Suasana makan pagi di rumah Tresno. Para pelayan menyiapkan berbagai jenis makanan enak dan bergizi yang dibuat khusus oleh chef pilihan Verawati.
Namun di meja makan bernilai ratusan juta, dari 10 kursi yang tersedia hanya terisi oleh dua orang. Tresno dan Verawati. Sepi dan hening, kehangatan yang tersisa hanyalah saat Verawati yang selalu bersikap lembut dan perhatian pada suaminya.
Suasana jadi lebih berisik saat Tresno dan Verawati dikejutkan dengan kedatangan si anak hilang mereka yang sudah berbulan-bulan tidak pulang ke rumah karena sibuk mengurus bisnisnya sendiri.
“Selamat pagi papi dan mami. Anak bungsu kalian pulang nih,” sapa TT dengan nada ramah, namun lebih dimaksudkan untuk menyindir sang ayah.
Sang Ibu langsung memeluk sayang TT untuk meluapkan rasa kangennya bertemu TT. Verawati juga menyindir Tresno untuk menyambut TT. Tresno bersikap dingin karena masih kesal pada TT itu yang tidak menuruti keinginannya untuk belajar mengurus Bank.
Tresno sebenarnya ingin TT yang menggantikannya setelah kakak TT, Adam Tresno meninggal. Namun penolakan TT yang memilih jalan lain membuat Tresno mengusir TT dan sampai sekarang selalu bersikap dingin kepada TT.
Namun tidak bisa dipungkiri, sedingin-dinginnya seorang Ayah kepada anaknya masih ada rasa rindu yang tersimpan meski dia tutup rapat agar tak ada siapa pun yang tahu demi menjaga gengsinya sebagai orang yang paling di segani dalam keluarga.
“Duduk manis ya bayinya mama,” ucap Verawati memanjakan anak bungsunya itu.
Verawati mau memanggil pelayan agar menyiapkan sarapan untuk TT, namun Tresno lebih dulu memanggil pelayan lain yang sangat ingin dia perlakukan kejam di rumah ini.
“ALANIIIIS!” teriak Tresno.
TT mendelik mendengar nama Alanis di sebut.
Saat Alanis tiba, TT sudah menghilang dari ruangan tersebut. Verawati dan Tresno bahkan tidak menyadari gerakan TT yang begitu cepat sehingga mereka kebingungan ke mana perginya si anak bungsu.
“BAGUUUSSSS!” teriak Tresno memanggil anak bungsunya.
Kini giliran Alanis yang tiba-tiba saja bereaksi mendengar nama itu.
“Bagus? Masa sih Tubagus Tresno?”
Otak Alanis langsung memproses data-data dalam memori otaknya mengenai apa yang dia ingat tentang TT, yang Alanis tahu nama lengkapnya adalah Tubagus Tresno.
“Nggak mungkin! Anak pemilik Tresno Bank nggak akan mau jadi bos pakaian dalam wanita. Penduduk Indonesia lebih dari 200 juta. Pasti banyak nama yang sama!”
Otak Alanis menekan tombol ENTER dan itulah hasil pemikiran yang dia putuskan.
Dari balik pintu ruangan lain, TT mengintip. Ternyata dugaannya tidak meleset.
Suara yang kemarin dia dengar saat menelepon ke ponsel Alanis adalah suara Imas, kepala pelayan di rumah ini.
Dan satu lagi tebakannya, memang benar Alanis kini ada di rumah orang tuanya bekerja sebagai pelayan.
“Bodoh banget dia mau kerja di rumah seram kayak gini. Kecuali papi kasih gaji gede! Dasar cewek matre!” sindir sebal TT untuk Alanis.
“Jangan sampai Alanis tahu gue termasuk penghuni rumah ini juga!” gumam TT waspada.
TT coba mengingat-ingat apakah masih ada pajangan foto keluarga yang ada gambar dia. Barangkali saja ada yang kelupaan dibuang sama bapaknya saat TT diusir dari rumah. TT tidak mau Alanis sampai melihat itu. Awalnya TT yakin sudah semua dibuang. Namun TT berubah pikiran, dia masih curiga dengan satu tempat lain yang diduga masih memajang foto itu.
Kini TT sudah berada di ruang keluarga lantai tiga, tempat yang semenjak TT diusir sudah jarang disinggahi Tresno dan Verawati.
