AKANKAH RIO MENGETAHUINYA?
"Percayalah, Mi. Ketika seorang wanita sudah berada di titik menyayangi suami, calon pasangannya dan menerima semua keputusan serta kondisi sang suami, maka keberkahan dalam rumah tangganya akan berlangsung lama dan awet. Tak mudah memang menerima lelaki dengan harga diri yang sudah tinggal separuh," jelas Abah Furqon."Abah bisa mengatakannya begitu karena Abah lelaki, Mi. Percayalah, karena harga diri lelaki itu ya itu, Mi. Kelelakian, memang wanita tak menuntut bahkan bisa menahan, tapi untuk seumur hidup? Bisakah? Bayangkan saja, Mi. Bagaimana amit-amit jika menimpa Umi. Ketika lelaki kehilangan keperkasaannya, maka harga dirinya akan turun dan itu wajar," sambungnya."Entahlah, Bah. Aku belum bisa berpikir sampai sana, aku masih ingin memiliki waktu sendiri dan untuk memikirkan semua dalam posisi yang dingin. Biarkan aku mencari waktu dulu," terang Umi Laila. Abah Furqon pun langsung terdiam, dia malas berdebat deAPAKAH DIA GENDHIS BABY BINALKU?"Sudah tidak usah dipikirkan lagi, aku akan menjelaskan semua kepada Mamamu Nanti. Insya Allah habis maghrib aku akan ke sana, bolehkan aku berkunjung ke rumahmu?" tanya Mulki."Ah rupanya dia ingin perjanjian pergi ke rumah wanitanya. Hahaha, polos sekali dia harus bertanya dulu," kata Rio dalam hati. "Ya memang bisa semua dikatakan ditelepon, tapi kan ini menyangkut penjelasan kepada orang tuamu, Gendis. Sebagai lelaki malu dong jika hanya lewat telepon, ini sebagai bukti kesungguhanku. Aku akan datang ke sana dan aku harus menjelaskan secara langsung semua ini, masa ia meminang anak perempuan orang hanya lewat telepon saja," ujar Mulki lagi."Tak elok, tak baik kan. Meskipun ini bukan acara mengkhitbah resmi hanya saja aku ingin menunjukkan keseriusan ku serta silaturahmi kepada Ibumu. Lama aku tak bertemu dengan beliau. Jadi bisakah kau membiarkan aku ke sana? Boleh kan?" tanya Mulki sekali lagi. 'D
MEMBUNTUTI MULKI UNTUK MELAKUKAN PEMBUKTIAN! "Ya sudah kalau begitu nanti aku akan segera menjemput Farhat setelah asar," kata Syifa. "AKU TAK AKAN MEMBIARKANMU!" ancam Rio dalam hati. Rio pun menganggukkan kepalanya, mereka masuk ke kamar lagi. Rio ingin istirahat sebenarnya namun tak bisa. Rio diam-diam memperhatikan gerak-gerik dari Mulki yang memang tak kembali ke pondok. Dia tak ingin ketinggalan lelaki itu, setelah memastikan semua di rumah aman dan tak curiga Rio pun menyusun strategi dan hanya tinggal menunggu eksekusinya saja. Dia menunggu sambil bermain dengan putranya, sedangkan Farhat karena ada ujian belum bisa menyusulnya. "Mas Farhat belum selesai ujiannya. Masih harus ujian hafalan dan sebagainya, sampean ke Pondok pun tak akan bisa bertemu karena dalam kelas. Jadi kemungkinan belum bisa bertemu. Bagaimana?" tanya Sifa setelah mendapatkan kabar dari pengurus pondoknya. "Biarlah, Dek. Jangan
MATI?"Arrrggghhhhhh!!!!!!!!!!!" teriak Rio sambil mengusap wajahnya kasar."Gusti! Tuhan, apa perasaanku saat ini? Apakah ini salah? Ibu, maafkan aku, Bu. Aku tahu bahwa kali ini aku salah, karena aku saat ini memiliki anak perempuan juga istri. Namun di sisi lain aku tak bisa menutupi rasa penasaranku, Bu. Aku tahu jika aku bertemu dengan wanita itu lagi akan bisa menumbuhkan rasa cintaku terhadapnya lagi. Tapi aku tidak salah kan, Tuhan," kata Rio."Bagaimanapun juga dia juga Ibu dari anakku, meskipun anak itu dikandung di luar nikah aku tetaplah bapaknya. Bu, tenanglah dan jangan marah ya. Aku hanya ingin menengok anakku saja, bukankah semua itu dilihat dari niatnya? Dan aku tidak berniat macam-macam, hanya menengok anakku, Bu. Maaf ya, aku hanya sekali lagi menengok anakku tidak lebih," sambung Rio.Dia mendengar mobil Mulki di nyalakan, sepertinya Mulki sudah selesai mengantri. Setelah mendapatkan martabak itu Mulki langsung berlalu pergi m
ASSALAMUALAIKUM MANISKU!"Assalamualaikum," sapa Mulki sambil menenteng dua kresek berisi martabak manis dan asin."Waalaikumsalam," sahut Gendhis,"Masuklah, Mulki," perintah Gendhis."Masya Allah manis," kata Mulki."Hah?" sahutnya."Kau manis sekali, manisku," puji Mulki yang otomatis langsung membuat wahag Gendhis merona."Halah aku bisa saja," cebiknya.Gendhis memakai gamis hitam, semenjak ke Tarim dan kondisi berduka Gendhis lebih senang memakai semua pakaian hitam. Termasuk cincin, permata hitam. Antara tanda duka atau tanda yang mencerminkan dirinya sekarang. Meski begitu itu tak mengurangi kecantikan dan aura elegan yang dia tampilkan."Kau sekarang menyukai warna hitam? Itu nampak sangat elegan sekali. Dari pada Gendhis yang biasanya," sambungnya."Kenapa memangnya? Bukankah artinya duka?" jawab Gendhis."Warna hitam memiliki makna simbol yang berbeda bagi setiap orang. Ket
