Daffin dan Lili bergandeng tangan keluar dari gedung acara tersebut. Mereka tidak luput dari kamera para wartawan, menanyai dan juga mengambil foto mereka. Daffin sudah merasa cukup diwawancarai dan berfoto. Ia langsung menarik tangan Lili untuk masuk ke dalam mobil. Jika menuruti kemauan wartawan, wawancara tak akan habis-habisnya."Kak Silvia pasti sudah tahu Mas, mengenai Diki. Bagaimana perasaannya? Suaminya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Apakah Diki benar-benar tidak mendapatkan warisan Mas?" tanya Lili."Mereka hanya mendapatkan sebuah apartemen, karena harta Mamah itu dimiliki sebelum menikah dengan Anton, ayah tiriku," jawab Daffin."Masalahku sudah selesai dan juga hakmu juga sudah kamu dapatkan. Ada satu hal yang mengganjal di hatiku Mas," ucap Lili.Sejak kemarin Lili masih terpikir seseorang yang menghadang mobil Daffin. Bukan Diki ataupun Anton pelakunya, tetapi ini masih misterius. Lili juga menyuruh Tomi untuk menyelidiki hal itu.Setelah acara pengangkatan CEO Ru
Ketika aku membuka mata, tampak asing di penglihatanku. Di mana aku berada? Kepalaku agak pusing, aku berharap semoga kandunganku baik-baik saja, karena aku mengingat betul ketika aku dibius dan diculik, tapi entahlah siapa orang yang menculikku.Berharap agar Mas Daffin langsung menemukanku. Ya Allah tolong aku dan janinku ini agar kami tetap sehat. Tanganku diikat dan kakiku juga diikat, aku tidak bisa bergerak sedikit pun hanya mata ini yang bisa menatap ke kiri dan ke kanan. Melihat sekitar tempat yang aku tidak kenal. Tubuhku di atas ranjang big size.Terdengar suara langkah kaki mendekat ke ruangan ini. Aku menatap pintu dari ruangan itu, berharap Mas Daffin lah yang membuka pintu itu, tapi setelah pintu terbuka, pupus harapanku. Ternyata bajing*n itu yang menculik aku, Diki."Lepaskan aku, mau apa kamu menculikku?" tanyaku dengan setengah berteriak."Kamu bertanya mau apa aku? Jawaban itu seharusnya kamu tahu, aku ingin kamu." Diki mendekatiku, ia duduk di samping ranjang dan m
"Kak Silvia bangun Kak." Lili berteriak memanggil kakak sepupunya tapi dia sudah tidak sadarkan diri.Diki langsung diringkus oleh pihak kepolisian, tangannya langsung diborgol. Ia melihat ke arah Daffin dengan tatapan yang tajam, tapi Daffin tidak perduli. Ia langsung menghampiri Lili yang masih memeluk kakak sepupunya."Tomi, telepon ambulans sekarang," perintah Daffin.Tubuh Silvia langsung dibawa ke rumah sakit, pisau masih menancap di punggungnya. Lili sangat syok melihat Silvia yang mengorbankan nyawanya demi dia. Ia terus menangis di dalam mobil ambulans, berharap kakak sepupunya bisa terselamatkan dan janinnya tidak mengalami hal apapun."Tenang Sayang Silvia pasti akan selamatkan." Lili yang sangat terguncang, tangisannya tidak berhenti sejak Silvia tertusuk.Dalam keadaan tengkurap Silvia berada di atas brankar. Sesampainya di rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruangan IGD dan diperiksa. Di sana dokter langsung memutuskan untuk segera operasi. Lili juga menjelaskan bahwa
"Kamu mau kemana hah, jangan harap kamu lari dariku." Tangan Daffin ditarik oleh seorang gadis ketika ia sedang berjalan menghirup udara segar di sebuah desa yang ia kunjungi. Gadis itu sangat marah kepadanya, matanya menatap tajam kepada Daffin."Siapa kamu?" tanya Daffin. Ia tak terima atas sikap kasar gadis yang tidak ia kenal.Tanpa diduga gadis itu langsung mencium Daffin, sontak detak jantung berdebar kencang. Ia tak menyangka mendapatkan ciuman dari seorang gadis yang ia tidak kenal sama sekali. Tubuh Daffin membeku, siapa sangka niat berlibur malah mendapatkan ciuman. Dengan kasar gadis itu melepaskan ciumannya lalu menampar pipi Daffin dengan keras, sampai suara tamparannya memekik di telinga Daffin. Setelah menampar, gadis itu pergi begitu saja. Tangan Daffin mengepal dengan kuat, hatinya langsung sangat murka dengan tindakan gadis itu. Ia mengejar gadis yang menamparnya, di dalam hatinya gadis itu harus meminta maaf, kalau perlu berlutut."Jika dia tidak mau minta maaf,
