Daffin merasakan beratnya tanggung jawab di pundaknya saat dia menatap Lili dengan perasaan iba yang mendalam. Dia tahu betapa sulitnya hidup Lili, sebagai korban dari Diki, kakak tirinya yang sangat tega menyakiti Lili.
Dalam mata Lili yang penuh dengan rasa sakit, Daffin melihat butiran air dari kelopak mata gadis itu meluncur perlahan."Tolong jangan pergi," bisik Lili dengan suara putus asa. Kala itu, Daffin melihat ada luka yang dalam dan besar yang menghuni di hati Lili, luka yang mungkin sulit disembuhkan.Nisa, ibu dari Lili, berdiri di belakang mereka, mengatupkan kedua tangannya dengan penuh harapan. Matanya seakan memohonan yang tak terucapkan saat dia menatap Daffin, seolah memohon agar dia tetap di rumah itu, membantu menenangkan hati Lili yang sedang kumat.Dalam detik-detik itu, ada dorongan dari hatinya untuk mengambil tindakan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dengan berani, Daffin melangkah mendekati Lili, merangkulnya dengan erat, sehingga tubuh mereka berdekatan.Daffin membisikkan kata-kata di telinga Lili, "aku di sini, di sisimu," kata-kata itu seolah menjadi sebuah jaminan bahwa Lili, bahwa Daffin tidak akan pernah meninggalkan ia seorang diri menghadapi semua penderitaan ini. Daffin membelai rambut Lili dengan lembut, walaupun rambutnya sangat kotor. Bagai hipnotis, Lili langsung tenang dan tangisan berhenti.Nisa meminta Daffin, agar ia menyuruh Lili untuk mandi. Selama ini, jika ibunya ingin memandikan, Lili langsung mengamuk. Dia akan melempar apapun yang ia lihat.Daffin duduk di sofa, Lili mengalungkan tangannya di lengan Daffin. Ia tak mau jika ditinggal kembali. Di mata Lili, Daffin adalah Diki, calon suaminya yang telah meninggalkan dia demi menikahi sepupunya.“Kamu mandi yah,” bujuk Daffin. Lili menoleh menatap Daffin, ia menggelengkan kepalanya dengan cepat.“Jika aku mandi, kamu akan meninggalkanku.” Lili menatap Daffin dengan tatapan nanar, ia benar-benar tak mau Daffin kemana-mana. Membujuk gadis gila sangat sulit baginya, apalagi Daffin selama ini tidak dekat dengan gadis manapun. Daffin melepas tangan Lili dari lengannya secara kasar, ia langsung berdiri tapi tangannya langsung di raih oleh Lili.“Jangan marah, baik aku mandi,” ucap Lili.Daffin tersenyum miring, ia mengikuti cara Diki jika perempuan yang tidak mau melakukan keinginannya, ia akan berpura-pura marah. Agar targetnya mengikuti apa yang ia inginkan, Lili langsung masuk ke kamar mandi diikuti Nisa masuk setelah itu.“Kalian pulang aja, gua di sini dulu sebentar,” ucap Daffin.Arina tidak menyangka, Daffin ingin tinggal lebih lama lagi di rumah gadis gila. Daffin yang ia kenal dengan anti dengan yang namanya perempuan malah terlihat tertarik dengan gadis gila dari desa. Hatinya seperti mau lepas dari raganya, lima tahun ia pendam perasaanya.Mendekatinya menjadi sahabat agar ia bisa dekat dengan Daffin kemanapun tanpa ada pengusiran darinya, karena Daffin selalu mengusir perempuan yang selalu mendekatinya. Ia sempat terkejut, Daffin memeluk Lili walaupun tubuh Lili kotor dan bau tak sedap, bahkan ia membelai dengan lembut dan penuh rasa sayang rambut Lili yang hitam panjang tapi terlihat sangat kusut.“Fin, lu jadi gila juga? Masa lu tungguin orang gila mandi? Lagi pula lu nggak kenal sama gadis gila itu,” ucap Arina.