"Terry, tolong kau angkat panggilan ponselku, aku sedang fokus menyetir," ujar Daniel yang kini sedang fokus menyetir sambil mengebut agar bisa segera mencapai lokasi tempat Jessy dan Jane berada saat ini. Terry mengangguk lalu segera mengambil ponsel milik Daniel dan melihat layar ponsel itu. Ini nomor tak dikenal karena tak ada nama kontak di atasnya. Terry melirik Daniel sebentar karena ragu harus menjawab panggilan itu atau tidak."Kenapa tidak diangkat? Dering ponsel itu memekakan telingaku, sialan!" Daniel berkata dengan nada membentak.Pasalnya, dering panggilan dari ponselnya membuatnya sulit berkonsentrasi saat ia tengah membawa mobil yang ia kendarai dengan kecepatan 100 km/jam di jalan yang sunyi ini. Mobil itu melesat dengan cepat menyusuri jalan kota Roma yang sebetulnya sudah tak asing di mata Daniel."Ini dari nomor tidak dikenal. Kau yakin menyuruhku mengangkatnya?" Tanya Terry memastikan.Meskipun ia adalah sahabat sekaligus "atasan" dari Daniel, Terry tetaplah pria
Jessy dan Jane yang saat ini di mobil taksi terlihat menghela napas saat melihat dua orang pria yang tak di kenal malah beradu mulut dengan Kai.Samar samar, Jessy mendengar percakapan diantara ketiga orang itu tentang pengkhianatan, dan juga tentang pelaku yang memanfaatkan Kai demi kepentingannya sendiri. Jessy juga bisa mendengar ucapan Kai jika "orang itu" adalah dalang dari semua kesalahan yang beruntun ini."Apa "orang itu" adalah orang yang sama dengan orang yang menahan para wanita "mainan" di gedung biru di mansion milik tuan Terry?" Tanya Jane dengan nada pelan.Jessy menolehkan kepalanya pada Jane dan menatap lekat gadis berambut ikal itu. Mulut Jessy seolah terkunci dan suaranya tercekat di kerongkongan, terasa sulit untuk mengeluarkan sepatah katapun.Gadis itu juga memikirkan hal yang sama dengan apa yang Jane katakan barusan. Jika memang "orang itu" adalah dalang dari semua ini, maka "orang itu" memiliki kemampuan untuk memanipulasi kelompok dengan mengumpulkan massa ya
"Rencana A3? Apa itu?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir mungil milik Jessy, membuat semua pasang mata yang berada di mobil itu menoleh padanya. Jessy mengerjapkan mata bingung dengan raut wajah polosnya, tak mengerti mengapa merek semua menatapnya seperti itu. Gadis itu memiringkan kepala dengan memasang wajah bingungnya yang terlihat lucu di situasi genting seperti sekarang."Kau tidak tahu?" Tanya Archer dengan nada suara beratnya, terdengar begitu seksi dan maskulin. Pria berambut cepak yang hobi bergonta ganti wanita itu menatap lekat ke arah Jessy yang saat ini menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak," jawab Jessy dengan nada lugunya, membuat Archer yang berada di sampingnya harus menahan gemas dengan tingkah polos yang Jessy lakukan saat ini. Pria itu bahkan sampai harus menggigit pipi bagian dalamnya untuk tidak mencubit pipi chubby milik Jessy yang menggoda untuk dicubit."Apa Terry tidak memberitahumu sesuatu tentang rencananya?" Tanya Archer lagi, menet
Kai meremas rambutnya karena merasa frustrasi. Ia tak berhasil mendapatkan Jessy dan Jane karena kedua gadis itu itu sudah dibawa oleh kelompok Terry. Matanya terpejam dengan rahang yang mengetat kuat. Napasnya terasa pendek dengan hidung yang kembang kempis. Jangan lupakan jika wajahnya memerah karena harus menahan rasa amarah yang membludak."Jake sialan! Dia benar benar membiarkanku sendirian tanpa memberikan kedua gadis itu padaku," umpat Kai dengan nada kesal bercampur amarah. Pria itu menghentakkan kakinya kesal ke trotoar untuk melampiaskan kekesalannya. Untung saja tak ada orang lewat yang melihat aksi bodohnya.Karena hari beranjak siang dan para warga sekitar mulai beraktivitas, Kai pun kembali ke dalam hutan melalui jalan yang tadi ia lewati. Pria itu harus kembali membawa mobilnya di dalam hutan, karena mobil itu berisi banyak berkas penting tentang kelompok White Tiger. Kai berjalan dengan melewati jembatan mengerikan itu lagi.Saat sudah mencapai rumahnya di dalam hutan
Jessy membulatkan mata saat melihat ukiran yang tercetak di bandul kalung yang selama ini ia kenakan. Gadis itu memiringkan kepalanya dengan mata mengerjap lucu, terlihat bingung dengan apa yang saat ini terjadi. Ia menatap bandul kalung itu dan Archer secara bergantian dengan tatapan polos miliknya."Ini nama siapa?" Tanya Jessy menunjuk nama "Rosemary" yang terukir disana dengan nda polos yang sukses membuat Archer menggeram gemas. "Kenapa malah bertanya padaku?" Archer bertanya dengan nada sedikit tinggi. Jessy tersentak kaget dengan nada suara itu. Tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan. Gadis itu bahkan sampai harus menggeser kembali tubuhnya ke arah Jane agar tak terlalu dekat dengan pria berambut cepak itu.Jake menatap tajam ke arah Archer karena membuat target mereka Jessy ketakutan seperti itu. Selain merasa jika sikap Archer sangatlah berlebihan, Jake juga berpikir dalam jangka panjang. Dengan rasa takut seperti ini, Jessy akan sulit membuka mulut karena kepalang takut.
Kai menghela napas panjang untuk menetralkan rasa gugup yang melanda dirinya. Jantungnya berpacu dengan cepat dengan keringat dingin yang menetes membasahi punggungnya. Sungguh, ini adalah perasaan yang sangat jarang ia rasakan. Kegagalan yang diakibatkan oleh beberapa variabel yang tak terduga ini membuat Kai harus merasakan rasa takut dan tertekan seperti sekarang. Rasanya kepala Kai terasa panas dan ingin meledak sekarang juga, memikirkan kegagalan misi yang ia jalankan.Disisi lain, pria dengan mata amber itu merasa kebingungan harus melaporkan apa pada sang ketua yang saat ini menunggu dibalik pintu. Apa yang harus ia laporkan? Kegagalan? Bisakah bosnya itu menerimanya? Pertanyaan itu terus berputar putar di kepala Kai.Ditangannya, terdapat beberapa map yang berisi data penjualan budak, data penjualan narkoba dan juga bisnis prostitusi dari markas pusat yang berada di Korea. Sekali lagi, Kai menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Setelah dirasa sedikit te
Jessy terdiam mendengar pertanyaan yang Terry lontarkan padanya. Memang benar, ia memiliki banyak opsi untuk melarikan diri. Tapi kondisi semalam sangat berbeda. Ia tak memiliki pilihan lain selain ikut dengan Kai.Gadis dengan wajah boneka itu menghela napas panjang sembari meremat ujung lengan dari kaus panjang yang ia kenakan. Mulutnya terbuka, tapi tak berhasil mengeluarkan suara, seolah ada yang menahannya. Gemas. Itulah yang Terry rasakan saat ini. Pria itu tak mengerti mengapa Jessy masih menutup rapat mulutnya itu. Apakah niatannya melarikan diri karena ia tertekan bersama dengannya? Ataukah ia dihasut oleh seseorang? Entahlah, tak ada satupun yang benar karena Jessy belum angkat suara untuk mengklarifikasinya."Jessy, aku bertanya padamu," "Itu..." Jessy kebingungan merangkai kata kata yang akan keluar dari mulutnya. Lidahnya terasa kelu, dengan raut wajah takut yang tergambar jelas di wajah bonekanya. Berbagai skenario buruk terus menari nari di kepalanya. Jika ia bilang
Terry tersentak kaget mendengar perkataan yang keluar dari mulut Jessy. Mata coklat milik pria berambut pirang itu seolah akan keluar dari tempatnya karena Terry melotot terlalu lebar. Mulut pria itu sedikit terbuka dengan alis yang terlihat naik.Sadar akan kekonyolannya, Terry menggeleng kepalanya untuk mengembalikan kembali kesadarannya. Sang ketua Mafia pun menatap lekat ke arah mata hijau milik Jessy yang berbinar, berusaha mencari letak kebohongan yang mungkin saja disembunyikan oleh gadis berwajah boneka itu.Jessy mengerjapkan matanya dengan polos sembari menatap Terry dengan tatapan bingung. Gadis itu memiringkan kepalanya sambil menaruh jari telunjuknya di dagu, memasang ekspresi lucu hingga bisa memecah konsentrasi Terry."Apa perkataanku salah, tuan?" Tanya Jessy dengan nada polosnya. "Perkataanmu tidak salah Jessy," Jake yang sedari tadi menulis di belakang Jessy pun membuka suara, mewakilkan Terry yang tak bisa berkata kata saat ini karena terlampau terkejut dengan apa