Arianne mengangguk. “Ya, Tiffie bilang dia akan pergi bersamaku. Kita berencana untuk memulai bisnis toko makanan manis di kota lain, tapi kita masih belum yakin. Jika semuanya gagal, kita akan mencari pekerjaan untuk menghidupi diri kita sendiri."Mendengar bahwa Tiffany juga akan pergi, senyum di wajah Jackson memudar. “Oh… Apakah kalian para gadis sudah memikirkan kemana tujuanmu?”Arianne menggelengkan kepalanya. "Belum. Kita tidak terburu-buru memutuskan. Ini terlalu mendadak, dan kita masih harus mempertimbangkan beberapa hal . Benar, bisakah kau meminta Mark untuk mengembalikan Si Putih kepadaku? Aku harus membawanya; Mark tidak menyukainya."Jackson tiba-tiba berpikir bahwa sahabatnya itu sungguh menyedihkan. Dia kurang berharga dari seekor kucing bagi Arianne. “Kau benar-benar tidak berpikir untuk mengambil pria itu juga? Hanya kucingnya?"Arianne menjawab dengan serius, “Berhentilah bercanda. Aku tidak ingin berurusan dengannya lagi selama sisa hidupku. Aku tidak akan men
Ethan terlihat dingin saat nada suaranya menjadi rendah juga. “Kesabaranku terbatas. Jika aku bersungguh-sungguh ingin melakukan sesuatu padamu, telah aku lakukan di mobil, dan kau tidak akan dapat melawannya juga.”Tiffany tahu bahwa akan sia-sia menahan ini, jadi dia menggertakkan giginya dan keluar dari mobil untuk mengikuti dirinya masuk ke rumah.Rumah itu tetap terlihat tua. Tidak ada yang berubah. Bagian dalam dan perabotannya menyimpan banyak kenangan tersendiri. Ethan telah memainkan kartunya juga, tahu bahwa Tiffany akan merasa paling tenang saat berada disini. Ini juga mengapa Ethan membawanya kemari.Pembantunya telah menyajikan makanan di meja. Wanginya seperti makan malam, Tiffany terpukau sesaat, seakan dia telah kembali ke masa lalu ketika keluarganya bertiga hidup bahagia. Pria di depannya inilah yang menyebabkannya menjadi seperti sekarang, tapi pada akhirnya, dia membawa Tiffany kembali kemari sebagai pemilik rumah itu. Apakah dia ingin Tiffany merasa tersentuh atau
Tiba-tiba, sebuah mobil mengebut melewatinya dan memutar balik untuk berhenti disampingnya. Tiffany menyeka air matanya. “Jackson? Mengapa kau disini?”Hal pertama yang Jackson lakukan setelah keluar dari mobil adalah menggenggam tangannya, mengecek dari kepala ke ujung kaki, menghela nafas lega ketika dia melihat Tiffany tidak apa-apa. Entah betapa cemasnya dia saat tahu Tiffany bersama Ethan. Jackson sedang memasak tetapi dia melempar spatula itu dan bergegas, menerobos lampu merah dan ngebut melewati semuanya. “Ethan punya sesuatu untuk menahanmu, ya? Jika dia mencarimu lain waktu, beritahu aku. Aku tidak akan membiarkan dia terus memerasmu. Apa dia lakukan sesuatu padamu!?”Tiffany menggelengkan kepalanya. “Tidak. Dia membiarkanku pergi. Dia juga tidak punya apapun untuk menahanku. Aku bisa melanjutkan hidupku dengan permulaan yang baru mulai sekarang, keluar dari bayang-bayangnya dan hidup dengan baik…”Tidak bisa menahan diri, Jackson menarik Tiffany dalam pelukannya. Mata Tiffan
Dia berkata tegas dan jelas. Jackson pasti bodoh sekali jika dia tidak memahaminya. Ada sekilas kekesalan di bawah matanya saat dia mencoba tak peduli. “Tentu, apapun yang terbaik untuk kalian. Ingat untuk berpamitan denganku, seseorang dari masa lalu kalian, sebelum kalian pergi.”Mengira dia bercanda, Arianne terkekeh. Namun Tiffany dan Jackson merasa berbeda. Satu membuat keputusan sementara lainnya menghormati keputusan itu.Setelah makan malam, kedua perempuan itu mulai mencuci. Jackson menambahkan. “O ya, Arianne, bukankah kau memintaku untuk meminta Mark kucing itu? Dia bilang tidak akan memberikannya.”Arianne seketika menjadi kesal. “Kenapa tidak? DIa melarangku menyimpan kucing itu sebelumnya. Dia bahkan tidak menyukainya. Mengapa dia tidak mau mengembalikannya padaku?!”Jackson dengan cepat menjawab, “Jangan marah padaku, aku hanya perantara. Dia hanya berkata tidak mau memberikannya. Dia tidak berkata apa-apa lagi. Mana aku tahu alasannya mengapa? Jangan khawatir, jika kau
