"Bapak sudah lama menunggu?" tanya Purnama begitu dia sampai di meja Langit. Penampilan Purnama agak lain kali ini. Dia memakai jaket, topi, dan masker. Sangat terlihat kalau gadis ini tidak mau dikenali oleh siapa pun. Penampilannya itu tentu membuat Langit bertanya-tanya."Tidak juga. Silahkan duduk," jawab Langit sembari menunjuk kursi yang ada di depannya.Purnama mengangguk. "Iya, pak." Gadis itu pun mengambil duduk di hadapan Langit. "Maaf, kenapa kamu harus berpenampilan seperti ini?" Kebingungannya akhirnya dipertanyakan juga. "Saya khawatir ada yang mengikuti, pak. Terus kalau tau saya bertemu bapak, yang disalahkan Kak Kahyangan."Kening Langit mengerut. "Jujur, aku tidak mengerti ini maksudnya apa?""Jadi begini, pak. Kak Kahyangan dan saya diminta untuk mengundurkan diri dari rumah sakit oleh Pak Dewa. Bahkan kami juga diminta untuk meninggalkan kontrakan kami."Langit terhenyak. "Apa? Papa melakukan itu?"Purnama mengangguk. "Iya.""Dan kalian mau?""Kak Kahyangan yang
Mendengar pertanyaan Purnama, Kahyangan melebarkan matanya. "Kamu itu bicara apa sih? Siapa yang bilang kalau Pak Langit menyukai kakak? Itu hanya perasaan kamu saja. Dia itu sudah punya tunangan dan hanya itu yang harus kita pegang. Kakak tidak mau dituduh menjadi penyebab kehancuran hubungan dua insan yang sudah akan menikah. Sudah benar keputusan kakak untuk menjauhi mereka berdua. Jadi kalau pun terjadi apa-apa pada hubungan mereka, kakak tidak disalahkan.""Itu kan menurut kakak. Tapi bagaimana kalau ternyata Pak Langit menyukai kakak sebab kakak adalah gadis remaja yang sudah menolongnya?""Jangan bahas masa lalu. Kakak tidak mau mengungkit-ungkitnya lagi. Dan tolong kamu jangan pernah cerita pada Pak Langit kalau kakak adalah gadis remaja yang telah menolongnya.""Walau pun aku tidak cerita, dia sudah merasa kak. Kemungkinan besar dia sudah tau kalau kakak adalah gadis remaja yang telah menolongnya itu.""Aku tidak begitu yakin dia tahu kalau aku adalah gadis remaja yang menolo
Senja menggeleng. "Tidak. Papa kamu tidak akan setuju kamu menikah dengan gadis itu. Apalagi dia hanya seorang petugas kebersihan. Baiknya kamu pikir-pikir lagi niat kamu itu.""Aku sudah memikirkannya dengan baik, ma. Aku kan juga pernah mengatakan niatku ini pada mama," balas Langit."Mama pikir kamu tidak seserius ini.""Tentu saja aku serius, ma. Hanya bedanya, dulu aku tidak berani untuk mengatakannya pada papa. Tapi sekarang, aku mau berterus terang agar gadis itu tidak terus berada dalam ancaman papa.""Kening Senja mengerut. "Maksud kamu apa gadis itu tidak terus dalam ancaman papa kamu? Memangnya papa mengancamnya?"Langit mengangguk. "Iya. Papa mengancamnya. Bahkan papa telah memindahkan kerjanya dan rumah kontrakannya. Jadi dia sudah tidak lagi bekerja di rumah sakit kita, ma."Senja terdiam. Tidak kaget karena dia hafal sifat suaminya. Hanya saja dia tidak habis pikir kenapa Dewa selalu mencampuri hidup Langit. Padahal Langit adalah putra semata wayang mereka. Kalau suamin
Langit menutup pintu dan menguncinya begitu masuk ke dalam kamar. Wajahnya tampak sangat marah dengan mata yang menyala dan rahang yang mengencang. Benaknya terus saja membayangkan bagaimana Dewa tertawa ketika mengakui perbuatan jahatnya di hadapannya dan mamanya seolah tidak menjaga perasaannya sedikit pun. Padahal dulu waktu dia duduk di kelas sepuluh, pernah sakit keras selama berbulan-bulan lantaran merindukan Kahyangan. Tapi Dewa tetap mengakui tidak berhasil menemukan Kahyangan. Pada kenyataannya, papanya itu berbohong hanya karena Kahyangan adalah gadis yang sangat miskin.Oke. Anggap saja papanya tidak mau dirinya mendapatkan gadis miskin seperti Kahyangan. Dengan berat hati dia mencoba untuk menerima. Tapi yang dia tidak habis pikir adalah sikap papanya itu pada Kahyangan, gadis yang telah menyelamatkan putra semata wayangnya. Bukannya menghormati dan memperlakukan gadis itu dengan baik, tapi justru malah mengintimidasi. Dimana akal sehat dan hati nurani seorang Dewa kalau
Mengingat kejadian itu, dimana dia yang duduk di kelas 10 sedang sakit dan mengandalkan Dewa untuk dapat menemukan Kahyangan, Langit menghela nafas berat. Berat sekali. Karena kini dia tahu bahwa pada saat itu Dewa berbohong padanya dengan mengaku belum menemukan Kahyangan. Padahal mungkin saja di saat itu, Dewa telah menemukan Kahyangan."Bodoh! Aku memang bodoh! Seharusnya aku tidak percaya begitu saja dengan pengakuannya! Sekarang, aku tidak mau dibodohi dan dicurangi olehnya lagi! Aku akan mengikuti kata hatiku saja!" ucap Langit dengan penuh emosi. Dia lalu mengangkat wajahnya ke atas. Pada luasnya malam yang bersih. Hanya ada bulan utuh yang tampak di sana. Menggambarkan siluet wajah cantik gadis yang selalu dirindukannya.Sementara itu di tempat lain, Kahyangan yang hendak menutup jendela kamar, menunda niatnya. Gadis itu justru menatap bulan purnama. Entahlah, setiap kali bertemu dengan Purnama, dia merasa Dejavu pada kejadian 15 tahun lalu. Waktu dia menyelamatkan Langit, p
Waktu pulang tiba. Waktu yang sudah ditunggu-tunggu oleh Mentari sepanjang hari ini karena sudah janjian dengan Langit bertemu di kafe. Setelah memastikan penampilannya rapi, wajahnya tidak berminyak, dan tubuhnya harum, dia pun meninggalkan ruangannya menuju kafe yang sudah dijanjikan. Ketika dia tiba di sana, Langit sudah ada. Itu membuatnya merasa senang. Dengan wajah sumringah, dia mendekati Langit. "Sudah lama ya menunggunya?" tanya Mentari sembari menarik kursi yang ada di hadapan Langit. Karena merasa akan menyakiti perasaan Mentari, Langit pun memberikan senyuman terindahnya. "Belum kok. Baru sekitar sepuluh menit yang lalu." Melihat senyum Langit yang berbeda dari biasanya, hati Mentari pun berbunga-bunga. Dia semakin yakin kalau tujuan Langit mengajaknya bertemu seperti ini adalah untuk memperbaiki hubungan mereka yang sempat memburuk karena kehadiran Kahyangan. Mentari menebak, mungkin saja Langit hendak meminta maaf kepadanya atas kesalahannya selama ini yang sempat b
Mentari menggeleng. "Tidak. Kamu tidak bisa melakukan itu. Kamu tidak boleh menikah dengan gadis petugas kebersihan itu. Mau dilihat dari sudut manapun, aku jauh lebih baik daripada dia." "Aku tahu itu. Aku pun menyadarinya. Akan tetapi, aku lebih memilih perasaanku dibandingkan gelar, pekerjaan, dan tingkat sosial. Aku akan menerima apa pun resikonya. Karena bagiku, cukup menikah dengan orang yang aku cintai, aku rasa aku akan bahagia. Karena itu,_" Langit menarik cincin pertunangan dari jari manisnya dan meletakannya ke hadapan Mentari. "Aku mengakhiri hubungan kita. Mulai detik ini, kita bukan tunangan apalagi calon suami istri. Aku doakan semoga kamu mendapatkan pria yang jauh lebih baik daripada aku." Langit beranjak dari duduknya. Dia lalu melangkah menuju kasir untuk membayar semua yang dipesannya tadi. Dia meninggalkan Mentari yang kini menampakkan wajah teramat sangat marah dengan mata yang merah dan rahang yang mengencang. 'Tidak! Aku tidak akan pernah menerima keputusa
"Ada apa ini Ya Tuhan?! Ada apa ini?!" Senja yang baru muncul dari dalam langsung menghambur memeluk Langit. Lalu pandangannya dia alihkan pada Dewa. "Kenapa kamu menyiksa anakmu sendiri?" "Dia pantas mendapatkannya!" sahut Dewa. "Kamu tahu kenapa?! Dia baru saja memutuskan hubungannya dengan Mentari! Bahkan dia sudah melepas cincin pertunangannya!" "Ya tapi apa harus dipukuli? Bukankah bisa dibicarakan secara baik-baik, pa?" "Dia tidak akan mempan dengan cara baik-baik karena sejak kemarin dia sudah memberontak. Aku memintanya untuk menikahi Mentari minggu depan, dia tidak mau!" "Ya jelas, pa. Minggu depan terlalu cepat. Dewa perlu waktu untuk memahami kemauan diri sendiri. Tidak mudah membuang cinta yang sudah lama ada. Cinta itu bukan sampah." "Tapi aku memang tidak mau menikah dengan Mentari, Ma," ucap Langit menyahut. "Mau sampai kapan pun aku tidak mau. Entah itu minggu depan atau pun bulan depan. Yang pasti aku tidak akan menikahi wanita yang tidak aku cintai itu." Me
“Pa, lebih baik kita hentikan pemaksaan ini. Tak akan baik akhirnya. Ya, mungkin sekarang kita bisa mendapatkan Langit seperti keinginan kita. Tapi nantinya tetap akan kehilangan. Mentari akan kembali berusaha untuk bunuh diri ketika Langit meninggalkannya. Mama lebih setuju kalau kita benahi anak kita, Mentari. Menguatkan mentalnya dan memberinya banyak pandangan tentang kehidupan. Mama merasa itulah yang diperlukan Mentari daripada apa yang kita perbuat sekarang ini,” ucap Cahaya dengan penuh kesadaran. Terus menerus memaksa orang telah membuatnya lelah."Mama sudah gila apa punya usul seperti itu?! Dewa sudah setuju untuk memaksa Langit menikah dengan Mentari secepatnya malah ingin digagalkan. Sia-sia saja kalau begitu usiaku selama lima belas tahun ini," balas Guruh."Ini bukan soal masalah ke sia-siaan atau apa. Tapi mengenai masa depan Mentari juga. Kalau pun kita berhasil menikahkan mereka berdua, nantinya bakal cerai mengingat Langit tidak pernah memiliki rasa suka pada Mentar
"Aku belum bicara. Tapi kamu sudah menjawab seperti itu. Kamu tidak punya sopan santun sama sekali," ucap Dewa kemudian. Sedikit marah."Maaf kalau anda menganggap saya tidak sopan. Tapi saya hanya mempercepat menuntaskan keingintahuan anda," balas Purnama lagi. Dewa mendengkus kesal. "Jadi apa yang kamu tahu tentang kakakmu sekarang? Mustahil kakakmu tidak memberitahu keberadaannya.""Anda boleh percaya boleh juga tidak. Tapi inilah kenyataannya. Saya bukan seorang pembohong.""Lalu kenapa kamu tidak panik kehilangan kakakmu?" "Karena kakakku bersama orang yang sangat mencintainya. Saya yakin dia akan baik-baik saja di sana."Dewa menyeringai. "Bagaimana kamu bisa memastikan kakakmu baik-baik saja kalau kakakmu ada kemungkinan diculik? Hilang tanpa ada pemberitahuan.""Apakah anda ingin mengatakan kalau putra semata wayang anda seorang penculik?"Pertanyaan yang cukup menyudutkan. Dewa pun langsung mengubah dugaan. "Bukan putraku yang seorang penculik. Tapi kakakmu yang seorang man
"Ini hanya untuk sementara, Dokter Purnama. Kamu tidak perlu panik. Kakakmu baik-baik saja. Nanti setelah Langit mengganti nomer ponselnya, pasti dia akan menghubungi kita. Dia terpaksa melakukan hal ini karena tidak memiliki pilihan. Keadaan sangat sulit untuk menyatukan cinta mereka. Papanya, Mentari, dan kedua orangtua Mentari, terus mendesaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Jadi terpaksa dia melarikan diri sementara dengan membawa Kahyangan. Memang Langit sedikit melakukan pemaksaan pada Kahyangan. Tapi jika tidak begitu, kakakmu tidak akan pernah mengutamakan kebahagiaan sendiri. Saya menjamin keselamatan mereka. Jika ada sesuatu pada Kahyangan, saya akan bertanggung jawab. Saya harap, kamu bisa mengerti dan paham dengan situasi ini."Tak langsung menjawab, Purnama termenung sejenak sebelum akhirnya mengangguk-angguk kecil. "Saya mulai paham, nyonya. Memang Kak Kahyangan tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Dia selalu memikirkan orang lain. Mungkin karena i
Senja sedang menikmati sarapan bersama Lili ketika ponselnya berdenting tanda sebuah pesan masuk. Senja mengambil benda pipih itu dan melihat layarnya tanpa berpikir yang baru saja masuk adalah sebuah pesan yang penting. Tapi begitu melihat notifikasinya dan mengetahui itu adalah pesan dari Langit, dia pun menaruh garpunya dan memilih untuk memegang ponselnya dengan kedua tangannya. Dengan pandangan yang sangat fokus, dia membaca pesan itu.‘Ma, saat menulis pesan ini, aku tidak lagi berada di kota ini melainkan di luar kota. Aku pergi karena tak sanggup lagi menjalani kerumitan hidupku di kota itu. Jadi, pimpinlah rumah sakit oleh mama.’Senja menelan saliva membaca sepenggal pesan Langit itu. Dia menduga sang putra sudah membuat keputusan yang besar. Senja pun kian fokus membaca pesan dari Langit.‘Tapi aku pergi tidak sendiri. Aku pergi dengan membawa Kahyangan. Lebih tepatnya aku menculik Kahyangan karena aku membawanya secara paksa. Aku melakukan ini karena aku tahu dia mencintai
Tak ada jawaban apalagi seseorang yang membukakan pintu untuknya. Yang kahyangan dapati hanyalah sebuah keheningan yang sama sebelum dia berteriak minta dibukakan pintu. Kahyangan pun memutuskan untuk kembali balkon. Dia memperhatikan sekitarnya. Sejauh dia memandang, dia hanya melihat hamparan tanaman teh. Dengan keadaannya yang seperti itu, jika dirinya berhasil kabur dari rumah ini, kemana dia harus melangkahkan kaki? Lagian, lantai dua tempatnya sekarang berada cukup tinggi dari tanah. Kalau dia nekad melompat, dipastikan kakinya akan patah. Atau... bisa jadi dia kehilangan nyawa.Kahyangan lemas menyadari hal itu. Dia sangat tidak menyangka kalau Langit, seorang yang berpendidikan dan seorang lulusan universitas luar negeri biasa melakukan perbuatan bodoh seperti ini. Ini adalah sebuah kriminal. Langit bisa dipenjara.Klak.Suara pintu yang terbuat mengejutkan Kahyangan. Wanita itu pun menoleh dan mendapati Langit masuk dengan baki berisi makanan. Tapi belum sempat Kahyangan me
Kahyangan dan Langit sudah berada di dalam mobil. Langit yang mengemudi dan Kahyangan duduk di kursi sebelah kursi pengemudi. Mobil berjalan tanpa arah tujuan. Yang penting bisa berbicara dengan Kahyangan."Jadi apa yang ingin anda bicarakan denganku untuk yang terakhir ini?" tanya Kahyangan karena sedari tadi Langit belum juga berbicara. Padahal mobil sudah meninggalkan rumah sakit sejak 5 menit yang lalu.Langit menghela nafas berat mendengar pertanyaan Kahyangan. "Sebelum aku mengatakan apa yang ingin aku katakan kepadamu, aku mau kamu menjawab dulu pertanyaanku. Tapi tolong jawab dengan jujur. Apakah kamu tidak pernah mencintaiku? Sekali lagi tolong jawab dengan jujur."Kahyangan menggigit bibir bawahnya mendengar pertanyaan itu. Apakah dia harus menjawab jujur pertanyaan itu seperti permintaan Langit?"Aku adalah orang yang tidak memperdulikan perasaanku sejak kedua orangtuaku meninggal. Yang penting amanah ibuku untuk menjadikan Purnama orang yang sukses menjadi kenyataan.""Dan
'Pur, kamu sudah tahu kabar terbaru tentang Dokter Mentari belum?' 'Belum. Memang kenapa dengan dia?''Dokter Mentari sekarang sedang terbaring di ruang ICU. Dia kritis.'Mata Purnama yang membaca pesan dari teman yang bekerja di rumah sakit terdahulu itu melebar. Pisang goreng di tangannya yang sudah dia gigit langsung dia taruh ke atas piring. Dia lalu mengetik balasan chat temannya itu. 'Hah? Kritis? Memang dia sakit apa?''Tidak sakit. Dia mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan menyayat lengannya. Mengerikan bukan?'Purnama menelan saliva. Dia lalu mereguk teh hangatnya. 'Iya, mengerikan sekali. Tapi kenapa dia harus sampai melakukan itu?''Kamu beneran tidak tahu?''Memang tidak tahu.''Lha, kan ada hubungannya dengan kakakmu.'Deg!Hati Purnama langsung bersentak seketika. Kali ini tanpa bertanya lagi pada temannya itu, dia sudah bisa menduga bagaimana Mentari bisa sampai mencoba untuk mengakhiri hidupnya yang kemudian berakhir di rumah sakit. Mentari pasti tidak rela diputus
Kejadian tadi sore membuat Kahyangan cukup merasa syok. Dia sampai tidak sanggup melakukan apa pun. Bahkan sekedar untuk masak. Jadinya, Purnama memilih untuk membeli makanan saja karena sudah terlalu lelah jika harus memasak."Kak! Kita makan malam yuk?" ajak Purnama di balik pintu di bagian luar kamar.Kahyangan yang sedang duduk di atas tempat tidur menatap pintu yang tertutup itu. "Kakak tidak lapar, Pur. Kamu makan sendiri saja.""Tidak nikmat makan sendiri. Kakak sebenarnya kenapa? Ada masalah apa?""Kakak tidak apa-apa. Kakak hanya sedang ingin sendiri dan tidak ingin diganggu. Tapi kamu jangan khawatir. Kakak baik-baik saja. Nanti kalau lapar, kakak akan keluar untuk mencari makan.""Baiklah kalau begitu. Tolong jangan menahan lapar ya, kak. Aku tidak mau kakak sakit.""Iya."Hening. Tak ada lagi suara Purnama di depan pintu kamar. Tapi yang kemudian terdengar adalah suara denting ponselnya. Kahyangan pun segera mengambil benda pipih itu dan membaca pesan itu. Ternyata itu ad
"Hanya papaku yang tidak setuju aku menikahi kamu," lanjut Langit sembari terus melangkah mendekati Kahyangan dan Dewa yang masih tidak menyangka dengan kehadiran. "Tapi tidak begitu dengan mamaku. Beliau merestui bahkan sangat setuju aku menikahi kamu."Rahang Dewa mengencang mendengar itu. "Kamu bicara apa?! Sejak kapan mamamu setuju kamu menikah gadis tidak berguna ini?!""Jangan menyebut Kahyangan sebagai gadis tidak berguna, pa! Karena dia lah aku masih ada di dunia ini! Mana rasa terima kasih papa kepadanya sebagai orang yang telah menyelamatkan aku, anak papa yang semata wayang ini?! Kalau pun papa tidak bisa mengucapkan terima kasih, setidaknya papa tidak merendahkannya dan menakut-nakutinya! Lagian, Kahyangan sudah mengikuti mau papa untuk menjauhi aku! Kalau pun aku bisa menemukannya itu bukan karena dia mengingkari janjinya pada papa! Tapi mulai sekarang aku pastikan papa tidak akan bisa lagi memisahkan aku dari dia!""Ya! Lakukan saja apa yang kamu mau, Langit!" sahut Dewa