Bella membuka pintu halaman belakang dan udara dingin seketika menampar wajahnya. Ia memandang pakaiannya sejenak, sepertinya cukup tebal untuk membuatnya bertahan di luar sampai ia mendapat shift-nya. Bagian terakhir. Masih ada beberapa jam lagi sebelum ia kembali ke aula utama mansion.Ia tidak akan bisa bertahan dengan terus berpura-pura tersenyum saat menatap acara pertunangan Damian. Seseorang yang tidak seharusnya ia cintai. Velvet terlihat sangat menyukai Damian, hanya dengan melihat bagaimana wanita itu menatap wajahnya.Ia tidak mau mengusik kebahagiaan yang sedang mereka jalin.Setelah acara pertunangan, mungkin tidak lama lagi akan ada acara pernikahan. Bella harus mempersiapkan hatinya dan berusaha menghilangkan perasaannya sebelum hari itu tiba.Bella berjalan lambat ke bangku yang berada di dekat danau. Angin berembus cukup kencang, udara dingin terasa menyelimuti tubuhnya seperti selimut. Namun, ia masih bisa bertahan di sini.Ia mengeluarkan kantong plastik berisi rot
Acara pertunangan masih berlangsung, tetapi kenapa Damian ada di sini?Bukankah dia seharusnya di dalam dan berdansa dengan tunangannya?Bella masih bisa mendengar suara musik yang diputar. Dansanya baru dimulai. Bahkan belum sampai pertengahan lagu.Dari apa yang Bella dengar, pasangan biasanya berdansa berdua hingga satu lagu selesai. Setelahnya, mereka akan ikut dalam dansa gabungan. Para tamu dan seluruh anggota keluarga akan ikut, lalu mereka sesekali akan bertukar pasangan, mengikuti ketukan pada lagu yang bertempo cepat.Jadi, apa yang Damian lakukan di sini?Dia hanya sendiri.Damian berjalan ke arahnya dengan lambat. Mata kelamnya terpaku padanya, ekspresinya tampak aneh. Dia terlihat seperti orang mabuk. Atau, mungkin dia memang mabuk?Damian mempersempit jarak di antara keduanya dan Bella hanya mematung di tempat. Kakinya seolah dipaku ke tanah. Damian tidak berhenti berjalan, bahkan ketika jarak yang terbentang di antara keduanya tinggal beberapa langkah."Damian—"Bella t
Ciuman Damian begitu lembut. Ketika Bella mengira tindakannya terlalu impulsif, Damian justru menarik tubuhnya ke dalam dekapan. Bibirnya dengan lembut menekan bibirnya, memberi banyak kecupan yang melambungkan perasaannya. Ada sedikit rasa manis dan pahit yang tertinggal di bibirnya, sisa-sisa dari alkohol yang diminumnya. Damian memperdalam ciuman mereka dan debaran jantung Bella semakin menggila. Tangannya mencengkeram jas Damian, sementara pria itu seolah mencoba mencicipi seluruh sisi bibirnya. Merasakannya. Napas mereka menyatu, saling terengah mencari oksigen. Kemudian, Damian menjauhkan wajahnya sedikit, tetapi tidak berhenti memberi Bella kecupan selembut kapas. Akhirnya, Damian sepenuhnya menjauh. Senyum merekah di bibirnya. Jemarinya dengan lembut mengusap bibir Bella yang basah dan gadis itu memilih menunduk karena malu. Pipi Bella rasanya terbakar panas. Ia menyembunyikan wajahnya yang memerah di dada Damian, sebab pria itu tidak membiarkan Bella untuk menutupi wajahn
Bella terbangun ketika mendengar suara petir yang menggelegar di luar. Ia menatap sekeliling ruangan, menyadari bahwa ia telah berada di kamarnya. Bella bangun dan duduk di tepi kasur, lalu kejadian sebelumnya seketika berputar-putar di kepalanya.Kebersamaannya dengan Damian.Ungkapan perasaan mereka.Bella mengusap pipinya yang terasa dingin, tetapi hatinya menghangat oleh perasaan bahagia yang kembali datang menghampiri. Mereka berciuman, berdansa, dan mengingat momen lama yang tidak akan pernah terasa usang.Di mana pria itu sekarang?Bella melirik jam, sudah hampir tengah malam. Ia ketiduran di pangkuan Damian dan pria itu membawanya ke kamarnya.Apakah Damian sudah tidur? Bagaimana dengan pertunangannya?Bella menggigit bibir bawahnya, ada perasaan bersalah yang menelusup ke dalam hatinya, tetapi ia tidak mau memikirkan apa pun sampai Damian menjelaskan apa yang terjadi.Damian mengatakan bahwa dia tidak pernah menginginkan pertunangan itu. Damian menyetujuinya semata-mata kare
