"Jangan disebutkan disini," peringat Terry menatap tajam Daniel yang hendak mengatakan arti dari kode yang ia ucapkan sebelumnya. Daniel mengangguk dan segera menutup mulutnya dengan sebelah tangan saat akan kelepasan mengucapkan kata keramat itu. "Aku tak mau terjadi kehebohan yang tidak perlu. Jadi lebih baik kau tutup mulutmu,""Maafkan aku, Terry. Aku hanya merasa kaget saat kau mengucapkan kode itu," ujar Daniel pelan. Wajah pria itu memang terlihat datar, tapi nada suaranya terdengar menyesal. Meskipun suara Daniel pelan, tapi baik Terry maupun Archer tahu jika Daniel benar benar tulus meminta maaf."Tidak mengherankan jika kode itu membebani pikiranmu," celetuk Archer santai . Daniel melirik ke arah Archer dengan tatapan tajam yang ia miliki, mengeluarkan aura dominan yang cukup pekat untuk bisa membuat lawannya menciut. Terbukti, Archer berhenti bicara saat Daniel menatap tajam dirinya."Itu benar. Aku hanya takut dengan skenario terburuk yang mungkin akan terjadi. Maka dari
Tubuh Jessy bergetar ketakutan saat mendengar suara Terry yang terasa bagai musik kematian untuknya. Wajahnya memucat bagai kertas, lidahnya terasa kelu dan kakinya terasa sulit untuk digerakkan, terasa lemas sekaligus tak bertenaga. Dalam sela sela semak yang ia pakai untuk bersembunyi, Jessy mengintip pergerakan Terry yang saat ini masih berada di tempat ia meletakkan kasur tiup untuk mendarat tadi."Boneka kecil, keluarlah. Jika kau mau keluar sekarang, aku tak akan menghukummu,"Suara bernada rendah yang terdengar lembut itu bagaikan bisikan iblis yang begitu manis, memerangkap siapapun yang tergoda. Jessy hampir saja keluar dari tempat persembunyiannya jika saja ia tak ingat misi yang harus ia lakukan saat ini.Gadis itu berjongkok sembari menyandarkan punggungnya ke pagar besi yang berada di belakangnya, berusaha mencari momen yang tepat untuk berpindah tempat dari sini sebelum ketahuan yang berakhir dengan hukuman yang mungkin akan jauh lebih mengerikan daripada sebelumnya."Bo
Jessy menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Tubuh gadis itu bergetar ketakutan. Kakinya melemas seolah kehilangan tenaga. Napasnya tercekat dengan mata membulat sempurna. Mengapa Terry bisa berada di daerah ini dan menemukan dirinya?Saat Terry mendekatinya, Jessy total tak bisa bergerak karena ketakutan. Otaknya menyuruhnya untuk berlari, tapi tubuhnya mengkhianatinya. Kakinya seolah terpaku pada tanah dan sangat sulit untuk digerakkan. Apakah ini yang dinamakan serangan panik?'Kaki, aku mohon. Ayo gerakkan dirimu dan kita lari dari iblis gila itu,'Hanya tinggal beberapa langkah lagi pria itu mendekati tubuh Jessy. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Jessy menggelengkan kepala lalu menghela napas kasar. Setelah itu, gadis itu memaksakan kakinya untuk berlari menjauhi Terry yang saat ini terkejut dengan pergerakannya."Boneka kecil, kembali!"Jessy semakin mempercepat laju larinya ketika melihat Terry yang ikut berlari mengejarnya. Kakinya yang masih terasa lemas dan
Jessy melenguh kecil saat sinar matahari mengganggu waktu tidurnya. Mata gadis itu mengerjap, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk sekaligus mengumpulkan kesadaran yang masih berceceran. Jessy meregangkan badannya sambil menguap. Tubuhnya terasa pegal sekaligus sakit karena posisi tidur yang tak nyaman semalam. Setelah kesadaran terkumpul sempurna, gadis itu segera berdiri dan melihat ke arah jendela. Badai total sudah berhenti dan menyisakan genangan air di beberapa tempat di taman itu.Jessy melangkahkan kakinya keluar dan hampir saja terjatuh saat licinnya tanah hampir membuatnya terjungkal. Untung saja keseimbangan tubuh Jessy itu baik. Coba kalau tidak? Bisa habis wajah imutnya ini kotor karena penuh dengan tanah yang basah.Saat akan melangkahkan kakinya ke daerah yang sekiranya aman untuk melarikan diri, belakang bajunya ditarik oleh seseorang. Itu adalah Daniel, pengawalnya. Mata Jessy membulat horor seperti melihat hantu. Ia menelan ludah paksa sambil tersenyum canggung p