“Bukan urusan lu,” jawab singkat Daffin.Daffin mendorong kedua sahabatnya itu, Gilang pun tampak bingung dengan tindakan Daffin. Ia menutup pintu rapat-rapat setelah dia berhasil mengeluarkan kedua sahabatnya itu dari dalam rumah Lili. Ia duduk dengan santai, walaupun bapak dan kakak dari Lili ada di sana, ia tak perduli.“Terima kasih Daffin, telah membantu kami. Kami sudah berencana untuk memasukan Lili ke rumah sakit jiwa, aku perwakilan dari kedua orang tuaku memohon dengan sangat agar kamu mau membantu agar Lili bisa ke rumah sakit jiwa,” pinta Raka, kakak Lili.“Tidak perlu, biar aku yang merawatnya,” ucap Daffin.Sontak Raka terkejut dengan perkataan Daffin, orang yang baru mereka kenal ingin merawat Lili yang gila. Ada pemikiran curiga kepada Daffin, yang menurutnya sangat tidak wajar yang langsung ingin merawat adiknya yang tak waras.“Tidak perlu! Kamu cukup membantu kami untuk membawa Lili ke rumah sakit jiwa,” ucap Raka. Ia sangat menentang keinginan Daffin.“Baiklah, jika seperti itu. Aku tak mau membantu.”Daffin berdiri, ia mulai melangkahkan kakinya dengan santai dan tanpa beban, membuka pintu dan berjalan keluar. Baru lima langkah ia berjalan, terdengar ada teriakan histeris yang melengking dari dalam rumah. Ia tahu Lili yang berteriak, Daffin membalikkan tubuhnya dan menatap Lili kembali. Matanya membola, ketika melihat Lili memegang pisau, ia sudah menyayat pergelangan tangannya. Lili berjalan ke arah Daffin dengan air mata yang membasahi pipinya. Pisau itu di arahkan ke perutnya, sudah siap untuk mendaratkan di perutnya.“Lili, jangan,” teriak Daffin.Ia langsung berlari dan menahan pisau itu dengan tangannya yang hampir menancap ke perut Lili, darah mengalir dari telapak tangan Daffin. Lili langsung menjatuhkan pisau dari tangannya, wajahnya pucat, tangannya gemetar. Ia memegang tangan Daffin yang sudah berlumur darah karena pisau itu.“Maaf... maafkan aku sayang,” ucap Lili.Air mata Lili menetes ke tangan Daffin dan tercampur dengan darahnya. Ia seperti tak merasakan apa-apa, padahal lengan Lili pun berdarah karena ia menyayat lengannya sendiri.Kedua orang tua Lili keluar, mereka melihat Lili dan Daffin berlumuran darah. Nisa berjalan mendekat, ia berteriak histeris.“Jangan dekati aku!” teriak Lili, suaranya penuh dengan ketakutan dan trauma yang tak terlupakan.“Aku nggak mau tinggal dengan mereka, aku ingin tinggal denganmu. Tinggali sepupuku yang pelac*r itu, kita menikah, aku bisa memberikanmu anak,” ucap Lili. Ia tertawa, lalu menangis meraung.Darah masih keluar dari lengannya, Daffin juga sudah merasa sakit di telapak tangannya. Wajah Lili sudah sangat pucat, tanpa meminta izin kepada keluarga Lili, Daffin langsung membawa Lili ke rumah Gilang. Keluarga Lili tidak berani untuk mendekati atau melarang Lili ikut dengan Daffin, karena mereka takut Lili akan histeris kembali.Daffin menggendong tubuh Lili dengan tangan yang terluka, membawa masuk ke dalam rumah. Gilang tampak terkejut melihat tangan dan lengan Lili yang berlumur darah.“Lu kenapa Fin, tangan lu? Lengan Lili juga?” tanya Gilang.“Lu mendingan bantu gua, ambil tas gua di kamar. Tolong cepat,” pinta Daffin.Gilang langsung mengambil tas Daffin di dalam kamar, ia berikan kepadanya, Daffin membuka tasnya, dan meminta Gilang untuk menjahit tangan yang sobek dan juga pergelangan tangan Lili. Gilang dan Daffin adalah seorang dokter, mereka membawa peralatan standar kedokteran ketika berpergian.Selesai menjahit lengan Lili, tubuh Lili menjadi lemas, karena ia kehilangan banyak darah. Daffin membawa tubuh Lili ke kamar dan diletakkan ke atas ranjang.