"Selamat datang kembali, sayang. Mama sangat merindukanmu." Senja, mama Langit, memberi pelukan hangat pada putra semata wayangnya yang baru tiba. Selama ini putranya tersebut mengenyam pendidikan dan bekerja di luar negeri.
Langit membalas pelukan Senja dengan pelukan yang sama karena dia juga merindukan wanita ini. "Aku juga merindukan mama."Senja mengurai pelukannya. Dalam jarak yang masih sangat dekat, dia tengadah dan menangkupkan kedua tangannya di bagian kanan dan kiri wajah Langit. "Kamu pasti letih dan mengalami jet lag. Pergilah ke kamarmu. Para pelayan akan membawakan makanan dan minuman ke sana."Langit mengangguk. "Baik, ma."Langit baru melangkah beberapa langkah ketika Senja berkata. "Apakah mama harus mengabari Mentari tentang kedatanganmu, sayang?"Langit tersenyum samar. "Terserah mama saja.""Oke. Mama akan mengabarinya sekarang. Soalnya dia berpesan untuk memberitahu tentang kedatanganmu padanya."Langit kembali tersenyum samar. "Ya, ma."Langit pun melangkahkan kakinya kembali. Dia meninggalkan lantai satu menuju lantai dua. Lalu masuk ke dalam sebuah kamar yang luas dan mewah.Yang dilakukan Langit pertama kali begitu masuk ke kamar itu bukanlah membaringkan tubuhnya yang lelah dan merasa jet lag melainkan menghubungi seseorang."Bagaimana?" tanya Langit tanpa basa-basi sama sekali. Langkah kakinya tanpa sengaja membawanya ke balkon yang sejuk karena semilir angin yang berhembus.Terdengar helaan nafas berat di ponsel. "Apa yang harus saya sampaikan lagi pada anda, tuan muda? Mencari seseorang tanpa bekal nama dan foto adalah misi paling berat yang pernah saya jalani. Saya... memilih untuk menyerah saja.""Jangan!" sahut Langit cepat. "Tolong jangan menyerah! Teruslah berusaha meskipun itu bukan lagi misi utama kamu. Kamu bisa melakukannya secara santai.""Tapi tuan in_""Aku mohon. Sekali lagi aku mohon.""Sayang! Ini mama bawakan minuman dingin dan makanan kesukaan kamu!"Langit menoleh ke dalam kamar. Dia mendapati Senja datang dengan dua pelayan yang membawa nampan berisi makanan dan minuman."Kita akan bicara lagi nanti," ucap Langit lirih. Lalu dia mengakhiri panggilannya sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar dengan senyuman. "Wah, ternyata mama sudah menyiapkan semua ini ya?" Langit mengambil duduk di sofa dengan pandangan mengarah ke makanan dan minuman yang sudah tersaji di atas meja."Iya, dong. Namanya juga menyambut kepulangan anak tercinta." Senja mengambil duduk di samping Langit. Dia mengambil piring berisi makanan, menyendoknya, dan kemudian mendekatkan sendok itu ke mulut Langit. "Aaa!"Langit menggeleng. Dia lalu mengambil piring yang dipegang ibunya. "Biar aku makan sendiri, ma. Aku bukan anak kecil lagi yang harus disuapi.""Itu menurutmu. Tapi bagi mama kamu tetap anak kecil. Mau sekarang atau pun nanti.""Walaupun aku sudah menikah?""Ya.""Ka_"Baru Langit akan menjawab ketika Mentari masuk tanpa permisi dan lansung memeluk Langit. "Maaf aku tidak bisa menjemput di bandara. Tadi ada pasien yang membutuhkan diriku."Langit membalas pelukan Mentari sekadarnya, pun senyum yang ala kadarnya juga. "Tidak apa-apa. Aku tahu kamu sangat sibuk. Lagian bagi seorang dokter, pasien adalah yang utama."Mentari melepaskan pelukannya. Dia lalu mengulurkan tangannya pada Langit. "Oleh-olehnya mana?""Ada di koper. Bisa ambil sendiri kan? Soalnya aku mau menikmati masakan mama yang sudah lama aku rindukan."Mentari menggendikan bahu. "Tidak masalah," jawabnya sembari melangkah mendekati koper yang berada di dekat tempat tidur dan mulai membukanya. "Berapa banyak buatku?""Terserah