Kendrick merasa aneh dengan gadis itu. Sejak beberapa menit yang lalu dia berdiam, tak bergerak sedikit pun.Akhirnya dia telah sampai di lantai yang dituju. Sekarang Kendrick berani melihat ke gadis itu.“Oh, Pantesan.” Ternyata gadis itu tertidur di pelukannya. Rasanya Kendrick tak kuasa membangunkan gadis itu. Dia kasihan pada gadis itu, dia pasti sangat kelelahan.Tapi gadis itu sedikit menyulitkannya membuka pintu. Dia menurunkan tubuhnya dengan hati-hati, menguatkan lengannya untuk menahan gadis itu agar tak bergerak. Pintu itu pun terbuka.Kendrick masuk ke dalamnya, tanpa menutupnya kembali.Gadis itu mengeluarkan suara. Kendrick menghentikan langkahnya. Lily membuka matanya, menoleh ke sana ke mari dengan bingung. Gadis itu menguap dan menutupnya dengan telapak tangan.“Kita sudah sampai?” tanya Lily masih melemah.Kendrick tersenyum tipis. “Iya, sayang. Turunlah.”Kendrick menurunkannya. Gadis itu celingak-celinguk ke sana ke mari, memerhatikan semua ruangan aneh
“Tidak, Kendrick.”“Jangan meminta maaf. Kau tidak salah.”“Jika Kakek berada di posisimu. Kakek pasti juga akan melakukan hal yang sama sepertimu.”Kendrick menoleh pada piring makanan yang masih utuh itu. Para pelayan biasanya diberi makan tahanan setiap jam 12 siang. Kendrick menoleh pada jam tangannya, ternyata sudah jam 1 siang.“Kenapa Kakek tidak memakan makanannya? Apa Kakek tidak lapar?”“Tolong makanlah. Ini demi kesehatanmu.”Kendrick mengambilkan piring makanan di sampingnya itu. Dia menyendok beberapa lauk dan nasinya.“Makanlah. Aku yang menyuapimu, Kek. Seperti kau menyuapiku saat kecil.”Kakek Bretton menggelengkan kepala. “Maaf, Nak. Aku tidak mau makan.”Kendrick seakan melemas mendengarnya. Dia meletakkan kembali piring makanannya itu.“Kenapa, Kek? Itu kan demi kesehatan Kakek.”Bretton menggeleng dengan senyum tipis. “Maaf, Kendrick.”“Kau benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi.”Pupil mata Kendrick mengecil. “Apa yang sebenarnya terjadi, Kek?
“Sekarang aku mengerti, Kek,” ucap Kendrick tanpa sadar melanggar peraturannya.Bretton langsung memberi isyarat diam, menatap sinis pada pria itu. Kendrick menundukkan wajahnya dengan menyesal. “Maaf, Kek.”“Jadi sekarang mengapa kau tidak ingin makan?” tanya kembali Kendrick penasaran.Kakek Bretton menghela nafas berat dengan memejamkan mata.“Tadi sudah kubilang. Aku adalah ancaman untukmu, Ken.”Wajah Kendrick tampak bingung. Dia baru menyadari maksud dari kata-kata itu. Jantung pria itu tiba-tiba berdetak kencang. Air mata Kendrick menetes begitu saja menatap Kakek Bretton. “Jadi apa hubungannya dengan makanan, Kek?”“Tolong makanlah, Kek. Kau dan kakek Robin adalah satu-satunya harapanku. Aku tidak punya orang tua lagi selain kalian.”“Mereka sudah memisahkanku dari kedua orang tuaku dan sekarang kau juga ingin berpisah denganku? Tolong jangan lakukan itu.”Lily tersadar dengan maksud Kendrick. Matanya pun berkaca-kaca. Nafas gadis itu mulai memberat.Sementara itu
Melihat pada jam dinding, ternyata masih jam 9 pagi. Kendrick kembali membaca berkas-berkasnya hasil laporan pekerja-pekerjanya.Hari ini dia sangat senang. Ternyata hasil penjualan bulan ini meningkat berkali-kali lipat dari pada bulan-bulan sebelumnya. Itu adalah awal yang bagus untuk membuat perusahaannya semakin berkembang dari tahun ke tahun.Kendrick melihat pada jam dinding kembali. Tak tahu kenapa saat bekerja waktu terasa begitu lama, sedangkan saat bersantai di rumah waktu terasa lebih cepat.Saat ini dia sedang menunggu sekretarisnya. Lebih tepatnya Kendrick menunggu laporan administrasi yang dia kerjakan.“Maaf, Pak. Saya lama.”Wanita berkemeja ketat dan rok hitam itu terburu-buru menutup pintu. Dia memberikan hasil pekerjaannya pada Kendrick. Dia adalah sekretaris Kendrick, biasa dipanggil Riska.Kendrick mengeceknya. Membaca berkasnya itu dengan dekat seksama. Hasilnya lengkap dan sempurna, Kendrick menyukai pekerjaannya, dia tak pernah mengecewakan.“Bagus sekal
