"Ge-gelang anda bagus," ucap Purnama kemudian. Dia sangat penasaran dengan jawaban Langit. Langit melirik gelangnya sekilas sebelum tersenyum dan memokuskan pandangan ke jalanan. "Gelang ini pemberian seseorang di masa lalu. Tepatnya lima belas tahun lalu." Purnama menelan saliva mendengar jawaban Langit. Jawaban yang seolah memberitahu bahwa pria itu memang remaja laki-laki yang pernah ditolong Kahyangan.'Oh, Tuhan.... Apakah Pak Langit memang remaja laki-laki itu? Kalau memang demikian berarti Kak Kahyangan telah bertemu dengan orang yang sedang dicarinya. Artinya, ini adalah saatnya Kak Kahyangan mengembalikan jaket coklat itu?' batin Purnama. 'Tapi tunggu! Kak Kahyangan masih menyimpan jaket coklat itu dan Pak Langit masih memakai gelang itu. Apakah salah jika aku menduga kalau mereka berdua sebenarnya saling berharap untuk bertemu kembali? Atau bisa jadi saling merindukan?'"Kok termenung?" tanya Langit karena Purnama mendadak terdiam. "Kamu tau dengan gelang yang kupakai ini
"Aku minta maaf karena telah menjadi beban pikiran bapak. Aku sungguh_""Tak ada yang harus kamu mintai maaf karena bukan kamu yang salah," sela Langit. "Jusru kamilah yang harus meminta maaf. Sebab itu, aku datang ke sini. Sebagai perwakilan rumah sakit, aku meminta maaf karena telah membuatmu harus mengalami kejadian buruk itu. Kami menganggapnya sebagai kecelakaan kerja. Karena itu_" Langit mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tas kecil dalam pangkuannya. Amplop itu lalu dia letakkan di hadapan Kahyangan. "_ terimalah ini sebagai ganti rugi atau jalan damai. Berharap kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi padamu kepada kepolisian."Kahyangan melirik amplop itu sekilas sebelum mengalihkan pandang pada wajah Langit yang sangat tampan. Di masa lalu, wajah itu pernah terlihat sangat ketakutan dan basah dengan airmata karena nyaris jadi korban penculikan beberapa pria dewasa tak dikenal. Kalau tidak ada dirinya, entah bagaimana nasib Langit. Dia juga tidak yakin Langit masih ada
“Tadi siang Mentari menelpon papa. Dia panik karena kamu pergi mengunjungi gadis petugas kebersihan itu. Meskipun kamera cctv menunjukkan kalau gadis petugas kebersihan itu memang refleks menolong kamu, tapi dia tetap yakin kalau gadis petugas kebersihan itu mencari simpati kamu. Perasaannya mengatakan keberadaan gadis petugas kebersihan itu akan mengancam hubungan kalian. Karena itu, dia meminta diberi wewenang untuk memecat gadis petugas kebersihan itu.”Mendengar ucapan Dewa, Langit langsung menaruh sendoknya dan rahangnya mengencang. “Bagaimana dia punya niat memecat Kahyangan sementara Kahyangan mengalami memar-memar akibat ulahnya. Harusnya dia meminta maaf kepada Kahyangan dan bukan malah ingin memecatnya. Sungguh aku tidak mengerti dengan Mentari, pa.”“Mengapa kamu harus seemosi ini, Langit. Kamu boleh berpikir kalau gadis petugas kebersihan tidak bersalah berdasarkan cctv yang sudah kamu lihat. Tapi kan kamu belum mengenal gadis petugas kebersihan secara menyeluruh. Kamu bar