kamu saja. Aku membawa beberapa. Berbagi dengan mama ya?""Oke.""Kamu tidak membawa oleh-oleh untuk papamu?" tanya Senja.Langit menggeleng. "Jujur tidak, ma. Untuk apa juga papa dibelikan oleh-oleh. Pasti dia tidak akan senang menerimanya." Dia sudah hafal betul sifat papanya setiap kali dibawakan buah tangan, tidak pernah terlihat sumringah malah menunjukkan wajah merendahkan. Membuat dirinya yang memberi jadi kecil hati. Oleh sebab itu, dia tidak menyiapkan lagi buah tangan buat sang papa daripada harus melihat ekspresi tidak suka yang menyakitkan di wajah sang papa.Begitulah hubungannya dengan papanya. Kaku. Bukan dia yang menghendaki, tapi papanya yang memulai.Selain itu, sebenarnya Langit memiliki kemarahan yang besar pada papanya, Dewa. Saat setelah peristiwa percobaan penculikan pada dirinya terjadi 15 tahun lalu, dia meminta papanya untuk mencari remaja perempuan yang menolongnya. Papanya itu menyanggupi. Tapi beberapa tahun kemudian baru diketahui kalau papanya ternyata tidak pernah mencari remaja perempuan itu dan justru sibuk mencari siapa yang ada di balik percobaan penculikannya yang hasilnya tidak pernah didapatkan.***"Kak, sudah jam sepuluh malam, lho. Kenapa malah beres-beres isi lemari?" tanya Purnama di pintu kamar Kahyangan."Ingin saja," jawab Kahyangan tanpa menoleh. Tetap sibuk melipat pakaian yang ada di lantai. "Soalnya sudah lama tidak dibereskan. Sekalian mengecek takutnya ada rayap."Purnama meninggalkan pintu dan mendekati Kahyangan. Karena ingin kakaknya ini segera beristirahat, dia pun mendadak memutuskan untuk membantu kakaknya. Yaitu memeriksa setiap baju, memastikan tidak ada binatang perusak pakaian yang menempel di serat kain, dan kemudian melipatnya kembali dengan rapi.Tak banyak pakaian yang dimiliki oleh Kahyangan karena dari dulu hampir seluruh penghasilan kakaknya ini dipakai untuk menyekolahkan dirinya di kedokteran.Kahyangan menyimpan beberapa pakaian lawas yang harusnya sudah dibuang tapi justru dijadikan barang antik oleh gadis iu yang selalu dirawat dengan baik. Yaitu pakaian milik ayah dan ibunya yang sudah meninggal, serta...."Kakak masih menyimpan jaket ini ya?" tanya Purnama sembari mengambil sebuah jaket remaja laki-laki berwarna coklat.Kahyangan menoleh dan menatap lekat pada jaket yang sedang dipegang oleh Purnama. Seketika hatinya seperti tersentak karena jaket itu mengingatkannya pada pemiliknya. "Iya.""Tapi kan kakak sudah tidak pernah bertemu dengan pemiliknya. Jadi untuk apa disimpan? Mending juga diberikan pada orang. Jadi berguna kan?"Kahyangan menghela nafas berat perlahan. Bayangan saat detik-detik terakhir dengan remaja laki-laki itu membayang jelas di pelupuk mata seolah baru terjadi kemarin saja. Padahal kejadian itu sudah berlalu 15 tahun yang lalu. "Waktu itu dia bilang bahwa aku harus mengembalikan jaket itu jika kami nanti bertemu lagi.""Dan kakak percaya kalian akan bertemu lagi?"Kahyangan membisu. Dia sendiri juga tidak begitu percaya. Tapi janji adalah janji. Maka, dia harus menepatinya. Makanya jaket itu tetap disimpannya dengan baik. Siapa tahu suatu hari nanti dia akan bertemu lagi dengan remaja laki-laki itu meskipun nyaris tidak mungkin."Sudah lima belas tahun lho kak peristiwa itu terjadi. Rasanya tidak mungkin kalau kalian akan bertemu lagi. Kalaupun bertemu, kalian pasti sudah tidak saling mengenali wajah masing-masing. Dulu kan kalian bertemu waktu masih remaja. Sekarang sama-sama sudah berusia tiga puluh tahun. Bisa jadi dia sudah menikah dan punya anak."Ya, itu kemungkinan yang benar menurut Kahyangan. Bisa jadi