Share

Emosi

"Korban sedang dirawat di rumah sakit, kondisinya masih lemah. Namun telah melewati masa kritis," jawab detektif itu.

Detektif lainnya yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Sungguh luar biasa sekali, seorang gadis lemah berani menyentuh seorang Christian Kim."

Moon menatapnya tajam. "Dia adalah pembunuh, kenapa aku tidak berani membunuhnya kalau nenekku sudah meninggal di tangannya."

"Nona, usiamu masih muda. Christian Kim kemungkinan besar akan bertahan. Tapi, kamu yang dalam masalah besar. Apakah kamu tidak pernah dengar nama keluarga mereka? Terutama Christian Kim? Banyak yang kenal dia adalah seorang psikopat gila. Membunuhnya kamu menghadapi dua masalah. Pertama, keluarganya tidak akan membebaskanmu. Kedua, kalau Christian Kim sadar, dia sendiri yang akan mendatangimu," kata detektif itu dengan nada memperingatkan.

Moon mengepalkan tangannya, matanya berapi-api. "Kalian memihak kepada mereka, walau sudah tahu dia adalah psikopat bajingan?" tanyanya penuh amarah.

"Apapun itu, kamu tidak akan bisa lolos dari hukum!" ucap detektif itu, mengakhiri interogasi dengan nada tegas dan tak terbantahkan.

Tiga hari kemudian.

Christian mulai membuka matanya, merasakan kelelahan yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Ia berbaring di atas ranjang pasien, dengan berbagai alat medis yang masih terhubung ke tubuhnya. Di sampingnya, berdiri Jhon, supir setianya, dan Mike, asistennya yang selalu dapat diandalkan.

"Tuan muda, sudah sadar," ucap John dengan nada lega, melihat tuannya kembali siuman.

Christian melirik ke arah mereka berdua, matanya yang biasanya penuh semangat kini tampak sayu dan wajah tampan pria itu masih pucat pasi. Ia mencoba mengumpulkan kekuatannya untuk berbicara.

"Di mana dia?" tanya Christian dengan suara lemah, namun tegas.

"Tuan muda, Nona itu sudah ditahan. Dia tidak akan bisa lolos lagi. Direktur Utama sangat marah besar sehingga meminta pihak kepolisian untuk hukum tembak saja dalam waktu dekat."

Mendengar itu, Christian langsung bangkit dari posisinya dengan cepat, namun gerakannya terhenti oleh rasa sakit yang menyengat dari bekas luka tikaman di dadanya. Ia mengerang pelan, satu tangannya meraba-raba luka tersebut.

"Mike, apa kamu tahu apa yang terjadi? Siapa yang menyuruh mereka merobohkan rumah warga desa?" tanya Christian dengan nada penuh keingintahuan dan kecurigaan.

Mike, yang sudah menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini, segera menjawab, "Sepertinya bagian dari rencana Wakil Direktur, dia menggunakan nama Anda untuk melawan mereka. Direktur Utama menyalahkan Anda atas kejadian ini."

Christian mengangguk pelan, ekspresi wajahnya berubah menjadi penuh kemarahan dan kekecewaan. "Sudah kuduga, dia selalu ingin menyingkirkanku," ucap Christian. "Ambil pakaianku!" perintahnya, nada suaranya tak bisa dibantah.

"Tuan muda, Anda belum sembuh, luka tikaman juga baru dijahit. Jangan banyak bergerak dulu!" ujar John, khawatir akan kondisi tuannya.

Christian menatap tajam pada kedua bawahannya, membuat mereka merinding. "Jangan sampai aku mengulangi perkataan yang sama!" perintahnya, nada suaranya menegaskan bahwa ia tidak akan menerima penolakan.

Christian diantar oleh Mike dan John menuju ke perusahaan dengan tekad bulat untuk menemui kakaknya, Calvin, yang ia yakini adalah dalang utama atas semua kejadian tersebut.

Setelah tiba di lantai 10, Christian yang masih menahan sakit, melangkah dengan cepat. Wajahnya tegang, setiap langkahnya penuh kemarahan. Di saat yang sama, Victor, ayah mereka, yang sedang berada di lorong, ditemani oleh asistennya, melihat putra keduanya itu dengan penuh keheranan.

"Bukankah dia belum sembuh? Kenapa datang ke sini?" gumam Victor, wajahnya mengernyit penuh kekhawatiran, kemudian mempercepat langkahnya menyusul Christian.

Calvin yang duduk santai di dalam kantornya bersama beberapa pemegang saham lainnya, tiba-tiba mendengar bantingan pintu yang begitu keras, "Brak!"

Suara tersebut mengejutkan mereka semua. Mata mereka terfokus ke arah suara tersebut, melihat Christian yang tampak marah besar. 

Dengan penuh emosi, Christian melangkah masuk, matanya membara. Tanpa ragu, tangannya meraih asbak yang berada di atas meja, langsung melemparkan benda itu ke arah Calvin yang duduk di kursi kerjanya.

"Brak!" Lemparan tersebut meleset, tidak mengenai sasaran karena Calvin yang dengan cepat menghindar. Wajahnya tampak pucat ketakutan melihat kegilaan adiknya.

Para pemegang saham dikejutkan dengan aksi nekat pengurus perusahaan mereka itu. Mereka saling berpandangan, bingung dan takut.

"Bajingan! Kau melakukan kesalahan dan kau melemparkan kesalahan itu ke orang lain!" bentak Christian dengan suara lantang, suaranya menggema di ruangan tersebut. Tanpa ragu, ia menyapu vas bunga yang berada di meja hingga jatuh ke lantai dan pecah berantakan, serpihan kaca tersebar di mana-mana.

Emosi Christian langsung meledak setelah mengetahui sang kakak yang menyebabkan insiden yang terjadi di desa tersebut!

Calvin yang cemas berusaha untuk tenang, sementara pemegang saham lainnya langsung beranjak dari ruangan itu sambil ketakutan, meninggalkan suasana yang tegang dan penuh ketidakpastian."Christian, apa yang kamu lakukan? Seharusnya kamu merawat dirimu di rumah sakit," ujar Calvin dengan nada khawatir, mencoba meredakan ketegangan.

"Bajingan sepertimu hanya ingin mendapatkan posisi tertinggi. Oleh karena itu kau sengaja melakukan tindakan kekerasan terhadap warga desa sehingga ada yang meninggal dengan mengunakan namaku. Luar biasa sekali," ujar Christian sambil menahan sakit dari bekas lukanya yang baru dijahit.

"Christian, aku menggunakan namamu hanya demi kebaikanmu juga. Kalau berhasil, kamu yang dapat jasanya," kata Calvin, berusaha membela diri.

"Aku tidak butuh jasa apapun. Sudah kukatakan aku akan mengurusnya. Papa telah memberiku perintah untuk melakukannya, dan kenapa saat ini kau harus ikut campur?" jawab Christian dengan tegas, tatapannya penuh kekecewaan.

"Lebih baik kita jangan bertengkar hanya karena warga desa itu. Tidak penting sama sekali. Kita adalah adik kakak," ucap Calvin yang berusaha menenangkan adiknya.

"Kakak? Kalau kau menganggapku sebagai adikmu sendiri, maka kau tidak akan bertindak tanpa sepengetahuanku. Satu nyawa yang berusia usia 70 tahun harus meninggal sia-sia karena ulahmu, dan dirimu masih duduk di sini dengan santai," kata Christian, tatapannya semakin tajam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status