Bella duduk di tepi tempat tidur dengan bingung. Damian memberitahunya untuk tetap berada di kamarnya, sementara pria itu entah pergi ke mana. Bella tidak tahu apa yang terjadi di luar kamarnya. Terutama situasi para pelayan setelah pembatalan pertunangan Damian. Mereka sangat mendukung pertunangan Velvet dan Damian, entah apa yang mereka pikirkan. Ia tidak menampakkan diri sejak semalam, apakah Erina dan Verona mencarinya? Nyonya Mochelle? Bella melirik jam, sudah hampir pukul sembilan pagi. Damian pergi sejam yang lalu, dan ia bertanya-tanya apakah pria itu sebenarnya pergi menemui ibunya? Bella sangat khawatir. Ia takut Damian berselisih dengan ibunya karena pembatalan pertunangan itu. Ia tidak mau Damian bertengkar dengan ibunya. Dan alasannya karena dirinya. Hubungan mereka. Bella menatap pemandangan di luar jendela sambil meremat tangannya. Langit cerah dan matahari bersinar terik, tetapi hatinya dipenuhi oleh awan mendung yang penuh dengan kegelisahan. Mendadak, terdenga
"Kau sangat suka minum alkohol?" Bella bertanya ketika Damian mengisi kembali gelas mereka. Ini yang ketiga kalinya. Damian bilang kadar alkoholnya sangat rendah, tetapi Bella mulai merasakan efeknya sekarang. Mungkin karena ia jarang minum alkohol. Damian sendiri terlihat tidak terpengaruh sama sekali. Dia duduk dengan tegak di sofa seberangnya, menatapnya dengan senyum kecil yang begitu menawan. Tidak seperti sebelumnya, kali ini mereka minum di kamar Damian. "Ya, tapi tidak sampai rutin juga," sahut Damian. "Aku hanya minum ketika pikiranku terasa penuh. Jadi ... bagaimana perasaanmu sekarang?" "Aku merasa melayang," jawab Bella jujur. Segala kekhawatiran yang bercokol di kepalanya entah menguap ke mana. Damian terkekeh dan menenggak alkoholnya dengan cepat. "Efeknya memang seperti itu," katanya. "Tapi jika kau tidak suka, kau bisa berhenti sekarang, Sayangku." Damian sudah mengatakan kata sayang itu berulang kali, tetapi Bella masih saja tersipu malu ketika mendengarnya. Ras
Bella merasa ragu untuk keluar kamar pagi ini, mengingat bagaimana Nyonya Mirabesy tidak menyukai hubungannya dengan putranya. Ia takut bertemu wanita itu dan tidak tahu bagaimana menghadapinya. Ia hanya membersihkan kamar Damian sebentar, karena pria itu melarangnya untuk bekerja terlalu keras. Padahal Bella tidak merasa lelah sedikit pun, tetapi ia tidak mau berdebat dengan Damian. Damian pergi menemui ayahnya di sayap barat, katanya ingin membicarakan perihal perekrutan anggota baru di organisasi mereka. Setelah beberapa saat berpikir, Bella akhirnya memutuskan untuk pergi ke taman. Ia tidak terlalu lapar, ia bisa makan siang nanti. Mansion terasa begitu hening ketika ia melewati lorong menuju halaman belakang. Apakah semua pelayan ada di dapur? Sejenak, Bella menatap danau dan labirin tanaman, juga langit kelabu. Kepalanya lalu menoleh ke arah taman mawar, tetapi masih tidak ada satu pun pelayan yang terlihat sejauh mata memandang. Mungkinkah ada pertemuan penting di dapur? K
"Bella? Nyonya Mirabesy memanggilmu di ruang tamu sayap utama."Bella merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat mendengar hal itu. Ia bergegas memperbaiki tatanan rambutnya yang sempat kusut karena ketiduran, lalu bergegas ke ruang tamu.Kenapa Nyonya Mirabesy memanggilnya? Apa yang ingin dia lakukan?Bella meremat tangannya dan menyusuri lorong dengan perasaan cemas dan takut.Nyonya Mirabesy tidak menyukainya, jadi kenapa ia mendadak memanggilnya?Ia tidak bisa berhenti mengulang pertanyaan itu dalam kepalanya.Begitu tiba di bukaan lorong, kecemasan Bella meningkat drastis saat bertemu pandang dengan Velvet yang duduk di sofa. Wanita itu dengan cepat tersenyum, tetapi ada sesuatu yang ganjil dari tatapan matanya.Bella membalas senyumnya dan buru-buru menunduk. Ia lantas mendekat ke arah Nyonya Mirabesy. "Anda memanggil saya, Nyonya?""Ya, aku ingin kau melayani kami," ucapnya datar."Bibi, bukankah dia terlalu muda untuk menjadi seorang pelayan?" Tanya Velvet, menatap Bel