remaja laki-laki itu memang sudah menikah atau bahkan punya anak. Meskipun kemungkinannya seperti itu, tidak masalah bagi Kahyangan. Sekali lagi dia hanya ingin menepati janjinya untuk mengembalikan jaket itu jika bertemu lagi. Maka sebelum bertemu, dia akan tetap menyimpannya."Tidak apa-apa." Kahyangan akhirnya bersuara lagi. "Aku akan tetap menyimpannya sampai kapan pun juga. Kalau bukan aku yang akan mengembalikan jaket itu padanya, mungkin akan dikembalikan oleh anak dan cucuku.""Pada anak dan cucunya juga?" Purnama tertawa geli membayangkan kekonyolan ini. "Tapi aku selalu berdoa agar kalian bisa bertemu secepatnya. Bukan tidak mungkin kalian berjodoh. Soalnya kisah kalian itu romantis sekali."Kahyangan menanggapi ucapan Purnama barusan tanpa ekspresi apa pun. Wajahnya tetap dingin seperti biasa.Bersambung."Apa kamu sudah siap untuk menggantikan papa memimpin rumah sakit kita?" tanya Dewa pada putra semata wayangnya, Langit. Saat ini mereka sedang menikmati makan malam di meja makan rumah mereka yang megah dan mewah. Dewa memang kaya raya. Dia tidak hanya mempunyai rumah sakit tapi juga memiliki beberapa bisnis lain yang membuat uang dalam jumlah besar terus datang menambah kekayaannya.Langit tak punya pilihan selain mengangguk. "Iya, pa. Aku siap.""Bagus. Kalau begitu, besok pagi ikut papa ke rumah sakit."Langit mengangguk lagi. Perintah papanya seperti tidak bisa dia tolak. Langit memang anak yang sangat patuh. "Baik, pa.""Apa tidak bisa ditunda besok lusa, pa?" Senja urun suara dengan wajah prihatin. "Langit baru sampai tadi kemarin sore, lho. Mungkin dia masih capek dan ingin istirahat dengan berdiam diri di rumah untuk sehari lagi saja."Dewa menoleh pada Senja yang duduk di sebelahnya. "Langit sudah beristirahat dari satu setengah hari. Itu cukup untuknya. Laki-laki itu, tidak
Tepat saat Kahyangan sampai di samping Langit, pria itu melangkahkan kakinya lagi diikuti yang lainnya. Jadi dia tidak melihat wajah petugas kebersihan itu. Begitu pun sebaliknya. Dan yang masih tinggal di tempat hanyalah Mentari. "Pokoknya kamu harus bersihkan lantai itu sampai bersih sebersih-bersihnya. Jangan meninggalkan noda sedikit pun," ucap Mentari dengan suara tegas. Kahyangan mengangguk. "Baik, dok." Barulah setelah itu Mentari mengejar Langit dan yang lainnya. Setelah agak jauh, tiga staf berdiri membelakangi Kahyangan dengan pandangan mengarah ke arah perginya orang-orang itu tadi. "Itu ya calon pimpinan kita yang baru?" "Sepertinya iya." "Waw, tampan sekali. Kalau begini, aku bakal semangat berangkat kerja." "Percuma. Sudah tunangan orang." "Tidak masalah. Selama pernikahan belum terjadi, hati masih bisa berpaling." "Pelakor dong? Mau cari gara-gara sama Dokter Mentari?" Wanita itu menggendikan bahu. "Entahlah." Lalu tiga staf itu pergi dari sana dan kembali ke
Rahang Mentari mengencang saat mendapati Langit justru terdiam usai mendapatkan pertanyaan barusan, seolah mengucapkan kata 'tidak' adalah sesuatu yang berat dan mengingkari hatinya. "Kenapa kamu diam Langit? Kenapa kamu seperti kesulitan untuk menjawab bahwa kamu tidak menyukainya? Apakah pertemuan tadi sudah memercikan rasa suka?"Langit menoleh pada Mentari. "Aku tidak ingin membahas ini lagi. Kamu terlalu membesar-besarkan masalah yang sebenarnya kecil. Sampai-sampai menginterogasi aku seakan kamu baru saja melihat aku selingkuh. Tolong hentikan pembicaraan ini dan kembalilah bekerja."Mata Mentari melebar dan mulut membuka begitu mendengar jawaban Langit yang tidak menjawab pertanyaannya tapi justru malah mengusirnya. "Ka-kamu mengusirku? Kita belum selesai bicara.""Sudah aku bilang aku tidak mau membicarakan ini lagi Tari," sahut Langit. "Sudah aku bilang ini masalah sepele yang tidak perlu jadi panjang. Kalau begini, aku jadi pusing. Aku pusing melihatmu marah-marah begitu. J
