Jessy terkejut luar biasa saat mendengar perkataan Terry. Matanya membulat dengan sempurna disertai dengan riak terkejut di wajah bonekanya. Ada rasa senang karena ia akan pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya. Ini akan jadi menambah pengalaman untuk Jessy. Akan tetapi, saat tahu tujuannya untuk menghadiri pertemuan para mafia, Jessy merasa tubuhnya langsung merinding saat itu juga. Bayangan para mafia yang berkumpul di satu tempat membuatnya ketakutan setengah mati."Anda serius akan membawa saya ke Italia?" Jessy bertanya dengan nada tak percaya. Terry menolehkan kepala lalu mengangguk dengan singkat, enggan berbicara lagi. Pria itu segera melirik jam yang berada di pergelangan tangannya sembari mendesis."Segera obati dan dandani boneka kecilku hingga terlihat pantas untuk dibawa. Jangan sampai mempermalukan Kelompok Black Panther di hadapan publik," Terry mengibaskan tangannya, mengintruksikan para pelayan yang memegang Jessy untuk segera pergi dari hadapannya. Para pelaya
Setelah menaiki pesawat selama dua belas jam, akhirnya Terry, Jessy dan rombongan telah sampai di Roma, Italia. Tempat ini dipilih oleh para anggota mafia karena memiliki fasilitas yang nyaman untuk menjalankan pertemuan rahasia tanpa harus dicurigai oleh banyak pihak, misalnya saja kepolisian.Setelah keluar dari bandara, Jessy dan Terry segera menaiki mobil taksi untuk sampai ke hotel yang sudah pria itu pesan sebelumnya. Selama berada dalam mobil, suasana keduanya tampak canggung sekaligus sunyi. Baik Jessy maupun Terry, keduanya enggan membuka percakapan dan membiarkan keheningan melanda. Detik demi detik, menit demi menit telah terlewati. Jessy memilih untuk melihat keadaan di luar jendela yang menampilkan banyak bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi serta mobil yang berlalu lalang. Terry sendiri memilih untuk membuka file sembari menganalisis semua kegiatan yang dilakukan dibawah pengawasan kelompoknya."Tuan, berapa hari kita akan tinggal di Italia?" Tanya Jessy denga
Setelah melakukan check in di hotel yang sudah dipesan sebelumnya, Terry segera menggendong Jessy menuju kamar mereka. Kamar nomor 2508. Kamar yang berkode sama dengan nomor kalung yang berada di belakang bandul harimau yang Jessy kenakan. Saat melihat tulisan nomor kamar yang tergantung apik di depan pintu, Terry tersenyum sinis tanpa mengatakan apapun. Pria itu lebih memilih untuk fokus pada rencananya, yakni kembali menghabisi bibir Jessy di dalam kamar. Dirinya masih belum puas dengan ciuman yang ia lakukan di mobil.Setelah pintu dibuka dengan sebelah tangan, Terry segera membaringkan Jessy dari gendongannya di sebuah kasur king size yang dilapisi oleh seprai warna putih. Tak lupa, pria itu kembali ke pintu dan mengunci pintunya dari dalam, lalu melepas kuncinya dan meletakan benda itu didalam saku. Suasana kamar yang mewah dan klasik membuatnya tampak seperti suasana bulan madu daripada menginap untuk mengadakan pertemuan dengan para Mafia dari seluruh dunia.Pria itu segera m
Terry bersalaman dengan beberapa ketua kelompok Mafia lain saat ini sembari bertukar informasi mengenai keadaan masing masing bisnis yang mereka jalankan. Beberapa diantaranya ingin menjalin kerja sama untuk bisnis klub malam dan juga wanita penghibur yang berpusat di kota Los Angeles. Tentu saja ini adalah kabar yang sangat baik untuknya. Dengan begitu, maka namanya akan semakin terkenal di kalangan Mafia.Senyum tipis dan tawa bahagia lolos dengan begitu mudah dari wajahnya yang biasanya memasang raut datar. Bibirnya tertarik untuk melengkung, tak lagi terlihat datar. Nada suara yang berwibawa dengan tetap mempertahankan sifat cool yang dia miliki membuat Terry tampak misterius namun juga menarik disaat yang bersamaan."Wow, aku harus mengatakan selamat padamu karena kau banyak mendapat tawaran kerja sama, Terry," puji Daniel dengan nada bangga sembari menepuk pelan bahu sahabatnya. Terry melirik sekilas lalu memasang senyum tipis. Daniel ikut tersenyum, lalu mengambil satu gelas mi