Ya Tuhan.Apa yang selama ini telah terjadi pada Bella sampai dia tidak yakin eksistensi Damian sebagai sesuatu yang nyata?Air mata Damian tumpah, tangisnya mengencang dan wajah Bella berubah menjadi sendu.“Damian... jangan... menangis,” ucap Bella susah payah. Ia mencoba mengangkat tangannya, tetapi nihil. Ia tidak memiliki secuil pun tenaga untuk mengelap air mata di wajah Damian. Hatinya hancur melihat Damian yang selalu terlihat kuat, kini rapuh layaknya kaca.“Aku nyata, Sayang. Aku di sini, aku di sini untuk menyelamatkanmu. Aku minta maaf karena tidak bisa datang lebih cepat.” Damian terisak lebih keras dan menciumi wajah Bella. Bibirnya bergetar. “Bertahanlah Sayangku, kita akan ke rumah sakit. Semuanya sudah berakhir. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu.”Rasanya seperti mimpi.Bella menatap wajah Damian, tetapi sulit. Pandangannya terkadang jelas, terkadang buram. Setiap kali ia mencoba membuka matanya lebih lebar, rasanya ada paku yang menusuk-nusuk matanya. Ia ingin men
“Wajahmu tertembak?”Martinez buru-buru mendekat melihat Damian yang muncul di lorong. Dia terus memegangi rahang kanannya yang telah dibalut kain secara asal-asalan. Tangannya berlumuran darah.“Ya, peluru Van. Kukira... kukira lidahku terpotong.” Damian meringis. Rasa sakitnya membuat wajahnya seolah akan terbelah. Ia tidak bisa berbicara tanpa denyutan nyeri yang mengikuti di belakang. “Tapi ternyata masih utuh. Tidak apa-apa, bukan organ vital. Bagaimana dengan yang lain? Apa masih ada yang tersisa?”Martinez menghela napas. “Semuanya sudah dibereskan. Tinggal Ymar dan Lester. Ymar pasti masih berada di rumah ini, dan Andrius sedang mencarinya. Soal Lester, kita akan menemukannya nanti,” jelasnya dengan suara serak. Ia kelelahan, pakaiannya compang-camping terkena tembakan, dan lorong itu tidak memiliki penghangat yang memadai. “Aku akan meminta para anggota untuk membersihkan rumah ini. Yang lain sudah berpencar untuk memeriksa semua ruangan. Bagaimana dengan Van?”“Sudah tewas.
“Sial, sensornya bagus juga. Di mana dia mendapatkannya?”“Bukan saatnya untuk menanyakan itu, brengsek,” dengus Tyson pada Bogdan yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang sensor yang Van gunakan di rumahnya.Setelah melumpuhkan dua penjaga yang berjaga di gerbang depan, Damian, Tyson, dan Bogdan menunggu aba-aba dari Martinez dan Andrius. Beberapa menit telah berlalu, tetapi tidak ada tanda apa pun yang terlihat. Damian berdiri dengan cemas, sudah tidak sanggup menahan diri lebih lama untuk menemukan gadisnya.Ia bersumpah akan membunuh mereka semua, jika ia sampai menemukan Bella dalam keadaan yang tidak ia inginkan.“Ck, kenapa lama sekali?” Bogdan menatap bingung. “Apa sebaiknya aku menyusul?”Damian hendak membantah ketika suara tembakan menggelegar mendadak terdengar. Mereka tersentak dan menatap ke dalam rumah Van.“Sepertinya mereka telah ketahuan. Ayo.” Damian membuka pengaman pistolnya dan bergegas berlari menuju pintu depan. Tyson segera mengikuti di belakang, sementar
Bella termangu menatap tembok pucat di hadapannya. Beberapa hari telah berlalu sejak Lester datang menemuinya waktu itu. Tetapi, ia tidak bisa berhenti memikirkan ucapannya. Ibunya ada di sini. Di rumah ini. Di tempat yang sama dengannya. Apakah itu mungkin? Entah Lester bicara jujur atau hanya mengatakan kebohongan semata, pikiran itu terus menghantuinya. Ia merindukan ibunya. Setiap malam, ia memimpikan sebuah tangan ringkih yang membelai kepalanya dengan lembut. Senandung yang terlontar dari bibir wanita itu terasa sangat nyata, sampai-sampai Bella kira ia tidak sedang bermimpi. Apakah ini semua hanya pengaruh obat-obatan? Mereka menyuntiknya setiap hari, nyaris tidak membiarkannnya untuk bergerak seinci pun dari tempat tidurnya. Bella terus bertanya-tanya apakah ia akan mati di sini? Tubuhnya lemas, nyeri, dan pucat seperti mayat. Matanya bahkan terasa sulit untuk dibuka lebar-lebar. Ia tidak bisa mengangkat tangannya, apalagi menggerakan kakinya. Mungkin, berat bada
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d