"Karena petugas kebersihan itu tidak mungkin dengan sengaja menumpahkan minyak di sana, pa. Untuk apa dia melakukan itu?" jawab Langit dengan nada yang terkontrol. Dia selalu menghormati kedua orangtuanya."Kata Mentari petugas kebersihan itu sengaja ingin menjebakmu. Papa rasa itu perkiraan yang masuk akal.""Itu tidak masuk akal, pa," sahut Langit. Mentari terbakar oleh rasa cemburunya yang tidak bisa dikendalikan."Pandangan Dewa menyipit. "Bagaimana kamu bisa berkara seperti itu?""Kalau petugas kebersihan itu ingin menjebakku, bagaimana caranya dia bisa tahu kalau aku yang akan lewat? Apakah dia punya kemampuan super yang pandangannya dapat menembus berlapis-lapis dinding?"Dewa membisu merenungi penjelasan Langit."Tidak mungkin kan, pa? Itulah yang ada dalam pikiranku. Agar masalah ini tidak jadi berlarut-larut dan menjadi salah sangka, aku meminta bagian operator untuk mengecek rekaman cctv di sana agar kita tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana. Nanti operator itu akan men
Langit memperhatikan rekaman cctv yang dikirimkan oleh operator ke ponselnya. Di sana tampak jelas ada orang dapur yang membawa keranjang yang berisi minyak-minyak dalam kemasan plastik. Karena keranjang itu diisi terlalu penuh, satu minyak kemasan jatuh tepat di lantai di dekat anak tangga terakhir. Tapi petugas dapur hanya mengambil plastik bungkus minyak yang jatuh itu dan memasukkannya ke kotak sampah. Namun, cairan minyaknya sendiri dibiarkan tetap tergenang di sana tanpa dibersihkan.Beberapa detik kemudian, muncul Kahyangan yang membawa alat kebersihan di tempat itu. Gadis itu sendiri nyaris kepeleset karena menginjak genangan minyak tersebut. Untungnya tangan gadis itu sigap memegang pegangan tangga sehingga tidak jatuh. Selanjutnya, baru saja Kahyangan mengeluarkan kaki dari genangan minyak itu dan belum sempat membersihkannya, muncul dirinya dari atas. Akhirnya peristiwa itu pun terjadi. Dimana dirinya yang nyaris kepeleset dipeluk oleh Kahyangan sehingga tidak jadi jatuh.L
"Bapak memanggil saya?" tanya Purnama langsung. Pandangan Langit menyipit. Dia mencoba mengingat--ingat siapa saja hari ini yang dia minta untuk menghadap. Selain Mentari adalah adiknya Kahyangan. "Adiknya... Kahyangan ya?" tanyanya kemudian. Purnama mengangguk. "Iya, pak." Wajah Langit langsung sumringah meskipun itu hanya adiknya Kahyangan dan bukan Kahyangan itu sendiri. Dia kemudian berdiri dari duduknya sembari menunjuk sofa. "Kalau begitu silahkan duduk." Purnama kembali mengangguk. "Terima kasih, pak." Dengan langkah perlahan, Purnama meninggalkan pintu dan melangkah ke arah sofa. Saat dia melewati Mentari, dia sedikit membungkukkan badan tanda hormat pada wanita itu sembari sedikit memberikan senyuman. Tapi Mentari tidak membalas senyumnya itu. Wanita itu justru melihatnya seperti seorang musuh. Karena sudah mengenal watak Mentari, itu tidak membuatnya aneh. Kalau Mentari bukan atasannya dan calon istri pimpinan rumah sakit, tentu sudah dia pelototi. Inilah beda dirinya