Drrrrt! Drrrrt!Dewa terhenyak dari lamunannya. Dia segera melirik ponsel yang masih dalam genggaman. Begitu membaca nama yang tertera di layarnya, dia pun segera menerima panggilan tersebut."Halo, Pak Guruh?" sapanya pada penelpon."Apa bapak hari ini sibuk?" tanya orang yang ada di seberang."Tidak juga, pak.""Bagaimana kalau kita makan siang bersama?""Tidak masalah.""Baik. Kalau begitu, aku tunggu bapak di tempat biasa.""Baiklah."Satu jam kemudian, Dewa sudah berhadapan dengan Guruh, rekan bisnisnya, dengan dijeda oleh sebuah meja yang penuh makanan satu sama lain. Mereka berdua memang sudah dekat sejak duduk di bangku kuliah. Ya bisa dikatakan kalau mereka bersahabat."Aku mengajakmu makan siang bersama karena selain kita sudah lama tidak semeja begini, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu. Ini soal anak-anak."Dewa yang baru menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sendiri, melirik Guruh. "Anak-anak? Kenapa dengan anak-anak?""Anak-anak sudah lama sekali bertunangan. Men
"Tadi Pak Guruh mengajak papa makan siang bersama. Kamu mau tahu apa yang kami bahas?" tanya Dewa pada Langit. Saat ini mereka sedang makan malam bersama.Langit melirik Dewa tanpa menghentikan gerakan tangannya di atas piring. "Memangnya apa yang kalian bahas?""Kamu dan Mentari. Pak Guruh mengusulkan pernikahan kalian dipercepat karena beliau menganggap sudah waktunya kalian menikah. Kalian sudah terlalu lama berstatus tunangan.""Tapi aku tidak bisa, pa," sahut Langit tanpa rasa ragu.Dewa terhenyak. Dia langsung menyipitkan pandang pada Langit. "Kenapa tidak bisa?""Karena aku belum bisa menyukai Mentari dari tiga tahun lalu hingga sekarang, pa. Aku tidak mau menikah tanpa cinta.""Cinta?" Dewa menghela nafas berat. Dia sudah tahu kenapa Langit belum mau menikah dengan Mentari, itu karena putranya ini sudah menemukan cinta pertamanya yang selama ini dicari-cari. "Pernikahan tidak sepenuhnya butuh cinta. Yang penting....""Bisnis kian kuat dan berkembang?" sela Langit. "Cukup mama
"Dokter...," ucap Kahyangan tertahan dan merinding. Bukan apa, dia melihat api kemarahan yang menyala-nyala di kedua mata wanita yang berdiri di depannya ini."Kenapa kamu sudah berangkat kerja?!" tanya Mentari dengan nada ketus dan tegas."Karena aku ....""Tidak tahan untuk bertemu dengan calon suami orang?!" sela Mentari dengan tingkat ketus yang lebih tinggi. Kening Kahyangan menyipit. "Maksudnya?""Jangan pura-pura tidak mengerti!" Kahyangan tersentak kaget karena kini Mentari membentaknya. "Aku tau kamu adalah iblis! Setan betina! Kamu berusaha untuk menghancurkan pertunangan orang yang sudah terjalin selama tiga tahun tanpa rasa bersalah! Luar biasa sekali kamu! Jahat sekali kamu! Apa kamu tidak mengaca siapa diri kamu?! Kamu itu miskin! Bodoh! Tidak berpendidikan! Tidak pantas kamu bersanding dengan calon suami aku! Gara-gara kamu hubungan aku dengan Langit menjadi rusak! Puas kamu sudah menghancurkan hubungan kami?!"Kahyangan menelan saliva mendengar semua yang dikatakan
"Akhirnya selesai juga," ucap Kahyangan sembari meletakan peralatan kerjanya ke ruang peralatan. Kemudian dia berganti pakaian di toilet sebelum akhirnya melangkah keluar rumah sakit. Langkahnya terhenti tak jauh dari gerbang rumah sakit karena panggilan seorang sekuriti padanya. "Ada apa, pak?" tanya Kahyangan pada sekuriti tersebut setelah pria berseragam itu sampai di dekatnya."Maaf harus menunda waktu pulang kamu," jawab sang sekuriti. "E... Pak Dewa ingin bertemu dengan kamu."Bagai tersambar petir Kahyangan mendengar itu. Sang pemilik rumah sakit ingin bertemu dengannya? Apakah ini ada hubungannya dengan Langit dan Mentari? Perasaan Kahyangan mendadak jadi tidak enak."U-untuk urusan apa, pak?" tanya Kahyangan dengan jantung yang berdebar-debar. Seumur-umur bekerja di rumah sakit ini, baru kali ini sang pemilik rumah sakit ingin bertemu dengannya. Lagian kalau bukan karena hal yang sangat penting, tentu tidak mungkin Dewa ingin bertemu dengannya yang hanya seorang staf rendahan