Jessy terkejut luar biasa saat mendengar perkataan Terry. Matanya membulat dengan sempurna disertai dengan riak terkejut di wajah bonekanya. Ada rasa senang karena ia akan pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya. Ini akan jadi menambah pengalaman untuk Jessy. Akan tetapi, saat tahu tujuannya untuk menghadiri pertemuan para mafia, Jessy merasa tubuhnya langsung merinding saat itu juga. Bayangan para mafia yang berkumpul di satu tempat membuatnya ketakutan setengah mati."Anda serius akan membawa saya ke Italia?" Jessy bertanya dengan nada tak percaya. Terry menolehkan kepala lalu mengangguk dengan singkat, enggan berbicara lagi. Pria itu segera melirik jam yang berada di pergelangan tangannya sembari mendesis."Segera obati dan dandani boneka kecilku hingga terlihat pantas untuk dibawa. Jangan sampai mempermalukan Kelompok Black Panther di hadapan publik," Terry mengibaskan tangannya, mengintruksikan para pelayan yang memegang Jessy untuk segera pergi dari hadapannya. Para pelaya
Setelah menaiki pesawat selama dua belas jam, akhirnya Terry, Jessy dan rombongan telah sampai di Roma, Italia. Tempat ini dipilih oleh para anggota mafia karena memiliki fasilitas yang nyaman untuk menjalankan pertemuan rahasia tanpa harus dicurigai oleh banyak pihak, misalnya saja kepolisian.Setelah keluar dari bandara, Jessy dan Terry segera menaiki mobil taksi untuk sampai ke hotel yang sudah pria itu pesan sebelumnya. Selama berada dalam mobil, suasana keduanya tampak canggung sekaligus sunyi. Baik Jessy maupun Terry, keduanya enggan membuka percakapan dan membiarkan keheningan melanda. Detik demi detik, menit demi menit telah terlewati. Jessy memilih untuk melihat keadaan di luar jendela yang menampilkan banyak bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi serta mobil yang berlalu lalang. Terry sendiri memilih untuk membuka file sembari menganalisis semua kegiatan yang dilakukan dibawah pengawasan kelompoknya."Tuan, berapa hari kita akan tinggal di Italia?" Tanya Jessy denga
Setelah melakukan check in di hotel yang sudah dipesan sebelumnya, Terry segera menggendong Jessy menuju kamar mereka. Kamar nomor 2508. Kamar yang berkode sama dengan nomor kalung yang berada di belakang bandul harimau yang Jessy kenakan. Saat melihat tulisan nomor kamar yang tergantung apik di depan pintu, Terry tersenyum sinis tanpa mengatakan apapun. Pria itu lebih memilih untuk fokus pada rencananya, yakni kembali menghabisi bibir Jessy di dalam kamar. Dirinya masih belum puas dengan ciuman yang ia lakukan di mobil.Setelah pintu dibuka dengan sebelah tangan, Terry segera membaringkan Jessy dari gendongannya di sebuah kasur king size yang dilapisi oleh seprai warna putih. Tak lupa, pria itu kembali ke pintu dan mengunci pintunya dari dalam, lalu melepas kuncinya dan meletakan benda itu didalam saku. Suasana kamar yang mewah dan klasik membuatnya tampak seperti suasana bulan madu daripada menginap untuk mengadakan pertemuan dengan para Mafia dari seluruh dunia.Pria itu segera m
Terry bersalaman dengan beberapa ketua kelompok Mafia lain saat ini sembari bertukar informasi mengenai keadaan masing masing bisnis yang mereka jalankan. Beberapa diantaranya ingin menjalin kerja sama untuk bisnis klub malam dan juga wanita penghibur yang berpusat di kota Los Angeles. Tentu saja ini adalah kabar yang sangat baik untuknya. Dengan begitu, maka namanya akan semakin terkenal di kalangan Mafia.Senyum tipis dan tawa bahagia lolos dengan begitu mudah dari wajahnya yang biasanya memasang raut datar. Bibirnya tertarik untuk melengkung, tak lagi terlihat datar. Nada suara yang berwibawa dengan tetap mempertahankan sifat cool yang dia miliki membuat Terry tampak misterius namun juga menarik disaat yang bersamaan."Wow, aku harus mengatakan selamat padamu karena kau banyak mendapat tawaran kerja sama, Terry," puji Daniel dengan nada bangga sembari menepuk pelan bahu sahabatnya. Terry melirik sekilas lalu memasang senyum tipis. Daniel ikut tersenyum, lalu mengambil satu gelas mi