"Tuan, tolong turunkan aku," ujar Jessy memohon karena merasa tak nyaman dengan posisinya saat ini.Karena berada dalam pangkuan Terry, Jessy membuat kakinya terbuka lebar dan sehingga duduk di atas paha Terry. Selain itu, entah sejak kapan pria itu melingkarkan tangan kekarnya di pinggang Jessy, membuat posisi keduanya tampak intim. Jika ada yang melihat, maka mereka akan menyangka Terry dan Jessy tengah berciuman karena posisi ini membuat orang lain salah paham pada mereka berdua."Apa kau punya hipotesa siapa orang yang membakar gedung biru di mansionku itu, sayang?" Tanya Terry dengan suara rendah.Terry mencium leher milik Jessy dengan perlahan dan juga ringan, membuat Jessy mengerang kecil sambil mendongakkan kepala. Mulut gadis itu terus mengeluarkan desahan kecil dengan mata terpejam, seolah tengah menikmati perlakuan tak senonoh yang Terry lakukan padanya.Karena mendapat akses yang lebih banyak, Terry pun makin berani mencium bagian tubuh milik Jessy, bahkan tak segan menggi
Kai memutuskan untuk menyalakan laptopnya setelah sekian lama terdiam di kamarnya setelah melakukan panggilan dengan Emily. Pria itu ingin memenangkan diri setelah lelah berdebat dengan Emily soal pelaku yang membakar gedung biru milik Terry. Bukannya apa, tapi di gedung itu, Kai menyembunyikan sebuah map rahasia yang tak diketahui oleh siapapun sebelum akhirnya ia melakukan kejadian itu, kejadian yang membuatnya tertuduh karena bekerja sama dengan Athena alias Emily.Kai menggelengkan kepalanya saat fokusnya terpecah. Ia kembali memusatkan perhatian pada laptop yang sedang berada di hadapannya. Pria itu ingin mengecek apakah hal yang sudah ia rencanakan untuk menangkap Jessy sudah benar atau belum. Setelah laptop miliknya menyala, Kai segera membuka file khusus dengan sandi unik yang ia rancang sendiri. File itu dengan nama "Plan line". Setelah memasukkan kata sandi yang sudah dihapal diluar kepala, file itupun langsung terbuka.Saat file itu terbuka, Kai bisa melihat beberapa pet
Wajah Jessy memucat sempurna seperti warna kertas begitu Terry berhasil menemukan kertas biru yang tak sengaja keluar dari sakunya. Ia memalingkan wajah ke arah lain saat Terry bertanya padanya. Jessy menggigit bibir karena kebingungan harus bersikap apa sekarang. Apakah ia harus bungkam atau berterus terang pada pria itu? Batinnya bergejolak, saling bertarung satu sama lain. Mau bicara atau tidak, resiko yang akan Jessy hadapi sangatlah besar yang mungkin akan membuat dirinya berada dalam masalah besar."Boneka kecil, aku bertanya padamu. Apa maksud dari kertas biru yang ada di tanganku ini?" Tanya Terry lagi sambil menyodorkan keras biru itu tepat dimata hijau Jessy dengan nada marah karena merasa dicurangi.Jessy menghela napas. Ia menatap Terry sebentar lalu menundukkan kembali kepalanya, hingga poni menutupi wajah cantiknya. Gadis itu memainkan ujung baju yang ia kenakan untuk meredakan rasa takut yang melanda hatinya.Terry gemas. Jessy tak memberikan jawaban apapun yang mengko
Mata Jessy membulat sempurna sat Terry mengatakan hal itu. Jadi, Jungkai dan tuan Kang yang tertulis di dalam kertas biru yang sering ia bawa adalah Kai dan tuan Alfred? Kalau begitu, Kai dan Jane sudah saling mengenal sebelumnya? Lalu mengapa mereka bertingkah seperti orang asing? Bahkan tak segan Kai meracuni Jane hingga membuat gadis itu kehilangan kesadaran. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?Pertanyaan itu terus berputar putar di kepala Jessy. Gadis itu masih tak menyangka jika kertas biru yang Jane berikan padanya saat berada di mansion adalah rencana untuk meminta bantuan pada kelompok musuh agar bisa melarikan diri dari kelompok Terry. Ia tak menyangka jika pergaulan Jane ternyata seluas itu. Atau mungkin dirinya saja yang tak tahu apapun tentang gadis berambut ikal itu?Karena terlalu asyik dengan pikirannya, Jessy tak sadar jika Terry saat ini menatap tubuh ya seperti seorang predator yang menemukan mangsa. Tatapan mata penuh napsu dengan kemarahan yang bercampur di dalamn
