Pengacara Sean datang menemui Christian di apartemennya untuk melaporkan bahwa semua perintahnya telah dijalankan. Di ruangan luas itu, terlihat Sean, Mike, dan Jhon sedang berdiri, menunggu instruksi lebih lanjut.
Tiba-tiba, sebuah gelas kaca melayang ke arah mereka bertiga. Dengan serentak, mereka menunduk untuk menghindari lemparan Christian yang sedang emosi. Suara pecahan kaca yang keras menggema di ruangan, membuat suasana semakin tegang.
"Apa? Aku sudah bebaskan dia, dan dia pergi begitu saja dengan pria lain. Sean, bagaimana bisa kau membiarkan dia pergi begitu saja?" tanya Christian dengan nada tinggi, matanya menyala-nyala penuh amarah.
Sean mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab. "Aku tidak bisa menghalangnya, karena aku tidak punya alasan. Lagi pula, pria itu berkata mereka seperti keluarga sendiri," jawab Sean dengan tenang, meskipun ia tahu ini tidak akan meredakan kemarahan Christian.
Christian mendengus, wajahnya memerah karena marah
Mansion Keluarga Kim.Victor duduk di ruang pribadinya dengan ditemani oleh asisten kepercayaannya, Luwis. Ruangan itu dipenuhi dengan ornamen klasik yang menunjukkan status keluarga mereka yang terpandang. Lukisan-lukisan besar menghiasi dinding, dan suasana tenang malam itu semakin memperdalam kekhawatiran yang menggelayuti pikiran Victor."Tuan, sudah malam. Kenapa masih belum istirahat?" tanya Luwis dengan suara lembut, namun penuh rasa hormat.Victor menatap keluar jendela besar yang menghadap taman, di mana bayang-bayang pohon terlihat samar dalam cahaya bulan. "Setelah kita tua, aku baru sadar apa itu takut. Semasa muda aku tidak kenal takut dan tidak peduli apapun. Melihat pertengkaran kedua putraku. Aku merasa bimbang," jawabnya dengan nada muram.Luwis menghela napas pelan. "Tuan, apakah karena kejadian tadi pagi? Tuan muda kedua memang gegabah. Selama ini dia tidak pernah mengalah apapun yang terjadi. Setelah mengetahui perbuatan tuan muda pertama, tuan muda kedua pun langs
Moon yang ditahan di sebuah kamar tidak sadarkan diri. Ia terbaring di atas kasur dengan nafas yang pelan dan teratur. Cahaya matahari yang masuk dari jendela menerangi wajahnya yang pucat. Mereka meninggalkannya begitu saja, seolah-olah ia hanyalah barang tak berharga.Sementara itu, Calvin tersenyum puas setelah mengetahui rencananya telah berhasil. Ia tertawa kecil dan duduk di sofa kamar pasien, "Apakah bocah itu tertarik padanya? Aku menjadi penasaran, apa kelebihan dari seorang gadis desa," ucap Calvin dengan nada mengejek, sambil memainkan cincin di jarinya.Joss yang berdiri di dekat pintu, melangkah maju dan menatap Calvin dengan penuh hormat. "Apa rencana kita selanjutnya, Tuan?" tanyanya dengan suara yang tenang namun tegas.Calvin menghela napas dalam, pandangannya beralih ke arah jendela. "Jangan sampai Christian tahu kalau gadis itu berada di tangan kita. Gadis ini bisa saja memberitahu semua orang mengenai kejadian neneknya. Aku tidak ingin karena manusia seperti dia, pe
Calvin membuka kancing bajunya dengan gerakan tergesa-gesa dan menekan kedua tangan Moon ke atas, menjepitnya erat. Napasnya memburu ketika bibirnya mendarat di leher Moon, bergerak dengan rakus hingga turun ke dadanya. Moon berteriak, suaranya memecah keheningan malam, dan dia berusaha melawan sekuat tenaga."Hentikan, dasar bajingan!" bentak Moon dengan kemarahan yang membara, lalu dengan cepat dia mengangkat lututnya dan menghantam bagian bawah tubuh Calvin dengan keras. "Bruk!""Ahh!" jerit Calvin yang kesakitan, tubuhnya terhuyung ke belakang dan wajahnya seketika memucat. Melihat kesempatan itu, Moon segera bangkit dan mendorong pria itu ke samping dengan sekuat tenaga.Namun, saat Moon baru saja melangkah menjauh, Calvin, meski menahan sakit, langsung bangkit dan dengan gerakan cepat, ia menampar wajah Moon dengan keras. Tubuh Moon terhuyung ke belakang, kepalanya terbentur sudut meja dengan bunyi yang mengerikan.Moon tersungkur di lantai, rasa sakit menjalar di kepalanya, dan
