Kai menghela napas panjang untuk menetralkan rasa gugup yang melanda dirinya. Jantungnya berpacu dengan cepat dengan keringat dingin yang menetes membasahi punggungnya. Sungguh, ini adalah perasaan yang sangat jarang ia rasakan. Kegagalan yang diakibatkan oleh beberapa variabel yang tak terduga ini membuat Kai harus merasakan rasa takut dan tertekan seperti sekarang. Rasanya kepala Kai terasa panas dan ingin meledak sekarang juga, memikirkan kegagalan misi yang ia jalankan.Disisi lain, pria dengan mata amber itu merasa kebingungan harus melaporkan apa pada sang ketua yang saat ini menunggu dibalik pintu. Apa yang harus ia laporkan? Kegagalan? Bisakah bosnya itu menerimanya? Pertanyaan itu terus berputar putar di kepala Kai.Ditangannya, terdapat beberapa map yang berisi data penjualan budak, data penjualan narkoba dan juga bisnis prostitusi dari markas pusat yang berada di Korea. Sekali lagi, Kai menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Setelah dirasa sedikit te
Jessy terdiam mendengar pertanyaan yang Terry lontarkan padanya. Memang benar, ia memiliki banyak opsi untuk melarikan diri. Tapi kondisi semalam sangat berbeda. Ia tak memiliki pilihan lain selain ikut dengan Kai.Gadis dengan wajah boneka itu menghela napas panjang sembari meremat ujung lengan dari kaus panjang yang ia kenakan. Mulutnya terbuka, tapi tak berhasil mengeluarkan suara, seolah ada yang menahannya. Gemas. Itulah yang Terry rasakan saat ini. Pria itu tak mengerti mengapa Jessy masih menutup rapat mulutnya itu. Apakah niatannya melarikan diri karena ia tertekan bersama dengannya? Ataukah ia dihasut oleh seseorang? Entahlah, tak ada satupun yang benar karena Jessy belum angkat suara untuk mengklarifikasinya."Jessy, aku bertanya padamu," "Itu..." Jessy kebingungan merangkai kata kata yang akan keluar dari mulutnya. Lidahnya terasa kelu, dengan raut wajah takut yang tergambar jelas di wajah bonekanya. Berbagai skenario buruk terus menari nari di kepalanya. Jika ia bilang
Terry tersentak kaget mendengar perkataan yang keluar dari mulut Jessy. Mata coklat milik pria berambut pirang itu seolah akan keluar dari tempatnya karena Terry melotot terlalu lebar. Mulut pria itu sedikit terbuka dengan alis yang terlihat naik.Sadar akan kekonyolannya, Terry menggeleng kepalanya untuk mengembalikan kembali kesadarannya. Sang ketua Mafia pun menatap lekat ke arah mata hijau milik Jessy yang berbinar, berusaha mencari letak kebohongan yang mungkin saja disembunyikan oleh gadis berwajah boneka itu.Jessy mengerjapkan matanya dengan polos sembari menatap Terry dengan tatapan bingung. Gadis itu memiringkan kepalanya sambil menaruh jari telunjuknya di dagu, memasang ekspresi lucu hingga bisa memecah konsentrasi Terry."Apa perkataanku salah, tuan?" Tanya Jessy dengan nada polosnya. "Perkataanmu tidak salah Jessy," Jake yang sedari tadi menulis di belakang Jessy pun membuka suara, mewakilkan Terry yang tak bisa berkata kata saat ini karena terlampau terkejut dengan apa
"Jane, ayo pindah, jangan tidur dilantai," ujar Jessy sembari menepuk pelan punggung sahabatnya. Akan tetapi, Jane tak mendengar ataupun merespon, membuat Jessy mendengus kesal dengan wajah cemberut.Gadis itu melirik ke arah Terry dan Jake yang masih membahas beberapa hal yang tak ia mengerti. Jessy menggelengkan kepala, lalu segera menggendong Jane untuk memindahkan gadis itu ke kasur yang saat ini sedang di tempati oleh Archer. Gadis itu harus bersusah payah mengangkat Jane karena perbedaan tubuh yang sangat mencolok."Woah, kenapa kau memindahkannya kemari?" Tanya Archer kaget saat melihat Jessy yang meletakkan Jane tepat di samping pria berambut cepak itu. Jessy menoleh pada sumber suara sembari tersenyum kecil."Aku hanya tak ingin sahabatku sakit. Boleh kan dia tidur disini selama beberapa jam?"Mendengar suara halus yang mengalun begitu merdu dari mulut Jessy membuat Archer menganggukkan kepalanya tanpa sadar, seolah terhipnotis oleh pesona Jessy keluarkan. Jessy tersenyum kec