Setelah diantarkan oleh para penjaga yang berada di kawasan hotel, Jessy segera masuk ke dalam kamar yang disewa oleh Terry. Gadis itu bisa melihat jika ruangan ini benar benar seperti kapal pecah.Buku yang berserakan dimana mana, remahan keripik kentang yang berhamburan di sofa dan juga lantai, bungkus makanan ringan di setiap sudut dan juga beberapa kaleng bir kosong yang teronggok begitu saja di bawah meja adalah pemandangan yang Jessy lihat ketika masuk ke ruangan ini.Jessy juga bisa melihat jika Jake dan Archer yang tertidur diatas sofa dengan kaki yang tergantung sebelah di sofa, sebelah lagi menapak ke lantai. Jessy menggelengkan kepala saat ia melihat jika Archer dan Jake saling menendang satu sama lain.Suara dengkuran keras dari kedua pria dewasa itu sedikitnya mengganggu telinga Jessy. Maka dari itu, ia segera melirik ke arah tempat tidur dan menemukan Jane yang bergelung dengan nyaman di bawah selimut dengan posisi meringkuk.Mengabaikan keadaan ruangan yang seperti kapa
"Tuan Kai adalah kakakmu?" Tanya Jessy mencoba menegaskan pertanyaan dari perkataan yang ia dengar dari sahabatnya, Jane.Jane menganggukkan kepalanya dengan ragu. Ada gurat penyesalan dan sedikit cemas yang tercetak di wajah manisnya. Jane menggigit bibir, menanti reaksi yang akan diberikan oleh Jessy.Jessy tentu saja tersentak kaget. Pikirannya mendadak kosong disertai dengan mata membulat yang seolah akan keluar dari tempatnya. Dirinya hampir saja berteriak andaikata Jane tak membekap mulutnya menggunakan tangan."Jangan berteriak, Jessy. Kau bisa membangunkan para pria yang saat ini berada di luar," bisik Jane memperingatkan dengan suara lembut. Jessy menganggukkan kepala, lalu membuka tangan Jane yang menutup mulutnya. Setelah itu, mata hijau milik Jessy menatap Jane dengan tatapan menyelidik. Gadis itu merasa ada konspirasi besar disini."Aku tak percaya dengan yang aku dengar," komentar Jessy pelan sambil melihat ke arah cermin. Jane pun melakukan hal serupa dengan gadis berw
"Jadi maksudmu, tuan Kai mengajak nona Emily untuk membunuhku?"Jane segera menggelengkan kepalanya dengan cepat ketika mengetahui jika Jessy salah paham pada ucapannya. Wajahnya nampak panik disertai dengan gurat ketakutan yang tercetak di wajah manisnya. Alisnya tampak naik dengan pupil mata mengecil."Bukan, bukan itu maksudku," ujar Jessy dengan nada cepat seperti orang yang sedang melakukan rap. Jessy tentu saja memiringkan kepalanya mendengar penyangkalan yang terlontar dari mulut Jane. Matanya mengerjap lucu dengan jari telunjuk yang ditaruh di bibir, menampilkan kesan bingung yang begitu menggemaskan."Lalu, seperti apa maksudmu kalau begitu? Apa aku salah menangkap informasi yang kau berikan?"Jane menghela napas kasar. Ia segera mendekati Jessy dan memeluk gadis itu. Jane sedikit menunduk karena Jessy jauh lebih pendek darinya. Setelah itu, Jane berbisik dengan pelan di telinga Jessy dengan nada sepelan mungkin."Nona Emily benar benar tak ada dalam rencana kami. Makanya ak
"Tuan Alfred, apa dengan saya memberikan kertas biru ini anda akan melindungi saya dan Daniel dari tuan Terry? Saya menginginkan kejelasan yang pasti sebelum membuat keputusan," Samantha menyembunyikan kertas biru yang ia pegang di balik punggungnya, menjauhkan jangkauan benda itu agar Alfred tak bisa mengambilnya dengan paksa.Alfred tersenyum tipis. Mata hijau milik pria itu tampak menyipit, menyembunyikan berbagai emosi yang kini berkecamuk di hatinya. Pria itu mengetuk ngetuk meja menggunakan pulpen yang ia pegang, menimbulkan bunyi yang begitu khas di ruangan yang terasa luas itu.Di ruangan itu hanya ada mereka berdua, jadi otomatis Samantha sedikitnya terintimidasi dan tak bisa meminta tolong pada siapapun pada orang lain selain pada dirinya sendiri."Apa nona Samantha tak mempercayai kekuatan White Tiger hingga berani mempertanyakan hal itu?"Pertanyaan itu keluar dari mulut Alfred dengan nada rendah, terdengar mendominasi dan juga tegas, membuat lawan bicaranya terdiam dan t