Mendengar pertanyaan Purnama, Kahyangan melebarkan matanya. "Kamu itu bicara apa sih? Siapa yang bilang kalau Pak Langit menyukai kakak? Itu hanya perasaan kamu saja. Dia itu sudah punya tunangan dan hanya itu yang harus kita pegang. Kakak tidak mau dituduh menjadi penyebab kehancuran hubungan dua insan yang sudah akan menikah. Sudah benar keputusan kakak untuk menjauhi mereka berdua. Jadi kalau pun terjadi apa-apa pada hubungan mereka, kakak tidak disalahkan.""Itu kan menurut kakak. Tapi bagaimana kalau ternyata Pak Langit menyukai kakak sebab kakak adalah gadis remaja yang sudah menolongnya?""Jangan bahas masa lalu. Kakak tidak mau mengungkit-ungkitnya lagi. Dan tolong kamu jangan pernah cerita pada Pak Langit kalau kakak adalah gadis remaja yang telah menolongnya.""Walau pun aku tidak cerita, dia sudah merasa kak. Kemungkinan besar dia sudah tau kalau kakak adalah gadis remaja yang telah menolongnya itu.""Aku tidak begitu yakin dia tahu kalau aku adalah gadis remaja yang menolo
Senja menggeleng. "Tidak. Papa kamu tidak akan setuju kamu menikah dengan gadis itu. Apalagi dia hanya seorang petugas kebersihan. Baiknya kamu pikir-pikir lagi niat kamu itu.""Aku sudah memikirkannya dengan baik, ma. Aku kan juga pernah mengatakan niatku ini pada mama," balas Langit."Mama pikir kamu tidak seserius ini.""Tentu saja aku serius, ma. Hanya bedanya, dulu aku tidak berani untuk mengatakannya pada papa. Tapi sekarang, aku mau berterus terang agar gadis itu tidak terus berada dalam ancaman papa.""Kening Senja mengerut. "Maksud kamu apa gadis itu tidak terus dalam ancaman papa kamu? Memangnya papa mengancamnya?"Langit mengangguk. "Iya. Papa mengancamnya. Bahkan papa telah memindahkan kerjanya dan rumah kontrakannya. Jadi dia sudah tidak lagi bekerja di rumah sakit kita, ma."Senja terdiam. Tidak kaget karena dia hafal sifat suaminya. Hanya saja dia tidak habis pikir kenapa Dewa selalu mencampuri hidup Langit. Padahal Langit adalah putra semata wayang mereka. Kalau suamin
Langit menutup pintu dan menguncinya begitu masuk ke dalam kamar. Wajahnya tampak sangat marah dengan mata yang menyala dan rahang yang mengencang. Benaknya terus saja membayangkan bagaimana Dewa tertawa ketika mengakui perbuatan jahatnya di hadapannya dan mamanya seolah tidak menjaga perasaannya sedikit pun. Padahal dulu waktu dia duduk di kelas sepuluh, pernah sakit keras selama berbulan-bulan lantaran merindukan Kahyangan. Tapi Dewa tetap mengakui tidak berhasil menemukan Kahyangan. Pada kenyataannya, papanya itu berbohong hanya karena Kahyangan adalah gadis yang sangat miskin.Oke. Anggap saja papanya tidak mau dirinya mendapatkan gadis miskin seperti Kahyangan. Dengan berat hati dia mencoba untuk menerima. Tapi yang dia tidak habis pikir adalah sikap papanya itu pada Kahyangan, gadis yang telah menyelamatkan putra semata wayangnya. Bukannya menghormati dan memperlakukan gadis itu dengan baik, tapi justru malah mengintimidasi. Dimana akal sehat dan hati nurani seorang Dewa kalau