“Jangan pergi Diki.” Lili memegang lengan Daffin, memohon agar ia tidak pergi.“Diki?” tanya Gilang, wajahnya menatap Daffin.“Calon suaminya yang kabur, kakak tiri gue,” ucap Daffin.“Gila... sampai ke sini juga dia,” tampak wajah Gilang terkejut.“Kalau dia tahu, gue balik ke Indonesia, sampai di lubang semut si Diki berengs*k akan cari gua, tolong jaga dia, lili perlu obat, gua pinjam mobil lu untuk ke apotek,” ucap Daffin.Gilang memberikan kunci mobilnya ke Daffin. Setelah mengecek keadaan Lili yang sudah tertidur karena pengaruh obat, ia langsung keluar dari rumah dan langsung pergi ke kota untuk membeli obat-obatan yang ia butuhkan.Setelah Daffin mendapatkan obat yang ia butuhkan, langsung ia segera pulang. Ia jalan dengan tergesa-gesa, takut Lili terbangun, ketakutan karena dia tak ada disampingnya."Maaf," ucap Daffin ketika tak sengaja menabrak seseorang."Daffin, kamu..."Daffin menatap seseorang yang ia tabrak, betapa terkejutnya dia ketika melihat orang itu, rasa nyeri di hatinya terbuka lagi. Seorang perempuan yang Daffin sangat kenal."Fin... Fin tunggu dulu." Perempuan itu menahan lengan Daffin ketika ingin pergi."Mau apa kamu?" tanya Daffin dingin."Aku menyesal telah meninggalkanmu, aku ingin bersamamu lagi. Aku masih sayang kamu Fin."Bersambung...Daffin menatap tajam pada perempuan yang pernah singgah di hidupnya. Dia adalah mantan kekasihnya, ketika Daffin berangkat ke Amerika, mereka sudah membuat janji agar setia. Menjaga hati mereka masing-masing. Silvia, nama mantan kekasih Daffin, cinta yang Daffin jaga ternyata hancur dalam sekejap karena setelah dua tahun di Amerika, Silvia ternyata sudah menikah dengan seseorang yang sampai saat ini ia belum tahu.Daffin pernah bertanya kepada Silvia, kenapa ia begitu tega menghinati cinta mereka, apa salahnya? Silvia menjawab kala itu, bahwa ia tak kuat dengan hubungan jarak jauh. Ia butuh kasih sayang yang nyata, kekasih yang selalu ada di sampingnya.Sejak saat itu, Daffin tidak mau mengenal cinta lagi. Walaupun wajahnya tampan dan banyak perempuan Amerika yang mendekati dirinya, tak satupun Daffin tertarik. Bahkan ada yang ingin menyerahkan tubuh mereka tapi Daffin langsung marah dan mengusirnya.“Lepaskan tanganmu!” hentak Daffin.Silvia masih dengan erat memegang tangan Daffin,
Daffin menyalahkan mobilnya, ia tak mau berlama-lama di tempat itu. Benar saja, apa yang ia pikirkan. Diki berlari sambil menggenggam tangan Silvia dan masuk ke dalam mobil, mengikuti mobil Daffin.Daffin menambah kecepatan mobilnya, Diki tak mau kalah. Ia pun melajukan mobilnya dengan cepat mengikuti kemanapun mobil Daffin bergerak. Daffin melihat dari kaca spionnya, terlihat mobil Diki mendekat. Ia mencari celah agar Diki tidak bisa mengejarnya. Ia melihat di google map bahwa di depan ada gang kecil, ia membelokkan mobilnya dengan tajam secara mendadak. Melintasi gang kecil yang hanya bisa masuk untuk satu mobil, jika ada mobil dari depan yang berlawanan arah, maka Daffin tidak bisa keluar.Tin... tin...Daffin menekan klakson, jika ada mobil di depan gang tersebut akan tahu bahwa ada mobil yang sedang melintas. Ia melihat kaca spion kembali, Diki masih mengikutinya dari belakang.“Ah sial, berengs*k itu masih ngejar gue,” gumam Daffin.Ia tidak menurunkan kecepatan laju mobilnya, t