Dan benar saja dugaan TT, masih ada foto keluarganya yang lengkap, termasuk TT dan almarhum kakaknya yang dipajang di rak sebuah lemari.
“Tuh kan! Nyaris saja!” ucap lega TT.
Sejenak menatap foto itu, ada perasaan rindu ingin keluarganya harmonis seperti dulu. Sejak dia berkuliah di Amerika, TT memang mulai jauh dengan keluarganya. Apalagi dia merasa cemburu dengan perlakuan berbeda yang diberikan Tresno kepada dia dan kakaknya.
Tresno sudah berbulat tekad untuk memberikan Adam posisi sebagai pewaris tahta walaupun secara prestasi akademis TT jauh lebih pintar dari kakaknya. Sejak itu dia tidak mau tahu lagi urusan keluarganya dan fokus berkuliah, belajar bisnis dan bertekad membuka usaha sendiri tanpa bantuan dari orang tuanya.
TT pun bahkan tidak tahu bahwa Alanis adalah penabrak kakaknya hingga meninggal. Dia hanya tahu kabar kakaknya meninggal ditabrak, ya sudah. TT hanya menganggap itu musibah dan tak mau ikut-ikutan membenci penabraknya.
“Alanis, tugas kamu sekarang beresin ruangan ini. Anak bungsu pak Tresno sudah pulang. Dia sering menghabiskan waktunya disini.” Perintah Imas si kepala pelayan pada Alanis.
Suara dari arah pintu bikin lamunan TT buyar. Mendengar nama Alanis disebut, TT bingung sendiri takut ketahuan dan langsung bersembunyi dibalik tirai. Tak lupa dia membawa foto keluarga bersamanya.
Alanis dan Imas tiba di dalam ruangan. Tak menyadari TT sedang mengintai mereka. Imas berlagak bos, menyuruh-nyuruh dan memperlakukan Alanis dengan seenaknya.
TT yang melihat perlakuan Imas terhadap Alanis jadi kesal sama Imas, sebaliknya dia merasa iba pada Alanis.
“Imas, gue kurung di wc elo ya!” bisik TT gregetan.
Namun apa daya TT tak bisa berbuat apa-apa, dia tidak mau Alanis sampai tahu kalau dia adalah anak bos yang memperlakukan Alanis dengan kejam. Bisa-bisa nanti Alanis jadi benci sama dia.
Imas meninggalkan Alanis sendirian di sana. Alanis mulai bersih-bersih ruangan. Wajahnya tampak sangat letih dan sedih menahan beban berat yang kini harus dia tanggung.
“Harusnya gue milih kerja di tokonya mas TT aja,” sesal Alanis tanpa sadar orang yang dia maksud sedang mendengarkan dan tersenyum lebar, selebar pulau Kalimantan.
Dari balik tirai TT memonyongkan bibirnya meledek puas seolah merayakan kemenangannya atas Alanis.
“Elo tuh termasuk kaum cewek yang merugi karena udah nolak kerja di tempat gue!” bisik TT sepelan mungkin.
Alanis terus berputar di ruangan itu mencari celah-celah kotor yang akan dia bersihkan.
Sementara TT mulai kepanasan berada dibalik tirai. Keringat bagaikan hujan deras yang membasahi tubuhnya.
“Lambat banget sih elo kerja! Cepetan! Gue gerah nih!” racau kesal TT yang ditujukan kepada Alanis.
Alanis mendelik seperti mendengar suara. Dia mengedarkan pandangan mencari asal sumber bunyi-bunyian. Alanis jadi merinding, masa di jaman digital seperti sekarang hantu masih bisa bebas berkeliaran? Begitu isi pikirannya saat ini.
Dan TT pun mulai ketar-ketir takut ketahuan. Dia menyusutkan tubuhnya dan makin terjebak di dalam tirai. Tentu saja makin membuat TT kegerahan.
Kini tiba saatnya Alanis akan memeriksa wilayah tirai yang sekarang jadi tempat persembunyian TT. Satu langkah, dua langkah, Alanis makin mendekat ke lokasi persembunyian TT. Jantung TT dag dig dug.
“Ke gep nih gue!” resah TT dalam hatinya.
Alanis mengayun tangannya siap untuk menarik tirai, TT menarik nafas dalam dan memejamkan mata, PASRAH!
“ALAAAANIIIIIS!” pekik menggelegar Tresno terdengar dari lantai bawah.