Desa itu tampak sepi, ia menengok ke arah kiri dan kanan tapi tak ada satu orang pun yang ia lihat. Daffin menatap wajah Lili, 'kotor', itu lah yang ada dalam pikirannya saat ini karena memang wajah Lili tampak sangat kotor. Daffin menatap wajah gadis tak waras itu.“Aku ditampar dua kali oleh gadis tidak waras, tapi kenapa jantungku malah terasa berdetak dengan cepat ketika ia memelukku? Nggak benar ini Fin. Bibirnya juga masih terasa," gumam Daffin. Ia menyentuh pipi kanan dan kirinya sendiri dan menyentuh bibirnya, ia mencoba mengatasi perasaan yang kesal tapi ada rasa iba di dadanya. Kejadian tadi begitu kuat membekas di pikirannya. “Apa yang sebenarnya terjadi? sampai kamu menangis?” ucap monolog Daffin.Ia sangat penasaran, apa yang terjadi dengan gadis itu sebenarnya. Jika diperhatikan wajah gadis tak waras ini sangat cantik.Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berlari mendekati Daffin. "Kamu apakan adikku?" Laki-laki itu langsung meninju wajah Daffin tanpa mendengar mendenga
“Ayo kita berangkat,” ajak Gilang.Mereka bertiga masuk ke dalam mobil, dan mulai menjankan mesin mobilnya melewati jalanan yang sudah di pelur. Jalanan khusus untuk kendaraan, agar tidak licin. Tapi sebelumnya mereka melewati jalanan biasa yang di lewati oleh para warga Desa. Mobil harus hati-hati, karena jika ban terselip, mobil akan terguling masuk ke parit sawah.Mereka bertiga, perlahan mendaki ke arah air terjun di Desa Lembah. Sesampainya di sana, mereka terpesona oleh keindahan pemandangan yang ada di depan mata. Air terjun mengalir deras, menciptakan alunan yang hampir seperti musik alam. Cahaya matahari yang jatuh di antara pepohonan menciptakan permainan bayangan dan cahaya yang menakjubkan.Dengan semangat, mereka melepas sepatu dan merasakan air segar dari air terjun yang mengalir di antara jari-jari mereka. Menghilangkan sejenak pekerjaan yang menjadi rutinitas mereka. Di bawah kucuran air terjun kecil menyentuh tubuh Daffin dan Gilang.Arina tak bisa berhenti menatap
Hati Daffin tak bisa digambarkan lagi. Diciumi oleh gadis gila yang baru ia kenal pagi ini tapi rasanya wajah Lili sudah familier di ingatannya. Daffin mencoba untuk melepaskan pelukan Lili tapi gadis itu makin mengeratkan pelukannya, tubuh Daffin seperti terkunci. Padahal tubuh Daffin lebih besar daripada Lili tapi entah kenapa tenaga Lili sangat kuat untuk memeluknya.“Lepaskan aku,” teriak Daffin. Dia tidak tahu lagi bagaimana melepaskan pelukan dari gadis gila itu.Para warga mulai berdatangan melihat kejadian yang aneh bagi mereka. Selama ini, Lili selalu mengusir orang yang mencoba mendekatinya. Bahkan ia tak segan untuk menimpuk dengan batu orang yang menurut ia mengganggunya. Tapi dengan Daffin malah dipeluk dengan erat, bahkan tanpa malu, ia mencoba untuk meraih bibir Daffin.Sampai sang kakak akhirnya, memukul leher Lili. Lili langsung jatuh dan pingsan, Daffin membeku melihat itu, kakaknya yang memberhentikan ketidak warasan adiknya dengan cara memukul.Ini bukan Lili yang
Daffin merasakan beratnya tanggung jawab di pundaknya saat dia menatap Lili dengan perasaan iba yang mendalam. Dia tahu betapa sulitnya hidup Lili, sebagai korban dari Diki, kakak tirinya yang sangat tega menyakiti Lili. Dalam mata Lili yang penuh dengan rasa sakit, Daffin melihat butiran air dari kelopak mata gadis itu meluncur perlahan."Tolong jangan pergi," bisik Lili dengan suara putus asa. Kala itu, Daffin melihat ada luka yang dalam dan besar yang menghuni di hati Lili, luka yang mungkin sulit disembuhkan.Nisa, ibu dari Lili, berdiri di belakang mereka, mengatupkan kedua tangannya dengan penuh harapan. Matanya seakan memohonan yang tak terucapkan saat dia menatap Daffin, seolah memohon agar dia tetap di rumah itu, membantu menenangkan hati Lili yang sedang kumat.Dalam detik-detik itu, ada dorongan dari hatinya untuk mengambil tindakan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dengan berani, Daffin melangkah mendekati Lili, merangkulnya dengan erat, sehingga tubuh mereka be