Daffin mulai menjalankan mobilnya, ia terus memikirkan Lili. Tidak ada yang tahu bahwa dirinya merupakan seorang psikiater lulusan Amerika. Hanya Gilang yang tahu akan hal itu. Arina memang teman sejak SMA tapi ia tidak tahu akan Daffin yang seseungguhnya, walaupun mereka mengambil S2 di negara yang sama, Daffin menyembunyikan itu.Daffin memasuki pekarangan rumah Gilang. Ia mengambil obat-obatan dari dalam mobil, telapak tangannya baru terasa sakit. Ketika mobil Diki mengejar mobilnya, rasa sakit itu tidak ia rasakan, hatinya hanya merasakan kecemasan.Ia terus melangkah ke dalam, sepi tidak ada siapapun. Sepertinya Gilang sedang mencari seseorang untuk dijadikan ustaz gadungan dan Arina entah kemana, yang jelas Daffin menyuruh Gilang agar Arina tidak tahu akan hal ini.Daffin menaiki anak tangga, ia langsung menuju kamar, di mana Lili berada. Terdengar suara tangisan, ia langsung berlari dan membuka pintu. Terlihat Lili sedang duduk di lantai dengan kedua kaki di tekuk, kedua tangan
Ia tak mau jika Silvia dan Diki datang ke acaranya bersama kedua orang tua kandung Silvia, yang selama ini Lili anggap sebagai orang tuanya. Padahal mereka adalah penjahat berkedok wajah malaikat. Daffin sudah tahu semuanya, ia ingin melindungi Lili. Tanpa Daffin sadari, bahwa ia takut mereka akan mengambil Lili.Bagaimana pun caranya, Kedua masa lalunya tidak boleh tahu akan pernikahan gadungan ini. Lili terus menggengam tangan Daffin sangat erat bahkan ia mengalungkan lengannya di lengan Daffin. Sepertinya memori Lili ketika ditinggal kabur oleh Diki sangat melekat, syok tingkat tinggi atau yang disebut trauma membuat Lili sangat takut. Sehingga dia memperlakukan Daffin seperti tak boleh dekat oleh siapapun.“Kamu jangan dekati Diki ku, dia akan menikahiku,” ucap Lili kepada Gilang.Gilang menatap Lili, dia menggelengkan kepalanya, “benar-benar gila dia, masa anggap gue ancaman. Li, gua masih doyan cewe. Ngapain gue jelasin ke dia? Jadi ikut gila gue,” ucap Gilang. Ia melangkahkan k
Aku membuka mata, melihat sekeliling ruangan. Ruangan ini adalah kamar Lili, ada laki-laki disampingku, laki-laki yang aku rebut dari sepupuku, Lili. Entah kenapa Diki, bisa langsung setuju dengan permintaan Ibu kandungku, Anisa. Padahal sebelumnya, ia sangat mencintai Lili, bahkan postingan sosmednya semua foto-foto dia bersama Lili.Lili tidak tahu, Ibu yang ia anggap sebagai ibu kandung sebenarnya adalah ibu kandungku, bukan ibu kandungnya. Aku pun syok mengetahui kebenaran ini awal mulanya, bapak telah menukar aku dan Lili di rumah sakit, kebetulan kami lahir hanya selang satu hari. Aku lebih dahulu lahir lalu keesokan harinya Lili lahir. Awalnya aku tak menerima ini semua. Aku anggap Yuli, ibu kandungku selama ini, tapi ternyata ia ibu kandung Lili. Ia sangat menyayangiku, tapi ketika ia mengetahui aku dan Lili ditukar dengan sengaja ketika bayi . Ia ingin membongkar dan menyeret Bapak ke polisi, untuk itu Bapak menghabisi nyawanya.Aku menatap laki-laki di sampingku, karena dia,