"Apa?! Kita akan dipindahkan kerja dan tempat tinggal oleh Pak Dewa?! Kenapa?!" Purnama benar-benar terkejut dengan apa yang disampaikan oleh Kahyangan."Karena agar kakak tidak dekat lagi dengan Pak Langit. Pak Langit dan Dokter Mentari sudah akan menikah," jawab Kahyangan dengan wajah menunduk. "Pak Dewa khawatir pernikahan mereka batal jika ada kakak dalam hidup Pak Langit."Purnama menyeringai. "Alasan macam apa itu? Kakak kan tidak pernah mencoba untuk mendekati Pak Langit apalagi mencoba untuk menghancurkan hubungan Pak Langit dan Dokter Mentari. Semua orang di rumah sakit sudah melihat rekaman cctv dan tahu kalau kakak tidak bersalah. Lagian, kenapa juga Pak Dewa memaksa anaknya untuk menikah dengan wanita yang tidak dicintai?""Kalau Pak Langit tidak mencintai Dokter Mentari, mengapa bisa terjadi pertunangan?" sahut Kahyangan."Karena perjodohan, kak."Kening Kahyangan mengerut. "Darimana kamu mengetahui itu?""Hampir semua orang rumah sakit mengatakan itu?""Darimana orang ru
"Aku belum bicara. Tapi kamu sudah menjawab seperti itu. Kamu tidak punya sopan santun sama sekali," ucap Dewa kemudian. Sedikit marah."Maaf kalau anda menganggap saya tidak sopan. Tapi saya hanya mempercepat menuntaskan keingintahuan anda," balas Purnama lagi. Dewa mendengkus kesal. "Jadi apa yang kamu tahu tentang kakakmu sekarang? Mustahil kakakmu tidak memberitahu keberadaannya.""Anda boleh percaya boleh juga tidak. Tapi inilah kenyataannya. Saya bukan seorang pembohong.""Lalu kenapa kamu tidak panik kehilangan kakakmu?" "Karena kakakku bersama orang yang sangat mencintainya. Saya yakin dia akan baik-baik saja di sana."Dewa menyeringai. "Bagaimana kamu bisa memastikan kakakmu baik-baik saja kalau kakakmu ada kemungkinan diculik? Hilang tanpa ada pemberitahuan.""Apakah anda ingin mengatakan kalau putra semata wayang anda seorang penculik?"Pertanyaan yang cukup menyudutkan. Dewa pun langsung mengubah dugaan. "Bukan putraku yang seorang penculik. Tapi kakakmu yang seorang man
"Ini hanya untuk sementara, Dokter Purnama. Kamu tidak perlu panik. Kakakmu baik-baik saja. Nanti setelah Langit mengganti nomer ponselnya, pasti dia akan menghubungi kita. Dia terpaksa melakukan hal ini karena tidak memiliki pilihan. Keadaan sangat sulit untuk menyatukan cinta mereka. Papanya, Mentari, dan kedua orangtua Mentari, terus mendesaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Jadi terpaksa dia melarikan diri sementara dengan membawa Kahyangan. Memang Langit sedikit melakukan pemaksaan pada Kahyangan. Tapi jika tidak begitu, kakakmu tidak akan pernah mengutamakan kebahagiaan sendiri. Saya menjamin keselamatan mereka. Jika ada sesuatu pada Kahyangan, saya akan bertanggung jawab. Saya harap, kamu bisa mengerti dan paham dengan situasi ini."Tak langsung menjawab, Purnama termenung sejenak sebelum akhirnya mengangguk-angguk kecil. "Saya mulai paham, nyonya. Memang Kak Kahyangan tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Dia selalu memikirkan orang lain. Mungkin karena i
