Para pelayan dihebohkan dengan kedatangan Velvet dan Damian yang kembali dari suatu tempat. Velvet memeluk lengan Damian dengan mesra saat keduanya berjalan melintasi aula utama yang telah dihias. Dalam balutan dress-nya yang agak mengembang dan terbuka—di mana belahan dadanya selalu terlihat—Velvet melangkah dengan anggun dan sesekali menyandarkan kepalanya pada Damian yang menatap lurus ke depan. Pria itu terlihat tengah memikirkan sesuatu, pandangannya tampak kosong. Bella berdiri di lorong, di antara para pelayan yang berbisik-bisik dengan antusias. Ia meremat tangannya dan menelan saliva dengan pahit. Hatinya sakit, seolah telah dilubangi. Tetapi, ia hanya berdiri diam di tempatnya, menyiksa dirinya sendiri—berusaha untuk membiasakan diri. Ia harus terbiasa melihat kebersamaan mereka. Ia hanya seorang pelayan dan tidak mungkin ia bisa terus bersembunyi untuk tidak melihat kebersamaan mereka. Seiring waktu, ia pasti akan terbiasa, meskipun rasa sakitnya sama sekali tidak memud
'Aku pikir dia telah jatuh cinta padamu' Kalimat itu terngiang-ngiang di kepala Bella. Ia menatap punggung Dhruv yang telah menjauh, kemudian menghilang dibalik tembok mansion. Terbilang sudah dua kali Dhruv mengatakan hal yang serupa—tentang perasaan Damian padanya. Ia tahu pria itu bicara dengan jujur. Apa yang dikatakannya adalah semata-mata pengamatannya sendiri, terutama mengenai sikap Damian yang berbeda dengannya. Jauh di dalam hatinya, ia menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan sikap Damian. Segala perhatiannya dan caranya menatap Bella begitu lembut juga teduh. Hanya saja, ia terlalu takut untuk mengambil kesimpulan. Ia takut berharap terlalu banyak dan pada akhirnya tenggelam dalam kubangan kekecewaan. Bagaimana kalau ia terlanjur membiarkan dirinya melayang tinggi, sementara Damian malah menjatuhkannya dengan penolakan menyakitkan? Ia tidak mau berharap sedikit pun sampai Damian sendiri yang menyatakan perasaannya. Ah, benar-benar. Apakah Damian bahkan akan me
Bella menatap lekat-lekat pantulannya di cermin dapur yang besar.Ia telah memakai baju khusus pelayan yang memanjang hingga tumitnya. Bagian badannya berwarna hitam, sementara lengannya berwarna putih. Ada banyak pita kecil yang menghiasi bagian kerah seragam sampai bagian pinggang. Seragamnya sangat lembut dan cukup tebal, katanya terbuat dari kain muslin yang mahal. Aroma lavender samar-samar tercium ketika kain saling bergesekan.Satu jam lagi, batinnya.Satu jam lagi menuju acara pertunangan Damian. Bella tidak tahu sudah berapa kali ia menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya dengan perlahan. Lagi dan lagi.Ia berusaha menenangkan diri. Ia berusaha untuk terlihat biasa saja, padahal hatinya sakit luar biasa. Setiap kali ia menatap aula yang telah didekorasi, air mata mendesak keluar, tetapi ia menahan diri untuk tidak menangis.Ia bukan siapa-siapa. Ia tidak seharusnya merasa seperti ini."Bella, mari susun kuenya di meja," panggil Verona seraya melambaikan tangan.Di sa
Bella membuka pintu halaman belakang dan udara dingin seketika menampar wajahnya. Ia memandang pakaiannya sejenak, sepertinya cukup tebal untuk membuatnya bertahan di luar sampai ia mendapat shift-nya. Bagian terakhir. Masih ada beberapa jam lagi sebelum ia kembali ke aula utama mansion.Ia tidak akan bisa bertahan dengan terus berpura-pura tersenyum saat menatap acara pertunangan Damian. Seseorang yang tidak seharusnya ia cintai. Velvet terlihat sangat menyukai Damian, hanya dengan melihat bagaimana wanita itu menatap wajahnya.Ia tidak mau mengusik kebahagiaan yang sedang mereka jalin.Setelah acara pertunangan, mungkin tidak lama lagi akan ada acara pernikahan. Bella harus mempersiapkan hatinya dan berusaha menghilangkan perasaannya sebelum hari itu tiba.Bella berjalan lambat ke bangku yang berada di dekat danau. Angin berembus cukup kencang, udara dingin terasa menyelimuti tubuhnya seperti selimut. Namun, ia masih bisa bertahan di sini.Ia mengeluarkan kantong plastik berisi rot
Acara pertunangan masih berlangsung, tetapi kenapa Damian ada di sini?Bukankah dia seharusnya di dalam dan berdansa dengan tunangannya?Bella masih bisa mendengar suara musik yang diputar. Dansanya baru dimulai. Bahkan belum sampai pertengahan lagu.Dari apa yang Bella dengar, pasangan biasanya berdansa berdua hingga satu lagu selesai. Setelahnya, mereka akan ikut dalam dansa gabungan. Para tamu dan seluruh anggota keluarga akan ikut, lalu mereka sesekali akan bertukar pasangan, mengikuti ketukan pada lagu yang bertempo cepat.Jadi, apa yang Damian lakukan di sini?Dia hanya sendiri.Damian berjalan ke arahnya dengan lambat. Mata kelamnya terpaku padanya, ekspresinya tampak aneh. Dia terlihat seperti orang mabuk. Atau, mungkin dia memang mabuk?Damian mempersempit jarak di antara keduanya dan Bella hanya mematung di tempat. Kakinya seolah dipaku ke tanah. Damian tidak berhenti berjalan, bahkan ketika jarak yang terbentang di antara keduanya tinggal beberapa langkah."Damian—"Bella t
Ciuman Damian begitu lembut. Ketika Bella mengira tindakannya terlalu impulsif, Damian justru menarik tubuhnya ke dalam dekapan. Bibirnya dengan lembut menekan bibirnya, memberi banyak kecupan yang melambungkan perasaannya. Ada sedikit rasa manis dan pahit yang tertinggal di bibirnya, sisa-sisa dari alkohol yang diminumnya. Damian memperdalam ciuman mereka dan debaran jantung Bella semakin menggila. Tangannya mencengkeram jas Damian, sementara pria itu seolah mencoba mencicipi seluruh sisi bibirnya. Merasakannya. Napas mereka menyatu, saling terengah mencari oksigen. Kemudian, Damian menjauhkan wajahnya sedikit, tetapi tidak berhenti memberi Bella kecupan selembut kapas. Akhirnya, Damian sepenuhnya menjauh. Senyum merekah di bibirnya. Jemarinya dengan lembut mengusap bibir Bella yang basah dan gadis itu memilih menunduk karena malu. Pipi Bella rasanya terbakar panas. Ia menyembunyikan wajahnya yang memerah di dada Damian, sebab pria itu tidak membiarkan Bella untuk menutupi wajahn
Bella terbangun ketika mendengar suara petir yang menggelegar di luar. Ia menatap sekeliling ruangan, menyadari bahwa ia telah berada di kamarnya. Bella bangun dan duduk di tepi kasur, lalu kejadian sebelumnya seketika berputar-putar di kepalanya.Kebersamaannya dengan Damian.Ungkapan perasaan mereka.Bella mengusap pipinya yang terasa dingin, tetapi hatinya menghangat oleh perasaan bahagia yang kembali datang menghampiri. Mereka berciuman, berdansa, dan mengingat momen lama yang tidak akan pernah terasa usang.Di mana pria itu sekarang?Bella melirik jam, sudah hampir tengah malam. Ia ketiduran di pangkuan Damian dan pria itu membawanya ke kamarnya.Apakah Damian sudah tidur? Bagaimana dengan pertunangannya?Bella menggigit bibir bawahnya, ada perasaan bersalah yang menelusup ke dalam hatinya, tetapi ia tidak mau memikirkan apa pun sampai Damian menjelaskan apa yang terjadi.Damian mengatakan bahwa dia tidak pernah menginginkan pertunangan itu. Damian menyetujuinya semata-mata kare
Bella duduk di tepi tempat tidur dengan bingung. Damian memberitahunya untuk tetap berada di kamarnya, sementara pria itu entah pergi ke mana. Bella tidak tahu apa yang terjadi di luar kamarnya. Terutama situasi para pelayan setelah pembatalan pertunangan Damian. Mereka sangat mendukung pertunangan Velvet dan Damian, entah apa yang mereka pikirkan. Ia tidak menampakkan diri sejak semalam, apakah Erina dan Verona mencarinya? Nyonya Mochelle? Bella melirik jam, sudah hampir pukul sembilan pagi. Damian pergi sejam yang lalu, dan ia bertanya-tanya apakah pria itu sebenarnya pergi menemui ibunya? Bella sangat khawatir. Ia takut Damian berselisih dengan ibunya karena pembatalan pertunangan itu. Ia tidak mau Damian bertengkar dengan ibunya. Dan alasannya karena dirinya. Hubungan mereka. Bella menatap pemandangan di luar jendela sambil meremat tangannya. Langit cerah dan matahari bersinar terik, tetapi hatinya dipenuhi oleh awan mendung yang penuh dengan kegelisahan. Mendadak, terdenga
Ya Tuhan.Apa yang selama ini telah terjadi pada Bella sampai dia tidak yakin eksistensi Damian sebagai sesuatu yang nyata?Air mata Damian tumpah, tangisnya mengencang dan wajah Bella berubah menjadi sendu.“Damian... jangan... menangis,” ucap Bella susah payah. Ia mencoba mengangkat tangannya, tetapi nihil. Ia tidak memiliki secuil pun tenaga untuk mengelap air mata di wajah Damian. Hatinya hancur melihat Damian yang selalu terlihat kuat, kini rapuh layaknya kaca.“Aku nyata, Sayang. Aku di sini, aku di sini untuk menyelamatkanmu. Aku minta maaf karena tidak bisa datang lebih cepat.” Damian terisak lebih keras dan menciumi wajah Bella. Bibirnya bergetar. “Bertahanlah Sayangku, kita akan ke rumah sakit. Semuanya sudah berakhir. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu.”Rasanya seperti mimpi.Bella menatap wajah Damian, tetapi sulit. Pandangannya terkadang jelas, terkadang buram. Setiap kali ia mencoba membuka matanya lebih lebar, rasanya ada paku yang menusuk-nusuk matanya. Ia ingin men
“Wajahmu tertembak?”Martinez buru-buru mendekat melihat Damian yang muncul di lorong. Dia terus memegangi rahang kanannya yang telah dibalut kain secara asal-asalan. Tangannya berlumuran darah.“Ya, peluru Van. Kukira... kukira lidahku terpotong.” Damian meringis. Rasa sakitnya membuat wajahnya seolah akan terbelah. Ia tidak bisa berbicara tanpa denyutan nyeri yang mengikuti di belakang. “Tapi ternyata masih utuh. Tidak apa-apa, bukan organ vital. Bagaimana dengan yang lain? Apa masih ada yang tersisa?”Martinez menghela napas. “Semuanya sudah dibereskan. Tinggal Ymar dan Lester. Ymar pasti masih berada di rumah ini, dan Andrius sedang mencarinya. Soal Lester, kita akan menemukannya nanti,” jelasnya dengan suara serak. Ia kelelahan, pakaiannya compang-camping terkena tembakan, dan lorong itu tidak memiliki penghangat yang memadai. “Aku akan meminta para anggota untuk membersihkan rumah ini. Yang lain sudah berpencar untuk memeriksa semua ruangan. Bagaimana dengan Van?”“Sudah tewas.
“Sial, sensornya bagus juga. Di mana dia mendapatkannya?”“Bukan saatnya untuk menanyakan itu, brengsek,” dengus Tyson pada Bogdan yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang sensor yang Van gunakan di rumahnya.Setelah melumpuhkan dua penjaga yang berjaga di gerbang depan, Damian, Tyson, dan Bogdan menunggu aba-aba dari Martinez dan Andrius. Beberapa menit telah berlalu, tetapi tidak ada tanda apa pun yang terlihat. Damian berdiri dengan cemas, sudah tidak sanggup menahan diri lebih lama untuk menemukan gadisnya.Ia bersumpah akan membunuh mereka semua, jika ia sampai menemukan Bella dalam keadaan yang tidak ia inginkan.“Ck, kenapa lama sekali?” Bogdan menatap bingung. “Apa sebaiknya aku menyusul?”Damian hendak membantah ketika suara tembakan menggelegar mendadak terdengar. Mereka tersentak dan menatap ke dalam rumah Van.“Sepertinya mereka telah ketahuan. Ayo.” Damian membuka pengaman pistolnya dan bergegas berlari menuju pintu depan. Tyson segera mengikuti di belakang, sementar
Bella termangu menatap tembok pucat di hadapannya. Beberapa hari telah berlalu sejak Lester datang menemuinya waktu itu. Tetapi, ia tidak bisa berhenti memikirkan ucapannya. Ibunya ada di sini. Di rumah ini. Di tempat yang sama dengannya. Apakah itu mungkin? Entah Lester bicara jujur atau hanya mengatakan kebohongan semata, pikiran itu terus menghantuinya. Ia merindukan ibunya. Setiap malam, ia memimpikan sebuah tangan ringkih yang membelai kepalanya dengan lembut. Senandung yang terlontar dari bibir wanita itu terasa sangat nyata, sampai-sampai Bella kira ia tidak sedang bermimpi. Apakah ini semua hanya pengaruh obat-obatan? Mereka menyuntiknya setiap hari, nyaris tidak membiarkannnya untuk bergerak seinci pun dari tempat tidurnya. Bella terus bertanya-tanya apakah ia akan mati di sini? Tubuhnya lemas, nyeri, dan pucat seperti mayat. Matanya bahkan terasa sulit untuk dibuka lebar-lebar. Ia tidak bisa mengangkat tangannya, apalagi menggerakan kakinya. Mungkin, berat bada
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d