Sontak Alanis kaget, tidak jadi menarik tirai. Dia buru-buru lari ke luar ruangan untuk memenuhi panggilan Tresno.
Saat Alanis sudah tidak ada di sana, TT keluar dari balik tirai bersama air keringat yang sudah menghiasi sekujur tubuhnya.
“Alanis! Elo anak buah yang durhaka sama bosnya sendiri!” gerutu TT.
Namun di akhir kalimatnya TT melepas senyum seolah merasa bahagia menyaksikan secara langsung wajah cantik yang sudah beberapa hari ini selalu dia tunggu-tunggu kehadirannya.
Ternyata Alanis disuruh membersihkan toilet halaman belakang rumah megah Tresno. Toilet yang terdiri dari beberapa bilik, terkenal sebagai toilet terkotor dan terjorok yang ada di rumah itu karena yang menggunakannya bervariasi dari mulai para security, tukang kebun dan orang-orang luar seperti pengantar paket, tukang service dan masih banyak lagi.
Alanis mulai menyikat lantai yang sangat kotor. Dia berkali-kali mendengus sambil menutup hidung menahan bau menyengat yang luar biasa menusuk hidungnya.
“Parah banget sih baunya!” keluh Alanis.
Saat di penjara Alais memang sudah biasa melakukan pekerjaan seperti ini, namun dia tak menyangka saja masa-masa suram di sana kini terulang dengan cepat saat dia baru saja bebas.
“Arggh!” jerit Alanis tiba-tiba.
Dia dikejutkan saat melihat sebuah bayangan melintas dari arah pintu luar. Langit sudah hampir gelap, biasanya sudah jarang ada orang yang ke toilet ini. Siapa gerangan orang yang tadi lewat? Alanis mulai tegang.
Alanis coba mengintip keluar, namun tidak ada siapa-siapa. Alanis menatap sekeliling. Suasana di sekitar halaman belakang memang agak menyeramkan. Alanis lalu masuk untuk buru-buru menyelesaikan pekerjaannya.
Tak jauh dari sana ternyata TT sedang mengintip dari sudut yang tak terlihat oleh Alanis. Dia terkekeh meledek. Rupanya TT yang tadi lewat di depan pintu dan sengaja iseng menakut-nakuti Alanis.
“Makan tuh! Beraninya berkhianat sama gue!” ejek TT penuh kegembiraan.
Belum selesai sampai di situ, aksi jahil layaknya seorang bocah kembali diperlihatkan oleh TT. Dia mengambil batu, dan melemparnya ke pintu dan menimbulkan suara bising. BRAGHHH!
“Arggggh!”
Seketika Alanis menjerit lalu berlari keluar ketakutan tanpa menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.
Melihat Alanis sangat ketakutan, TT jadi cemas sendiri.
“Dia nggak apa-apa kan?” tanya TT pada dirinya sendiri.
TT yang khawatir buru-buru menyusul untuk memastikan kondisi Alanis baik-baik saja.
Alanis melapor pada Imas kalau dia tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya karena diganggu hantu. Namun Imas malah menyemprotnya habis-habisan. Imas menyuruh Alanis membersihkannya lagi dan tidak boleh pulang sebelum selesai.
TT mengintip dari arah lain Alanis sedang dimarahi oleh Imas. Dia jadi sangat merasa bersalah. Wajah sedih Alanis, TT sungguh tak tega melihatnya.
“Bodoh banget ya gue!” ucap sesal TT di dalam hatinya.
Alanis berjalan gontai menuju ke halaman belakang. Kakinya terasa berat melangkah. Dia tercengang saat sampai, dua orang security sedang membersihkan toilet dan menyuruh Alanis pulang saja, biar mereka yang membersihkan.
“Jangan, pak. Biar saya saja.”
Alanis malah takut kalau Imas tahu dia dibantu orang lain pasti akan dilaporkan ke Tresno. Bukan Alanis saja yang disemprot, dua security itu pasti juga kena tegur. Namun salah seorang security menenangkan Alanis, asal saling diam dan jaga rahasia semua akan aman.
Bukan main senangnya Alanis. Dia tak henti-henti berterima kasih karena berkat kedua orang itu Alanis bisa pulang lebih cepat.
Di dekat sana TT tersenyum lega merasa bahagia melihat senyum Alanis kembali merekah. TT lah yang menyuruh kedua security itu untuk menyelesaikan pekerjaan Alanis karena TT merasa sangat bersalah dan kasihan pada Alanis
“Elo cantik kalau senyum,”
Tak sadar mulut TT mengucapkan kalimat itu saat memandang Alanis yang sedang melangkah kembali ke dalam rumah.
Saat sadar TT memukul-mukul mulutnya, jiwa-jiwa gengsinya mengingatkan agar tetap menjadi lelaki yang dipuji wanita, bukan sebaliknya.
Di bawah langit malam yang mulai menampakkan dirinya, Alanis berjalan menuju ke stasiun kereta yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Tresno. Ada angkot sebenarnya, tapi Alanis lebih memilih jalan karena masih trauma naik mobil.
WARM! WARM! Sebuah motor sport berhenti di dekat Alanis. Alanis merasa kenal dengan motor itu dan juga helm dengan stiker segitiga merah yang dipakai pengendaranya.
“Pak TT?” ucap Alanis kepada si pengendara.
To be continue >>> 005
TT membuka kaca helm full face-nya, turun dari motor sambil membawa sebuah helm lain lalu memberikannya begitu saja pada Alanis.“Nih. Yukk jalan?” ajak TT dengan menjaga mode jaimnya agar terlihat tetap berwibawa di depan Alanis.Alanis malah bengong. Kok ini orang bisa ada disini pikirnya.TT bisa menebak jalan pikiran Alanis. Dia sudah mempersiapkan skenario yang matang sebelumnya agar Alanis tidak curiga.“Saya ada meeting di dekat sini dan kebetulan lihat kamu,” lanjut TT dengan cara bicara yang sangat formal tanpa menunggu Alanis bersuara terlebih dulu.Alanis bisa percaya apa yang dikatakan oleh TT. Namun ada satu hal yang mungkin saja membuat dia akan menolak ajakan TT.Motor dan berkendara di jalan Raya!Efek trauma Alanis bisa saja membuat dia terlihat memalukan di depan TT. Akan banyak pertanyaan nanti dari TT. Itulah yang paling dicemaskan olehnya.“Mau nggak? Saya sekalian mau tanya kenapa kamu tidak jadi bekerja di toko saya,” sambung TT.Alanis makin bertambah pusing. A
Hari berganti esok. Kini TT sedang merapihkan kamarnya. Dia memutuskan untuk pindah lagi ke rumah orang tuanya. Alasannya? Sudah jelas karena Alanis.Tapi dasar si manusia jaim, TT tetap saja menyangkalnya, meski pada dirinya sendiri. TT menyampaikan pesan ke seluruh organ tubuhnya alasan dia pindah karena untuk menghemat biaya sewa apartemen dan biaya makan sehari-hari. TITIK!Sang Ibu, Verawati, sangat senang anaknya kembali ke rumah. Ia bantu-bantu TT untuk menata ulang kamar. Bahkan Verawati sampai mau panggil agent dekorasi khusus untuk mendesain ulang kamar TT demi menyambut kepulangan si anak bungsu kesayangan.“Nggak usahlah mami! Masih bagus ini juga,” tolak TTVerawati cemberut manja. Bersamaan dengan itu suara tegas dan menggelegar memotong suasana akrab antara sang Ibu dan anaknya.“Memang lebih baik tidak usah!” suara Tresno tiba-tiba terdengar di dalam kamar.Suasana hangat antara verawati dan TT kini berubah menjadi tegang.“Bagus! Siapa yang suruh kamu kembali ke rumah
Verawati akan menjawab pertanyaan TT tentang kenapa Alanis diperlakukan kejam oleh Tresno.“Alanis, itu, pelayan baru itu....”Perkataan Verawati terhenti saat seorang pelayan masuk dan mengabarkan Alanis terjatuh saat disuruh membersihkan toren penampungan air.TT langsung cemas. Saat Verawati menanyakan kondisi Alanis, sebelum pelayan menjawab TT terlebih dahulu secepat kilat keluar dari kamarnya.Verawati agak aneh melihat reaksi anaknya, tapi tidak memusingkannya saat ini. Ia fokus dulu ke kondisi Alanis. Pelayan bilang kakinya terkilir saja. Tujuan pelayan datang ingin bertanya apakah perlu dibawa ke rumah sakit atau tidak.Sedang terjadi perdebatan hebat di pos security antara Imas si kepala pelayan dan pak Tatang si security kepercayaan TT tentang kondisi Alanis yang saat ini ada di depan mereka.Gadis malang itu merintih kesakitan memegangi kakinya. Para pekerja yang jabatannya di bawah Imas dan Pak tatang hanya bisa menyaksikan tanpa mampu melerai.“Nggak perlu ke rumah saki
