Garis takdirPart: 13***"Untuk apa raga Papa saja yang bersama Mama? Tapi hati dan pikiran Papa masih berkelana padanya! Kenapa, Pa? Kenapa Papa ingin mempertahankan rumah tangga kita? Apa Papa bahagia? Atau mungkin Papa memang suka melihat Mama terluka?"Melati Kembali histeris. Zacky tak mau meninggalkannya, tapi tak jua kunjung berjanji untuk menyimpan dirinya saja dalam hati. "Kapan Papa pernah berkata mencintai orang lain saat ini, Ma? Papa mencintaimu, sangat mencintai Mama. Masalah ada rindu atau pun rasa yang terbelenggu, itu hanyalah sesekali dan sangat manusiawi. Mama harusnya tak terlalu membesarkan masalah ini! Papa dan dia tidak akan pernah bersama walau apa pun alasannya. Tidak akan, Ma."Melati menangis memeluk sang suami. Ia tahu Zacky tidak mungkin meninggalkannya demi wanita lain. Namun, Melati tak lagi menaruh percaya kalau cinta Zacky hanya untuknya."Mama tidak sanggup menerima kenyataan ini, Pa. Mama sangat mencintaimu. Sekali lagi Mama katakan, lebih baik Pap
Garis takdir Part: 14***Melati tersenyum getir melihat kecemasan sang suami. "Mama tidak apa-apa?" tanya Zacky sambil membantu Melati berdiri.Melati menggeleng dengan lemah. Sementara Naya terluka dibagian sikunya.Zacky melihat kondisi Naya, tapi ia tak berani mempertanyakannya. "Ma, ayo kita pulang.""Kenapa buru-buru, Pa?" Melati bertanya dengan wajah kecewanya."Mama mau apa lagi di sini? Untung tadi Mama tidak terkena serempetan mobil. Kalau sampai terjadi, maka Papa bisa gila," ujar Zacky.Melati tertawa. "Papa akan gila jika Naya yang menjadi korbannya."Mata Naya tertutup beberapa detik. Melati selalu saja memancing keributan di hadapannya."Ma, tolong jangan seperti ini! Ayo kita pulang.""Tidak!" hardik Melati garang."Maaf, saya orang asing dalam keluarga kalian. Jadi tolong izinkan saya pergi," sambung Naya."Tidak bisa begitu, Nay. Aku juga tak mau berdebat di tempat umum begini. Sekarang ayo ikut kami pulang," ajak Melati.Naya keberatan, ia menolak dengan terang-t
Garis takdirPart: 15***Zacky menghitung mundur sisa umurnya yang sudah divonis dokter.13 hari yang tersisa.Aku ingin meminta maaf lagi pada istri cantikku yang bernama Melati.Zacky kembali menyimpan catatan itu ke dalam laci kecil yang ada di dalam kamarnya."Papa sedang apa?" tanya Melati."Eh, Papa cuma bosan berbaring begini, Ma. Hari ini libur kan? Temani Papa jalan-jalan ya, Ma!"Melati berdehem pelan. Ia sebenarnya ada janji dengan Andre di luar. Namun, Melati tak tega jika menolak ajakan sang suami."Iya, Pa. Mama telepon seseorang dulu, soalnya tadi udah buat janji untuk ketemuan. Biar Mama batalin saja," ujar Melati dengan lembut."Mama sudah buat janji?" tanya Zacky mengulang pernyataan sang istri.Melati mengangguk cepat."Kalau begitu Mama pergilah! Manusia yang dipegang itu adalah janjinya, Ma. Papa akan meminta Cika dan Bik Atun saja yang menemani Papa.""Tapi, Pa ....""Tidak apa-apa, Ma."Melati menghela napas berat. Dirinya terlalu mencintai dunia bisnisnya hing