Daffin dan Lili menuju kota, Tomi, tangan kanannya membawakan mobil untuk Daffin. Ia yang selalu mengurus kantor jika Daffin tak bisa berkunjung di perusahaannya sebagai CEO. Di samping itu, Daffin harus berkunjung ke rumah sakit di jam tertentu karena profesinya adalah psikiater. Ilmu psikiater yang ia punya sehingga dengan mudah membaca pikiran seseorang dalam raut wajah. Cara yang tidak banyak orang gunakan untuk menjaga sebuah perusahaan.Lili menggenggam tangan Daffin, ia meletakkan tangan Daffin di pipinya, terkadang mengecupnya. Bahkan Lili tidak terkendali, ketika Daffin fokus menatap jalan secara tiba-tiba Lili agresif, ia ingin mencium Daffin. Mobil menjadi tak terarah jalannya, ketika Lili berbuat seperti itu. Jantung Daffin menjadi tak normal dibuatnya, karena baru kali ini, ia sangat dekat dengan lawan jenisnya.Rasanya berbeda dengan pasien yang datang kepadanya, di Amerika ia merupakan dokter psikiater yang terkenal, tapi Daffin selalu merahasiakan identitasnya. Mereka
Lili sangat agresif, karena ia beranggapan sudah menikah dengan Daffin. Lain halnya dengan Daffin, ia tak mau menyentuh perempuan tanpa ikatan pernikahan. Ia menghindari Lili dengan mati-matian. Entah kenapa nafsu Lili sangat menggebu-gebu, kenapa dia terus menyerang Daffin. Apa yang dilakukan oleh Diki sebelumnya kepada Lili.“Sayang, kamu sabar yah. Hari ini aku sangat lelah,” ucap Daffin merayu Lili.Bukannya tenang, Lili malah sangat berubah. Wajahnya sudah tampak marah karena Daffin terus menolak. Suatu hal yang Daffin takutkan terjadi, awal pertama mereka bertemu Lili sudah sangat agresif, ia langsung menampar, membelai, bahkan menciumi wajah Daffin. Entah kenapa? Apa karena wajah Daffin yang kebetulan mirip dengan Diki.“Kamu masih mencintai Kak Silvi! Kamu suamiku? Kenapa kamu menolak menyentuhku? Apakah kamu tidak tertarik dengan tubuhku yang tidak sexyy?” teriak Lili histeris. Ia menangis dan membanting apapun yang ia lihat di sana, kebetulan ia melihat sebuah karter di atas
Lili merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menatap mata coklat Daffin, bulu alisnya sangat hitam. Demi membuat Lili merasa nyaman, Daffin mendekatkan wajahnya, ia lihat mata Lili dalam-dalam dan tersenyum kepadanya.Lili memainkan wajah Daffin, ia membelai alis mata dengan jari lentiknya, kemudian turun ke bibir Daffin."Hari ini, lakukan hakmu, keinginanmu," ucap lirih Lili.Daffin sudah keluar keringat, dalam hatinya selalu berkata. Kapan Lili bisa tertidur karena obat tidur itu. Karena obat itu belum bereaksi, ia memutuskan untuk mengecup dahi Lili agar Lili nyaman, merasa diinginkan olehnya."Aku sayang kamu," ucap Daffin.Ia memperhatikan Lili, obat tidur sudah mulai bekerja. Perlahan mata Lili mulai terpejam. Daffin tersenyum, kini Lili sangat lelap. Ia memandang wajah Lili, ada rasa bersalah Lili mendapatkan gangguan mental karena ulah Diki yang ingin membalas dendam olehnya.Tangan Daffin membelai wajah Lili, "cantik," satu kata yang terlontar dari bibir Daffin. Ia mendengar