"Ge-gelang anda bagus," ucap Purnama kemudian. Dia sangat penasaran dengan jawaban Langit. Langit melirik gelangnya sekilas sebelum tersenyum dan memokuskan pandangan ke jalanan. "Gelang ini pemberian seseorang di masa lalu. Tepatnya lima belas tahun lalu." Purnama menelan saliva mendengar jawaban Langit. Jawaban yang seolah memberitahu bahwa pria itu memang remaja laki-laki yang pernah ditolong Kahyangan.'Oh, Tuhan.... Apakah Pak Langit memang remaja laki-laki itu? Kalau memang demikian berarti Kak Kahyangan telah bertemu dengan orang yang sedang dicarinya. Artinya, ini adalah saatnya Kak Kahyangan mengembalikan jaket coklat itu?' batin Purnama. 'Tapi tunggu! Kak Kahyangan masih menyimpan jaket coklat itu dan Pak Langit masih memakai gelang itu. Apakah salah jika aku menduga kalau mereka berdua sebenarnya saling berharap untuk bertemu kembali? Atau bisa jadi saling merindukan?'"Kok termenung?" tanya Langit karena Purnama mendadak terdiam. "Kamu tau dengan gelang yang kupakai ini
"Aku minta maaf karena telah menjadi beban pikiran bapak. Aku sungguh_""Tak ada yang harus kamu mintai maaf karena bukan kamu yang salah," sela Langit. "Jusru kamilah yang harus meminta maaf. Sebab itu, aku datang ke sini. Sebagai perwakilan rumah sakit, aku meminta maaf karena telah membuatmu harus mengalami kejadian buruk itu. Kami menganggapnya sebagai kecelakaan kerja. Karena itu_" Langit mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tas kecil dalam pangkuannya. Amplop itu lalu dia letakkan di hadapan Kahyangan. "_ terimalah ini sebagai ganti rugi atau jalan damai. Berharap kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi padamu kepada kepolisian."Kahyangan melirik amplop itu sekilas sebelum mengalihkan pandang pada wajah Langit yang sangat tampan. Di masa lalu, wajah itu pernah terlihat sangat ketakutan dan basah dengan airmata karena nyaris jadi korban penculikan beberapa pria dewasa tak dikenal. Kalau tidak ada dirinya, entah bagaimana nasib Langit. Dia juga tidak yakin Langit masih ada
Kahyangan langsung berdiri dari duduknya. "Maaf jika bapak tersinggung dengan percakapan kami. Kami tidak bermaksud_""Tidak masalah," sela Dewa sembari tersenyum. Senyum yang pertama kali dia perlihatkan untuk kakak beradik itu. "Justru aku ingin tahu banyak bagaimana kalian menilaiku. Selama ini, aku memang terlalu egois dan selalu merasa benar. Sampai akhirnya orang-orang terdekatku yang meninggalkan aku menyadarkan aku kalau aku benar-benar sosok orang yang buruk. Dan aku bertekad untuk mengakhirinya. Aku ingin menjadi orang yang baik sekarang."Kahyangan tersenyum samar. "Syukurlah kalau anda punya keinginan seperti itu. Aku turut senang mendengarnya."***Beberapa jam setelah pernikahan yang penuh kesederhanaan dan makan-makan, Dewa dan rombongan berpamitan pulang. Mereka cukup tahu diri tidak ingin mengganggu malam pertama pasangan berbahagia yang baru saja sah menjadi suami istri."Kapan rencananya kalian akan kembali ke kota?" tanya Dewa dengan wajah penuh harap. Dia bukan s
"Mama? Purnama? Pa...." Langit baru akan menyebutkan kata 'papa' ketika dia menggantungnya. "Kenapa kalian bisa ada di sini?" tanyanya meskipun dia tahu bagi papanya tidak akan sulit mencari keberadaannya.Senja memaksakan senyum. "Untuk bertemu kamu dong. Tapi kami datang ke sini dalam keadaan hati yang tenang dan baik.""Oya?" Langit melirik Dewa. "Mama yakin?"Senja mengangguk. "Yakin." Wanita itu lalu menoleh pada Dewa. Dengan kedipan matanya, dia memberi kode. Karena kode itu, Dewa yang semula berdiri tak jauh dari supirnya, melangkah maju mendekati Langit. "Sebelumnya papa minta maaf karena telah mengganggu ketenangan kamu. Tapi papa tidak bisa menahan keinginan untuk segera bertemu kamu. Papa mau meminta maaf atas semua kesalahan papa padamu dan Kahyangan. Papa sudah sadar bahwa tidak seharusnya papa memaksakan kehendak. Kamu bebas menjalani hidup yang kamu inginkan. Dan yang terpenting adalah papa sudah mengakhiri kesepakatan perjodohan kamu dengan Mentari. Kamu bebas mau men