Garis takdir Part: 16***Naya dan yang lainnya panik. Semuanya bergegas menuju rumah sakit.Dua puluh lima menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di halaman rumah sakit langganan Zacky dirawat.Zacky langsung ditangani oleh Dokter Wiliam. Sedangkan Naya tak hentinya meracaukan doa seperti sebelumnya."Non Naya yang tenang, ya! Tuan Zacky pasti baik-baik saja," ujar Bik Atun."Saya mana mungkin bisa tenang, Bik. Sekarang kondisinya sangat memprihatinkan. Perubahan fisiknya juga sudah sangat jelas terlihat. Kenapa takdir seolah ingin menghukum saya selalu? Melihat dia seperti ini, rasanya detak jantung saya seakan mau terhenti," papar Naya.Cika yang mendengar pernyataan Naya tersebut menjadi mengerti. 'Jadi wanita yang Bik Atun maksud itu adalah Non Naya ini. Memang rasa cintanya terpancar lebih tulus dan besar. Namun, kenapa bisa?' gumam Cika dalam hati.Naya mondar-mandir dengan wajah yang begitu cemas. "Non Naya sangat baik. Bibik yakin doa-doa Non Naya akan didengarkan oleh s
Garis takdirPart: 17***"Tuan, kata pemilik restoran yang cantik itu, Tuan harus makan yang banyak," ujar Cika dengan jujur.Zacky tersenyum sembari melahap makanan yang sudah disediakan Cika dalam piring."Saya bisa makan banyak kalau setiap hari menunya adalah saus durian," papar Zacky."Saya akan membelinya setiap hari, Tuan."Zacky mengangguk dengan melanjutkan menikmati makanannya."Tadi dia bicara apa saja?" tanya Zacky menyelidik.Semenjak pertemuan kemarin, perasaan Zacky lebih resah dari sebelumnya. Bayangan Naya selalu menjelma. Rindunya pun terasa sangat nyata."Cuma itu saja, Tuan. Non Naya itu tidak terlalu banyak bicara.""Ya, memang. Dia hanya bicara seperlunya saja pada orang lain. Tapi tidak pada saya, Naya kalau sudah protes atau pun kesal, maka ia mampu bicara dari pagi sampai ke malam." Zacky tertawa lepas menceritakan tentang Naya. Cika dapat melihat raut bahagia ketika Zacky menyebut nama Naya. Namun, Cika belum mengerti kenapa keduanya bisa berpisah.--Di
Garis takdir Part: 18***Melati pergi ke kantor setelah selesai berbicara dengan Naya.Tinggallah Naya dengan segala kebimbangan yang menerpa hatinya."Apa aku berdosa jika terus mencinta suami orang, San?" tanya Naya pada Santi yang memeluknya."Aku tidak tahu, Nay. Aku bukan ahli agama. Namun, yang aku lihat, cintamu tak mengganggu kehidupannya," jawab Santi."Tapi istrinya merasa tersiksa karena hadirku, San. Aku juga tak bisa menghindar ketika pertemuan terjadi begitu saja.""Saranku tetap sama, Nay. Belajarlah membuka hati untuk orang lain! Setidaknya demi kebaikan banyak hati. Melati pantas bahagia, bukan? Sebagai seorang istri, aku memahami kegelisahannya," ujar Santi."Kali ini aku akan mengorbankan perasaanku. Aku berjanji akan mencoba membuka hati ini untuk orang lain. Demi Zacky, demi Melati, demi ketenangan bersama."Santi malah merasa sedih dengan persetujuan Naya. Sebelumnya tak pernah Naya mau mendengarkan sarannya.Tak disangka Andre muncul secara tiba-tiba."Ehem,'
Garis takdirPart: 19***Empat menit lima pulih sembilan detik.Zacky semakin gusar menatap jam tangannya.'Kau benar-benar sudah tak peduli Nay,' lirih Zacky dengan putus asa.Naya sengaja tak menemui Zacky. Semua akan terasa lebih berat saat Zacky mengetahui perasaanya yang masih utuh itu."Kenapa kau masih di sini?" tanya Santi sembari menepuk pelan pundak Naya."Aku tidak ingin bicara lebih banyak padanya. Aku sudah berjanji akan membuka hati untuk orang lain. Jika aku menjawab semua pertanyaannya, maka pernikahanku bisa-bisa batal, San. Kau tahu sendiri, kalau aku masih sangat mencintainya," papar Naya.Cika mendengar pengakuan Naya tersebut. Detik berikutnya ia berlalu menuju ke arah mobil milik Tuannya.Sampai di mobil, Cika melihat kesedihan yang terpancar dari wajah Zacky."Tuan, kenapa mengajak pulang sangat cepat?" tanya Cika. Tadi Zacky mengirimi pesan padanya untuk segera menyusul ke mobil."Jangan banyak tanya! Cepat bawa saya kembali ke rumah!" perintah Zacky.Cika ta