Emily tampak merengut tak suka mendengar kata kata penuh tanda tanya dan ambigu yang keluar dari mulut Jessy. Bibir tebal milik wanita itu tampak mengerucut yang memberikan kesan seksi. Jessy tak melunturkan senyumannya melihat Emily yang tampak terpancing pada ucapannya.Tangan milik Emily segera menyentuh bahu sempit milik Jessy dengan cukup kuat, sedikit meremasnya untuk memberikan tekanan pada gadis berwajah boneka itu. Tatapan mata Emily menggelap dengan raut wajah yang terlihat berubah secara drastis, dari anggun dan elegan menjadi seperti seorang penjahat."Lebih baik kau beritahu aku apa rencana yang kau maksud," ujar Emily dengan raut wajah mengintimidasi, terlihat mengancam Jessy agar gadis berwajah boneka itu segera tunduk padanya. "Daripada kau akan menyesal nantinya, Jessy,"Jessy terlihat tertawa mengejek mendengar perkataan itu. Dengan cepat, tangan mungil milik Jessy segera menyingkirkan tangan Emily di bahunya, meninggalkan jejak kemerahan yang sangat kontras dengan k
Alfred Kang, adalah seorang ketua Mafia yang menguasai daerah Korea dan sebagian daratan Amerika. Pria paruh baya yang memiliki mata hijau seperti batu emerald itu tahu jika ada seseorang yang memperhatikannya. Ia tahu jika ada seorang pria yang mengintainya sedari tadi dibalik tubuh beberapa pria yang sedang berlalu lalang. Hanya saja, Alfred bersikap tak peduli untuk mengetahui apa maksud pria asing itu mendekati dirinya.Saat beberapa pria yang menghalangi tubuh si pengintai menyingkir, Alfred bisa dengan jelas melihat seorang pria gagah berambut pirang dengan potongan rambut undercut tengah memperhatikan dirinya dengan intens.Alfred memiringkan kepala karena tak mengenal pria itu. Ia tadinya ingin mendekati pria berambut pirang itu sekaligus bertanya mengapa menatapnya sedari tadi. Hanya saja, niatnya itu tak terlaksana ketika ia mendengar sebuah teriakan nyaring yang berada di ruang perjamuan. Alfred bisa melihat jika pria yang tadi mengintainya langsung berlari secepat kilat
Jake terperanjat kaget dan terbangun dari tidurnya saat merasakan ada seseorang yang mendekati tubuhnya. Karena ruangan disekitarnya sangatlah gelap, ia tak bisa melihat apapun, termasuk orang itu.Mata Jake tertutup dengan erat, mencoba menekan rasa takut yang saat ini sedang melanda dirinya. Pria yang sering berbicara dengan aksen Australia itu pasrah pada dirinya sendiri apabila "orang itu" akan mengeksekusi dirinya.Dalam ketakutannya, Jake bisa merasakan tangan seseorang yang saat ini menyentuh tubuhnya secara acak, seolah tengah mencari sesuatu. Walaupun dalam keadaan gelap, Jake bisa merasakan ada benda tajam yang menyentuh kulitnya, yang ia perkirakan adalah pisau.Hatinya sudah lelah untuk berdoa agar selamat, jadi Jake memilih untuk berpasrah saja tanpa melakukan perlawanan. Namun, yang tak ia duga adalah ikatan tali pada tubuhnya mengendur secara perlahan, sebelum akhirnya benar benar terlepas. Selain itu, Jake juga bisa merasakan jika orang asing itu melepas lakban yang m
Terry terdiam mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Daniel. Matanya membulat dengan tatapan penuh amarah. Rahangnya mengetat dengan tangan yang mengepal kuat, membuat buku buku tangannya terlihat memutih. Untung saja kuku Terry tak menancap di telapak tangannya yang terluka. Jika iya, maka habislah nasib Terry saat itu juga. Hal ini karena Jessy dengan senang hati akan membuat telinga terry merasa pengang akibat diceramahi oleh gadis tawanannya. Terdengar aneh memang ketika tawanan memarahi "majikannya". Akan tetapi, hal ini dimaklumi oleh Terry sendiri karena pria itu menganggap jika Jessy memiliki perasaan lebih padanya, padahal kenyataannya tak seperti itu.Daniel sudah menduga reaksi yang diberikan oleh sahabatnya itu. Pria keturunan Korea itu menghela napas panjang sembari menepuk pelan bahu lebar milik Terry, mencoba menguatkan pria itu dengan fakta yang baru ia dengar hari ini. "Aku tahu kalau kau terdengar kecewa mengetahui ini semua. Tapi bukankah jauh lebih baik mengetah