Senja sedang menikmati sarapan bersama Lili ketika ponselnya berdenting tanda sebuah pesan masuk. Senja mengambil benda pipih itu dan melihat layarnya tanpa berpikir yang baru saja masuk adalah sebuah pesan yang penting. Tapi begitu melihat notifikasinya dan mengetahui itu adalah pesan dari Langit, dia pun menaruh garpunya dan memilih untuk memegang ponselnya dengan kedua tangannya. Dengan pandangan yang sangat fokus, dia membaca pesan itu.‘Ma, saat menulis pesan ini, aku tidak lagi berada di kota ini melainkan di luar kota. Aku pergi karena tak sanggup lagi menjalani kerumitan hidupku di kota itu. Jadi, pimpinlah rumah sakit oleh mama.’Senja menelan saliva membaca sepenggal pesan Langit itu. Dia menduga sang putra sudah membuat keputusan yang besar. Senja pun kian fokus membaca pesan dari Langit.‘Tapi aku pergi tidak sendiri. Aku pergi dengan membawa Kahyangan. Lebih tepatnya aku menculik Kahyangan karena aku membawanya secara paksa. Aku melakukan ini karena aku tahu dia mencintai
Tak ada jawaban apalagi seseorang yang membukakan pintu untuknya. Yang kahyangan dapati hanyalah sebuah keheningan yang sama sebelum dia berteriak minta dibukakan pintu. Kahyangan pun memutuskan untuk kembali balkon. Dia memperhatikan sekitarnya. Sejauh dia memandang, dia hanya melihat hamparan tanaman teh. Dengan keadaannya yang seperti itu, jika dirinya berhasil kabur dari rumah ini, kemana dia harus melangkahkan kaki? Lagian, lantai dua tempatnya sekarang berada cukup tinggi dari tanah. Kalau dia nekad melompat, dipastikan kakinya akan patah. Atau... bisa jadi dia kehilangan nyawa.Kahyangan lemas menyadari hal itu. Dia sangat tidak menyangka kalau Langit, seorang yang berpendidikan dan seorang lulusan universitas luar negeri biasa melakukan perbuatan bodoh seperti ini. Ini adalah sebuah kriminal. Langit bisa dipenjara.Klak.Suara pintu yang terbuat mengejutkan Kahyangan. Wanita itu pun menoleh dan mendapati Langit masuk dengan baki berisi makanan. Tapi belum sempat Kahyangan me
Kahyangan dan Langit sudah berada di dalam mobil. Langit yang mengemudi dan Kahyangan duduk di kursi sebelah kursi pengemudi. Mobil berjalan tanpa arah tujuan. Yang penting bisa berbicara dengan Kahyangan."Jadi apa yang ingin anda bicarakan denganku untuk yang terakhir ini?" tanya Kahyangan karena sedari tadi Langit belum juga berbicara. Padahal mobil sudah meninggalkan rumah sakit sejak 5 menit yang lalu.Langit menghela nafas berat mendengar pertanyaan Kahyangan. "Sebelum aku mengatakan apa yang ingin aku katakan kepadamu, aku mau kamu menjawab dulu pertanyaanku. Tapi tolong jawab dengan jujur. Apakah kamu tidak pernah mencintaiku? Sekali lagi tolong jawab dengan jujur."Kahyangan menggigit bibir bawahnya mendengar pertanyaan itu. Apakah dia harus menjawab jujur pertanyaan itu seperti permintaan Langit?"Aku adalah orang yang tidak memperdulikan perasaanku sejak kedua orangtuaku meninggal. Yang penting amanah ibuku untuk menjadikan Purnama orang yang sukses menjadi kenyataan.""Dan
'Pur, kamu sudah tahu kabar terbaru tentang Dokter Mentari belum?' 'Belum. Memang kenapa dengan dia?''Dokter Mentari sekarang sedang terbaring di ruang ICU. Dia kritis.'Mata Purnama yang membaca pesan dari teman yang bekerja di rumah sakit terdahulu itu melebar. Pisang goreng di tangannya yang sudah dia gigit langsung dia taruh ke atas piring. Dia lalu mengetik balasan chat temannya itu. 'Hah? Kritis? Memang dia sakit apa?''Tidak sakit. Dia mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan menyayat lengannya. Mengerikan bukan?'Purnama menelan saliva. Dia lalu mereguk teh hangatnya. 'Iya, mengerikan sekali. Tapi kenapa dia harus sampai melakukan itu?''Kamu beneran tidak tahu?''Memang tidak tahu.''Lha, kan ada hubungannya dengan kakakmu.'Deg!Hati Purnama langsung bersentak seketika. Kali ini tanpa bertanya lagi pada temannya itu, dia sudah bisa menduga bagaimana Mentari bisa sampai mencoba untuk mengakhiri hidupnya yang kemudian berakhir di rumah sakit. Mentari pasti tidak rela diputus
