Selama proses belajar mengajar Farzana berusaha agar tidak satu kelas dengan Boim. Gadis itu memang sengaja menghindar. Boim pun juga melakukan hal yang sama. Kelas yang biasanya diisi mereka berdua kini tergantikan oleh sosok lain. Sosok tersebut tidak lain dan bukan adalah Fatimah. Ketika ia mendengar akan ditempatkan di kelas yang sama dengan Boim membuat hatinya merasa senang. Ini bisa jadi kesempatan bagus baginya untuk lebih dekat dengan sang pujaan hati.Satu hari telah terlewati, Fatimah sangat senang karena bisa menghabiskan waktu bersama Boim. Mengajar anak-anak mengaji terasa lebih menyenangkan saat berdampingan dengan pria itu. Ia berharap semoga hal ini akan berlangsung selamanya dan Farzana tak akan kembali mengambil tempatnya. Ngomong-ngomong mengenai rivalnya itu, sudah seminggu lebih Fatimah tak melihat batang hidungnya. Kira-kira ke mana perginya gadis itu? Apakah dia berhenti mengajar? Ah semoga saja itu terjadi. Kalau gadis itu pergi otomatis Fatimah tak punya sai
“Tolong lepaskan aku Boim,” dengan mata yang mulai berkaca-kaca Farzana meminta Boim agar melepaskan dirinya. “Aku sudah tak tahan lagi Zan,” bisik Boim parau di telinga Farzana.“Kamu mau apa?” tanya Farzana khawatir. Ia takut kalau Boim akan melakukan hal yang buruk kepadanya.“Aku mau kamu,” ucap Boim sambil menyeringai jahat.Dan saat Boim hendak mendekatkan kepalanya ke arah Farzana yang sedang tidur terlentang, terdengar ketukan pintu dari luar. Sontak Boim menghentikan aksinya dan langsung tersadar. Ketika pria itu bangkit ia seperti orang linglung. Ia tak tahu kenapa bisa berada di dalam gudang. Lebih mengejutkan lagi ia melihat Farzana dalam posisi tiduran di atas kasur lusuh dekat rak buku. “Apa yang sudah aku lakukan Zan?” tanya Boim bingung.Farzana yang berusaha bangun sambil merapikan kerudungnya menatap Boim heran. Bagaimana bisa pria itu tiba-tiba lupa ingatan? Padahal tadi dia sendiri yang menyeret Farzana masuk ke dalam gudang secara paksa. Lalu sekarang kenapa Boi
Beberapa bulan setelah kejadian di dalam gudang, Farzana sudah tak mendengar lagi kabar tentang Boim. Gadis itu telah memutus semua koneksi yang berhubungan dengan Boim. Mulai dari memblokir nomor telepon, WhatsApp, dan Instagram. Secara terang-terangan Farzana memberitahu kepada Umi Kalsum bahwa ia tak mau lagi punya hubungan pertemanan, persahabatan, atau apapun itu dengan Boim. Awalnya Umi Kalsum terkejut dengan keputusan sang putri. Namun ia hanya bisa pasrah dan mendoakan semoga kelak mereka berdua dapat berhubungan baik lagi. Umi Kalsum juga heran kenapa hubungan Boim dan Farzana merenggang. Setahu sang ibu, anaknya itu memiliki hubungan yang cukup baik dengan sang ustaz muda. Lalu kenapa sekarang keduanya saling menjauh. Bahkan saat berpapasan di warung, Umi Kalsum memperhatikan Farzana yang tidak mau menyapa Boim sama sekali. Padahal biasanya kedua orang itu suka sekali bertegur sapa. Ini aneh, apakah keduanya ada masalah? Kalau iya maka Umi Kalsum akan mencari tahu hal itu
Baru bangun tidur Farzana langsung menuju dapur mencari segelas air untuk menyegarkan tenggorokan yang kering. Hari-hari tanpa bertemu seorang Boim terasa menenangkan baginya. Semenjak ia mengundurkan diri sebagai guru ngaji di Masjid Al-Ghifari, hampir tidak ada masalah apapun. Dan Farzana sangat menyukai hal itu. Tak ada lagi nyinyiran Nadia, drama Fatimah, dan si ustaz pengganggu itu. Sambil bersandar di pintu kulkas, Farzana tampak berpikir. Kenapa tidak dari dulu saja ia keluar dari sana? Kenapa baru 3 bulan lalu ia terpikirkan mengenai hal ini? Ah ya sudahlah, yang terpenting sekarang ia sudah keluar dari lingkungan kerja super toxic itu. Sekarang ini Farzana tengah disibukkan dengan pekerjaannya sebagai kasir di salah satu minimarket terbesar di Kota Malang. Awalnya hanya pekerjaan sambilan, tetapi sekarang sudah beralih menjadi pekerjaan utama.Bekerja sebagai seorang kasir jauh lebih menyenangkan. Bukannya ia tidak menyukai profesinya sebagai guru ngaji. Hanya saja lingkun