Victor menghempaskan tangannya ke meja dengan keras, wajahnya memerah dan matanya menyala-nyala penuh kemarahan. Ruangan itu seakan bergetar oleh amarah yang membara dalam dirinya. Dia menatap Calvin dengan pandangan tajam yang bisa menembus hingga ke inti hati putranya, seolah menuntut jawaban yang memuaskan atas tindakan bodohnya."Apa kau sudah gila?" Victor membentak, suaranya serak dan tegas, seperti gemuruh yang menggelegar di atas kepala mereka. "Kau tidak tahu apa yang harus kau lakukan, hingga kau berani-beraninya menculik gadis itu?" Setiap kata keluar dari mulutnya seperti semburan api, membakar sisa-sisa ketenangan yang mungkin pernah ada di dalam ruangan itu.Calvin, meski dadanya berdebar kencang, berusaha mempertahankan kewibawaannya di hadapan ayahnya. "Pa, Aku hanya ingin membungkam mulutnya," jawabnya, "Kalau sampai tersebar kejadian neneknya, reputasi perusahaan akan hancur," lanjutnya dengan alasan yang terdengar tidak meyakinkan, seolah mencoba membenarkan tindaka
Di dalam mansion megah Keluarga Besar Kim, suasana tegang menyelimuti ruang tamu yang luas. Christian duduk di sofa dengan sikap tenang, namun hatinya bergejolak. Di depannya, Victor, ayahnya, menatapnya dengan tatapan tajam yang penuh tuntutan. Ada kemarahan yang terkandung dalam pandangan itu, namun juga keinginan untuk memahami apa yang sedang terjadi."Melukai kakakmu sebanyak dua kali, hanya demi seorang gadis asing. Kenapa? Apakah kamu sudah bodoh?" tanya Victor, suaranya dingin dan penuh kritik, seolah-olah tidak mampu menerima kenyataan yang sedang dihadapinya.Christian menghela napas, merasa beban yang berat menekan dadanya. "Apakah dia mengadu padamu, kalau dia melakukan semua itu hanya karena perusahaan? Dia tidak pernah mengakui kesalahan sendiri," balas Christian dengan nada yang penuh kekecewaan. Pandangannya tetap tenang, namun di balik ketenangan itu ada rasa kesal yang terpendam.Victor menatap putranya dengan mata yang berkilat, mencoba mencari kebenaran di balik ka
Moon yang baru sadar dari tidurnya, melangkah keluar dari kamarnya dengan perasaan bingung. Cahaya redup dari lampu di ruang tamu membuat suasana menjadi tenang, namun kehadiran sosok yang duduk di sana menambah kesan misterius. Moon mengerutkan alisnya saat melihat seorang pria yang ia kenal samar-samar."Tuan, aku ada di mana?" tanyanya dengan suara bergetar, berdiri di ambang pintu kamar.Jhon, yang mengenakan setelan rapi, segera berdiri dari tempat duduknya. "Nona, Anda sudah sadar. Aku sudah pesan makanan untukmu dan semua kebutuhanmu," jawabnya dengan nada yang penuh perhatian.Moon menatapnya dengan tatapan ragu. "Anda siapa?"Jhon tersenyum ramah, mencoba meredakan ketegangan di antara mereka. "Nona sudah lupa denganku? Aku adalah sopir yang menjemput Anda dari perusahaan ke apartemen ini. Namaku Jhon."Moon mengangguk pelan, ingatannya mulai kembali. "Supir Christian Kim?""Benar!" jawab Jhon dengan anggukan tegas.Moon merasa dadanya berdebar lebih kencang. Ingatan tentang
Perusahaan Capital Kim, tempat di mana kekuasaan dan ambisi saling beradu, memiliki suasana tegang yang terasa di setiap sudut kantornya. Di sebuah ruangan mewah yang didekorasi dengan nuansa modern, Christian, seorang pengurus penting di perusahaan itu, duduk di belakang meja kayu besar dengan pandangan serius tertuju pada laptopnya. Meski luka di tubuhnya belum sepenuhnya sembuh, ia tak membiarkan itu menghentikannya. Baginya, pekerjaan dan kekuasaan adalah segalanya.Christian baru kembali ke kantor setelah absen selama beberapa hari. Fokusnya kini terpaku pada layar laptop.Mike, asisten setianya, memasuki ruangan dengan langkah tergesa, membawa berita yang tak menyenangkan."Tuan, beberapa hari ini Wakil Direktur bertemu dengan beberapa pemegang saham. Mereka seperti sedang merencanakan sesuatu. Pertemuan mereka sangat rahasia. Bahkan Direktur Utama juga tidak tahu," kata Mike dengan nada yang rendah namun sarat akan kekhawatiran.Christi
