapkan dengan meriah. Gedung tersebut telah diubah menjadi tempat perayaan yang luar biasa. Cahaya lampu kristal berkilauan di langit-langit, menciptakan atmosfer yang hangat dan elegan. Para tamu disambut dengan karpet merah yang mengalir gemerlap di pintu masuk. Mereka datang mengenakan pakaian terbaik sesuai tema pesta, 'malam di istana'. Tuan-tuan da
“Lihatlah mulutnya itu. Kotor sekali,” umpat Elea sambil mendengus. “Begitulah jika mengambil tikus di jalanan, dia tidak memiliki sopan santun,” ejek Dhevita, yang telah mendengar cerita asal-usul Arren dari Vennina. Tentu saja sebagian dari cerita itu adalah kebohongan. “Sudah cukup! Saya rasa kalian bertiga memang ingin menyerang saya. Sungguh pengecut!” Arren kemudian membalikkan badan dan melangkah menjauh dari mereka bertiga. Tidak ada gunanya mendengar hal buruk seperti itu, meski ada kebenaran dalam setiap ejekan yang mereka lontarkan. “Cih! Dasar lemah!” maki Dhevita, kemudian juga ikut berbalik arah sambil mengajak nyonya lainnya untuk mencicipi hidangan. Tindakannya tentu tidak akan berhenti sampai di situ saja, karena di lantai atas, Vennina juga turut menyaksikan kelanjutan misi yang akan dijalankannya. *** (Malam Sebelumnya) "Saya akan hadir di pesta walikota, meski tidak bersama Leon. Saya harap Anda dapat memberikan sedikit bantuan, Nyonya Dhevita," ucap Vennina
(Tiga Malam Sebelumnya) Gang Oldtown di ibu kota tengah tenggelam dalam gelap malam, bulan yang redup tak mampu lagi menerangi langit yang kian gulita. Di dalam markas pedagang X, sesosok misterius tampak terdiam dengan pandangan yang terfokus pada layar komputernya. Dengan penuh konsentrasi, jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard, menghasilkan deretan kode yang menggelapkan layar di hadapannya. Beberapa kali ia mengetik perintah-perintah dengan lihai, namun, belum mendapatkan hasil optimal dari apa yang diusahakan. “Sial!” gerutunya dengan kekesalan yang memuncak. Gadis itu adalah seorang peretas ulung yang tengah mempersiapkan serangan daringnya. Biasanya, ia tak pernah gagal menjalankan tugas, namun kali ini, tugas yang diberikan terasa sulit sekali dirampungkan karena keamanan sistem yang cukup rumit. "Sistem keamanan yang kokoh ini akan kuhancurkan," gumamnya dengan rasa jengkel dan penuh tekad. Suaranya terdengar penuh keyakinan, seperti mantra gelap yang mengisi
Dalam hitungan detik, Arren merasa kehilangan kendali atas tubuhnya. Ia seolah-olah terjebak dalam keadaan tidak sadarkan diri. Di tengah kegelapan yang menyelimuti pikirannya, Arren merasakan suara bisikan yang memekikkan kegembiraan, seolah-olah telah berhasil mengeksekusi misi yang telah direncanakan sebelumnya. Suara seorang pria dan wanita bergema di dalam pikiran Arren, bersahut-sahutan dengan sorak kegembiraan yang meriah. Tak lama kemudian, terdengar suara benda bergerak dengan roda menggelinding di sekitarnya, dan akhirnya benda itu berhenti tepat di hadapannya. Selanjutnya, Arren benar-benar terlelap dalam tidur panjang yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. *** “Berhati-hatilah, dan pastikan kau tidak melakukan kesalahan,” perintah Vennina dengan tegas, ia tampak sedang mengintai situasi di luar ruang ganti tersebut. “Baik, Nyonya. Anda tidak perlu khawatir,” sahut Pablo dengan keyakinan penuh. Di sampingnya, Rome sudah bersiap dengan sebuah kursi roda. Pria itu m