Garis takdirPart: 20***9 hari yang tersisa.Sakit yang menggerogoti kepala seolah tak seberapa, jika dibandingkan dengan sakit hatiku saat menyaksikan Naya bertukar cincin dengan laki-laki lain. Zacky masih menulis dibuku catatan hariannya."Tuan, hari ini saya harus membeli saus durian lagi?" tanya Cika.Zacky menggeleng dengan lemah. "Tidak perlu.""Kenapa, Tuan? Bukankah Tuan sangat menyukainya?""Tidak lagi."Zacky hanya menjawab dengan singkat. Selera makannya sudah musnah. Cika perlahan menjauh. Ia mengerti, sang majikan terluka hatinya. Namun, Cika juga merasa Zacky sedikit egois.Di sisi lain, Naya merenung sambil menatap jari manisnya yang tersemat sebuah cincin berlian. 'Semoga keputusan yang aku ambil ini adalah yang terbaik,' gumam Naya.Santi memperhatikan dari dapur restoran. Ia turut merasakan kebimbangan Naya. Santi pun semakin resah karena keputusan yang Naya ambil adalah usulan darinya.Perlahan langkah Santi mendekat ke arah Naya."Nay, semua belum terlambat.
Harga diri laki-laki.Part: 11.***Delisa diantarkan pulang ke rumah. Mikayla menyambut dengan antusias.Ia memeluk sang putri begitu erat. Lalu tersadar Delisa memegangi boneka pemberian Maya.Mikayla langsung marah dan merampasnya."Buang boneka jelek ini, Delisa! Mami tak suka melihatnya!" hardik Mikayla.Delisa menangis karena boneka kesayangannya itu terpental jauh keluar."Mikayla! Kau sungguh keterlaluan!" bentak Gio."Aku keterlaluan, Mas? Apa Mas tak salah bicara? Delisa adalah putriku, kenapa Mas membuatnya dekat dengan wanita lain? Kalau Mas ingin hidup dengan Maya silakan! Tapi, jangan pernah bawa Delisa lagi!""Delisa ambil boneka itu dan masuk ke dalam kamar ya, Nak! Papi mau bicara dengan Mani," ujar Gio.Delisa menurut. Ia dengan cepat mengambil kembali boneka dari Maya, laku membawanya masuk ke dalam kamar."Mas, aku sudah menerima keputusanmu untuk bercerai. Kita akan segera bertemu di pengadilan. Tapi, hak asuh Delisa tentu akan menjadi milikku. Lagi pula, Mas send
Harga diri laki-laki.Part: 10.***Mikayla terus menanamkan rasa benci di hati Delisa pada Maya. Gadis kecil itu tak tahu kalau kalau sebenarnya Mami yang ia bela justru lebih dalam menoreh luka."Delisa, sayang ... sebentar lagi Papimu akan datang. Ini waktunya Delisa membuat Papi memilih kita! Mami tak mau berpisah dengan Papi. Delisa juga tak mau kan sayang?" "Iya, Mi. Delisa tak mau Papi memilih Tante jahat itu!"Mikayla tersenyum senang. Ia berharap rencananya kali ini berhasil.Tak lama kemudian bel rumah berbunyi. Gio datang dengan wajah cemasnya."Papi, Delisa tak mau melihat Papi bersama Tante jahat itu lagi," ujar Delisa.Mikayla hanya diam dan seolah tak mendengar perkataan Putrinya."Kenapa Delisa bicara begitu, sayang? Tante Maya itu adalah Tante Delisa. Dia tidak jahat," sahut Gio lembut.Gio melempar pandangan ke arah Mikayla. Ia tahu, pasti semua yang dikatakan Delisa adalah ajaran darinya."Tidak, Papi! Tante itu bukan Tante Delisa! Dia jahat! Dia sudah merebut Papi