Kejadian tadi sore membuat Kahyangan cukup merasa syok. Dia sampai tidak sanggup melakukan apa pun. Bahkan sekedar untuk masak. Jadinya, Purnama memilih untuk membeli makanan saja karena sudah terlalu lelah jika harus memasak."Kak! Kita makan malam yuk?" ajak Purnama di balik pintu di bagian luar kamar.Kahyangan yang sedang duduk di atas tempat tidur menatap pintu yang tertutup itu. "Kakak tidak lapar, Pur. Kamu makan sendiri saja.""Tidak nikmat makan sendiri. Kakak sebenarnya kenapa? Ada masalah apa?""Kakak tidak apa-apa. Kakak hanya sedang ingin sendiri dan tidak ingin diganggu. Tapi kamu jangan khawatir. Kakak baik-baik saja. Nanti kalau lapar, kakak akan keluar untuk mencari makan.""Baiklah kalau begitu. Tolong jangan menahan lapar ya, kak. Aku tidak mau kakak sakit.""Iya."Hening. Tak ada lagi suara Purnama di depan pintu kamar. Tapi yang kemudian terdengar adalah suara denting ponselnya. Kahyangan pun segera mengambil benda pipih itu dan membaca pesan itu. Ternyata itu ad
"Hanya papaku yang tidak setuju aku menikahi kamu," lanjut Langit sembari terus melangkah mendekati Kahyangan dan Dewa yang masih tidak menyangka dengan kehadiran. "Tapi tidak begitu dengan mamaku. Beliau merestui bahkan sangat setuju aku menikahi kamu."Rahang Dewa mengencang mendengar itu. "Kamu bicara apa?! Sejak kapan mamamu setuju kamu menikah gadis tidak berguna ini?!""Jangan menyebut Kahyangan sebagai gadis tidak berguna, pa! Karena dia lah aku masih ada di dunia ini! Mana rasa terima kasih papa kepadanya sebagai orang yang telah menyelamatkan aku, anak papa yang semata wayang ini?! Kalau pun papa tidak bisa mengucapkan terima kasih, setidaknya papa tidak merendahkannya dan menakut-nakutinya! Lagian, Kahyangan sudah mengikuti mau papa untuk menjauhi aku! Kalau pun aku bisa menemukannya itu bukan karena dia mengingkari janjinya pada papa! Tapi mulai sekarang aku pastikan papa tidak akan bisa lagi memisahkan aku dari dia!""Ya! Lakukan saja apa yang kamu mau, Langit!" sahut Dewa
Langit menghela nafas berat saat dirinya sudah berada di pekarangan rumah kediaman Mentari. Rasanya dia tidak ingin masuk ke dalam rumah megah itu. Tapi dia terlanjur menyanggupi permintaan Guruh. Pantang baginya menarik ucapannya karena itu bukan ciri-ciri pria sejati.Setelah merasa mentalnya sudah siap, Langit pun keluar dari dalam mobilnya menuju pintu depan. Lalu dia memencet bel yang ada di dekat pintu sebelum akhirnya pintu itu terbuka. Dari baliknya muncul wanita berumur yang dipanggil bibi."Eh, Nak Langit. Sudah ditunggu sama tuan dan nyonya. Silahkan masuk." Pembantu tua itu membuka pintu lebih lebar.Langit tersenyum samar. "Terima kasih, bi."Baru Langit melangkah dua langkah, Cahaya muncul dari dalam. "Langit?! Syukurlah kamu menepati janji kamu, nak!" Wanita itu mendekat dan kemudian menarik tangan Langit. "Tante antar langsung ke kamar Mentari ya?"Langit mengangguk untuk menjawab pertanyaan Cahaya yang sepertinya tidak bisa dibantah karena kedatangannya memang untuk b