Guruh tersentak seketika. Matanya sampai membuka begitu mendengar ucapan Dewa. "Ke-kenapa kamu berkata seperti itu?""Kenapa? Apa perlu aku menjelaskan secara rinci apa yang telah kamu lakukan lima belas tahun yang lalu pada Langit? Aku khawatir kamu jadi tidak bisa tidur malam ini."Guruh menelan saliva. Dia mencubit tangannya berharap ini hanyalah sebuah mimpi. Tapi nyatanya dia merasakan sakit."Aku tidak menyangka sama sekali kalau kamu pernah melakukan itu pada putraku, putra sahabat sendiri. Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu sampai bisa memiliki pemikiran untuk menghabisi Langit? Apa salah Langit yang waktu itu masih berusia lima belas tahun? Atau... kamu melakukannya karena dendam padaku? Katakan! Apa yang membuatmu memiliki dendam itu karena seingatku aku tidak pernah dengan sengaja mau menyakiti kamu?"Guruh membisu. Dia tidak berani untuk menjawab. Dia tidak menyangka kalau Dewa telah mengetahui rahasia ini. Rahasia yang telah disembunyikan selama lebih dari lima belas t
“Pa, lebih baik kita hentikan pemaksaan ini. Tak akan baik akhirnya. Ya, mungkin sekarang kita bisa mendapatkan Langit seperti keinginan kita. Tapi nantinya tetap akan kehilangan. Mentari akan kembali berusaha untuk bunuh diri ketika Langit meninggalkannya. Mama lebih setuju kalau kita benahi anak kita, Mentari. Menguatkan mentalnya dan memberinya banyak pandangan tentang kehidupan. Mama merasa itulah yang diperlukan Mentari daripada apa yang kita perbuat sekarang ini,” ucap Cahaya dengan penuh kesadaran. Terus menerus memaksa orang telah membuatnya lelah."Mama sudah gila apa punya usul seperti itu?! Dewa sudah setuju untuk memaksa Langit menikah dengan Mentari secepatnya malah ingin digagalkan. Sia-sia saja kalau begitu usiaku selama lima belas tahun ini," balas Guruh."Ini bukan soal masalah ke sia-siaan atau apa. Tapi mengenai masa depan Mentari juga. Kalau pun kita berhasil menikahkan mereka berdua, nantinya bakal cerai mengingat Langit tidak pernah memiliki rasa suka pada Mentar
"Aku belum bicara. Tapi kamu sudah menjawab seperti itu. Kamu tidak punya sopan santun sama sekali," ucap Dewa kemudian. Sedikit marah."Maaf kalau anda menganggap saya tidak sopan. Tapi saya hanya mempercepat menuntaskan keingintahuan anda," balas Purnama lagi. Dewa mendengkus kesal. "Jadi apa yang kamu tahu tentang kakakmu sekarang? Mustahil kakakmu tidak memberitahu keberadaannya.""Anda boleh percaya boleh juga tidak. Tapi inilah kenyataannya. Saya bukan seorang pembohong.""Lalu kenapa kamu tidak panik kehilangan kakakmu?" "Karena kakakku bersama orang yang sangat mencintainya. Saya yakin dia akan baik-baik saja di sana."Dewa menyeringai. "Bagaimana kamu bisa memastikan kakakmu baik-baik saja kalau kakakmu ada kemungkinan diculik? Hilang tanpa ada pemberitahuan.""Apakah anda ingin mengatakan kalau putra semata wayang anda seorang penculik?"Pertanyaan yang cukup menyudutkan. Dewa pun langsung mengubah dugaan. "Bukan putraku yang seorang penculik. Tapi kakakmu yang seorang man