"Kak Silvia bangun Kak." Lili berteriak memanggil kakak sepupunya tapi dia sudah tidak sadarkan diri.Diki langsung diringkus oleh pihak kepolisian, tangannya langsung diborgol. Ia melihat ke arah Daffin dengan tatapan yang tajam, tapi Daffin tidak perduli. Ia langsung menghampiri Lili yang masih memeluk kakak sepupunya."Tomi, telepon ambulans sekarang," perintah Daffin.Tubuh Silvia langsung dibawa ke rumah sakit, pisau masih menancap di punggungnya. Lili sangat syok melihat Silvia yang mengorbankan nyawanya demi dia. Ia terus menangis di dalam mobil ambulans, berharap kakak sepupunya bisa terselamatkan dan janinnya tidak mengalami hal apapun."Tenang Sayang Silvia pasti akan selamatkan." Lili yang sangat terguncang, tangisannya tidak berhenti sejak Silvia tertusuk.Dalam keadaan tengkurap Silvia berada di atas brankar. Sesampainya di rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruangan IGD dan diperiksa. Di sana dokter langsung memutuskan untuk segera operasi. Lili juga menjelaskan bahwa
Ketika aku membuka mata, tampak asing di penglihatanku. Di mana aku berada? Kepalaku agak pusing, aku berharap semoga kandunganku baik-baik saja, karena aku mengingat betul ketika aku dibius dan diculik, tapi entahlah siapa orang yang menculikku.Berharap agar Mas Daffin langsung menemukanku. Ya Allah tolong aku dan janinku ini agar kami tetap sehat. Tanganku diikat dan kakiku juga diikat, aku tidak bisa bergerak sedikit pun hanya mata ini yang bisa menatap ke kiri dan ke kanan. Melihat sekitar tempat yang aku tidak kenal. Tubuhku di atas ranjang big size.Terdengar suara langkah kaki mendekat ke ruangan ini. Aku menatap pintu dari ruangan itu, berharap Mas Daffin lah yang membuka pintu itu, tapi setelah pintu terbuka, pupus harapanku. Ternyata bajing*n itu yang menculik aku, Diki."Lepaskan aku, mau apa kamu menculikku?" tanyaku dengan setengah berteriak."Kamu bertanya mau apa aku? Jawaban itu seharusnya kamu tahu, aku ingin kamu." Diki mendekatiku, ia duduk di samping ranjang dan m
Daffin dan Lili bergandeng tangan keluar dari gedung acara tersebut. Mereka tidak luput dari kamera para wartawan, menanyai dan juga mengambil foto mereka. Daffin sudah merasa cukup diwawancarai dan berfoto. Ia langsung menarik tangan Lili untuk masuk ke dalam mobil. Jika menuruti kemauan wartawan, wawancara tak akan habis-habisnya."Kak Silvia pasti sudah tahu Mas, mengenai Diki. Bagaimana perasaannya? Suaminya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Apakah Diki benar-benar tidak mendapatkan warisan Mas?" tanya Lili."Mereka hanya mendapatkan sebuah apartemen, karena harta Mamah itu dimiliki sebelum menikah dengan Anton, ayah tiriku," jawab Daffin."Masalahku sudah selesai dan juga hakmu juga sudah kamu dapatkan. Ada satu hal yang mengganjal di hatiku Mas," ucap Lili.Sejak kemarin Lili masih terpikir seseorang yang menghadang mobil Daffin. Bukan Diki ataupun Anton pelakunya, tetapi ini masih misterius. Lili juga menyuruh Tomi untuk menyelidiki hal itu.Setelah acara pengangkatan CEO Ru