BUGHHH! PRAANG!TT memukul cermin di kamarnya hingga pecah, kepalan tangannya berdarah-darah. Kemarahan, kegelisahan, kegalauan melanda pikirannya saat ini.Dia terus teringat apa yang baru saja tadi dia dengar dari ayahnya tentang siapa sebenarnya sosok Alanis di mata keluarganya, terutama bagi sang ayah.FLASHBACKTresno bangkit dari duduknya mendekat ke TT, dia menatap tajam ke TT. Tresno mendorong telunjuknya ke jantung TT.“Gadis sialan itu yang menabrak Adam! DIA ADALAH PEMBUNUH KAKAKMU!” ucap Tresno dengan berteriak di kalimat keduanya.END FLASHBACKKenapa harus Alanis? Itu pikiran TT saat ini.“Arggh SIALLLL!” teriak TT melampiaskan emosinya.Memang dia sudah memaafkan siapa pun penabrak kakaknya yang sedari dulu sampai detik ini tidak pernah dia ketahui.Namun siapa pun itu, sumpah serapah di dalam diri TT mengeluh, harusnya jangan Alanis, gadis yang kini sedang menerobos masuk mengisi hatinya.“Harusnya gue nggak usah tahu, gue nggak usah nanya sama papi soal ini!” sesal TT
Brankar melaju dengan sangat cepat membawa Amartha yang dalam kondisi tak sadarkan diri ke ruang ICU.Alanis menunggu cemas bagaimana hasil pemeriksaan dokter tentang kondisi ibunya. Seorang petugas rumah sakit lalu menyampaikan pesan agar Alanis segera mengurus administrasi dan pembayaran.Gadis malang itu jadi bingung sendiri, dia belum gajian. Uang simpanan pun tak ada. Mau minta tolong sama siapa? Alanis berpikir keras dan ada satu nama yang terlintas dalam pikirannya.“Mau nggak ya kira-kira dia nolongin gue lagi?” gumam ragu Alanis.Sementara itu di tempat lain, di waktu yang bersamaan,TT baru akan keluar toko bersama dengan Jenny. TT diajak oleh mantan calon iparnya itu pulang bersama pakai mobilnya.Jenny ingin pergi bersama TT, tapi enggan memakai motor.“Kalo mau bareng aku, ya pake motor!” tegas TT.Jenny cemberut. Namun daripada bikin TT marah dia akhirnya menyetujui tawaran TT.“Iya deh. Tapi jangan ngebut-ngebut! Aku takut,” pinta Jenny, MANJA.TT hanya mengangguk. Baru
Alanis memperkenalkan Yanto kepada TT.Alanis juga menjelaskan kalau Yanto adalah teman kuliahnya dulu yang sekarang jadi dokter di rumah sakit ini dan juga tadi telah membantu Alanis soal adminitrasi perawatan ibunya di rumah sakit.“Ohh, sudah dapat pahlawan baru ya sekarang?” sindir ketus TT.Alanis jadi merasa tidak enak dan menarik tangan TT untuk mengajaknya menjauh agar bisa ngobrol berdua tanpa ada Yanto.“Mas, kok gitu sih ngomongnya?” kata Alanis coba beri pengertian pada TT.“Emang begitukan kenyataannya?” balas TT nambah ketus.“Ya tapikan aku nggak enak sama Yanto, mas.”“Yanto? Harusnya kamu lebih nggak enak sama aku daripada sama dia!” sindir TT dengan lebih meninggikan suaranya.Alanis mendelik, bertanya-tanya kenapa TT jadi berubah seperti ini. Ada apa?Alanis yang tadinya bersikap sopan menjadi terpancing emosi. Tanpa kontrol dia mengatakan kecurigaannya pada lelaki yang kini ada di hadapannnya.“Apa karena Mas TT sering nolongin aku, sekarang mas bisa bersikap seena
Alanis menangis di depan pusara Ibunya. Satu-satunya keluarga Alanis yang tersisa kini telah tiada. Penyesalannya, kenapa hanya sedikit waktu yang dia rasakan bersama mama tercintanya setelah dia bebas dari penjara.Alanis merasa hanya kemalangan yang dia berikan kepada Ibunya, bukan kebahagiaan yang seharusnya diberikan seorang anak kepada orangtuanya.Sakit yang diderita Amartha, Alanis menyalahkan dirinya penyebab semua itu. Tragedi kecelakaan empat tahun lalu benar-benar telah menghancurkan keluarga bahagia milik Alanis, karena kesalahan Alanis.“Maafin Alanis, ma. Maaf. Mama pergi gara-gara Alanis.”Hanya kata maaf yang bisa terucap. Air mata yang mengalir nyaris tak terhenti. Tangisan sendu Alanis mewarnai suasana pemakaman yang tampak sepi. Tak banyak orang yang hadir disana.Di samping Alanis yang selalu mencoba menenangkan Alanis adalah seorang lelaki, tapi bukan TT. Yanto yang ada disana.“Elo yang kuat ya, Nis. Gue ada di sini sama elo,” ucap Yanto pada Alanis.Dan TT hanya
Sambil memeluk foto Ibunya, Alanis termenung memikirkan nasibnya saat ini. Dia dipaksa pindah dari rumah kontrakannya, belum lagi besok dia sudah harus kembali bekerja di rumah Tresno, sesuatu yang paling tak ingin dia kerjakan untuk saat ini.Alanis jadi teringat perkataan Tresno saat pertama kali dipaksa bekerja disana, pilih menderita bekerja di rumah Tresno atau pilih menderita di luar sana agar Ibunya Alanis yang sakit-sakitan menyaksikan secara langsung balas dendam yang dilakukan Tresno untuk menyakiti Alanis.“Sekarang mama udah nggak ada, harusnya gue nggak perlu takut lagi sama ancaman itu!” batin Alanis berbisik.Tapi masalahnya sekarang adalah...“Gue butuh banget uang! Gue harus kuat sampai gajian nanti, baru gue pergi darisana!” Dan akhirnya Alanis meyakinkan diri untuk memilih keputusan yang sangat dia benci.Faktor ekonomi memang jadi masalah besar buatnya sekarang. Belum lagi dia harus cari rumah kontrakan baru, pasti butuh uang cepat.“Kemana gue harus cari uang ya
Di sebuah masjid di lingkungan perumahan mewah, Boril terlihat sudah berbusana muslim lengkap, bersiap untuk shalat Dzuhur berjamaah. Boril masih sibuk memainkan ponselnya baca-baca postingan orang sambil tersenyum-senyum sendiri“Siapa tahu abis shalat berjamaaah, doa-doa gue buat dapet pacar cewek cantik bisa terkabul! Nggak perlu jadi pacar boongan lagi buat si Alanis! Aamin… Aamiin… Aamiin ya robb… “Boril mengusap wajahnya serius berharap doanya terkabul. Seorang jamaah masjid akan segera iqomah, tanda shalat berjamaah akan dimulai.Akibat masih sibuk mainkan ponselnya, Boril ditegur sama jamaah lain.“Bang, udah komad! Simpen dulu dong hapenya!”“Iya iya bawel!” jawab Boril sebal sama si penegur.Boril menyimpan ponsel di saku baju kokonya. Boril masuk barisan menyusul para jamaah lain yang sudah duluan shalat lalu segera niat sholat bersamaan dia melakukan takbiratul ihram.“ALLAHU AKBAR…” ucap Boril dengan khusyu.Baru saja mau shalat dimulai, terdengar sayup-sayup suara ribut
Tresno agak menciut melihat Verawati sudah marah. Selalu begitu seperti sebelum-sebelumnya. Namun, dia pantang dan gengsi untuk menunjukkan kelemahannya di hadapan banyak orang kalau dia gentar menghadapi sang istri.“Saya akan lepaskan dia, tapi setelah dia bicara dengan mulutnya sendiri kalau dia sudah punya hubungan terlarang dengan si Bagus!” tegas Tresno.Verawati mendelik, dia tak terlalu terkejut. Dia sudah menduganya dari awal.“Kamu tahu dari siapa, mas?” tanya curiga Verawati.Tresno hanya tersenyum sinis. Verawati lalu melihat sosok Yanto di dekat Tresno, sosok yang tampak asing dimatanya.Verawati menduga orang itulah yang memberi tahu meski dia tak tahu apa hubungan orang itu dengan Alanis dan TT.Tresno lalu mengalihkan tatapan tajamnya pada Alanis.“Tapi jangan senang dulu setelah saya lepaskan! Hidup kamu di luar sana akan saya buat lebih menderita!” ancam Tresno pada Alanis.JRENG! Alanis makin ketakutan mendengar ancaman Tresno. Dia tahu Tresno bukan orang yang cuma