“Ta-tapikan, Tuan—“ Kendrick menggeleng. “Tidak ada kata tapi. Jika aku memilihmu maka kau harus mau. Aku tidak mau tahu.” Lily menelan salivanya, teringatnya terasa panas dingin. Dia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi nanti. “Tapi aku tidak lulus SMA.” “Tidak peduli,” balas Kendrick dengan lantang. “Aku tidak bisa apa-apa.” “Aku ajari.” Kendrick menghela nafas berat, matanya memutar ke samping. “Lily, apa kau pikir aku tidak mengajari pekerjaku?” “Lagi pula sekretaris itu pekerjaan yang mudah. Menurutmu tak perlu kemampuan khusus.” Kendrick menyandarkan kepalanya pada sofa. Kepalanya teras pusing, tadi saja dia pikir gadis itu sangat senang karena diberi pekerjaan. “Tapi, Tuan—“ “Stop!” Menutup bibir Lily dengan jemarinya. Gadis itu akhirnya terdiam. “Lily, tolong. Aku sudah kesal.” “Jangan sampai aku membungkam bibirmu dengan yang lain.” Kata-kata itu terdengar aneh di telinga Lily. “M-maksudnya, Tuan?” Pertanyaan lugu itu membuat na
Melangkah memasuki bangunan kantor itu. Lily melihat orang-orang di sekelilingnya terus memerhatikannya. Dia berjalan dengan begitu canggung dan malu. Lily melihat pada sepatu dan pakaiannya sendiri, dia juga mengecek rambutnya. Menurutnya tidak ada yang salah, tapi Lily masih bingung mengapa mereka terus melihati dirinya. Pakaian yang dirinya gunakan juga hampir sama dengan wanita kantoran yang lain. Ataukah jangan-jangan mereka melihatnya karena bersama dengan Tuan Kendrick. Lily pikir itu benar. Tuan Kendrick mungkin tak pernah berjalan bersama dengan wanita selain aku. “Tuan. Mereka melihati kita,” Lirih Lily menundukkan pandangannya. “Jangan terkejut. Mereka memang biasa begitu.” “Tapi jika seseorang menyapamu. Kau juga harus menyapanya.” Seorang pria berkaca mata melangkah dengan arah berlawanan, dia tampak tersenyum pada Kendrick. “Sore, Bos!” “Sore,” balas Kendrick dengan senyum ramah. Saat itu Lily melihat padanya. “Seperti itu,” ucap Kendrick beg
Menatap pada gedung tinggi perusahaan Bahesmana Indah. Alexandria mengingat jika perusahaannya dulu sempat menjalin kerja sama dengan perusahaan ini sebelum Zamir Bahesmana dinyatakan menghilangkan.Di sepanjang langkah kakinya, Alexandria selalu teringat dengan sahabat karibnya itu. Entah di mana dia sekarang dan bagaimana keadaannya, tidak ada yang tahu.Bahkan sampai sekarang polisi pun tidak bisa menemukan keberadaan Zamir Bahesmana. Siapa pun yang telah menculik Zamir, dia benar-benar jahat dan sadis. Bahkan mereka melakukan pembunuhan pada istrinya, Marry Jasmine Bahesmana. Alexandria masih ingat tentang bagaimana wartawan memberitakan tentang penemuan mayat Marry yang terpisah antara badan dengan tubuh. Benar-benar sakit saat mengingat kejadian kelam itu.“Mbak. Saya ingin bertamu dengan Tuan Kendrick. Apakah dia ada?”Mbak-mbak staff administrasi saat itu sedang sibuk dengan komputernya.“Sebentar ya, Bu. Saya telepon dulu sekretarisnya. Takutnya dia masih sibuk,” ucapn
“Apa, Nak? Alvin?”“Alvin melakukan tes DNA?”Lily semakin bertambah panik, apalagi ketika melihat wajah Ibu Alexandria bingung. Dia benar-benar merasa bersalah.Sementara itu Kendrick merasa aneh karena ternyata si rambut merah itu tidak menanyakannya pada Alexandria tentang apa yang mereka bicarakan saat itu. Kendrick takut ternyata dia menyembunyikan semua itu. Namun Kendrick masih berusaha berpikir positif. Mungkin saat Alvin lupa ataupun masih sibuk.“Sebenarnya aku memberikan pada dia beberapa helai rambut Lily sebagai bahan tes DNA.”“Itu karena aku menyadari kemiripan antara kalian berdua. Tapi tak masalah, mungkin dia masih sibuk atau lupa.”Kemarin Alexandria sempat bertemu dengan anak laki-laki itu. Tingkah Alvin memang sedikit berbeda dari biasanya. Dia menjadi lebih pendiam dan sedikit canggung saat itu, padahal biasanya anak itu sangat ramah dan periang.“Kau benar-benar menyuruh anak itu?” tanya Bu Alexandria ragu.“Benar, Bu. Jika ibu tidak percaya, maka tany
Lily menoleh pada jam dinding, tak terasa sudah pukul 17.54. Gadis itu menunggu selama berjam-jam hingga senja telah larut. Wajahnya menunduk dengan penuh rasa khawatir. Ibu Alexandria tidak datang-datang, sedangkan Kendrick masih belum pulang. Lily sangat bingung dengan apa yang terjadi.Bahkan dia telah menelepon Kendrick berulang kali, namun tak diangkat. Itu membuatnya semakin khawatir dan gelisah dengan keadaan pria itu. Lily takut dia adalah masalah di jalan atau yang lebih parahnya lagi kecelakaan.“Sebenarnya ini ada apaan, sih? Kok aneh banget?”“Apa jangan-jangan Ibu Alexandria menipuku, ya? Kenapa coba dia dia gak datang, padahal dia sudah berjanji dengan Kendrick.”Lily menghirup nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Itu membuat dirinya menjadi lebih tenang. Dia masih tak bisa percaya ibu Alexandria melakukan hal ini padanya, tanpa memberikan alasan yang jelas mengapa dia tak datang.“Sepertinya aku tidak boleh mempercayai siapa pun.”Gadis itu beranjak dari
“Eh ... sebenarnya memang benar jika Danielle adalah temanku, tapi itu dulu sekarang tidak. Itu karena terjadi sebuah pertengkaran antara aku dengannya, sehingga aku menghapus nomornya begitu saja. Maaf, saat itu aku terbawa emosi.”Lizy bahkan tak memejamkan matanya menatap mata laki-laki itu. Tatapan tajam gadis itu membuat Alvin takut untuk menoleh padanya. Lizy bisa melihat kebohongan pria itu dengan melalui ketidak tenangan rautnya.“Jangan berbohong! Apakah kau tidak lihat kau sedang berhadapan dengan siapa?” “Aku bisa membaca bahasa tubuh maupun pikiranmu dengan sekali lihat. Jangan pernah lupa jika aku kuliah jurusan psikologis.”Alvin mengangkat wajahnya, dia menatap sinis pada gadis itu. Dia akui apa pun yang Lizy katakan memang benar, tebakannya tak pernah luput. Oleh karena itu Lizy selalu dianggap ancaman.“Terserah kau saja, meski kau menganggapku munafik pun aku tak peduli,” bantah Alvin tak terima.Pria itu membuka ponselnya. Dia menekan bagian kontak dan mulai
Di dalam kamar Kendrick yang telah tertutup rapat, suara ponsel terus berdering di atas meja kerjanya. Tak seorang pun yang bisa mendengar karena luasnya kamar tersebut. Ponsel itu tertinggal karena Kendrick terburu-buru pergi demi menghindari pertanyaan Lily.Saat ini pria itu sedang duduk di sebuah kafe out door. Pandangannya begitu kosong, menatap polos pada keramaian orang-orang di jalan itu.Dia menarik nafas dengan berat, lalu menghembuskannya perlahan. Mengangkat secangkir kopi hangatnya, lalu menyeruput perlahan.“Andai saja saat itu aku tak meninggalkan ayah, semua ini mungkin tak akan terjadi.”Kendrick sangat menyesali perbuatannya saat itu. Hal paling menyakitkan dalam hidupnya adalah mengambil keputusan yang sering dianggap sepele. Kendrick tak mengerti mengapa semua hal yang dia anggap kecil selalu menjadi besar, seperti keputusannya untuk menyembunyikan Kakek Bretton dan ayahnya di ruangan yang dia anggap aman.Padahal mereka berdua masing-masing telah dia berikan