"Kai, bahaya apa yang kau maksud?"Daniel bertanya dengan nada penasaran. Mata cokelat miliknya menatap Kai dengan intens, membuat pria bermata amber itu memalingkan wajahnya ke arah lain dengan tangan yang mengepal kuat. Daniel bisa melihat jika darah menetes dari sela sela jari pria itu."Aku hanya salah bicara. Maaf,"Alis Daniel terlihat naik dengan kening yang berkerut dalam. Pria berdarah Korea itu tentu saja tak percaya dengan apa yang Kai katakan padanya. Ia merasa tak puas dengan jawaban dari "mantan" sahabatnya itu.Hei, ia sudah mengenal Kai sejak kecil. Daniel tahu jika pria di depannya ini menyembunyikan sesuatu. Terbukti dari gerak geriknya yang tampak gelisah serta tatapan mata yang tak ingin melihat ke arahnya. Daniel menghela napas panjang sembari menyilangkan tangan di depan dada."Kau sangat payah dalam berbohong, Kai. Kau tahu itu kan?" Tanya Daniel dengan wajah mengejeknya, bermaksud memancing Kai untuk bicara. Biasanya, dengan cara ini Kai akan marah dan langsung
Saat Jessy akan membalas pertanyaan Terry, tiba tiba saja ponsel milik pria itu berdering dengan keras hingga menghentikan kegiatan keduanya. Terry menghela napas kasar lalu segera merogoh sakunya untuk melihat siapa orang yang sudah berani mengganggu waktu "istirahatnya" bersama dengan Jessy.Ketika dilihat, layar ponsel miliknya menampilkan nama Daniel. Terry tentu saja merasa aneh karena biaanya Daniel tak akan meneleponnya jika tak ada hal yang penting ataupun mendesak. Dengan malas, Terry segera menggeser layar ponselnya ke atas untuk menjawab panggilan itu."Ya, Daniel. Ada apa meneleponku?" Tanya Terry tak sabaran sembari melirik Jessy yang saat ini menatapnya dengan tatapan penasaran melalui mata hijau bulatnya yang begitu berkilau."Terry, gawat!""Gawat kenapa?" Tanya Terry heran mendengar suara panik dari sahabatnya itu. Apa ada sesuatu yang buruk? Otak Terry kini mulai menciptakan beberapa skenario terburuk. Selain itu, perasaannya mendadak menjadi tak."Gedung biru di man
Terry mengernyitkan keningnya saat Jessy berkata jika ada yang janggal dari ucapannya. Pria berambut pirang itu menatap wajah boneka Jessy dengan intens hingga hidung keduanya saling bersentuhan.Jessy lagi lagi menahan napas saat dalam posisi intim seperti sekarang ini. Dirinya tak bisa mendorong ataupun memukul tubuh Terry. Otaknya seolah kosong dengan pikiran yang mendadak terasa seperti orang linglung, membuat Terry menyeringai kecil.Terry merapatkan tubuhnya dengan menarik pinggang ramping milik Jessy dengan posesif sembari menyatukan keningnya pada kening milik Jessy. Dalam jarak sedekat ini, Terry bisa merasakan napas hangat nan manis yang keluar dari tubuh Jessy, begitu lembut namun memabukkan layaknya whisky yang sering ia minum"Apa yang kau katakan? Apa yang janggal dari ucapanku?"Wajah Jessy memerah sempurna mendengar perkataan yang lembut dan seduktif itu. Jessy menutup matanya secara sekilas saat Terry mencium bibirnya tanpa izin, seolah terhipnotis dengan pesona Terr
Alfred melihat layar tablet yang saat ini berada dalam genggamannya. Pria dengan mata sewarna dengan zamrud itu tersenyum kecil sembari melihat apa yang ditampilkan di layarnya, yakni sebuah susunan rencana yang akan ia lakukan untuk mendapatkan bandul kalung harimau berwarna putih yang saat ini berada di kelompok Black Panther.Alfred mengambil sebuah kalung dengan bandul kalung yang sama persis dengan yang berada di kelompok Black panther, yakni bandul kalung berbentuk harimau putih dengan kode 2508. Selain itu saat bandul itu digosok, akan tertulis nama Alfred Kang di belakangnya. Alfred mengelusnya dengan perlahan dan menciumnya sambil memejamkan mata, melakukan perjalanan ingatan dengan orang yang ia kasihi di masa lalu. Pria dengan mata zamrud itu bernostalgia melihat benda yang menjadi satu satunya petunjuk tentang orang yang ia sayangi. Alfred tampak melamun sebentar, menatap kosong ke arah kalung yang sedang ia pegang. Tanpa sadar bibir pria paruh baya itu melengkung ke at