Clara segera mengambil ponselnya yang berada di saku lalu menempelkan benda itu ke arah telinga. Ia harus berdiskusi mengenai hal ini dengan seseorang. Ia tidak terima, bagaimana bisa Alden malah mengusirnya dari kediamannya?“Adrian, bisa kita bertemu?”“Ah ya bisa, kebetulan aku sedang beristirahat. Mau bertemu dimana?”“Kita akan bertemu di dekat kediamanmu, kalau begitu sampai bertemu di sana.”Setelah mendengar jawaban Adrian, Clara segera menyimpan ponselnya kembali. Ia segera masuk ke dalam mobilnya lalu menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi bergerak ke tempat tujuan.Tepat saat ia sampai di sana sudah terlihat Adrian yang melambaikan tangan ke arahnya. Clara mengangkat alisnya dengan heran melihat keadaan Adrian. Alih-alih seperti dirinya yang emosional, Adrian terlihat lebih tenang dan kalem. Apa pria itu tidak tahu bahwa Keina kembali bersama Alden?"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Adrian saat ia menghampirinya.Clara menarik nafasnya lalu menghembuskannya s
"Clara? Kenapa dengan Clara?" tanya Keina dengan raut wajah penasaran. Semenjak ia berselisih dengan sang ayah, Keina memang sudah lama tidak berhubungan dengan Clara. Ia terlalu sibuk dengan masalahnya dan belum sempat menemui Clara."Terakhir aku menemuinya, sepertinya dia sangat marah, Keina. Kau harus berhati-hati, tapi aku tidak yakin apa yang bisa ia lakukan karena dirimu dan Alden akan menikah,"Keina tertegun sejenak, ia menghela nafasnya panjang, "Wajar jika dia marah, aku akan mencoba menghubunginya nanti.""Kau akan menemuinya?" Tanya Adrian tidak percaya."Ya, aku akan menemuinya jika sempat.""Astaga Keina Nayara memang berbeda, dia malah menghampiri musuhnya sendiri begitu saja.""Hei Clara belum ada apa-apanya, kau lupa jika aku pernah menghadapi Shiren Athalia yang lebih berbahaya?""Astaga benar, ngomong-ngomong kau tahu dia kemana? Sepertinya dia menghilang."Keina mengangkat bahunya, "Aku tidak tahu dan aku tidak perduli."Adrian hanya terkekeh mendengar ucapan Kein
Alden dan Keina keluar dari butik sambil bergandengan tangan. Senyuman lebar masih terlihat dari wajah keduanya setelah mereka melakukan fitting baju pengantin.Keina tiba-tiba menghentikan langkah membuat Alden ikut berhenti lalu bertanya, "Ada apa?""Alden, bagaimana jika kita berjalan-jalan hari ini?"Alden terlihat mengerutkan keningnya mendengar perkataan Keina saat mereka hendak bergerak ke arah mobil. Untuk kemudian ia mengangguk merasa bahwa ide yang Keina kemukakkan tidaklah buruk. Akhir-akhir ini mereka memang sudah jarang melakukan jalan-jalan bersama, kebetulan cuaca sore hari ini terlihat cerah."Baiklah, ayo."Keina tersenyum dengan lebar mendengar persetujuan Alden, namun ia tertegun kembali melihat mobil Alde yang terparkir, "Lalu bagaimana dengan mobilnya?" tunjuknya dengan wajah bingung."Aku akan meminta bawahan ayah untuk membawanya, tidak perlu cemas."Keina mengulas senyuman kembali mendengar ucapan Alden, "Baiklah, ayo!" ujarnya dengan penuh semangat.Alden hany
Keina hanya bisa berlari mengikuti petugas kesehatan yang tengah mendorong tubuh Alden dari ambulans. Tangisnya tidak henti berurai mengikuti tubuh Alden yang kemudian dibawa ke suatu ruangan oleh para petugas kesehatan di sana."Anda keluarganya? Tolong tunggu di luar," ujar salah satu perawat ketika ia hendak masuk ke dalam."Izinkan saya melihat Alden Sus,""Tolong tunggu saja di luar, Anda hanya akan mengganggu pekerjaan dokter di dalam."Keina hanya bisa terduduk lemas saat pintu ditutup oleh perawat itu. Tubuhnya terasa kehilangan seluruh kekuatannya saat ini mengingat Alden yang bersimbah darah di hadapannya. Ini semua karena dirinya, jika saja ia tidak berlari mengejar anak itu, jika saja ia tidak mendekati anak kecil yang membuat kucing yang ia bawa terkejut hingga lari ke jalanan, mungkin saja seluruh musibah ini tidak akan terjadi. Mungkin saja Alden saat ini masih bersamanya.Ketika ia sedang merenungi nasibnya yang hanya bisa memeluk lutut sambil menunggui Alden dengan gu