Christian menghela napas panjang, namun tidak ada penyesalan dalam tatapannya. "Asalkan kamu menyetujui apa yang aku inginkan, aku bisa saja mengabulkan semua keinginanmu. Selain itu, hidupmu akan berubah dan tidak akan menderita seperti dulu," ujar Christian dengan suara yang lembut namun penuh kendali.Moon hatinya masih dipenuhi oleh luka dan kebencian. "Apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Moon akhirnya, suaranya bergetar sedikit.Christian tersenyum menatap mata gadis itu, Senyumannya terlihat licik. Tidak tahu apa permintaan yang dia inginkan dari gadis itu!Christian duduk di sofa dengan santai, senyum tipis yang penuh keyakinan menghiasi wajahnya. Tatapannya tajam namun tenang, seolah-olah ia sedang mengamati mangsanya dari kejauhan. Moon, yang masih berdiri di tengah ruangan dengan raut wajah penuh kebencian, hanya bisa menghela napas panjang melihat sikap pria itu yang penuh percaya diri.“Duduklah,” perintah Christian sambil
Christian berdiri di tengah kamar dan menatap pakaian yang telah rapi tersusun di koper. Jhon dan Mike, dua orang yang telah setia bersamanya dalam segala suka dan duka, memandangnya dengan penuh haru. Udara sore yang sejuk menyusup lewat jendela, membawa keheningan yang berat di antara mereka.Mike melangkah maju, menatap majikannya dengan sorot mata penuh harapan. "Tuan, kami bisa ikut denganmu, dan memulai dari awal," suaranya serak, namun tegas.Christian menatap keduanya dengan senyuman lembut, seakan memberi mereka kekuatan. "Mike, Jhon, kalian sangat berbakat. Rajin dan tidak pernah mengeluh. Aku sudah melamarkan pekerjaan untuk kalian berdua di perusahaan besar. Kalian akan dihubungi setelah prosedurnya diurus. Bekerjalah dengan baik." Suaranya tenang, tapi penuh keyakinan. "Aku akan pergi bersama Moon. Kami memiliki terlalu banyak kenangan pahit di sini, jadi kami ingin melupakan semuanya.""Tuan, kami telah lama ikut denganmu, kami sudah biasa dengan ritme ini," Jhon mencob
"Aku tidak akan membiarkan kalian berhasil!" bentak Calvin dengan emosi yang memuncak. Matanya menyala penuh kemarahan, wajahnya memerah. Victor menatap Calvin dengan sorot mata tenang, namun penuh penyesalan. "Calvin," ucapnya dengan suara yang lebih rendah, hampir bergetar, "Papa bersalah padamu. Papa mengkhianati mamamu dan juga melukaimu. Tapi ini adalah kesalahan Papa," lanjutnya, mencoba menenangkan Calvin yang jelas tidak ingin mendengar.Calvin mendengus sinis, tidak bisa menahan tawa pahitnya. "Jangan mengatakan kalau Papa ingin menyerahkan semuanya pada dia?" suaranya bergetar, penuh kebencian dan kekecewaan. "Aku tidak sudi! Karena aku juga telah membantu mengembangkan bisnis kita. Aku pantas mendapatkannya!" sorot mata Calvin beralih pada Victor, menuntut jawaban yang adil. "Siapa pun di antara kalian," ucapnya dingin, "tidak ada yang bisa mengambil alih perusahaan ini." Christian menatap mereka berdua bergantian, membuat suasana semakin menegangkan. "Hari ini juga, aku
Victor merasa darahnya berdesir dingin, napasnya seakan tersangkut di tenggorokan saat menatap putrinya, Moon, yang berdiri di depannya dengan sorot mata tajam. Tubuhnya yang lelah seakan kehilangan kekuatan. Tidak pernah dia membayangkan hari di mana seluruh rahasia kelam yang selama ini ia simpan rapat-rapat akhirnya terungkap.Christian, dengan dingin dan penuh dendam, duduk santai di sofa. Tatapannya tajam seperti pisau yang siap menancap,"Aku adalah bayi yang kamu adopsi," suaranya terdengar menggelegar dalam keheningan ruangan. "Kedua orang tuaku tewas di tanganmu. Seluruh milik keluargaku juga kau rebut begitu saja. Sementara Moon adalah putri kandungmu yang kau lantarkan selama ini. Apa lagi yang ingin kau katakan?"Kata-kata Christian menusuk hati Victor seperti jarum tajam. Selama bertahun-tahun, dia hidup dalam ilusi bahwa apa yang dia lakukan adalah demi kekuasaan, demi keluarganya.Moon, yang dari tadi berdiri di sudut ruangan, mulai men