Daffin tidak hanya dengan Lili ke acara Diki, ia juga bersama dengan kedua orang tua Gilang, karena rupanya Anton mengundang mereka.Kedua orang tua Gilang merupakan pengusaha, tapi usahanya masih di bawah Daffin maupun Diki, walaupun bisnis Daffin dibantu oleh Gilang. Ketika kedua orang tua Gilang mengalami kebangkrutan, mereka ditolong oleh mamah Daffin yang menyuntikkan dana, sehingga perusahaannya masih bisa berdiri sampai sekarang.Sabia, mamah Daffin merupakan sahabat dari ibunya Gilang. Mereka sangat dekat dan sabia tidak akan diam saja ketika perusahaan suami dari sahabatnya gulung tikar."Tante, Om, mari kita berangkat," ajak Daffin."Wow kalian tampak serasi sekali, oh iya, selamat yah karena istrimu sudah hamil. Gilang yang memberitahu kepada Tante. Andaikan mamahmu masih hidup, dia pasti akan senang sekali dengar berita gembira ini," ucap Indah ibu dari Gilang."Terima kasih Tante, doakan semoga istri dan calon buah hati aku sehat sampai melahirkan ya. Mamah pasti tahu, ia
"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar
Lili membuka mata, ia terkejut berada di atas brankar rumah sakit. Daffin duduk di samping ranjang, ia mengerutkan dahinya. Kenapa posisinya jadi terbalik? Ia yang di atas brankar rumah sakit sedangkan suaminya sedang menggenggam tangannya dan duduk di pinggir ranjang."Mas, kok aku ada di sini?" tanya Lili. Ia bingung dengan Daffin yang membelai rambutnya."Kamu pingsan Sayang, ketika aku bangun kamu berada di sofa. Aku dekati kamu dan membangunkan, tapi kamu tidak bangun. Aku baru tahu bahwa kamu sedang pingsan. Panik banget, lalu aku panggil dokter," jawab Daffin.Lili memang terasa sangat pusing karena benturan mobil cukup keras, sehingga kepalanya terasa sakit. Dia baru merasakan ketika berada di rumah sakit, saat melakukan hal gila itu, mengendarai mobil dengan menabrakkan mobilnya ke mobil penjahat, ia tidak merasakan apapun karena hatinya sedang diselimuti kegelisan dan hanya berpikir bagaimana menyelamatkan suaminya yang sedang dipukuli oleh orang yang tidak dikenal."Lalu k
Daffin keluar dari dalam mobil, ia berhadapan dengan lima pria yang bertubuh besar. Ia tidak takut dengan para pria itu. Daffin menggulung lengan panjangnya, ia mulai memasang kuda-kuda di kakinya. Ia bersiap dengan penyerangan kelima pria itu.Matanya melihat sangat tajam, ia harus fokus karena ini perkelahian satu lawan lima. Ia harus bertahan sampai Tomi datang yang membawa pengawal lainnya. Daffin juga tidak mau jika Lili terjadi apa-apa.Dua pria itu lari ke arah Daffin, ia mulai menendang dada Daffin, tapi berhasil ia tangkap dan dipelintir kaki pria itu. Satu pria yang lainya ingin meninju wajah Daffin, namun berhasil dibaca. Ditangkap kepalan tangan pria itu, ditarik lalu Daffin menendang bagian bawah ketiak pria itu. Dua pria terjatuh, Daffin melihat dengan menelisik sangat tajam. Satu pria maju, ia berlari lalu meloncat ingin memukul kepala Daffin, tapi ia berhasil menghindar sayang dari arah samping ada satu pria yang menendang Daffin.BUKTubuh Daffin terpental, tidak dis
Daffin terlihat bingung, ketika baru sampai rumah. Ia melihat Lili yang memakai kemejanya yang berukuran besar, bagian bawahnya ia ikat terlihat masih modis.Baju yang Daffin berikan sangat banyak. Tapi Lili malah memakai kemejanya. Ia ingin mendekati Lili tapi istrinya langsung menghindar. Daffin kecewa dengan sikap istrinya, karena masih marah akibat video yang Silvia sebar. Tapi ia melihat di meja makan sudah banyak menu, Lili juga terlihat sudah mandi. Tampaknya ia memasak sebelum membersihkan diri."Makan Mas," ucap Lili.Daffin duduk, ia pikir Lili akan duduk juga. Tapi ternyata ia salah, istrinya malah masuk ke kamar, dengan agak berlari Daffin mengejar Lili dan mengganjal pintu dengan kakinya agar tidak bisa tertutup. Ia langsung menarik tangan Lili dan memeluknya. Tapi Lili langsung menutup hidungnya dengan tangan."Kenapa kamu menutup hidung?" tanya Daffin agak kesal."Bau Mas, mandi dulu sana. Habis kemana sih, badanmu jadi bau seperti ini," ucap Lili dengan hidung yang ma
"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar