Suara musik yang berdentum keras, lampu disko warna warni yang memancarkan cahayanya, pemandangan wanita wanita seksi serta bau rokok dan minuman alkohol menjadi pemandangan pertama yang menghampiri kedua pria itu. Suasana klub terlihat sedikit sesak dan juga ramai dipenuhi dengan para gadis muda ataupun pria dewasa yang sekedar ingin melepas stress di klub ini. Kebanyakan dari mereka tengah menari di tengah ruangan. Namun, tak sedikit pula yang berada di pojok ruangan, entah untuk saling menggoda untuk memikat lawan jenis, bercengkrama dengan sesama teman atau bahkan berciuman panas tanpa mempedulikan sekitarnya.Daniel dan Terry menghiraukan pemandangan itu dan terus berjalan menuju ke tempat VIP di lantai dua untuk mendapatkan tempat yang lebih ekslusif ataupun lebih tenang daripada di lantai satu tempat para orang menari ataupun memesan minuman alkohol di bartender. Saat hendak mencari meja untuk tempat duduk, telinga milik Terry mendengar suara panggilan keras yang cukup akr
"Jangan disebutkan disini," peringat Terry menatap tajam Daniel yang hendak mengatakan arti dari kode yang ia ucapkan sebelumnya. Daniel mengangguk dan segera menutup mulutnya dengan sebelah tangan saat akan kelepasan mengucapkan kata keramat itu. "Aku tak mau terjadi kehebohan yang tidak perlu. Jadi lebih baik kau tutup mulutmu,""Maafkan aku, Terry. Aku hanya merasa kaget saat kau mengucapkan kode itu," ujar Daniel pelan. Wajah pria itu memang terlihat datar, tapi nada suaranya terdengar menyesal. Meskipun suara Daniel pelan, tapi baik Terry maupun Archer tahu jika Daniel benar benar tulus meminta maaf."Tidak mengherankan jika kode itu membebani pikiranmu," celetuk Archer santai . Daniel melirik ke arah Archer dengan tatapan tajam yang ia miliki, mengeluarkan aura dominan yang cukup pekat untuk bisa membuat lawannya menciut. Terbukti, Archer berhenti bicara saat Daniel menatap tajam dirinya."Itu benar. Aku hanya takut dengan skenario terburuk yang mungkin akan terjadi. Maka dari
Tubuh Jessy bergetar ketakutan saat mendengar suara Terry yang terasa bagai musik kematian untuknya. Wajahnya memucat bagai kertas, lidahnya terasa kelu dan kakinya terasa sulit untuk digerakkan, terasa lemas sekaligus tak bertenaga. Dalam sela sela semak yang ia pakai untuk bersembunyi, Jessy mengintip pergerakan Terry yang saat ini masih berada di tempat ia meletakkan kasur tiup untuk mendarat tadi."Boneka kecil, keluarlah. Jika kau mau keluar sekarang, aku tak akan menghukummu,"Suara bernada rendah yang terdengar lembut itu bagaikan bisikan iblis yang begitu manis, memerangkap siapapun yang tergoda. Jessy hampir saja keluar dari tempat persembunyiannya jika saja ia tak ingat misi yang harus ia lakukan saat ini.Gadis itu berjongkok sembari menyandarkan punggungnya ke pagar besi yang berada di belakangnya, berusaha mencari momen yang tepat untuk berpindah tempat dari sini sebelum ketahuan yang berakhir dengan hukuman yang mungkin akan jauh lebih mengerikan daripada sebelumnya."Bo
Jessy menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Tubuh gadis itu bergetar ketakutan. Kakinya melemas seolah kehilangan tenaga. Napasnya tercekat dengan mata membulat sempurna. Mengapa Terry bisa berada di daerah ini dan menemukan dirinya?Saat Terry mendekatinya, Jessy total tak bisa bergerak karena ketakutan. Otaknya menyuruhnya untuk berlari, tapi tubuhnya mengkhianatinya. Kakinya seolah terpaku pada tanah dan sangat sulit untuk digerakkan. Apakah ini yang dinamakan serangan panik?'Kaki, aku mohon. Ayo gerakkan dirimu dan kita lari dari iblis gila itu,'Hanya tinggal beberapa langkah lagi pria itu mendekati tubuh Jessy. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Jessy menggelengkan kepala lalu menghela napas kasar. Setelah itu, gadis itu memaksakan kakinya untuk berlari menjauhi Terry yang saat ini terkejut dengan pergerakannya."Boneka kecil, kembali!"Jessy semakin mempercepat laju larinya ketika melihat Terry yang ikut berlari mengejarnya. Kakinya yang masih terasa lemas dan
Jessy melenguh kecil saat sinar matahari mengganggu waktu tidurnya. Mata gadis itu mengerjap, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk sekaligus mengumpulkan kesadaran yang masih berceceran. Jessy meregangkan badannya sambil menguap. Tubuhnya terasa pegal sekaligus sakit karena posisi tidur yang tak nyaman semalam. Setelah kesadaran terkumpul sempurna, gadis itu segera berdiri dan melihat ke arah jendela. Badai total sudah berhenti dan menyisakan genangan air di beberapa tempat di taman itu.Jessy melangkahkan kakinya keluar dan hampir saja terjatuh saat licinnya tanah hampir membuatnya terjungkal. Untung saja keseimbangan tubuh Jessy itu baik. Coba kalau tidak? Bisa habis wajah imutnya ini kotor karena penuh dengan tanah yang basah.Saat akan melangkahkan kakinya ke daerah yang sekiranya aman untuk melarikan diri, belakang bajunya ditarik oleh seseorang. Itu adalah Daniel, pengawalnya. Mata Jessy membulat horor seperti melihat hantu. Ia menelan ludah paksa sambil tersenyum canggung p
Jessy terkejut luar biasa saat mendengar perkataan Terry. Matanya membulat dengan sempurna disertai dengan riak terkejut di wajah bonekanya. Ada rasa senang karena ia akan pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya. Ini akan jadi menambah pengalaman untuk Jessy. Akan tetapi, saat tahu tujuannya untuk menghadiri pertemuan para mafia, Jessy merasa tubuhnya langsung merinding saat itu juga. Bayangan para mafia yang berkumpul di satu tempat membuatnya ketakutan setengah mati."Anda serius akan membawa saya ke Italia?" Jessy bertanya dengan nada tak percaya. Terry menolehkan kepala lalu mengangguk dengan singkat, enggan berbicara lagi. Pria itu segera melirik jam yang berada di pergelangan tangannya sembari mendesis."Segera obati dan dandani boneka kecilku hingga terlihat pantas untuk dibawa. Jangan sampai mempermalukan Kelompok Black Panther di hadapan publik," Terry mengibaskan tangannya, mengintruksikan para pelayan yang memegang Jessy untuk segera pergi dari hadapannya. Para pelaya
Setelah menaiki pesawat selama dua belas jam, akhirnya Terry, Jessy dan rombongan telah sampai di Roma, Italia. Tempat ini dipilih oleh para anggota mafia karena memiliki fasilitas yang nyaman untuk menjalankan pertemuan rahasia tanpa harus dicurigai oleh banyak pihak, misalnya saja kepolisian.Setelah keluar dari bandara, Jessy dan Terry segera menaiki mobil taksi untuk sampai ke hotel yang sudah pria itu pesan sebelumnya. Selama berada dalam mobil, suasana keduanya tampak canggung sekaligus sunyi. Baik Jessy maupun Terry, keduanya enggan membuka percakapan dan membiarkan keheningan melanda. Detik demi detik, menit demi menit telah terlewati. Jessy memilih untuk melihat keadaan di luar jendela yang menampilkan banyak bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi serta mobil yang berlalu lalang. Terry sendiri memilih untuk membuka file sembari menganalisis semua kegiatan yang dilakukan dibawah pengawasan kelompoknya."Tuan, berapa hari kita akan tinggal di Italia?" Tanya Jessy denga
Setelah melakukan check in di hotel yang sudah dipesan sebelumnya, Terry segera menggendong Jessy menuju kamar mereka. Kamar nomor 2508. Kamar yang berkode sama dengan nomor kalung yang berada di belakang bandul harimau yang Jessy kenakan. Saat melihat tulisan nomor kamar yang tergantung apik di depan pintu, Terry tersenyum sinis tanpa mengatakan apapun. Pria itu lebih memilih untuk fokus pada rencananya, yakni kembali menghabisi bibir Jessy di dalam kamar. Dirinya masih belum puas dengan ciuman yang ia lakukan di mobil.Setelah pintu dibuka dengan sebelah tangan, Terry segera membaringkan Jessy dari gendongannya di sebuah kasur king size yang dilapisi oleh seprai warna putih. Tak lupa, pria itu kembali ke pintu dan mengunci pintunya dari dalam, lalu melepas kuncinya dan meletakan benda itu didalam saku. Suasana kamar yang mewah dan klasik membuatnya tampak seperti suasana bulan madu daripada menginap untuk mengadakan pertemuan dengan para Mafia dari seluruh dunia.Pria itu segera m
Jessy menolehkan kepalanya pada sumber suara, yakni Terry yang saat ini menatap tajam ke arahnya. Jessy merasa ciut dan ketakutan melihatnya, hingga ia memeluk Alfred kembali dengan sangat erat sembari menyembunyikan wajahnya. Gadis itu merasa terintimidasi dengan tatapan Terry yang terlihat sangat mematikan."Jessy, aku sedang bicara padamu. Tolong lihat aku,"Terry berkata dengan nada tegas dan juga dominan, membuat jiwa submissive Jessy keluar begitu saja. Jessy membalikkan tubuhnya hingga kini berhadapan dengan pria berambut pirang itu.Gadis itu menundukkan kepalanya hingga poni miliknya yang sudah memanjang menutupi wajahnya. Gadis itu memegang erat ujung baju yang ia kenakan, pertanda jika tengah takut dan juga gugup. Terry menghela napas kasar lalu mengangkat dagu Jessy dengan jari telunjuknya agar gadis itu bisa bertatapan dengannya.Tatapan keduanya bertemu. Mata doe hijau milik Jessy yang saat ini memerah karena sedang menangis kini bertatapan dengan manik coklat milik Terr
"Apa ini semacam taruhan?" Terry menggelengkan kepalanya, lalu segera mendekati Jessy yang saat ini tengah memiringkan kepalanya, tak mengerti dengan pembicaraan diantara dua pria berbeda generasi itu.Begitu sampai di hadapan Jessy, Terry meletakkan salah satu tangannya di perut milik gadis itu, lalu mengusapnya dengan cara melingkar. Pria itu memejamkan mata seolah menikmati kegiatan yang ia lakukan.Jessy tentu saja kaget mendapat perlakuan lembut seperti itu. Terry memang baik padanya, tapi dia pasti selalu memiliki niat terselubung. Makanya ia curiga jika Terry tengah merencanakan sesuatu padanya.Akan tetapi, sekalipun Jesy tengah mencurigai Terry, Jessy tak menepis tangan milik Terry dari perutnya dan membiarkan Terry berbuat sesukanya, selama masih berada di batas wajar. Entah kenapa, ada rasa senang yang hinggap di hatinya. Seperti ada kupu kupu yang berterbangan dalam perutnya, menimbulkan sensasi menyenangkan yang tak diketahui sebabnya. Apakah ia senang dengan usapan itu