Sudah 6 bulan Farzana dan Boim tak bertukar kabar. Entah itu bertemu secara langsung, berkirim pesan, atau sekedar video call. Kedua orang itu benar-benar putus kontak satu sama lain. Sebenarnya bukan keduanya, tetapi Farzana lah yang memang ingin tak mau punya hubungan lagi dengan pria itu. Ia pun juga jarang berkunjung ke Masjid Al-Ghifari lagi. Ah, bagaimana kabar murid-muridnya? Farzana sangat merindukan mereka semua. Terkhusus Ahmad. Murid favoritnya. Ingin sekali dia ke sana dan berjumpa dengan mereka. Sayangnya Farzana tak bisa melakukan itu. Sebab nantinya ia pasti akan bertemu Boim. Tetapi bagaimana ini, Farzana benar-benar rindu dan ingin sekali bertemu Ahmad. Gadis itu tampak melamun memikirkan suatu cara. Jari telunjuk kanannya mengetuk dahi sebagai pertanda bahwa ia memang tengah berpikir. 5 menit sudah berlalu, tapi ia belum juga mendapatkan ide. Ia bahkan sampai memukul-mukul kepalanya sangking kesal. Oh ya Allah, berilah hambamu ide, pintanya dalam hati.Kelakuan F
Farzana tak tahu harus berkata apa setelah membaca surat itu. Eh tunggu, sepertinya itu bukan surat, tapi kertas sobekan dari diary Boim. Sudahlah apapun itu Farzana tak peduli. Ia buang kertas itu ke tong sampah di bawah meja kasir. Pertama-tama ia remas sampai tak berbentuk sama sekali. Kemudian Farzana melemparkannya masuk ke dalam tong sampah. Ketika tangannya hendak membuang kotak di atas meja kasir ia sedikit ragu-ragu. Gadis itu pun urung melakukannya dan memilih menyimpannya ke dalam tas selempang yang menggantung di cantolan belakang.Baru saja ingin memasukkan kotak itu tapi sudah direbut dulu oleh Ammar. Farzana mencoba merebutnya kembali namun kotak itu diangkat tinggi-tinggi agar tak bisa diraih oleh dirinya."Ammar kembalikan!" pinta Farzana sembari melompat-lompat berusaha mengambil kotak itu dari genggaman tangan Ammar."Kotak apa ini Zan?" Ammar malah balik bertanya dan tak menghiraukan permintaan Farzana."Bukan urusanmu. Cepat kembalikan!" balas Farzana setenga
Pengunduran diri Farzana sebagai pengajar di Masjid Al-Ghifari membuat Nadia dan Fatimah merasa senang. Apa yang diimpikan kedua orang itu akhirnya terwujud. Dan 6 bulan sudah Fatimah juga tak bertemu dengan Boim. Di satu sisi gadis itu begitu senang karena rivalnya sudah tidak ada. Akan tetapi di sisi lain ia juga sedih karena tak bisa lagi mengajar bersama Boim. Semenjak Farzana mengundurkan diri, Boim sudah jarang mengajar mengaji di Masjid Al-Ghifari. Palingan pria itu datang seminggu hanya satu kali atau pernah dalam satu bulan juga tak pernah berkunjung. Fatimah senang dengan nama Boim yang kini semakin dikenal luas oleh masyarakat sebagai seorang ustaz kondang. Namun hal itu juga membuat dirinya sedih karena tak bisa leluasa menemui Boim seperti dulu.Fatimah sangat merindukan hari-hari dimana bisa mengajar bersama Boim. Seandainya waktu bisa diputar, ingin sekali ia kembali ke masa lalu. Tetapi apa daya, waktu terus berjalan dan mau tak mau ia harus menerimanya dengan lap
Ide Nadia tentang mencari seorang asisten memang patut dipertimbangkan. Apalagi Boim termasuk orang yang sulit mengatur jadwal. Tawaran ceramah selalu ia terima begitu saja tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Pernah suatu ketika ia sedang mengisi di satu masjid tiba-tiba mendapat telepon dari seseorang. Orang yang menelepon itu mengingatkan bahwa seharusnya ia mengisi kajian di masjid sana. Akan tetapi Boim malah lupa dan menerima tawaran ceramah di masjid dekat rumahnya. Mau tak mau ia pun meminta maaf kepada para jamaah karena harus menghentikan ceramahnya detik itu juga. Beruntung mereka bisa memakluminya. Kalau tidak mungkin Boim sudah kena amukan ibu-ibu. Tapi ya begitu, ia dihinggapi rasa bersalah. Dan Boim berjanji tak akan mengulangi kesalahan itu lagi.Maka dari itu agar jadwal ceramahnya tertata rapi tentu saja ia membutuhkan seorang asisten. Tidak mungkin kalau Boim mengaturnya sendiri. Yang ada malah ia keteteran sendiri. Akan tetapi masalahnya, siapa orang yang pantas