"Kak Silvia bangun Kak." Lili berteriak memanggil kakak sepupunya tapi dia sudah tidak sadarkan diri.Diki langsung diringkus oleh pihak kepolisian, tangannya langsung diborgol. Ia melihat ke arah Daffin dengan tatapan yang tajam, tapi Daffin tidak perduli. Ia langsung menghampiri Lili yang masih memeluk kakak sepupunya."Tomi, telepon ambulans sekarang," perintah Daffin.Tubuh Silvia langsung dibawa ke rumah sakit, pisau masih menancap di punggungnya. Lili sangat syok melihat Silvia yang mengorbankan nyawanya demi dia. Ia terus menangis di dalam mobil ambulans, berharap kakak sepupunya bisa terselamatkan dan janinnya tidak mengalami hal apapun."Tenang Sayang Silvia pasti akan selamatkan." Lili yang sangat terguncang, tangisannya tidak berhenti sejak Silvia tertusuk.Dalam keadaan tengkurap Silvia berada di atas brankar. Sesampainya di rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruangan IGD dan diperiksa. Di sana dokter langsung memutuskan untuk segera operasi. Lili juga menjelaskan bahwa
Ketika aku membuka mata, tampak asing di penglihatanku. Di mana aku berada? Kepalaku agak pusing, aku berharap semoga kandunganku baik-baik saja, karena aku mengingat betul ketika aku dibius dan diculik, tapi entahlah siapa orang yang menculikku.Berharap agar Mas Daffin langsung menemukanku. Ya Allah tolong aku dan janinku ini agar kami tetap sehat. Tanganku diikat dan kakiku juga diikat, aku tidak bisa bergerak sedikit pun hanya mata ini yang bisa menatap ke kiri dan ke kanan. Melihat sekitar tempat yang aku tidak kenal. Tubuhku di atas ranjang big size.Terdengar suara langkah kaki mendekat ke ruangan ini. Aku menatap pintu dari ruangan itu, berharap Mas Daffin lah yang membuka pintu itu, tapi setelah pintu terbuka, pupus harapanku. Ternyata bajing*n itu yang menculik aku, Diki."Lepaskan aku, mau apa kamu menculikku?" tanyaku dengan setengah berteriak."Kamu bertanya mau apa aku? Jawaban itu seharusnya kamu tahu, aku ingin kamu." Diki mendekatiku, ia duduk di samping ranjang dan m
Daffin dan Lili bergandeng tangan keluar dari gedung acara tersebut. Mereka tidak luput dari kamera para wartawan, menanyai dan juga mengambil foto mereka. Daffin sudah merasa cukup diwawancarai dan berfoto. Ia langsung menarik tangan Lili untuk masuk ke dalam mobil. Jika menuruti kemauan wartawan, wawancara tak akan habis-habisnya."Kak Silvia pasti sudah tahu Mas, mengenai Diki. Bagaimana perasaannya? Suaminya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Apakah Diki benar-benar tidak mendapatkan warisan Mas?" tanya Lili."Mereka hanya mendapatkan sebuah apartemen, karena harta Mamah itu dimiliki sebelum menikah dengan Anton, ayah tiriku," jawab Daffin."Masalahku sudah selesai dan juga hakmu juga sudah kamu dapatkan. Ada satu hal yang mengganjal di hatiku Mas," ucap Lili.Sejak kemarin Lili masih terpikir seseorang yang menghadang mobil Daffin. Bukan Diki ataupun Anton pelakunya, tetapi ini masih misterius. Lili juga menyuruh Tomi untuk menyelidiki hal itu.Setelah acara pengangkatan CEO Ru
Daffin tidak hanya dengan Lili ke acara Diki, ia juga bersama dengan kedua orang tua Gilang, karena rupanya Anton mengundang mereka.Kedua orang tua Gilang merupakan pengusaha, tapi usahanya masih di bawah Daffin maupun Diki, walaupun bisnis Daffin dibantu oleh Gilang. Ketika kedua orang tua Gilang mengalami kebangkrutan, mereka ditolong oleh mamah Daffin yang menyuntikkan dana, sehingga perusahaannya masih bisa berdiri sampai sekarang.Sabia, mamah Daffin merupakan sahabat dari ibunya Gilang. Mereka sangat dekat dan sabia tidak akan diam saja ketika perusahaan suami dari sahabatnya gulung tikar."Tante, Om, mari kita berangkat," ajak Daffin."Wow kalian tampak serasi sekali, oh iya, selamat yah karena istrimu sudah hamil. Gilang yang memberitahu kepada Tante. Andaikan mamahmu masih hidup, dia pasti akan senang sekali dengar berita gembira ini," ucap Indah ibu dari Gilang."Terima kasih Tante, doakan semoga istri dan calon buah hati aku sehat sampai melahirkan ya. Mamah pasti tahu, ia