Mengingat kejadian itu, dimana dia yang duduk di kelas 10 sedang sakit dan mengandalkan Dewa untuk dapat menemukan Kahyangan, Langit menghela nafas berat. Berat sekali. Karena kini dia tahu bahwa pada saat itu Dewa berbohong padanya dengan mengaku belum menemukan Kahyangan. Padahal mungkin saja di saat itu, Dewa telah menemukan Kahyangan."Bodoh! Aku memang bodoh! Seharusnya aku tidak percaya begitu saja dengan pengakuannya! Sekarang, aku tidak mau dibodohi dan dicurangi olehnya lagi! Aku akan mengikuti kata hatiku saja!" ucap Langit dengan penuh emosi. Dia lalu mengangkat wajahnya ke atas. Pada luasnya malam yang bersih. Hanya ada bulan utuh yang tampak di sana. Menggambarkan siluet wajah cantik gadis yang selalu dirindukannya.Sementara itu di tempat lain, Kahyangan yang hendak menutup jendela kamar, menunda niatnya. Gadis itu justru menatap bulan purnama. Entahlah, setiap kali bertemu dengan Purnama, dia merasa Dejavu pada kejadian 15 tahun lalu. Waktu dia menyelamatkan Langit, p
Waktu pulang tiba. Waktu yang sudah ditunggu-tunggu oleh Mentari sepanjang hari ini karena sudah janjian dengan Langit bertemu di kafe. Setelah memastikan penampilannya rapi, wajahnya tidak berminyak, dan tubuhnya harum, dia pun meninggalkan ruangannya menuju kafe yang sudah dijanjikan. Ketika dia tiba di sana, Langit sudah ada. Itu membuatnya merasa senang. Dengan wajah sumringah, dia mendekati Langit. "Sudah lama ya menunggunya?" tanya Mentari sembari menarik kursi yang ada di hadapan Langit. Karena merasa akan menyakiti perasaan Mentari, Langit pun memberikan senyuman terindahnya. "Belum kok. Baru sekitar sepuluh menit yang lalu." Melihat senyum Langit yang berbeda dari biasanya, hati Mentari pun berbunga-bunga. Dia semakin yakin kalau tujuan Langit mengajaknya bertemu seperti ini adalah untuk memperbaiki hubungan mereka yang sempat memburuk karena kehadiran Kahyangan. Mentari menebak, mungkin saja Langit hendak meminta maaf kepadanya atas kesalahannya selama ini yang sempat b
Mentari menggeleng. "Tidak. Kamu tidak bisa melakukan itu. Kamu tidak boleh menikah dengan gadis petugas kebersihan itu. Mau dilihat dari sudut manapun, aku jauh lebih baik daripada dia." "Aku tahu itu. Aku pun menyadarinya. Akan tetapi, aku lebih memilih perasaanku dibandingkan gelar, pekerjaan, dan tingkat sosial. Aku akan menerima apa pun resikonya. Karena bagiku, cukup menikah dengan orang yang aku cintai, aku rasa aku akan bahagia. Karena itu,_" Langit menarik cincin pertunangan dari jari manisnya dan meletakannya ke hadapan Mentari. "Aku mengakhiri hubungan kita. Mulai detik ini, kita bukan tunangan apalagi calon suami istri. Aku doakan semoga kamu mendapatkan pria yang jauh lebih baik daripada aku." Langit beranjak dari duduknya. Dia lalu melangkah menuju kasir untuk membayar semua yang dipesannya tadi. Dia meninggalkan Mentari yang kini menampakkan wajah teramat sangat marah dengan mata yang merah dan rahang yang mengencang. 'Tidak! Aku tidak akan pernah menerima keputusa
"Ada apa ini Ya Tuhan?! Ada apa ini?!" Senja yang baru muncul dari dalam langsung menghambur memeluk Langit. Lalu pandangannya dia alihkan pada Dewa. "Kenapa kamu menyiksa anakmu sendiri?" "Dia pantas mendapatkannya!" sahut Dewa. "Kamu tahu kenapa?! Dia baru saja memutuskan hubungannya dengan Mentari! Bahkan dia sudah melepas cincin pertunangannya!" "Ya tapi apa harus dipukuli? Bukankah bisa dibicarakan secara baik-baik, pa?" "Dia tidak akan mempan dengan cara baik-baik karena sejak kemarin dia sudah memberontak. Aku memintanya untuk menikahi Mentari minggu depan, dia tidak mau!" "Ya jelas, pa. Minggu depan terlalu cepat. Dewa perlu waktu untuk memahami kemauan diri sendiri. Tidak mudah membuang cinta yang sudah lama ada. Cinta itu bukan sampah." "Tapi aku memang tidak mau menikah dengan Mentari, Ma," ucap Langit menyahut. "Mau sampai kapan pun aku tidak mau. Entah itu minggu depan atau pun bulan depan. Yang pasti aku tidak akan menikahi wanita yang tidak aku cintai itu." Me