"Apa maksudmu jika Jessy tengah hamil?" Alfred kini menatap Terry dengan tatapan tajam.Pria bermata hijau itu tak terima jika Terry mengatakan hal yang tidak tidak pada Jessy yang baru saja siuman. Terry tersenyum, lalu menolehkan kepalanya pada Jessy yang saat ini menatapnya penuh kebingungan.Mata gadis itu tampak mengerjap lucu dengan bibir mengerucut lucu karena tak mengerti alasan Terry malah membahas "hal itu". Kepalanya terlihat dimiringkan yang membuat Jessy tampak begitu menggemaskan. Terry tertawa kecil melihat tingkah Jessy yang begitu menghibur dirinya. Setelah itu, Terry memusatkan kembali perhatiannya pada Alfred yang menunggu jawabannya. Percakapan diantara keduanya tampak begitu intens seolah ini adalah meja perang (meja debat)."Kurasa anda tak terlalu bodoh untuk mengerti arti ucapan saya, tuan," ujar Terry dengan senyuman tipis yang terpatri di wajah tampannya.Nada suara setenang air itu sedikitnya mengusik hati Alfred. Apa pria di depannya itu tak merasa bersala
Terry kini sudah tiba di depan rumah sakit yang kabarnya tempat Jessy dirawat. Pria berambut pirang itu segera turun dari mobil dan melangkah dengan gagah menuju ke depan gerbang rumah sakit, diikuti oleh para anggotanya yang lain yang mengikuti dari belakang.Saat berada di depan gerbang, langkah Terry harus terhenti karena seorang pria berpakaian serba merah dengan aksen lambang harimau putih mencegahnya masuk. Terry menatap tajam orang itu dengan mata cokelatnya, karena perjalanannya harus tertunda. Ini sama artinya dengan membuang waktunya yang berharga untuk mencari Jessy."Mengapa aku dihentikan seperti ini, heh?""Maaf, Tuan. Tapi anda tak diizinkan masuk ke wilayah ini," ujar pria yang tengah mengenakan kacamata itu dengan suara berat.Terry tersenyum miring. Ia yang tak terima dengan perkataan itu langsung merogoh saku celananya dan menodongkan pistol tepat di dahi pria itu. Bisa dilihat jika salah satu anak buah dari kelompok White Tiger yang berhadapan dengannya meneguk lu
Alfred menghela napas melihat reaksi yang Jessy berikan padanya. Gadis itu tak merasa senang ataupun gembira dengan berita ini, tapi malah menunjukkan sikap ketidak percayaan dan juga ragu.Hal ini tentu saja menggores hari Alfred. Wajah pria itu tampak menyendu dengan alis mata yang terlihat turun. Raut wajah Alfred terlihat murung dengan tubuh terkulai lemas seolah tak memiliki tenaga.Jessy menggaruk pipinya yang tak terasa gatal, bingung harus melakukan apa di situasi sekarang ini. Rasa canggung menyergap keduanya, membuat Jessy tampak tak nyaman. Tangan mungilnya dengan ragu menyentuh wajah Alfred yang kini tengah melihat ke tanah. Merasakan sentuhan kecil dan halus itu, Alfred mendongakkan kepala, kembali menatap wajah Jessy dengan tatapan sedih. Bibir pria itu terlihat terkunci dengan mata sayu yang membuat kondisi Alfred terlihat begitu menyedihkan."Apa bisa anda jelaskan lagi padaku apa yang anda katakan sebelumnya?" Tanya Jessy dengan nada sehalus sutera sembari mengusap
"Ayah yang menculik anak Alfred?" Tanya Terry lagi memastikan, takut jika ia salah mendengar."Benar, tuan. Selain itu, ayah anda hampir melecehkan Rosemary saat wanita itu tengah mengandung. Maka dari itu, tuan Alfred murka besar dan berakibat memusuhi kelompok Black Panther sampai sekarang," jawab Adiaz lagi yang membuat Terry tampak tercengang.Pria itu hampir saja menjatuhkan ponselnya ke bawah andai tak diraih oleh Daniel. Dengan sigap, tangan milik pria berdarah Korea itu menangkap ponsel yang saat ini masih tersambung.Ia ingin tahu mengapa sedari dulu kelompok White Tiger selalu membuat masalah dengan kelompok Black Panther. Tak mungkin jika hanya alasan itu saja yang menjadi pemicunya."Lalu, apa ada hal lain yang ingin kau laporkan pada kami?""Ada. Kelompok Black Panther yang waktu itu dipimpin oleh ayah anda adalah pengacau sekaligus pengkhianat di masa lalu saat kelompok White Tiger masih berjaya. Tuan Barbara membuat fitnah bahwa kelompok White Tiger adalah kelompok yan