"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar
Lili membuka mata, ia terkejut berada di atas brankar rumah sakit. Daffin duduk di samping ranjang, ia mengerutkan dahinya. Kenapa posisinya jadi terbalik? Ia yang di atas brankar rumah sakit sedangkan suaminya sedang menggenggam tangannya dan duduk di pinggir ranjang."Mas, kok aku ada di sini?" tanya Lili. Ia bingung dengan Daffin yang membelai rambutnya."Kamu pingsan Sayang, ketika aku bangun kamu berada di sofa. Aku dekati kamu dan membangunkan, tapi kamu tidak bangun. Aku baru tahu bahwa kamu sedang pingsan. Panik banget, lalu aku panggil dokter," jawab Daffin.Lili memang terasa sangat pusing karena benturan mobil cukup keras, sehingga kepalanya terasa sakit. Dia baru merasakan ketika berada di rumah sakit, saat melakukan hal gila itu, mengendarai mobil dengan menabrakkan mobilnya ke mobil penjahat, ia tidak merasakan apapun karena hatinya sedang diselimuti kegelisan dan hanya berpikir bagaimana menyelamatkan suaminya yang sedang dipukuli oleh orang yang tidak dikenal."Lalu k
Daffin keluar dari dalam mobil, ia berhadapan dengan lima pria yang bertubuh besar. Ia tidak takut dengan para pria itu. Daffin menggulung lengan panjangnya, ia mulai memasang kuda-kuda di kakinya. Ia bersiap dengan penyerangan kelima pria itu.Matanya melihat sangat tajam, ia harus fokus karena ini perkelahian satu lawan lima. Ia harus bertahan sampai Tomi datang yang membawa pengawal lainnya. Daffin juga tidak mau jika Lili terjadi apa-apa.Dua pria itu lari ke arah Daffin, ia mulai menendang dada Daffin, tapi berhasil ia tangkap dan dipelintir kaki pria itu. Satu pria yang lainya ingin meninju wajah Daffin, namun berhasil dibaca. Ditangkap kepalan tangan pria itu, ditarik lalu Daffin menendang bagian bawah ketiak pria itu. Dua pria terjatuh, Daffin melihat dengan menelisik sangat tajam. Satu pria maju, ia berlari lalu meloncat ingin memukul kepala Daffin, tapi ia berhasil menghindar sayang dari arah samping ada satu pria yang menendang Daffin.BUKTubuh Daffin terpental, tidak dis
Daffin terlihat bingung, ketika baru sampai rumah. Ia melihat Lili yang memakai kemejanya yang berukuran besar, bagian bawahnya ia ikat terlihat masih modis.Baju yang Daffin berikan sangat banyak. Tapi Lili malah memakai kemejanya. Ia ingin mendekati Lili tapi istrinya langsung menghindar. Daffin kecewa dengan sikap istrinya, karena masih marah akibat video yang Silvia sebar. Tapi ia melihat di meja makan sudah banyak menu, Lili juga terlihat sudah mandi. Tampaknya ia memasak sebelum membersihkan diri."Makan Mas," ucap Lili.Daffin duduk, ia pikir Lili akan duduk juga. Tapi ternyata ia salah, istrinya malah masuk ke kamar, dengan agak berlari Daffin mengejar Lili dan mengganjal pintu dengan kakinya agar tidak bisa tertutup. Ia langsung menarik tangan Lili dan memeluknya. Tapi Lili langsung menutup hidungnya dengan tangan."Kenapa kamu menutup hidung?" tanya Daffin agak kesal."Bau Mas, mandi dulu sana. Habis kemana sih, badanmu jadi bau seperti ini," ucap Lili dengan hidung yang ma
"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar