“Tuan Kendrick Bahesmana. Kau masih belum menjawab pertanyaanku,” tagih Lizy dengan suara beratnya.Tatapannya begitu tajam, dia tak segan-segan menatap ketua mafia kejam itu dengan sinis.Satu sudut bibir Kendrick terangkat, tersenyum meremehkan gadis itu. Tapi Kendrick mengakui jika dia adalah gadis pemberani.“Jawaban apa yang kau mau? Itu sudah jawabanku.”“Ta-tapi kan, itu jawaban yang aku mau!” protes Lizy masih ngotot. “Kalau masih belum puas, kau tanyakan saja pada Amber. Aku memiliki pekerjaan lain.”Pria itu menghampiri Lily, tanpa berbasa-basi dia menggenggam tangannya. Menariknya dari meja tersebut.“Sudah, ya? Aku pergi dulu.”“Selamat bersenang-senang.”Seorang wanita cantik berambut merah jahe seperti Lily berdiam di depan pintu restoran. Sorot matanya terus menatap ke arah Lily.Lily juga menatap padanya, entah kenapa wajahnya seperti tak asing. Dia sangat cantik walaupun sudah tak muda. Lily bisa menebak umurnya sekitar 40 an.Saat Lily mendekat padanya, d
“Semuanya itu mungkin terjadi, Lily. Kau sendiri tidak ingat tentang masa lalumu saat masih bayi. Jangan berkecil hati dulu.”“Oleh karena itu aku tak goyah saat mengatakan jika kau itu berasal dari keluarga Hartberg. Aku mengatakannya karena batinku bilang begitu.”Lily sedikit menahan tawa. Kendrick itu sepertinya orang yang sangat nekat tanpa pernah berpikir tentang akibatnya.“Kau bilang semuanya itu mungkin terjadi. Jadi bagaimana jika sebenarnya aku bukan berasal dari keluarga itu, hm?” tandas Lily.Kendrick hanya tersenyum. Sekarang dia paham dengan sifat gadis itu. “Pengalamanku lebih banyak darimu, Lily. Jangan pernah meremehkan ilmu hidupku, aku telah menjadi ketua gangster selama bertahun-tahun dan telah menyelidiki banyak kasus.”“Oh, siap. Si paling berpengalaman,” ejek Lily mulai kesal. Dia bosan berdebat dengan pria itu. Menurutnya itu tak akan pernah selesai dan dia juga tak akan pernah menang.Danielle membelokkan mobil ke salah satu restoran yang memiliki n
“Oh, Danielle? Kau di sini?”Langkah pria itu mendekat. Dia bersalaman dengan Danielle. Duduk di kursi kosong yang berada di samping Lily.“Di mana Kendrick? Katanya dia berada di sini?”“Dia sepertinya ke toilet. Tadi dia menelepon seseorang. Apa dia meneleponmu?” tanya DanielleAlvin menatap pada layar ponsel, ternyata Kendrick telah menutup teleponnya. Sepertinya dia mendengar percakapannya dengan Danielle.“Eh, iya. Aku meneleponnya tadi, makanya aku kaget karena Kendrick tak ada di sini.”Sementara itu Lily tak menyadari keberadaan pria berambut merah di belakangnya. Dia tetap merenung sambil menikmati pemandangan itu.Saat menatap rambut gadis di sampingan yang berwarna merah jahe bergelombang, Alvin teringat pada adiknya, Lizy. Rambut gadis itu persis dengan rambut adiknya.“Danielle. Ini siapa?” tanya Alvin dengan kode menggerakkan wajah.“Oh, itu Lily,” jawab Danielle santai dengan wajah yang tertuju pada hal lain.Mata Alvin sedikit membelalak. Dia merasa dirinya s
“Maksudnya?”Alvin kaget dengan apa yang Kendrick katakan, dia pikir Kendrick itu sudah gila. Dia menatap pada Lily dengan heran. Sebenarnya dia mengerti apa yang di maksud Kendrick, namun dia tak bisa percaya akan hal itu.“Bagaimana, sih? Kau bisa mengatakannya dengan jelas, tidak?” ucap Alvin karena sangat ragu dengan pemikirannya sendiri. Dia masih yakin jika dirinya tak memahami.Kendrick melipat kedua tangannya sambil memerhatikan bahasa tubuh pria berambut merah itu. Dia sangat paham jika Alvin masih ragu akan hal itu.“Tenanglah, jangan ragu. Apa yang sekarang kau pikirkan itu tak salah, Alvin.”“Aku telah mengatakannya dengan jelas dan kau sudah mengerti akan hal itu. Tapi kau masih ragu. Benarkan?”Alvin menundukkan kepala, dia merenungkan apa yang Kendrick ucapkan itu. Dia bisa mengakui jika temannya itu tak salah. Tapi Alvin bingung. Bagaimana cara dia mengetahui isi pikirannya?“Eh ... iya. Kau benar, Kendrick.”“Bagaimana kau bisa tahu?”Sudut bibir Kendrick t
Merasa letih setelah mengantarkan ayahnya ke bandara. Melemparkan kotak hitam pemberian Kendrick itu ke ranjang, Alvin merebahkan tubuhnya. Sorot matanya memandang langit-langit atap. Ada banyak sekali hal aneh yang terjadi hari ini.Mulai dari adik perempuan kecilnya yang meminta diambilkan bintang di langit sampai dengan pernyataan Kendrick jika sebenarnya Lily memiliki saudara pisah.Semua itu benar-benar aneh, tapi Alvin masih penasaran dengan apa yang Kendrick bicarakan. Dia ingin tahu kebenaran di balik siapa Lily sebenarnya.Alvin bangun, dia menoleh ke kotak hitam misterius itu. Dia mengambil kotak itu. Alvin penasaran, dia belum membukanya sama sekali hari ini.Penutupnya dia buka dengan perlahan. Isinya itu sangatlah aneh, Alvin meletakkan penutupnya dengan mata yang tak terpejam dari isi kotak itu. Isinya seperti kertas yang berisi tulisan dan juga sebuah kotak berwarna merah. Alvin mengambil kertas tersebut. Membuka gulungannya perlahan. Ternyata isinya membuat dia l
Di ruang tengah, Kendrick melihat Danielle sedang yang sibuk dengan komputer dan juga berkas-berkasnya. Dia mengerjakan pekerjaan yang Kendrick berikan untuk mempersiapkan materi meeting di kantor nanti.Selain menjadi salah satu anggota gangster, Danielle juga bekerja sebagai sekretaris pribadi Kendrick. Yang membantu hampir semua pekerjaan KendrickKendrick melihat pada kopinya. Itu adalah kebetulan yang menguntungkan. Kendrick pun menghampiri Danielle“Danielle. Aku punya kopi untukmu.”Kendrick meletakkannya di samping Danielle. Saat melihat kopi itu, perasaan Danielle sedikit tak enak. Selama 5 tahun bekerja di sini, Kendrick tak pernah memberinya kopi seperti ini. Danielle sangat bingung.“Tumben kau—“Kendrick memberi isyarat diam padanya, matanya memutar ke arah dapur.“Jangan keraskan suaramu. Nanti Lily mendengarnya,” ucap Kendrick dengan nada berbisik. Danielle mengerti sekarang, itu adalah kopi buatan Lily. Mungkin rasanya mengerikan, oleh karena itu Kendrick memb
Melangkah dengan tatapan kosong, gadis yang sebelumnya ceria itu sekarang menjadi tak bersemangat. Dia meletakkan roti buatannya itu di meja ruang tamu. Sekarang Lily tak punya mood untuk memberikan roti itu pada Kendrick.Lily bernafas berat. Tubuhnya sangat melemas seperti bunga yang layu. Dia menoleh ke belakang, Kendrick yang sedang berbincang dengan pesuruhnya itu bisa terlihat dari kaca. “Sepertinya dia tak sebaik yang kupikirkan.”Wajah Lily memerah, dengan alis yang berkerut kesal. Namun saat dia pikir-pikir, itu semua adalah kesalahannya.“Seharusnya saat itu aku memberitahu Kendrick jika kakek Bretton yang telah menyelamatkanku dari penculik itu dan mengantarkanmu ke rumahnya,” gumam Lily menyesal. Dia melihat ke arah Kendrick kembali. Pandangannya sangat sinis. “Tapi aku akan mengatakannya sekarang.”Melangkah dengan secepat kilat. Lily menghampiri pria itu tepat di hadapannya. Tatapannya yang tajam tampak sangat sinis dengan wajah yang memerah.Kendrick tak bisa
“Bawa aku ke sel tahananmu, Tuan.”Pupil mata Kendrick mengecil dan matanya sedikit membelalak. Dia bingung dengan maksud gadis itu.“Maksudmu bagaimana? Aku tak bisa membawamu ke sel itu.”“Kenapa tidak bisa, Tuan? Kau tak ingin aku mengunjungi kakek Bretton karena tak mau aku melihat dia disiksa di sana?” balas Lily kesal. Dia bisa melihat kepanikan di wajah pria itu. Membuatnya semakin yakin jika Kendrick sedang menutupi sesuatu.Pria itu menggelengkan kepala dengan panik. “Tidak, Lily. Bukan begitu maksudnya.”“Tadi aku hanya berpikir kau ingin pindah ke sel tahananku. Sel tahananku itu tidak aman untukmu.”“Jika iya memangnya kenapa, Tuan?” balas Lily bernada tinggi.“Aku lebih baik tinggal bersama kakek Bretton di ruang penyiksaan daripada tinggal bersama seseorang yang tak tahu berterima kasih pada pengasuhnya.”“Apa kau lupa, Tuan? Kakek Bretton pernah mengasuhmu selama lima tahun di dalam rumahnya saat kedua orang tuamu pergi ke luar negeri. Aku baru ingat jika anak l
Lily menoleh pada jam dinding, tak terasa sudah pukul 17.54. Gadis itu menunggu selama berjam-jam hingga senja telah larut. Wajahnya menunduk dengan penuh rasa khawatir. Ibu Alexandria tidak datang-datang, sedangkan Kendrick masih belum pulang. Lily sangat bingung dengan apa yang terjadi.Bahkan dia telah menelepon Kendrick berulang kali, namun tak diangkat. Itu membuatnya semakin khawatir dan gelisah dengan keadaan pria itu. Lily takut dia adalah masalah di jalan atau yang lebih parahnya lagi kecelakaan.“Sebenarnya ini ada apaan, sih? Kok aneh banget?”“Apa jangan-jangan Ibu Alexandria menipuku, ya? Kenapa coba dia dia gak datang, padahal dia sudah berjanji dengan Kendrick.”Lily menghirup nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Itu membuat dirinya menjadi lebih tenang. Dia masih tak bisa percaya ibu Alexandria melakukan hal ini padanya, tanpa memberikan alasan yang jelas mengapa dia tak datang.“Sepertinya aku tidak boleh mempercayai siapa pun.”Gadis itu beranjak dari
“Eh ... sebenarnya memang benar jika Danielle adalah temanku, tapi itu dulu sekarang tidak. Itu karena terjadi sebuah pertengkaran antara aku dengannya, sehingga aku menghapus nomornya begitu saja. Maaf, saat itu aku terbawa emosi.”Lizy bahkan tak memejamkan matanya menatap mata laki-laki itu. Tatapan tajam gadis itu membuat Alvin takut untuk menoleh padanya. Lizy bisa melihat kebohongan pria itu dengan melalui ketidak tenangan rautnya.“Jangan berbohong! Apakah kau tidak lihat kau sedang berhadapan dengan siapa?” “Aku bisa membaca bahasa tubuh maupun pikiranmu dengan sekali lihat. Jangan pernah lupa jika aku kuliah jurusan psikologis.”Alvin mengangkat wajahnya, dia menatap sinis pada gadis itu. Dia akui apa pun yang Lizy katakan memang benar, tebakannya tak pernah luput. Oleh karena itu Lizy selalu dianggap ancaman.“Terserah kau saja, meski kau menganggapku munafik pun aku tak peduli,” bantah Alvin tak terima.Pria itu membuka ponselnya. Dia menekan bagian kontak dan mulai
Di dalam kamar Kendrick yang telah tertutup rapat, suara ponsel terus berdering di atas meja kerjanya. Tak seorang pun yang bisa mendengar karena luasnya kamar tersebut. Ponsel itu tertinggal karena Kendrick terburu-buru pergi demi menghindari pertanyaan Lily.Saat ini pria itu sedang duduk di sebuah kafe out door. Pandangannya begitu kosong, menatap polos pada keramaian orang-orang di jalan itu.Dia menarik nafas dengan berat, lalu menghembuskannya perlahan. Mengangkat secangkir kopi hangatnya, lalu menyeruput perlahan.“Andai saja saat itu aku tak meninggalkan ayah, semua ini mungkin tak akan terjadi.”Kendrick sangat menyesali perbuatannya saat itu. Hal paling menyakitkan dalam hidupnya adalah mengambil keputusan yang sering dianggap sepele. Kendrick tak mengerti mengapa semua hal yang dia anggap kecil selalu menjadi besar, seperti keputusannya untuk menyembunyikan Kakek Bretton dan ayahnya di ruangan yang dia anggap aman.Padahal mereka berdua masing-masing telah dia berikan