"A-anda?" ucap Kahyangan lirih tapi jelas sekali menunjukkan keterkejutan. Dia sama sekali tidak menyangka kalau yang datang adalah Langit. 'Bagaimana anda tahu rumah ini?' gumamnya dalam hati. "Maaf tiba-tiba aku datang ke sini. Pasti kamu terkejut ya. Tapi aku mohon, beri aku kesempatan untuk bicara denganmu. Ada hal penting yang ingin aku katakan. Tolong jangan ditolak." Melihat tangan Langit yang menyatu satu sama lain yang menggambarkan kalau pria itu sangat memohon, Kahyangan pun tercenung selama beberapa saat. Dia merasa ragu. Tapi kemudian mengangguk mengiyakan. 10 menit kemudian, Kahyangan sudah duduk di taman kota. Dia memperhatikan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ada yang sedang mengobrol dengan teman-temannya. Ada yang sedang bercanda dengan keluarga kecilnya. Ada yang sedang memadu kasih dengan kekasihnya. Dan masih banyak lagi. Yang pasti taman kota ini ramai oleh pengunjung dan pedagang. Kahyangan menghela nafas dalam-dalam. Selama bertahun-tahun tinggal di k
Kahyangan langsung berdiri dari duduknya. "Maaf jika bapak tersinggung dengan percakapan kami. Kami tidak bermaksud_""Tidak masalah," sela Dewa sembari tersenyum. Senyum yang pertama kali dia perlihatkan untuk kakak beradik itu. "Justru aku ingin tahu banyak bagaimana kalian menilaiku. Selama ini, aku memang terlalu egois dan selalu merasa benar. Sampai akhirnya orang-orang terdekatku yang meninggalkan aku menyadarkan aku kalau aku benar-benar sosok orang yang buruk. Dan aku bertekad untuk mengakhirinya. Aku ingin menjadi orang yang baik sekarang."Kahyangan tersenyum samar. "Syukurlah kalau anda punya keinginan seperti itu. Aku turut senang mendengarnya."***Beberapa jam setelah pernikahan yang penuh kesederhanaan dan makan-makan, Dewa dan rombongan berpamitan pulang. Mereka cukup tahu diri tidak ingin mengganggu malam pertama pasangan berbahagia yang baru saja sah menjadi suami istri."Kapan rencananya kalian akan kembali ke kota?" tanya Dewa dengan wajah penuh harap. Dia bukan s
"Mama? Purnama? Pa...." Langit baru akan menyebutkan kata 'papa' ketika dia menggantungnya. "Kenapa kalian bisa ada di sini?" tanyanya meskipun dia tahu bagi papanya tidak akan sulit mencari keberadaannya.Senja memaksakan senyum. "Untuk bertemu kamu dong. Tapi kami datang ke sini dalam keadaan hati yang tenang dan baik.""Oya?" Langit melirik Dewa. "Mama yakin?"Senja mengangguk. "Yakin." Wanita itu lalu menoleh pada Dewa. Dengan kedipan matanya, dia memberi kode. Karena kode itu, Dewa yang semula berdiri tak jauh dari supirnya, melangkah maju mendekati Langit. "Sebelumnya papa minta maaf karena telah mengganggu ketenangan kamu. Tapi papa tidak bisa menahan keinginan untuk segera bertemu kamu. Papa mau meminta maaf atas semua kesalahan papa padamu dan Kahyangan. Papa sudah sadar bahwa tidak seharusnya papa memaksakan kehendak. Kamu bebas menjalani hidup yang kamu inginkan. Dan yang terpenting adalah papa sudah mengakhiri kesepakatan perjodohan kamu dengan Mentari. Kamu bebas mau men
Guruh tersentak seketika. Matanya sampai membuka begitu mendengar ucapan Dewa. "Ke-kenapa kamu berkata seperti itu?""Kenapa? Apa perlu aku menjelaskan secara rinci apa yang telah kamu lakukan lima belas tahun yang lalu pada Langit? Aku khawatir kamu jadi tidak bisa tidur malam ini."Guruh menelan saliva. Dia mencubit tangannya berharap ini hanyalah sebuah mimpi. Tapi nyatanya dia merasakan sakit."Aku tidak menyangka sama sekali kalau kamu pernah melakukan itu pada putraku, putra sahabat sendiri. Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu sampai bisa memiliki pemikiran untuk menghabisi Langit? Apa salah Langit yang waktu itu masih berusia lima belas tahun? Atau... kamu melakukannya karena dendam padaku? Katakan! Apa yang membuatmu memiliki dendam itu karena seingatku aku tidak pernah dengan sengaja mau menyakiti kamu?"Guruh membisu. Dia tidak berani untuk menjawab. Dia tidak menyangka kalau Dewa telah mengetahui rahasia ini. Rahasia yang telah disembunyikan selama lebih dari lima belas t
“Pa, lebih baik kita hentikan pemaksaan ini. Tak akan baik akhirnya. Ya, mungkin sekarang kita bisa mendapatkan Langit seperti keinginan kita. Tapi nantinya tetap akan kehilangan. Mentari akan kembali berusaha untuk bunuh diri ketika Langit meninggalkannya. Mama lebih setuju kalau kita benahi anak kita, Mentari. Menguatkan mentalnya dan memberinya banyak pandangan tentang kehidupan. Mama merasa itulah yang diperlukan Mentari daripada apa yang kita perbuat sekarang ini,” ucap Cahaya dengan penuh kesadaran. Terus menerus memaksa orang telah membuatnya lelah."Mama sudah gila apa punya usul seperti itu?! Dewa sudah setuju untuk memaksa Langit menikah dengan Mentari secepatnya malah ingin digagalkan. Sia-sia saja kalau begitu usiaku selama lima belas tahun ini," balas Guruh."Ini bukan soal masalah ke sia-siaan atau apa. Tapi mengenai masa depan Mentari juga. Kalau pun kita berhasil menikahkan mereka berdua, nantinya bakal cerai mengingat Langit tidak pernah memiliki rasa suka pada Mentar
"Aku belum bicara. Tapi kamu sudah menjawab seperti itu. Kamu tidak punya sopan santun sama sekali," ucap Dewa kemudian. Sedikit marah."Maaf kalau anda menganggap saya tidak sopan. Tapi saya hanya mempercepat menuntaskan keingintahuan anda," balas Purnama lagi. Dewa mendengkus kesal. "Jadi apa yang kamu tahu tentang kakakmu sekarang? Mustahil kakakmu tidak memberitahu keberadaannya.""Anda boleh percaya boleh juga tidak. Tapi inilah kenyataannya. Saya bukan seorang pembohong.""Lalu kenapa kamu tidak panik kehilangan kakakmu?" "Karena kakakku bersama orang yang sangat mencintainya. Saya yakin dia akan baik-baik saja di sana."Dewa menyeringai. "Bagaimana kamu bisa memastikan kakakmu baik-baik saja kalau kakakmu ada kemungkinan diculik? Hilang tanpa ada pemberitahuan.""Apakah anda ingin mengatakan kalau putra semata wayang anda seorang penculik?"Pertanyaan yang cukup menyudutkan. Dewa pun langsung mengubah dugaan. "Bukan putraku yang seorang penculik. Tapi kakakmu yang seorang man
"Ini hanya untuk sementara, Dokter Purnama. Kamu tidak perlu panik. Kakakmu baik-baik saja. Nanti setelah Langit mengganti nomer ponselnya, pasti dia akan menghubungi kita. Dia terpaksa melakukan hal ini karena tidak memiliki pilihan. Keadaan sangat sulit untuk menyatukan cinta mereka. Papanya, Mentari, dan kedua orangtua Mentari, terus mendesaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Jadi terpaksa dia melarikan diri sementara dengan membawa Kahyangan. Memang Langit sedikit melakukan pemaksaan pada Kahyangan. Tapi jika tidak begitu, kakakmu tidak akan pernah mengutamakan kebahagiaan sendiri. Saya menjamin keselamatan mereka. Jika ada sesuatu pada Kahyangan, saya akan bertanggung jawab. Saya harap, kamu bisa mengerti dan paham dengan situasi ini."Tak langsung menjawab, Purnama termenung sejenak sebelum akhirnya mengangguk-angguk kecil. "Saya mulai paham, nyonya. Memang Kak Kahyangan tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Dia selalu memikirkan orang lain. Mungkin karena i
