Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca☺
Rencana penggulingan kekuasaan neneknya telah didengar oleh Arren, dan gadis itu semakin was-was. "Bagaimana ini?" gumamnya sambil menggigiti kuku jari. Arren hanya asal bicara saja, ketika meneguhkan ikrar untuk melindungi Rossie. Nyatanya, Arren bahkan tidak memiliki rencana apa-apa. Ajudannya, Shane, masih terbaring lemah dalam pemilihan, begitu juga Clark, sang pengawal setia. Arren merasa sendiri, dan tidak memiliki dukungan pasti. "Cucuku... apa yang kau khawatirkan?" tanya Nyonya besar yang tiba-tiba muncul di ambang pintu. Ia melihat Arren tampak termenung di depan meja riasnya dengan wajah sendu. "Eh, Nenek... bagaimana keadanmu?" tanya Arren yang sontak merapikan riasannya. Ia tidak ingin neneknya lebih cemas lagi dengan melihat kegelisahannya. "Aku baik, bagaimana denganmu? Mengapa murung? Pagi ini cerah sekali, Lho..." seloroh sang nenek, kemudian masuk ke dalam kamar Arren. Langkahnya yang anggun, menuntunnya menuju ke arah cucu kesayangannya. Nenek Arren, seperti
"Bagaimana rencananya?" tanya Abigail dengan wajah tegang. Ia melirik sekilas ke arah Nyonya Andersen yang tidak tampak memiliki rencana matang. "Percayalah padaku, voting ini akan sangat berguna!" ucapnya dengan keyakinan penuh. Dewan Rossie adalah lembaga yang berperan penting dalam pengambilan keputusan untuk wilayah Rossie. Mereka memiliki kewenangan untuk menentukan berbagai aspek pemerintahan, termasuk kebijakan, anggaran, dan pengangkatan pemimpin.Nyonya Andersen adalah ketua dewan, ia dapat dengan bebas memasukkan agenda voting dalam pertemuan penting, dan mengusahakannya dengan hasil akhir yang diinginkan. Semua itu sangat mudah, asal ada bayarannya. Meski sedikit ragu, namun, Abigail tidak dapat menolak rencana sang rekan. Ia benar-benar harus segera merebut posisi penguasa. Jika tidak, Arren benar-benar dapat menjadi saingan yang tak terkalahkan. "Minggu depan usia Arren 20 tahun. Kita harus segera bergerak, jika tidak ingin tertolak mentah-mentah oleh hukum sialan i
Cahaya mentari pagi sedang menyinari Mansion Rossie dengan hangatnya. Nyonya besar Rossie tampak duduk di teras depan, sambil menikmati secangkir teh Earl Grey dengan tenangnya.Saat ini, ia sedang menatap kebunnya yang indah sambil menunggu Arren selesai berhias. Mereka berencana untuk berjalan-jalan bersama, sebelum Arren akhirnya memulai kelas paginya dengan sang tutor yang baru akan tiba pukul 10 pagi nanti. Kelas debat bersama Tuan William akan dimulai dua jam lagi. Mereka masih memiliki waktu untuk mengobrol bersama dan menikmati pagi, sebelum Arren kembali sibuk dengan aktivitas belajar rutinnya demi mengasah diri. "Nyonya! Nyonya!" Kepala pelayan tiba-tiba melupakan sopan santunnya, dan berlari seakan hendak menerkam sang Nyonya. "Ada apa denganmu di pagi yang Indah ini?" tanya Nyonya besar dengan satu alis terangkat. Ia tampak heran dengan kelakuan sang kepala pelayan yang tidak seperti biasanya. "Ma--maaf, Nyonya! Gawat! Gawat!""Jess, tenangkan dirimu. Apa yang terjadi
Saat ini, Abigail Rossie merasa berjaya dan seakan terbang di angkasa. "Oh, kursi yang cantik, meja yang cantik, kalian semua akhirnya menjadi milikku! Ha... Ha... Ha..." derai tawa menggelegar di ruangannya yang mewah dan megah.Abigail kini menjadi wanita paling bahagia di dunia. Kematian suami, dan kedua anaknya tidak menyurutkan kebahagiaannya. Abigail benar-benar iblis sejati yang menyatu dengan apik seperti makhluk asing yang sempurna.Dengan senyum penuh kepuasan di wajahnya, Abigail mulai menyusun taktik dan siasat lain untuk melanggengkan kekuasaannya.Langkah ini belum seberapa, dibandingkan dengan tujuan akhirnya untuk menguras kekayaan Rossie hingga ke akar-akarnya."Selanjutnya, mengusir nenek tua itu dari Mansionnya... Ha... ha... ha..." Pergantian kepemimpinan telah berjalan begitu mulus seperti yang dia harapkan. Abigail hanya perlu melakukan tindakan kecil terakhir agar dendamnya tuntas dan terbalas. Abigail adalah seorang wanita yang ambisius. Dia selalu ingin leb
