"Kamu benar-benar tidak mengingat kami, Nak Alden?" Tanya Tiana tidak percaya. Awalnya ia tidak percaya saat Keina meneleponnya dengan tangis yang berderai bahwa Alden tidak mengingat dirinya dan semua tentangnya, namun melihat raut wajah kebingungan yang Alden tempakkan membuat Tiana ikut gusar."Maaf, tapi saya tidak bisa mengingat kalian.""Yang benar saja! Kami ini pernah jadi mertua kamu! Kamu bahkan datang kepada saya untuk memohon melamar Keina, bagaimana bisa kamu melupakannya?" Handika mulai bertindak emosional. Sungguh, ia tidak tega melihat puterinya yang kembali menderita karena Alden."Arghh sakit!" Alden meringis sambil memegang kepalanya.Reymand yang melihat hal itu segera menahan Handika, "Jangan kasar! Saat ini Alden sedang sakit, tidak bisakah kalian memakluminya?""Tapi, dia melupakan calon istrinya!""Pa, sudahlah! Kita tinggalkan dulu Alden," ujar Tiana.Handika hanya bisa menghela nafas, sungguh ia kira setelah Alden sadar puterinya akan bahagia, namun nasib kem
Keina melirik ke arah foto yang ditunjukkan oleh Alden. Ia menatap foto pengantin itu dengan seksama, mencari sesuatu yang menurut Alden salah."Kenapa? Apa yang salah?""Lihat wajahku, apa itu merupakan wajah dimana kita bisa saling mencintai di dalam pernikahan kita? Sepertinya aku sama sekali tidak bahagia di sini."Keina menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Alden, "Sudah ku bilang itu ceritanya panjang."Keina tersentak saat Alden tiba-tiba menarik tubuhnya hingga mendekat ke arah ranjang, pisau buah yang sedang digenggamnya seketika jatuh ke lantai. Keina mengerjap saat Alden mendekatkan wajahnya begitu dekat."Kau bilang kita pernah memiliki anak, apa yang sudah kau lakukan padaku hingga bisa menidurimu? Apa kau melakukan segala cara untuk menggodaku?"Keina terhenyak mendengar ucapan Alden, "Apa yang sebenarnya kau maksudkan, Alden Syarakar?"Bruugh...Alden tiba-tiba menempatkan tubuhnya hingga berbaring di atas ranjang. Keina terhenyak melihatnya, sepertinya kekuatan pr
Clara tidak menyangka kedatangannya kemari untuk memastikan kondisi Alden nyatanya mendapat kejutan yang tidak terduga. Awalnya ia yang merasa gelisah karena ternyata yang ditabrak olehnya malam itu bukan Keina melainkan Alden mencoba melihat seberapa parah kondisi Alden. Rumornya Alden mengalami koma dan tidak sadarkan diri, namun ia tersentak saat melihat Alden duduk di ruangannya dengan keadaan sehat, tak kurang apapun. Panik, Clara segera melarikan diri ke arah luar. Tapi, Alden tiba-tiba menahan langkahnya dan berkata bahwa ia adalah wanita yang ia cari.Sebenarnya apa yang terjadi? Apa Alden kehilangan ingatannya karena kecelakaan itu?"Clara, aku Clara, kau tidak mengingatku, Alden?""Namamu sama sekali tidak penting, tapi kau yang memasak makanan yang berada di atas meja, bukan?"Melihat Alden yang tertarik pada makanan yang disebutkan, Clara akhirnya mengangguk, "Ya, itu aku yang membawanya. Kenapa?""Ternyata kau memang wanita yang ku cari."Alden terlihat memeluk tubuhnya d
"Clara?"Clara segera tersentak mendengar teguran dari Alden, ia menggigit bibirnya dengan gusar lalu berkata dengan nada hati-hati, "Kau tahu sendiri jika mereka sangat menyayangi Keina, Alden. Mereka tidak mau mengakui aku yang kau cintai, jadi wajar jika mereka tidak ingin menjelaskan tentang aku padamu."Alden terlihat tertegun mendengar jawaban Clara, Clara yang melihat Alden merenung terlihat sangat gugup. Bagaimana jika Alden menyadari bahwa semua yang ia katakan adalah palsu belaka?"Kau benar, sepertinya itu masuk akal. Mereka memang terlihat sangat menyayangi Keina dan selalu berusaha membuat kami dekat. Kau pasti sangat kesulitan selama ini, Clara."Clara menghela nafasnya dengan lega mendengar penuturan Alden. Ya Tuhan... Hampir saja ia mengira bahwa ia hanya bisa bersama Alden hanya sekejap, namun rupanya takdir Tuhan masih memihaknya, Alden mempercayai karangannya begitu saja."Tidak apa-apa, sekarang aku senang karena kau sudah bersamaku, Alden.""Aku tidak akan melepas
"Terserah kau saja," putus Alden, enggan berpikir lebih lanjut. Ia memilih menarik tangan Clara lalu meninggalkan Keina di belakang."Kamu yang sabar, Sayang."Keina hanya bisa mengulas senyuman tipis mendengar ucapan Audrey. Ia mengangguk kecil lalu memilih mengikuti langkah Alden yang berada di depan. Mereka menunggu mobil milik keluarga Alden datang, hingga saat mobil itu datang, Clara terhenyak saat Audrey mendorong tubuhnya hingga ia terpental jauh dari Alden.Belum sempat Clara protes, mobil terlanjur datang, mereka semua segera masuk ke dalam mobil kecuali Clara."Sepertinya tempatnya tidak cukup, Clara. Sayang sekali,"Clara hanya bisa terperangah mendengar ucapan Audrey, sepertinya Audrey memang sengaja membuatnya tertinggal di sini."Ini masih bisa ko Ma," ujar Alden yang merasa bahwa space di mobilnya masih sangat cukup untuk Clara."Sempit Sayang, kamu baru sembuh, jadi kamu tidak boleh berdesak-desakkan. Nanti jika ada tulangmu yang patah bagaimana? Kamu baru saja keluar
"Kau benar-benar ingin tahu kenangan apa itu?"Keina mengangguk penuh semangat mendengar pertanyaan Alden. Ia menegakkan tubuhnya, tidak sadar mendengar apa yang hendak dikatakan oleh pria itu, "Ya aku ingin tahu, katakan apa itu.""Kenangan itu kenangan yang sangat buruk. Apa kita sering bertengkar di rumah ini?"Senyuman Keina seketika lenyap saat mendengar jawaban Alden, harapannya yang sudah membungbung tinggi terhempas jauh ke dalam sana, "Apa?""Aku hanya mengingat bahwa kita sering berdebat di rumah ini. Sudah ku duga pernikahan ini buruk, sangat amat buruk."Audrey yang mendengar hal itu ikut terkejut, baru saja mereka merasa senang kenapa malah ingatan buruk yang mampir di pikiran Alden."Sudahlah, aku sudah cukup melihat semuanya, ayo kita pergi,"Keina yang melihat Alden terlihat beranjak segera menahan langkahnya, "Tunggu, tunggu sebentar Alden, kamu belum melihat semuanya. Kita bisa melihat kamar tidur kita,"Alden terlihat berdecak mendengar ucapan Keina, "Astaga, jika
Semua orang di sana sangat terkejut dengan penuturan Alden sementara Clara terlihat memasang raut wajah sumringah. Ia sungguh tidak menyangka jika Alden akan mengambil keputusan seperti ini. Mereka akan bertunangan lalu menikah, astaga... Ini benar-benar anugerah untuknya."Jangan main-main kamu Alden, bagaimana bisa kamu bilang bahwa kamu akan bertunangan dengan Clara? Calon istrimu itu adalah Keina."Alden terlihat menggeleng dengan kuat, "Aku tidak main-main, aku serius. Yang akan aku nikahi adalah Clara, sepertinya Keina bukan wanita yang ku cari."Keina hanya bisa mematung mendengar ucapan Alden, ia tahu Alden sedang sakit, tapi bukankah ini keterlaluan?Keina yang sudah tidak tahan dengan seluruh keputusan Alden yang menyakitkan segera mengangkat tas tangannya, "Aku pergi dulu, Ma.""Kei? Tunggu Kei!" Audrey berusaha mencegah Keina yang keluar dari rumah mereka dengan tangis yang berderai. Hati Alden kembali berdesir melihat Keina yang menangis lalu keluar dari sana, namun hanya
"Apa berita ini benar?"Keina tersentak saat melihat Adrian yang menunjukkan sebuah potret yang ia ambil dari media sosial. Potret itu menunjukkan foto Clara bersama dengan Alden saat fitting baju kemarin. Helaan nafas panjang segera Keina keluarkan. Sepertinya Clara sudah tidak sabar memberitahu semua orang tentang kabar pertunangan mereka hingga ia langsung memamerkan kemesraan mereka lewat media sosial."Mereka, maksudku Alden dan juga Clara benar-benar akan bertunangan?" tanya Adrian dengan nada heran.Keina kembali menghela nafas lalu menghentikan tangannya yang tengah memotong daging, "Ya itu benar, mereka akan bertunangan, aku melihat sendiri mereka hendak melakukan fitting baju kemarin.""Astaga, lalu bagaimana denganmu? Bukankah kalian akan menikah?" susul Adrian kembali dengan nada tidak percaya."Sepertinya aku harus membatalkan semua rencana pernikahan kami untuk sementara, Adrian."Mata Adrian terlihat terbelalak mendengar ucapan Keina, bukan ini yang ia harapkan terjadi
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w