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga jam untuk pergi ke Las Vegas menggunakan pesawat, Terry segera memerintahkan anak buahnya yang berada disana untuk segera menjemputnya dan beberapa orang yang ia bawa dari Washington, termasuk Daniel.Selama menunggu kira kira setengah jam, mobil yang di pesan oleh Terry pun datang. Ia dan Daniel langsung masuk ke dalam mobil itu, sementara para anak buahnya yang lain menaiki mobil yang berbeda. Mobil pun meninggalkan kawasan bandara menuju rumah sakit tempat Jessy di rawat."Kau yakin jika Jessy ada disana? Bisa saja ini adalah trik murahan yang digunakan oleh kelompok White Tiger untuk mengecoh kita semua," Terry yang sedang memeriksa beberapa file yang masuk di ponselnya pun menolehkan kepala pada sang lawan bicara. Dirinya tertegun dalam sesaat.Benar juga, karena panik dan merasa senang karena Jessy telah ditemukan membuatnya membuat keputusan bodoh dengan langsung datang ke Las Vegas tanpa mencari tahu terlebih dahulu apakah
"Hah? Apa maksud anda?" Tanya Jessy yang saat ini tengah membulatkan mata mendengar fakta yang baru saja ia dengar.Janet Fransisca? Rasanya ia pernah mendengar nama itu sebelumnya. Keningnya berkerut dalam mencoba mengingat nama itu. Matanya ya menyipit lucu dengan ekspresi yang begitu menggemaskan.Akan tetapi, seberapa keras usaha Jessy untuk mengingatnya, ingatan itu tak muncul di kepalanya. Jessy mengerang kesal sekaligus frustrasi karena tak bisa mengingat informasi yang terbilang cukup penting untuk keadaan sekarang.Gadis itu menatap Alfred dengan tatapan polos miliknya karena ia tak mengingat nama yang terasa familiar itu, seolah meminta bantuan pada Alfred. Alfred terkekeh pelan, lalu menyendokkan satu sendok bubur pada mulut Jessy yang terbuka agar gadis itu bisa makan.Jessy tentu saja kesal karena Alfred memasukan makanan ke dalam mulutnya tanpa permisi. Dengan terpaksa, gadis itu pun menelan bubur yang disodorkan tanpa mengunyahnya karena bubur yang ia makan sangatlah lem
"Terry," panggil Daniel yang baru saja masuk ke ruangan milik sang pria berambut pirang yang kini tengah berkutat dengan laptopnya. Terry tampak begitu serius, terlihat dari keningnya yang berkerut dalam dan beberapa kali mengeluarkan umpatan kecil yang tak jelas.Mendengar ada yang memanggil namanya, Terry menolehkan kepala pada sumber suara, mengabaikan sejenak laptop yang ada di depannya dan memusatkan seluruh atensinya pada Daniel yang saat ini tengah memasang wajah lelah.Wajah pria berdarah Korea itu tampak sangat berantakan, dengan kantung mata hitam yang melingkar jelas di wajahnya. Selain itu, wajah Daniel tampak begitu kusam, menandakan jika ia kurang istirahat selama beberapa hari terakhir."Ada apa Daniel?" Tanya Terry singkat, padat dan jelas dengan nada suara dinginnya.Daniel menghela napas panjang, lalu menyodorkan sebuah file yang berisi tentang beberapa kerja sama yang harus Terry periksa. Bagaimanapun, Terry adalah orang yang berkuasa disini. "Ada beberapa kerja sa