"Ini hanya untuk sementara, Dokter Purnama. Kamu tidak perlu panik. Kakakmu baik-baik saja. Nanti setelah Langit mengganti nomer ponselnya, pasti dia akan menghubungi kita. Dia terpaksa melakukan hal ini karena tidak memiliki pilihan. Keadaan sangat sulit untuk menyatukan cinta mereka. Papanya, Mentari, dan kedua orangtua Mentari, terus mendesaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Jadi terpaksa dia melarikan diri sementara dengan membawa Kahyangan. Memang Langit sedikit melakukan pemaksaan pada Kahyangan. Tapi jika tidak begitu, kakakmu tidak akan pernah mengutamakan kebahagiaan sendiri. Saya menjamin keselamatan mereka. Jika ada sesuatu pada Kahyangan, saya akan bertanggung jawab. Saya harap, kamu bisa mengerti dan paham dengan situasi ini."Tak langsung menjawab, Purnama termenung sejenak sebelum akhirnya mengangguk-angguk kecil. "Saya mulai paham, nyonya. Memang Kak Kahyangan tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Dia selalu memikirkan orang lain. Mungkin karena i
Senja sedang menikmati sarapan bersama Lili ketika ponselnya berdenting tanda sebuah pesan masuk. Senja mengambil benda pipih itu dan melihat layarnya tanpa berpikir yang baru saja masuk adalah sebuah pesan yang penting. Tapi begitu melihat notifikasinya dan mengetahui itu adalah pesan dari Langit, dia pun menaruh garpunya dan memilih untuk memegang ponselnya dengan kedua tangannya. Dengan pandangan yang sangat fokus, dia membaca pesan itu.‘Ma, saat menulis pesan ini, aku tidak lagi berada di kota ini melainkan di luar kota. Aku pergi karena tak sanggup lagi menjalani kerumitan hidupku di kota itu. Jadi, pimpinlah rumah sakit oleh mama.’Senja menelan saliva membaca sepenggal pesan Langit itu. Dia menduga sang putra sudah membuat keputusan yang besar. Senja pun kian fokus membaca pesan dari Langit.‘Tapi aku pergi tidak sendiri. Aku pergi dengan membawa Kahyangan. Lebih tepatnya aku menculik Kahyangan karena aku membawanya secara paksa. Aku melakukan ini karena aku tahu dia mencintai
Tak ada jawaban apalagi seseorang yang membukakan pintu untuknya. Yang kahyangan dapati hanyalah sebuah keheningan yang sama sebelum dia berteriak minta dibukakan pintu. Kahyangan pun memutuskan untuk kembali balkon. Dia memperhatikan sekitarnya. Sejauh dia memandang, dia hanya melihat hamparan tanaman teh. Dengan keadaannya yang seperti itu, jika dirinya berhasil kabur dari rumah ini, kemana dia harus melangkahkan kaki? Lagian, lantai dua tempatnya sekarang berada cukup tinggi dari tanah. Kalau dia nekad melompat, dipastikan kakinya akan patah. Atau... bisa jadi dia kehilangan nyawa.Kahyangan lemas menyadari hal itu. Dia sangat tidak menyangka kalau Langit, seorang yang berpendidikan dan seorang lulusan universitas luar negeri biasa melakukan perbuatan bodoh seperti ini. Ini adalah sebuah kriminal. Langit bisa dipenjara.Klak.Suara pintu yang terbuat mengejutkan Kahyangan. Wanita itu pun menoleh dan mendapati Langit masuk dengan baki berisi makanan. Tapi belum sempat Kahyangan me
Kahyangan dan Langit sudah berada di dalam mobil. Langit yang mengemudi dan Kahyangan duduk di kursi sebelah kursi pengemudi. Mobil berjalan tanpa arah tujuan. Yang penting bisa berbicara dengan Kahyangan."Jadi apa yang ingin anda bicarakan denganku untuk yang terakhir ini?" tanya Kahyangan karena sedari tadi Langit belum juga berbicara. Padahal mobil sudah meninggalkan rumah sakit sejak 5 menit yang lalu.Langit menghela nafas berat mendengar pertanyaan Kahyangan. "Sebelum aku mengatakan apa yang ingin aku katakan kepadamu, aku mau kamu menjawab dulu pertanyaanku. Tapi tolong jawab dengan jujur. Apakah kamu tidak pernah mencintaiku? Sekali lagi tolong jawab dengan jujur."Kahyangan menggigit bibir bawahnya mendengar pertanyaan itu. Apakah dia harus menjawab jujur pertanyaan itu seperti permintaan Langit?"Aku adalah orang yang tidak memperdulikan perasaanku sejak kedua orangtuaku meninggal. Yang penting amanah ibuku untuk menjadikan Purnama orang yang sukses menjadi kenyataan.""Dan