”Sengaja memilih waktu untuk kembali ketika aku tidak disini.... Apa kau begitu ingin untuk menghindariku? Jika kau mau pergi, setidaknya berpamitan.”Sulit baginya untuk mengenali emosi dari nada suaranya, tetapi dibalik ketenangannya dia terasa menderita. Arianne tidak berbalik, karena dia tidak yakin bagaimana menghadapi Mark. Bagaimana bisa dia bicara sesungguhnya pada Mark, bersikap seakan tidak ada yang terjadi?Setelah hening sesaat, Mark membawakan koper Arianne ke bawah. Ini mengejutkan bagi Arianne. DIa mengira bahwa Mark akan menghentikannya pergi, menghalanginya dengan berbagai cara, seperti orang gila dahulu, dan memaksanya tetap tinggal. Dia takut hal itu terjadi, jika dia jujur. Namun, tak disangka, Mark sepertinya sangat tenang. Dia menghela nafas lega. Setidaknya, dia bisa mengucapkan beberapa kata-kata baik pada Mark. Arianne merapikan rambutnya ke belakang telinga saat dia mengikuti Mark menuruni tangga. Seraya menundukan kepalanya, dia bergumam, “Aku hanya
Setibanya mereka di kota baru, Arianne dan Tiffany menghabiskan separuh hari mencari tempat baru untuk tinggal. Lalu mereka menghabiskan sisanya untuk mendekorasi rumah kecil mereka. Ketika keduanya merebahkan diri di atas tempat tidur baru mereka karena kelelahan, senyuman puas tersungging dari keduanya. Arianne menolehkan kepala, melihat ke arah Tiffany seraya bertanya, “Kau sungguh tidak apa meninggalkan ibumu sendiri?”Tiffany terdiam merenung dan berkata, “Aku sedikit khawatir, tetapi tidak apa selama kita masih berkabar. Kita pindah cukup jauh dan menemukan sebuah kota yang tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Ibuku tidak tertarik mengunjungiku. Aku telah mengatakan padanya bahwa aku disini untuk memulai bisnis dan menjelajahi dunia, jadi dia tidak terganggu olehku. Kau, disisi lain… Apa kau pikir Mark akan mengirimkan orang untuk mengawasimu?” Sekarang setelah Tiffany menyebutkannya, Arianne percaya ini sangat mungkin terjadi karena Mark sepertinya terlalu tenang ketika A
Helen tersenyum, “Kau salah paham. Aku hanya disini untuk bisnis selama dua hari. Aku dengar kau membuka sebuah toko dan aku sedang lapar. Aku tidak bisa memutuskan mau makan apa, jadi aku kemari untuk melihat. Tidak apa jika kau tutup, aku akan pergi.”Hatinya melunak, Arianne bertanya, “Apa yang mau kau makan?” Helen mendekati meja kasir dan mengambil menu. Dia membacanya dan memilih dua kue dan secangkir latte, “Itu saja. Aku harap aku tidak mengambil banyak waktumu. Dibungkus saja.” Arianne tidak menjawab. Dia hanya mengenakan celemeknya dan berjalan masuk ke dapur. Tiffany dengan cepat membuat latte untuk Helen dan mengemasnya. Setelah kuenya selesai, Helen pergi setelah membayar pesanannya. Dia tidak berkata apapun lagi pada Arianne. “Ari, aku punya firasat ibumu benar disini untuk perjalanan bisnis. Perlakukan saja dia seperti pelanggan biasa. Kau selalu tersenyum pada orang asing, coba untuk sedikit… lebih ramah pada ibumu. Oke?” Tiffany menyarankan, tidak dapat menah
Arianne telah berhasil mengendalikan emosinya kembali normal saat dia tiba di toko. Tanya Anderson, pegawai yang bertanggung jawab untuk pengiriman, menyapanya kikuk, “Aku terlalu lambat, Ari?”Arianne terkaget. Butuh beberapa saat ketika dia menyadari apa yang Tanya maksud. “Tidak, aku sedang punya waktu luang saja, jadi aku membantumu mengirimkan pesanan. Tidak apa, kembali bekerja. Aku akan pergi ke dapur.” Tanya lahir dan besar di kota ini. Kondisi ekonomi keluarganya tidak terlalu bagus, jadi dia tidak dapat melanjutkan studinya setelah masuk ke universitas. Dia memilih untuk mulai bekerja lebih awal. Dia memiliki kakek yang sudah uzur di rumah dan sangat ramah. Dia berpenampilan cantik dan manis, meskipun kulitnya sedikit gelap karena terus-menerus bepergian. Tanya jauh lebih giat dibandingkan pegawai yang lain, Regina McKaren, yang bertugas menyajikan pesanan. Regina bahkan tidak menyelesaikan SMA dan telah hidup di jalanan sejak kecil. Dia tidak pernah benar-benar memperka