Harga diri laki-laki.Part: 9***Gio pindah ke sebuah apartemen yang telah berhasil ia beli. Saat hendak memejamkan mata, bayangan peristiwa satu tahun yang lalu kembali muncul dalam memori otaknya.Saat itu Gio baru pulang dari luar kota. Ia memang pulang lebih awal dari rencananya.Suasana rumah begitu sepi. Gio berpikir kalau Delisa sudah pasti sudah tidur. Gio yang ingin memberi kejutan pada sang istri, masuk ke dalam rumah secara diam-diam dengan menggunakan kunci cadangan yang ia bawa.Namun, malah sebaliknya. Gio yang dibuat begitu terkejut ketika mendapati sang istri sedang bersama pria lain di dalam kamar mereka."Mikayla!" hardik Gio.Mikayla yang tengah terkapar lemah di bawah selimut menjadi pucat karena terkejut."Bajingan!"Gio menarik pria yang bersama Mikayla. Pukulan bertubi-tubi Gio layangkan pada pemuda yang bernama Hendri itu."Mati kau pecundang!" maki Gio.Hendri terluka parah, tapi ia pun sempat membalas Gio hingga kening Gio berdarah."Mas, cukup! Ampun, Mas
Harga diri laki-laki.Part: 8***"Mas," lirih Mikayla mendekat.Gio bergeming, tatapannya kosong ke depan."Mas, apa memang tak ada tempat bagiku dalam hatimu lagi, Mas? Aku bersedia melakukan apa saja, asal Mas melupakan kesalahan besarku di masa lalu," papar Mikayla.Lastri juga turut mendekat ke arah Mikayla dan menepuk lembut pundak sang menantu kesayangan."Maaf, tapi aku sungguh tak bisa melupakan kejadian itu, Mikayla. Walau sudah setahun berlalu, bayangan saat melihat kau tengah satu ranjang dengan laki-laki itu selalu terngiang dalam ingatanku. Aku tidak sudi menyentuhmu lagi. Aku merasa begitu geli dan menjinjikkan ketika membayangkan peristiwa silam."Mikayla sangat terpukul dengan pernyataan sang suami. Tubuhnya goyah, bahkan hampir tersungkur ke lantai. Namun, Lastri dengan sigap memeluk menantu tersayangnya."Diam kau Gio!" hardik Lastri."Mama yang diam!" sambung Reno."Selama ini Papa selalu mengalah pada Mama. Tepat di mana harga diri Gio, putra satu-satunya yang Pap
Harga diri laki-laki.Part: 7***Lastri pulang ke rumahnya, menceritakan masalah ini pada Reno, sang suami."Pa, ternyata Mas Arkan memiliki istri lain sebelum menikahi Mery."Reno terkejut hingga membuat ekspresi wajah tuanya semakin lucu."Jangan ngada-ngada, Ma.""Papa gak percayaan banget sih. Tadi Mama baru saja dari rumah istri pertama Mas Arkan, dia juga memiliki seorang putri. Yang mengkhawatirkan, putrinya itu sedang dekat dengan Gio," papar Lastri antusias."Kok bisa, Ma? Kenapa selama ini tak ada berita sama sekali tentang Anak dan istri Mas Arkan itu? Harusnya putri dari istri pertamanya juga diakui di depan publik.""Ngapain pakai diakui segala. Mereka itu beda kelas dengan Mbak Mery, Pa. Pastinya Mas Arkan lebih memilih berlian lah dari pada butiran debu begitu," cibir Lastri.Reno menggeleng-geleng heran. Istrinya tak pernah berubah. Semua hanya diukur dengan harta."Terserah Mama saja. Papa malah penasaran dengan sosok saudari Mikayla itu.""Jangan katakan saudari Mik
Harga diri laki-laki.Part: 6***"Tenang dulu, Ma. Aku butuh dukungan Mama saat ini. Aku tidak rela kehilangan Mas Gio," ujar Mikayla."Mama akan selalu ada di pihakmu, sayang."Lastri kembali memeluk Mikayla.--Sementara di sisi lain, Maya juga tengah memeluk tubuh sang Ibu."May, maafkan Ibu, Nak. Seharusnya dulu Ibu bisa mempertahankan kebahagiaanmu," lirih Asih."Ini bukan salah Ibu. Namun, yang aku sesali sekarang, kenapa harus istri dari Tuan Gio yang menjadi Adik tiriku, Bu. Kenapa?Asih perlahan merenggangkan pelukannya. "Ada apa, Nak?"Maya menarik napas panjang, mata indah itu tertutup beberapa detik sebelum bersuara kembali."Tuan Gio selalu mendekatiku di kantor, Bu. Aku sudah berusaha menjauhinya. Walaupun tak ada tindakan yang berlebihan selain makan siang. Namun, hal itu berlangsung selama dua bulan ini."Asih mengerutkan keningnya sambil berpikir. "Apa mungkin Gio menyukaimu?""Aku tak tahu, Bu.""Kalau benar, maka jauhilah, Nak! Sakit hati Ibu memang sangat dalam,