Bibir Lily semakin terangkat dengan sudutnya yang menurun. Sangat menyakitkan baginya untuk semua itu. Dia masih tak bisa meninggalkan Kendrick.Tanpa ragu-ragu lagi, Lily memeluk Kendrick dengan erat. Merasakan hangatnya tubuh Lily, membuat Kendrick merasa panas dingin. Kendrick meneguk salivanya sendiri saat merasakan kedua tangan kecil Lily yang melingkar ditubuhnya itu memberikan sensasi geli yang terangsang syahwatnya.Kendrick tak memedulikan apa yang sedang Lily pikirkan, dia sedang berusaha menahan dirinya untuk tak melakukan apa pun.“Tuan, kau tak mau bertemu denganku lagi bukan karena kau ingin pindah alam, kan?”Kendrick tak menyangkal apa yang dia katakan. Bisa-bisanya gadis itu berpikir seperti itu?“M-maksudnya?”Lily melepaskan pelukannya dan melihat pada Kendrick. Mata mereka saling bertemu dengan saling bertanya-tanya.“Tuan tidak paham?”Pria itu merasa malu dengan pertanyaan bodohnya itu. Mengalihkan pandangan ke hal lain sambil memikirkan cara untuk menjaw
“Melepasmu?”“Untuk apa aku takut melepasmu, Lily?”Kendrick tersenyum, lalu tertawa. Saat itu sebenarnya dia menertawakan dirinya sendiri yang berpikir aneh. Lily bukanlah segalanya, dia hanya gadis yang dia tawan di rumahnya dan dirinya malah menaruh perasaan pada gadis itu.Senyum pria itu memudar dengan begitu cepat. Dia menjadi tampak murung.“Selamat, Lily.”Kendrick menjulurkan tangannya pada gadis itu. Tapi Lily hanya memerhatikan tanpa menggerakkan tangannya sedikit pun.“Selamat akhirnya kau bertemu dengan orang tuamu. Hari ini adalah hari berakhir kita bertemu. Setelah ini kita akan benar-benar berpisah.”Kendrick bahkan tak menurunkan tangannya walaupun tahu Lily hanya diam saja.”Lily mulai mengerti dengan maksudnya, dia tak mengerti mengapa Kendrick tak mau menemuinya lagi setelah ini.Dengan senyum lebar dia menerima jabatan tangannya. “Terima kasih, Tuan. Terima kasih atas semuanya.”Kendrick merasa seperti berkeringat panas dingin. Dia merasa senang sekaligu
Kendrick merebahkan tubuh di sofa. Pandangan matanya kosong tertuju pada langit-langit atap. Dadanya terasa seperti panas, terkadang dia menghirup nafas dengan berat dan menghembuskannya seakan menghembuskan kesedihannya.Hari ini Lily dan Liza masih belum datang, padahal sudah jam dua siang. Entah ke mana kedua gadis itu sampai selama ini. Tapi Kendrick tak merasa khawatir karena ada Danielle yang menjaganya.Walau begitu Kendrick tetap tak bisa tenang. Di pikirannya hanya ada wajah Lily. Kendrick masih ingat saat pertama kali bertemu dengan gadis itu, Lily begitu ketakutan melihat dirinya kala itu. Bagi Kendrick gadis itu berbeda dengan gadis lainnya, yang selalu menginginkan uang, barang branded dan hidup yang mewah, sedangkan Lily yang terpenting hanya makan.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, Kendrick masih merasa dia baru kemarin membawa Lily ke rumah ini. Sekarang Lily telah menemukan keluarganya. Sebentar lagi, Kendrick tak akan mendengarkan suaranya lagi di rumah ini.
“Iya. Aku sebenarnya sedih melihat Lily yang dirundung seperti itu. Sebenarnya Lizy sudah memperingatkan Lily untuk tidak curiga jika keluarga Hartberg itu keluarganya.” “Gadis itu seperti tidak ingin jika Lily itu benar-benar adik kandungnya. Dia bahkan sampai meneriaki Lily agar tidak mendekati keluarganya lagi di depan umum.” Darah Nyonya Alexandria sebenarnya memuncak sampai ubun-ubun sampai wajahnya sedikit memerah. Tangannya mengepal begitu erat. Dia menghela nafas, berusaha mengeluarkan udara panas dalam tubuh. “Maafkan dia, Kendrick. Kau pasti juga marah karena Lizy sangat jahat dengan Lily.” “Sifat Lizy memang begitu. Aku tidak tahu mengapa, aku bahkan tidak bisa mengubah sifatnya meskipun aku sendiri sering memarahi anak itu.” “Tapi mungkin setelah lama serumah dengan Lily, mungkin sifatnya akan berubah. Lily sepertinya gadis yang baik dan perhatian. Mungkin dia bisa mengubah sifat anak pertamaku itu.” Alexandria mengembangkan senyumnya, tapi dia tidak bisa
Pintu mobil terbuka. Pria bertubuh kekar dengan kemeja putih yang memperlihatkan tubuh indahnya keluar. Sorot pandangnya tertuju pada rumah wanita yang kerap di sapa Nyonya Alexandria. Dia bukanlah sembarang wanita, dia adalah memilik perusahaan brand pakaian terbesar di seluruh negeri.Mulai melangkahkan kaki. Hari ini Kendrick berniat mempermalukan Lizy di hadapan keluarganya langsung, gadis yang pernah menolak cintanya dan menghinanya saat masih kuliah. Mungkin berbalas dendam pada gadis seperti itu adalah tindakan pengecut yang tidak maskulin. Namun, demi memulangkan tawanan kesayangannya itu, Kendrick terpaksa melakukannya dan tak memikirkan apa yang akan terjadi padanya nanti.Kendrick tak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Dia sudah terlanjur mencintai Lily. Terlanjur sayang dan tak ingin kehilangan gadis itu.Dia mungkin bisa saja menikahi Lily setelah gadis itu resmi menjadi anggota keluarga Hartberg. Tapi dia tak bisa, itu semua karena dia telah membuat janji dengan s
“Maaf, Lizy. Aku tidak menyuruh ibumu untuk menemuiku. Dia sendiri yang tiba-tiba datang.”Tatapan Lizy semakin menajam sinis. “Aku tidak peduli akan itu.”“Di sini aku hanya mengingatkanmu, jika kau mengulangi kesalahan yang sama lagi, maka kau akan lihat sendiri nanti akibatnya!” Gadis tak beradap itu enyah dari hadapannya. Lily melihatnya dari bawah hingga ke atas, seringai licik menghiasi bibirnya.Liza masih bingung dengan apa yang sedang terjadi. Gadis yang tadi itu adalah salah satu pewaris kekayaan keluarga Hartberg. Permasalahan apa yang Lily hingga dia begitu marah?“Kau punya masalah apa dengan anak konglomerat itu?” tanya Liza begitu penasaran. Senyum Lily mengembang. “Masalah kecil. Lagi pula itu juga kesalah pahaman. Nanti dia akan menyadarinya sendiri, kok.”Hal yang mereka tidak ketahui. Di balik itu semua adalah pria dengan hoodie hitam, kacamata bening dan masker yang telah merekam semua kejadian itu. Dia adalah Danielle Perterson, pesuruh sekaligus mata-m