“ALAAANIIIIIIIIS!”Teriakan murka Tresno menggelegar di seisi rumah megah miliknya.Tresno melangkah cepat dengan wajah yang garang dan berhenti di ruang tengah rumah. Di belakang Tresno, ada Yanto yang mengekor disana.Imas dan beberapa pelayan berlarian menuju ke ruang tengah saat mendengar teriakan sang majikan. Mereka berkumpul dan menghadap dengan ekspresi wajah yang tegang.“Mana Alanis?” teriak Tresno bertanya pada para pelayannya.Semua pelayan diam, tak ada yang berani menjawab. Hanya saling pandang ketakutan dengan isyarat-isyarat wajah yang menggambarkan rona kekesalan dari kalimat yang sangat ingin mereka katakan.“Pasti si Alanis bikin ulah lagi! Dasar cewek pembawa bencana!” Begitulah kira-kira isi otak para pelayan saat ini.Saat semua terdiam, hanya Imas yang akhirnya berani menjawab pertanyaan Tresno.“Tadi saya suruh untuk bersihin gudang lama di lantai 4, pak.” Kata Imas dengan sangat sopan.“Panggil!” perintah Tresno.Imas menyuruh salah satu pelayan untuk segera m
Mendapat kabar tentang TT, Boril langsung pergi menuju bar sesuai informasi yang Boril terima. Dia di sambut hostes bar yang sebelumnya menemani TT minum dan yang juga menelepon Boril.Boril sempat melirik jahil pada penampilan menggoda si hostes. Dress ketat merah menyala di atas lutut dengan belahan dada terbuka plus tanpa lengan. Body-nya semok pula!“Kacau si TT mainnya sama yang bohai-bohai! Itu pantat tebel banget dagingnya! Tapi soal muka sih jauhlah menang si Alanis!” bisik pelan Boril.Ucapan Boril samar-samar terdengar oleh si hostes yang langsung melirik dan melempar senyum manis nan menggoda pada Boril.“Mau aku temenin minum, mas? Aku masih ada waktu sampai jam 3 malam nanti,” tanya ramah si hostes paada Boril.Boril langsung menyambar dengan gelengan kepalanya.“Langsung aja anter ke temen saya, mbak!” jawab rusuh Boril yang tampak ngeri langsung ditembak rayuan yang bisa saja membuatnya tergoda.“Gue mau tobat main cewek!” lanjut Boril bergumam sendiri, kali ini volume
Alanis tertunduk sembari menutup wajahnya. Tak tahu lagi harus berkata apa. Hanya bisa menyesali kenapa Yanto bisa begitu tega melakukan hal itu kepadanya.Boril memang tidak tahu siapa penyebab kematian kakak dari sahabat dekatnya karena dulu dia berada di Amerika bersama TT. Boril mengikuti sikap TT yang tidak ikut campur dalam urusan hukum tentang kasus kecelakaan tersebut.Meski ada rasa kaget dan juga kecewa bahwa ternyata penyebab kecelakaan itu adalah gadis yang ada di sampingnya, namun Boril tak bereaksi berlebihan. Hanya satu yang kini menjadi pertimbangannya untuk bersikap.“TT melupakan kecelakaan itu dan tulus menerima Alanis sebagai kekasihnya, berarti Alanis adalah gadis spesial. That’s All!” bunyi otak Boril menentukan sikapnya.Boril melebarkan senyumnya, manis saat menatap Alanis namun sinis saat memalingkan wajah kepada Yanto.“Yang justru lebih gue pengen tahu, Apa sih yang lo mau kasitau ke orang lain yang lo maksud? Dan siapa orang lain itu?”Yanto terperangah men