BERI AKU WAKTU TIGA BULAN!"Jangan pernah memaksa orang tuamu merestuinya. Kalau memang mereka tak ingin anaknya menikah denganku maka aku ikhlas, ini semua bukan salah mereka tapi salahku. Kebodohanku di masa lalu dan sisi egoku," jelas Gendhis."Aku tak masalah jika kau membatalkan. Membatalkan pinangan ini," ujarnya.Mulki terdiam, dia menatap Gendhis dengan tatapan tak percaya. Ya, wanita memanglah begitu, selalu mengedepankan egonya dari pada logikanya. Namun dia tak menduga Gendhis akan langsung menyerah seperti ini. Padahal saat bersama Rio sosok wanita di hadapannya bisa memperjuangkan cinta yang salah."Apa kau berpikir begitu?" tanya Mulki."Ya," jawab Gendhis dengan tegas."Jujur saja ini agak mengecewakan aku," kata Mulki. Gendhis menatap Mulki dengan tatapan bingung dan penuh tanya."Kenapa?" "Ya, bagaimana mungkin dengan mudah kau mengatakan membatalkan lamaran ini? Padahal ini bukan permainan. P
BADJINGAN KAU!"Apa kau bilang?" tanya Gendis pun mendengus kesal."Entah mengapa tiba-tiba perasaan tak suka mencuat begitu saja, dia tak menyangka jika orang-orang alim yang identik paham dengan agama justru akan melakukan poligami ya meskipun itu tidak disalahkan tapi naluriahnya sebagai seorang wanita tak ingin diduakan."Aku sudah memberikan kesempatan kepada Umi bahwa aku rela dijodohkan dengan siapapun selama wanita itu tahu latar belakangku dan tak ada kebohongan. Dia tahu penyakitku dan dia bisa menerimaku," jelas Mulki."Gendis, kau juga wanita kan? Kau mengerti maksudku. Kau pikir siapa yang mau menikah denganku saat kondisiku seperti ini?" sambungnya."Kau memanfaatkan itu?" tanya Gendhis."Hahaha, bahasamu terlalu jahat. Apalagi aku tidak memanfaatkannya, kau salah, Gendhis. Sebagai orang yang paham tentang agama, aku hanya ingin tak gagal dalam melakukan dan menjalani rumah tangga. Dalam membina sebuah hubungan keluarga aku menginginkan menikah itu langgeng, satu selaman
DIA ANAKKU! DAN MENINGGAL AKU TAK TAHU!"Semi ustadz?" tanya Rio mengerutkan keningnya."BADJINGAN KAU!" Pekik Rio dalam hatinya.Semakin ke sini dia makin curiga bahwa lelaki itu adalah Mulki. Namun sekali lagi Rio tak ingin tergesa-gesa dulu menyimpulkan. Dia harus mengatur strategi dan taktik agar tak salah jalan. Meskipun dia tak bisa bersama Gendis tetapi jika gadis itu bersama Mulki pun hatinya juga tak rela, menurutnya lebih baik Gendis bersama orang yang tak dia kenal. Dia harus mengumpulkan bukti kuat sebelum mengatakan semua kebenaran ini pada sifa."Mohon maaf Bu Apakah lelaki itu sedikit tinggi mungkin lebih tinggi dari aku dia hobi sekali memakai baju semi Koko begitu kaos tapi bentuknya Koko sedikit putih tetapi tidak terlalu putih juga dan memiliki suara yang sangat kalem sekali benarkah seperti itu tanya Rio mulai menggambarkan ciri-ciri Mulki"Iyo, Mas.""Sik sebentar, Bu. Saya boleh memastikan tidak? Sepertinya yang lelaki itu temanku juga," kata Rio."Ah saya lamat
KETIKA KAU GAGAL JADI MADU KAU MEMBALAS INGIN MENJADI IPARKU!"Bagaimanapun juga dia anakku, Gendis! Tapi konyolnya aku tidak tahu! Aku berhak tahu!" sanggah Rio."Kata siapa? HAH?" bentak Gendhis."Apa maksudmu berkata seperti itu, Gendhis. Bagaimana pun juga aku adalah ayah Kai! Kau tahu itu kan? Sekarang kenapa kau berbicara seolah-olah aku orang asing bagimu dan Kai?" sahut Rio.Tangan Gendhis langsung mengepal, sungguh sakit hatinya sekarang. Marah dan tak terima bergolak menjadi satu dalam hatinya. Dia tak terima kepada sikap Rio, datang tak di undang melukai Mulki, dan sekarang mengatakan bahwa dia memiliki hak atas anaknya. Sedangkan dulu lelaki di hadapannya ini tak bisa memutuskan memberikan kejelasan akta pada putranya. Bahkan dia kembali pada Sifa, istrinya."Sepertinya kau lupa, Mas. Baiklah, aku akan jelaskan," kata Gendhis sambil tersenyum kecut, nada suaranya sudah bergetar menahan tangis dan amarah yang berkumpul menjadi satu."A...apa maksudmu?" tanya Rio dengan nad