Bibir Lily semakin terangkat dengan sudutnya yang menurun. Sangat menyakitkan baginya untuk semua itu. Dia masih tak bisa meninggalkan Kendrick.Tanpa ragu-ragu lagi, Lily memeluk Kendrick dengan erat. Merasakan hangatnya tubuh Lily, membuat Kendrick merasa panas dingin. Kendrick meneguk salivanya sendiri saat merasakan kedua tangan kecil Lily yang melingkar ditubuhnya itu memberikan sensasi geli yang terangsang syahwatnya.Kendrick tak memedulikan apa yang sedang Lily pikirkan, dia sedang berusaha menahan dirinya untuk tak melakukan apa pun.“Tuan, kau tak mau bertemu denganku lagi bukan karena kau ingin pindah alam, kan?”Kendrick tak menyangkal apa yang dia katakan. Bisa-bisanya gadis itu berpikir seperti itu?“M-maksudnya?”Lily melepaskan pelukannya dan melihat pada Kendrick. Mata mereka saling bertemu dengan saling bertanya-tanya.“Tuan tidak paham?”Pria itu merasa malu dengan pertanyaan bodohnya itu. Mengalihkan pandangan ke hal lain sambil memikirkan cara untuk menjaw
“Melepasmu?”“Untuk apa aku takut melepasmu, Lily?”Kendrick tersenyum, lalu tertawa. Saat itu sebenarnya dia menertawakan dirinya sendiri yang berpikir aneh. Lily bukanlah segalanya, dia hanya gadis yang dia tawan di rumahnya dan dirinya malah menaruh perasaan pada gadis itu.Senyum pria itu memudar dengan begitu cepat. Dia menjadi tampak murung.“Selamat, Lily.”Kendrick menjulurkan tangannya pada gadis itu. Tapi Lily hanya memerhatikan tanpa menggerakkan tangannya sedikit pun.“Selamat akhirnya kau bertemu dengan orang tuamu. Hari ini adalah hari berakhir kita bertemu. Setelah ini kita akan benar-benar berpisah.”Kendrick bahkan tak menurunkan tangannya walaupun tahu Lily hanya diam saja.”Lily mulai mengerti dengan maksudnya, dia tak mengerti mengapa Kendrick tak mau menemuinya lagi setelah ini.Dengan senyum lebar dia menerima jabatan tangannya. “Terima kasih, Tuan. Terima kasih atas semuanya.”Kendrick merasa seperti berkeringat panas dingin. Dia merasa senang sekaligu
Kendrick merebahkan tubuh di sofa. Pandangan matanya kosong tertuju pada langit-langit atap. Dadanya terasa seperti panas, terkadang dia menghirup nafas dengan berat dan menghembuskannya seakan menghembuskan kesedihannya.Hari ini Lily dan Liza masih belum datang, padahal sudah jam dua siang. Entah ke mana kedua gadis itu sampai selama ini. Tapi Kendrick tak merasa khawatir karena ada Danielle yang menjaganya.Walau begitu Kendrick tetap tak bisa tenang. Di pikirannya hanya ada wajah Lily. Kendrick masih ingat saat pertama kali bertemu dengan gadis itu, Lily begitu ketakutan melihat dirinya kala itu. Bagi Kendrick gadis itu berbeda dengan gadis lainnya, yang selalu menginginkan uang, barang branded dan hidup yang mewah, sedangkan Lily yang terpenting hanya makan.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, Kendrick masih merasa dia baru kemarin membawa Lily ke rumah ini. Sekarang Lily telah menemukan keluarganya. Sebentar lagi, Kendrick tak akan mendengarkan suaranya lagi di rumah ini.