"Cukup! Cukup!" Jerit Audrey saat melihat Reymand mulai emosi, tangisnya berderai melihat keadaan kedua keluarga yang selalu berselisih pendapat ini."Alden sedang terbaring di kamar dan kalian malah berdebat siapa yang salah? Mau mengulang kejadian saat Keina terbaring di sana?" jerit Audrey kembali. Hatinya terasa sangat sakit saat ini, tapi Handika dan Reymand malah tak pernah akur."Audrey benar, saat ini hati dan kepala kita terasa sangat pusing memikirkan keadaan anak kita, kenapa kalian para pria malah bersikap egois dan saling menyalahkan? Apa kejadian saling bermusuhan ini harus terus terulang? Sebenarnya apa untungnya kalian berdebat seperti ini? Lihat wajah anak kalian, apa anak kalian juga merasa nyaman dengan perilaku kalian ini?"Reymand dan Handika terlihat menunduk, rasa emosi dan amarah seolah selalu membutakan logika mereka. Reymand menghela nafasnya panjang, merasa menyesal karena sudah membuat keributan yang tidak berarti. Benar kata istrinya, memangnya jika berdeb
"Siapa yang memiliki dendam padaku?""Kau sudah menemui Clara, Keina?"Keina tertegun mendengar pertanyaan dari Adrian lalu menggeleng, "Belum. Aku belum sempat menemuinya. Apa dia menghubungimu?"Adrian terlihat menggeleng, "Tidak, sepertinya dia menghilang akhir-akhir ini.""Apa kau pikir ini adalah ulah dari Clara, Adrian?"Adrian terlihat mendesah lalu menggeleng kecil, "Aku tidak mau menuduh tanpa ada bukti dia yang melakukannya, tapi ku rasa hanya dia yang memiliki motif saat ini, Keina."Keina mengepalkan sebelah tangannya dengan kuat, "Jika benar Clara yang melakukannya, aku tidak akan memaafkannya, Adrian. Alden jadi seperti ini karena dia."Adrian meremas bahu Keina dengan lembut, "Tenanglah Keina, aku akan mencari tahu soal ini.""Keina?"Keina segera mengalihkan pandangannya saat mendengar teriakan Audrey saat ia tengah berbincang dengan Adrian. Ia segera bangkit lalu berlari menghampiri wanita paruh baya itu, "Ada apa Ma? Apa terjadi sesuatu pada Alden?" tanyanya ikut pan
"Kamu benar-benar tidak mengingat kami, Nak Alden?" Tanya Tiana tidak percaya. Awalnya ia tidak percaya saat Keina meneleponnya dengan tangis yang berderai bahwa Alden tidak mengingat dirinya dan semua tentangnya, namun melihat raut wajah kebingungan yang Alden tempakkan membuat Tiana ikut gusar."Maaf, tapi saya tidak bisa mengingat kalian.""Yang benar saja! Kami ini pernah jadi mertua kamu! Kamu bahkan datang kepada saya untuk memohon melamar Keina, bagaimana bisa kamu melupakannya?" Handika mulai bertindak emosional. Sungguh, ia tidak tega melihat puterinya yang kembali menderita karena Alden."Arghh sakit!" Alden meringis sambil memegang kepalanya.Reymand yang melihat hal itu segera menahan Handika, "Jangan kasar! Saat ini Alden sedang sakit, tidak bisakah kalian memakluminya?""Tapi, dia melupakan calon istrinya!""Pa, sudahlah! Kita tinggalkan dulu Alden," ujar Tiana.Handika hanya bisa menghela nafas, sungguh ia kira setelah Alden sadar puterinya akan bahagia, namun nasib kem
Keina melirik ke arah foto yang ditunjukkan oleh Alden. Ia menatap foto pengantin itu dengan seksama, mencari sesuatu yang menurut Alden salah."Kenapa? Apa yang salah?""Lihat wajahku, apa itu merupakan wajah dimana kita bisa saling mencintai di dalam pernikahan kita? Sepertinya aku sama sekali tidak bahagia di sini."Keina menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Alden, "Sudah ku bilang itu ceritanya panjang."Keina tersentak saat Alden tiba-tiba menarik tubuhnya hingga mendekat ke arah ranjang, pisau buah yang sedang digenggamnya seketika jatuh ke lantai. Keina mengerjap saat Alden mendekatkan wajahnya begitu dekat."Kau bilang kita pernah memiliki anak, apa yang sudah kau lakukan padaku hingga bisa menidurimu? Apa kau melakukan segala cara untuk menggodaku?"Keina terhenyak mendengar ucapan Alden, "Apa yang sebenarnya kau maksudkan, Alden Syarakar?"Bruugh...Alden tiba-tiba menempatkan tubuhnya hingga berbaring di atas ranjang. Keina terhenyak melihatnya, sepertinya kekuatan pr