Kapal Leon yang bernama "Serenade," melaju dengan anggun di atas perairan biru.Diterjang angin laut yang sepoi-sepoi, kapal itu tampak tenang melintasi samudra yang bergelombang. Kapal Serenade telah menjadi rumah utama Leon untuk saat ini, sambil terus melacak jejak sang istri. Tanpa kehadiran Arren, hidup Leon menjadi hampa.Leonard Connor yang terbiasa memerintah dan berbuat sesukanya, kini luluh takluk dalam kehangatan Arren yang tidak lagi ada di sisinya.Leon menjadi hilang arah dan hanya memiliki satu tujuan hidup: menemukan kembali istrinya.Leon telah menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk melacak jejak sang istri, dengan harapan dapat bertemu kembali dan melanjutkan hidup bersama untuk selamanya.***Di saat sedang merenungi hilangnya sang istri, Leon dikejutkan oleh nahkoda kapal yang tiba-tiba datang ke kabin kamarnya."Tuan! Ada kapal yang hampir tenggelam! Akankah kita menolong mereka?" teriak Nahkoda dengan nada yang penuh kecemasan. Sebuah kapal hancur yang teromb
Pusat kota Rossie saat ini berubah menjadi arena kerusuhan yang mencekam.Ribuan warga berkumpul di berbagai wilayah untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka. Kemarahan mereka semakin menjadi, ketika banyak rekan pendemo telah ditangkap polisi.Menurut rumor yang beredar, mereka bahkan disiksa di kantor-kantor kepolisian yang menangkap para demonstran."Bebaskan rekan kami!""Jangan kriminalisasi para demonstran!"Pekikan solidaritas terdengar, bersahut-sahutan dengan penututan turunnya Abigail Rossie dari kursi kepemimpinan. Suasana begitu tegang dan mencekam.Langit mendung yang tiba-tiba memunculkan guntur, seakan turut mendukung amarah para demonstran. Kucuran hujan tidak bisa menghalangi semangat para pengunjuk rasa. Mereka tetap berbaris dengan rapat, menghindari penyusupan para aparat. "Maju!" teriak salah seorang demonstran yang memerintahkan rekan-rekannya untuk merangsek ke dalam pagar berduri yang mengelilingi balai regional.Meski hujan, mereka tidak menyurutkan niat. Den
Setelah kerusuhan di pusat kota Rossie, situasi di wilayah tersebut semakin memanas. Aksi damai yang semula dilakukan oleh ribuan warga, kini berubah menjadi badai kekerasan yang melanda kota.Respon aparat terhadap kerusuhan ini tidak dapat disebutkan sebagai upaya penenangan. Sebaliknya, mereka mengirim sejumlah besar polisi anti-huru-hara dengan peralatan yang canggih untuk menekan keras para demonstran. Huru-hara terjadi di jalanan kota, serta kantor-kantor pemerintah, yang tersebar di seluruh wilayah Rossie. Polisi dan para demonstran terlibat dalam bentrokan brutal.Protes yang awalnya dimulai dengan tuntutan ketidaksetujuan terhadap Abigail Rossie berubah menjadi aksi destruktif yang merusak banyak aset publik dan bisnis. Toko-toko di pusat kota dirampok dan dibakar, pusat perbelanjaan yang sebelumnya ramai, kini menjadi reruntuhan hitam yang terbakar. Bangunan-bangunan pemerintah tidak dapat beroperasi akibat serangan para demonstran.Para warga yang sebelumnya bergabung seba
Di rumah sakit pusat kota, suasana kericuhan masih kental terasa. Tim medis terus sibuk berlalu-lalang, menerima pasien yang bolak-balik datang. Para korban ricuh, baik dari kalangan pengunjuk rasa maupun aparat keamanan, menderita luka-luka serius yang membutuhkan pertolongan segera. Ruangan gawat darurat dipenuhi dengan pasien yang kesakitan karena luka tembak atau luka bakar akibat bentrokan dengan aparat keamanan. Dokter dan perawat berusaha semampu mereka untuk memberikan pertolongan pertama, meskipun tekanan yang mereka hadapi cukup besar. "Kami butuh lebih banyak obat penghilang rasa sakit!" teriak salah satu perawat kepada rekan-rekannya. Korban-korban tidak hanya datang dari warga sipil yang terluka, namun, pihak aparat juga banyak yang mengalami pendarahan akibat ledakan serta pukulan dari pendemo yang melakukan kekerasan. Mereka juga membutuhkan perawatan medis dengan cekatan. Beberapa di antara aparat itu bahkan menderita patah tulang dan luka memar akibat serangan be