“Iya. Aku sebenarnya sedih melihat Lily yang dirundung seperti itu. Sebenarnya Lizy sudah memperingatkan Lily untuk tidak curiga jika keluarga Hartberg itu keluarganya.” “Gadis itu seperti tidak ingin jika Lily itu benar-benar adik kandungnya. Dia bahkan sampai meneriaki Lily agar tidak mendekati keluarganya lagi di depan umum.” Darah Nyonya Alexandria sebenarnya memuncak sampai ubun-ubun sampai wajahnya sedikit memerah. Tangannya mengepal begitu erat. Dia menghela nafas, berusaha mengeluarkan udara panas dalam tubuh. “Maafkan dia, Kendrick. Kau pasti juga marah karena Lizy sangat jahat dengan Lily.” “Sifat Lizy memang begitu. Aku tidak tahu mengapa, aku bahkan tidak bisa mengubah sifatnya meskipun aku sendiri sering memarahi anak itu.” “Tapi mungkin setelah lama serumah dengan Lily, mungkin sifatnya akan berubah. Lily sepertinya gadis yang baik dan perhatian. Mungkin dia bisa mengubah sifat anak pertamaku itu.” Alexandria mengembangkan senyumnya, tapi dia tidak bisa
Pintu mobil terbuka. Pria bertubuh kekar dengan kemeja putih yang memperlihatkan tubuh indahnya keluar. Sorot pandangnya tertuju pada rumah wanita yang kerap di sapa Nyonya Alexandria. Dia bukanlah sembarang wanita, dia adalah memilik perusahaan brand pakaian terbesar di seluruh negeri.Mulai melangkahkan kaki. Hari ini Kendrick berniat mempermalukan Lizy di hadapan keluarganya langsung, gadis yang pernah menolak cintanya dan menghinanya saat masih kuliah. Mungkin berbalas dendam pada gadis seperti itu adalah tindakan pengecut yang tidak maskulin. Namun, demi memulangkan tawanan kesayangannya itu, Kendrick terpaksa melakukannya dan tak memikirkan apa yang akan terjadi padanya nanti.Kendrick tak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Dia sudah terlanjur mencintai Lily. Terlanjur sayang dan tak ingin kehilangan gadis itu.Dia mungkin bisa saja menikahi Lily setelah gadis itu resmi menjadi anggota keluarga Hartberg. Tapi dia tak bisa, itu semua karena dia telah membuat janji dengan s
“Maaf, Lizy. Aku tidak menyuruh ibumu untuk menemuiku. Dia sendiri yang tiba-tiba datang.”Tatapan Lizy semakin menajam sinis. “Aku tidak peduli akan itu.”“Di sini aku hanya mengingatkanmu, jika kau mengulangi kesalahan yang sama lagi, maka kau akan lihat sendiri nanti akibatnya!” Gadis tak beradap itu enyah dari hadapannya. Lily melihatnya dari bawah hingga ke atas, seringai licik menghiasi bibirnya.Liza masih bingung dengan apa yang sedang terjadi. Gadis yang tadi itu adalah salah satu pewaris kekayaan keluarga Hartberg. Permasalahan apa yang Lily hingga dia begitu marah?“Kau punya masalah apa dengan anak konglomerat itu?” tanya Liza begitu penasaran. Senyum Lily mengembang. “Masalah kecil. Lagi pula itu juga kesalah pahaman. Nanti dia akan menyadarinya sendiri, kok.”Hal yang mereka tidak ketahui. Di balik itu semua adalah pria dengan hoodie hitam, kacamata bening dan masker yang telah merekam semua kejadian itu. Dia adalah Danielle Perterson, pesuruh sekaligus mata-m