Harga diri laki-laki.Part: 5***Maya mencoba menyadarkan Mikayla. Sedangkan Asih tak peduli sama sekali. Luka di hati wanita paruh baya itu sudah berkarat. Hingga untuk melunturkannya butuh waktu lama, bahkan tak akan mungkin bisa kembali pulih."Tuan, tolong ambilkan minyak angin yang ada di atas meja itu!" Gio dengan sigap bergerak. Maya mengoleskan ke hidung, dan bagian belakang leher Mikayla. Perlahan Mikayla mulai sadar, Maya juga memberikan minum."Minum dulu! Kamu pasti syok," ujar Maya.Mikayla meneteskan air mata, ia duduk dan langsung memeluk Asih dengan erat."Maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu kalau ternyata Ayah dan Bunda saya pernah menoreh luka begitu dalam pada keluarga Ibu," lirih Mikayla terisak.Asih bergeming, ia tak membalas pelukan Mikayla. Dalam hati Asih pun ikut menangis.Siapa yang harus dipersalahkan?Mikayla?Bukankah Mikayla tak tahu apa-apa?"Sekarang kamu sudah tahu semuanya. Lalu apa tanggapanmu?" tanya Maya datar.Mikayla melepaskan pelukannya, dan
Judul: Harga diri laki-laki.Part: 4***Pagi harinya, Gio bangun dengan disambut wajah cemberut oleh Delisa."Hey, Anak Papi! Kenapa wajahnya masam di pagi hari ini?" tanya Gio sambil menaikan Delisa di atas pangkuannya."Delisa marah sama Papi," ujar Delisa."Lho, marah kenapa?" Gio menautkan alisnya menanggapi ucapan putri tercinta."Tadi malam Delisa sudah siap-siap buat makan di luar, tapi Papi malah tidur cepat.""Oh, jadi itu alasan Delisa marah?""Iya."Mikayla hanya mendengarkan sambil tersenyum."Baiklah, sayang. Sebagai tanda maaf Papi. Hari ini kita jalan-jalan sampai sore. Mumpung wekeend," ujar Gio."Beneran, Pi? Asyik! Mami siap-siap yuk!" ajak Delisa antusias.Mikayla ikut senang. Ia dan Delisa langsung bergegas untuk bersiap.Sedangkan Gio hanya berniat membahagiakan putrinya.--Kini Gio, Mikayla dan Delisa bermain di area taman. Tak jauh dari sana juga ada restoran. "Sayang, kita makan siang dulu yuk!" ajak Gio pada Delisa."Ayo, Pi." Sementara Mikayla seperti ta
Judul: Harga diri laki-laki.Part: 3***"Bu, boleh aku menanyakan sesuatu?" tanya Maya pada Ibunya."Tanyakan saja, Nak!"Maya menarik nafas berat, kemudian bertanya. "Dimana kuburan Ayah?"Asih bergeming, seketika mata tua itu langsung berembun.Maya tahu, sang Ibu pasti tak suka membahas soal ini. Namun, Maya sangat penasaran."Baiklah, Maya. Ibu rasa ini sudah waktunya memberitahumu," ucap Asih.Maya mendengarkan dengan serius."Ibu akan mengantarkanmu ke tempat pemakamannya besok. Setelah itu tidak perlu menanyakan tentang Ayahmu lagi pada Ibu.""Maafkan aku, Bu. Sebagai seorang Anak, aku hanya ingin mengunjungi Ayahku. Walaupun kenyataannya Ayah sudah berbuat tidak adil pada kita. Namun, Ayah sudah tak ada. Bukankah sebaiknya kita memaafkan kesalahannya?"Asih Terdiam. Sakit hatinya masih belum hilang. Saat itu Arkan Santosa sukses dalam usahanya. Kehidupan Asih dan keluarga berubah drastis.Maya yang berusia dua tahun, belum mengerti apa-apa. Asih merasa suaminya berubah semenj