Masih terus berulang terdengar di telinga TT pertanyaan sang ibu yang baru saja dilontarkan. Tatapan TT pada Verawati tetap tak bergerak, sorot mata yang terarah pada wajah cemas sang ibu tampak sangat gelisah namun bercampur rasa harap.TT tetap terpaku dalam diam tanpa kata dan bahasa. Mulutnya rapat terkunci seolah tak yakin.Apakah sosok wanita yang sangat menyayangi TT itu akan menyimpan rahasia ini rapat-rapat jika TT menjawab jujur pertanyaan yang tertuju kepadanya?“Kamu diam, berarti mami tahu jawabannya. Memang Alanis gadis itu,” ucap sang ibu lembut namun terlontar sangat yakin.Jantung TT makin berdetak kencang. Dia seakan tak punya celah untuk mengelak lalu melarikan diri dari situasi ini.Bibirnya kelu tanpa ada rasa ingin untuk menjawab walau sebenarnya dia bisa saja menyangkal apa yang diyakini oleh Verawati.“Kalau tidak bisa, tidak perlu menjawab. Mami sangat tahu kamu dan sangat mengenal kamu, nak. Apa arti gurat cemas di wajah kamu itu, mami sudah paham,” ccap Vera
Di tengah rehat acara anniversary, di private room hotel yang disewa oleh keluarga Tresno kini terjadi pertengkaran hebat antara Tresno dan TT.Ada juga Jenny dan Verawati di sana. Verawati berdiri di tengah-tengah posisi Tresno dan TT. Sang ibu sangat cemas dan berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang lebih parah dari sekedar adu mulut antara sang ayah dan sang anak.Ekspresi wajah TT sudah sangat memerah terbakar emosi. TT tak terima dengan cara Tresno yang tiba-tiba mengumumkan begitu saja soal pernikahan dengan Jenny kepada publik padahal TT sendiri tidak pernah mau menikah dengan Jenny."Bagus memang anak Papi, tapi Bagus bukan boneka yang bisa diperlakukan seperti ini! Papi kan udah tahu sendiri Bagus nggak pernah mau nikah sama dia!" ucap marah TT kepada sang ayah sambil menunjuk telak ke arah Jenny"Kamu terlahir dari darah Tresno Senopati dan selamanya tidak akan pernah berubah! Dan selama saya masih hidup, kamu harus tunduk dalam aturan yang sudah saya buat! Tidak ada alasan u
TT menyeret Boril lebih jauh dari posisi sebelumnya yang masih dalam venue pesta dan kini mereka sudah berada di toilet hotel.TT memeriksa satu persatu bilik WC yang ada di dalam untuk memastikan tidak ada satu pun orang di dalamnya. Boril pun semakin bingung melihat tingkah TT."Lo ngapain sih sampai ke sini-sini segala?" protes boril pada TT.“Sampe semua diperiksain gitu! Nggak bakalan ada bom disini! Intel bokap lo canggih-canggih!” lanjut Boril yang tambah sebal sama kelakuan aneh sahabatnya itu. "Justru gua pengen ngomong apa yang tadi lo omongin!" sambar TT.“Disana aja kan bisa mas bro!”“Harus disini!”“Why bro TT? Why?”“Berisik! Nurut aja apa kata gue!” sungut TT kesal."Gue kan lagi curhat ngapain lu yang sewot!" timpal Boril tak mau kalah."Curhat lo salah sasaran!" balas TT enggan menyerah."Salah sasaran gimana sih? Gue makin nggak ngerti!" tanya bingung Boril.TT memandang sekeliling sekali lagi untuk memastikan bahwa situasi aman, tak ada satupun manusia yang bisa m
Kediaman Tresno Senopati kini tampak sedang sibuk-sibuknya. Persiapan keberangkatan Tresno beserta istrinya dan para rombongan sedang direncanakan dengan matang oleh para staf Tresno.Di saat situasi sedang serius-seriusnya datang seorang lelaki muda seumuran dengan TT berpenampilan santai persis seperti stylenya Ariel Noah. Celana jeans serta jaket denim dan kaos bermerek EH RIGO melekat di tubuhnyaLelaki itu langsung menghampiri Tresno dan Verawati sambil menyalami lalu menyapa dengan santai dan sudah terlihat dia cukup akrab dengan dengan kedua orang tua TT."Apa kabar om, tante?"“Syahril! Apa kabar?" jawab heboh Verawati yang senang menyambut kedatangan lelaki itu."Boril, tante! Di depan umum jangan panggil nama asli aku ya," protes Syahril alias Boril.“Halah kamu ya! Masih ngefans aja sama vokalis band itu. Apa sih namanya? No Ah?” canda Verawati sambil tertawa ceria.“NOAH, tant! Jangan dipisah! Masa sih nggak tahu sama band terbaik se Indonesia?” lagi Boril protes sama Vera