Senja sedang menikmati sarapan bersama Lili ketika ponselnya berdenting tanda sebuah pesan masuk. Senja mengambil benda pipih itu dan melihat layarnya tanpa berpikir yang baru saja masuk adalah sebuah pesan yang penting. Tapi begitu melihat notifikasinya dan mengetahui itu adalah pesan dari Langit, dia pun menaruh garpunya dan memilih untuk memegang ponselnya dengan kedua tangannya. Dengan pandangan yang sangat fokus, dia membaca pesan itu.‘Ma, saat menulis pesan ini, aku tidak lagi berada di kota ini melainkan di luar kota. Aku pergi karena tak sanggup lagi menjalani kerumitan hidupku di kota itu. Jadi, pimpinlah rumah sakit oleh mama.’Senja menelan saliva membaca sepenggal pesan Langit itu. Dia menduga sang putra sudah membuat keputusan yang besar. Senja pun kian fokus membaca pesan dari Langit.‘Tapi aku pergi tidak sendiri. Aku pergi dengan membawa Kahyangan. Lebih tepatnya aku menculik Kahyangan karena aku membawanya secara paksa. Aku melakukan ini karena aku tahu dia mencintai
Tak ada jawaban apalagi seseorang yang membukakan pintu untuknya. Yang kahyangan dapati hanyalah sebuah keheningan yang sama sebelum dia berteriak minta dibukakan pintu. Kahyangan pun memutuskan untuk kembali balkon. Dia memperhatikan sekitarnya. Sejauh dia memandang, dia hanya melihat hamparan tanaman teh. Dengan keadaannya yang seperti itu, jika dirinya berhasil kabur dari rumah ini, kemana dia harus melangkahkan kaki? Lagian, lantai dua tempatnya sekarang berada cukup tinggi dari tanah. Kalau dia nekad melompat, dipastikan kakinya akan patah. Atau... bisa jadi dia kehilangan nyawa.Kahyangan lemas menyadari hal itu. Dia sangat tidak menyangka kalau Langit, seorang yang berpendidikan dan seorang lulusan universitas luar negeri biasa melakukan perbuatan bodoh seperti ini. Ini adalah sebuah kriminal. Langit bisa dipenjara.Klak.Suara pintu yang terbuat mengejutkan Kahyangan. Wanita itu pun menoleh dan mendapati Langit masuk dengan baki berisi makanan. Tapi belum sempat Kahyangan me
Kahyangan dan Langit sudah berada di dalam mobil. Langit yang mengemudi dan Kahyangan duduk di kursi sebelah kursi pengemudi. Mobil berjalan tanpa arah tujuan. Yang penting bisa berbicara dengan Kahyangan."Jadi apa yang ingin anda bicarakan denganku untuk yang terakhir ini?" tanya Kahyangan karena sedari tadi Langit belum juga berbicara. Padahal mobil sudah meninggalkan rumah sakit sejak 5 menit yang lalu.Langit menghela nafas berat mendengar pertanyaan Kahyangan. "Sebelum aku mengatakan apa yang ingin aku katakan kepadamu, aku mau kamu menjawab dulu pertanyaanku. Tapi tolong jawab dengan jujur. Apakah kamu tidak pernah mencintaiku? Sekali lagi tolong jawab dengan jujur."Kahyangan menggigit bibir bawahnya mendengar pertanyaan itu. Apakah dia harus menjawab jujur pertanyaan itu seperti permintaan Langit?"Aku adalah orang yang tidak memperdulikan perasaanku sejak kedua orangtuaku meninggal. Yang penting amanah ibuku untuk menjadikan Purnama orang yang sukses menjadi kenyataan.""Dan