Calvin menatap Christian dengan mata yang menyala penuh emosi, berusaha menyangkal kebenaran yang baru saja diungkapkan. Sementara itu, Victor, yang duduk di samping Calvin, mulai merasakan jantungnya berdetak tak teratur. Keringat yang tadi hanya mengalir di dahinya kini membasahi tengkuknya.“Jangan bercanda! Keluarga Kim membesarkanmu selama ini. Apakah kau menggunakan cara ini untuk membalas kami?” tanya Calvin dengan nada yang lebih keras, mencoba menguasai percakapan meski suaranya terdengar sedikit goyah.Christian tersenyum sinis, langkahnya perlahan mendekati Calvin yang masih duduk di sofa. “Membesarkan aku? Apakah aku harus berterima kasih padamu? Membunuh kedua orang tuaku yang juga adalah sahabat dekatmu. Lalu mengambil alih perusahaan mereka tanpa rasa malu sedikitpun,” ujar Christian, nada suaranya semakin berbahaya dengan setiap kata yang keluar.Calvin terdiam sejenak, kata-kata Christian menghantamnya seperti palu besar
"Pa, apakah benar di dalam rekaman ini adalah Papa? Mana mungkin Papa tega pada sahabat sendiri," ujar Christian dengan senyum sinis.Victor tampak terkejut namun berusaha tetap tenang. Ia merapatkan jasnya seolah mencoba mengendalikan suasana hatinya. "Ini hanya rekaman rekayasa, tidak ada kejadian itu," jawabnya dengan suara berat, membela diri.Christian mendekat, "Benarkah? Kalau begitu, Papa cukup mengklarifikasi pada media untuk menyelamatkan perusahaan kita," kata Christian dengan nada menantang."Christian, semua ini tidak benar. Pasti ada yang ingin menjatuhkan kita," ujar Victor dengan tegas, matanya menyiratkan ketakutan yang samar.Sementara itu, Calvin, yang berdiri di sana memandangi Christian dengan penuh rasa ingin tahu dan cemas. "Bagaimana bisa rekaman itu terungkap? Dari mana asalnya, dan apakah brengsek ini tidak tahu apa-apa?" gumam Calvin dengan geram, berpikir keras.Seorang sekretaris tiba-tiba masuk tergesa-gesa, raut
Christian sengaja membuka ponselnya dengan gerakan lambat, matanya menelusuri layar dengan ekspresi tenang yang tampak dingin. Suasana di ruangan itu berubah hening ketika dia memutar video yang tengah viral. Wajah Victor dan beberapa orang lain yang hadir langsung mengarah pada Calvin, menunggu reaksinya. Di sudut ruangan, Calvin tampak terdiam, mencoba menahan kemarahan yang memuncak. Sorotan mata tajam Christian menancap pada layar ponselnya sebelum beralih ke Calvin."Calon direktur utama bercinta dengan beberapa wanita di satu malam, luar biasa sekali, kakakku," suara Christian memecah keheningan, nadanya penuh sarkasme dan sindiran halus. Dia memperlihatkan ponselnya kepada Calvin, dengan artikel-artikel yang mulai bermunculan di media sosial, menghancurkan reputasi Calvin.Calvin yang dikejutkan oleh berita tersebut langsung merogoh saku jasnya dengan tergesa, merasakan detak jantungnya semakin cepat. Dia membuka ponselnya dan dalam hitungan detik, layar menampi
Christian menyesap kopinya pelan, sambil memandang Reporter Frank dengan tajam. Kafe itu masih sepi, hanya terdengar alunan musik lembut yang mengisi suasana. Christian duduk dengan tenang, meski niatnya penuh ambisi."Pastikan rekaman ini tersebar luas, beserta fotonya. Aku ingin menjadikan berita ini di halaman utama," ujar Christian, nadanya tegas dan tak terbantahkan.Frank, reporter yang selalu haus akan cerita besar, mengangkat alisnya, matanya penuh harap. "Tuan Kim, apakah ini adalah berita besar?" tanyanya, sedikit ragu namun tak bisa menyembunyikan kegembiraannya.Christian menyeringai, memperlihatkan ketenangan yang mematikan. "Reporter Frank, tidak perlu bertanya hal lain, cukup lakukan saja sesuai perintahku. Jatuhkan orang yang di dalam rekaman ini akan membuatmu semakin terkenal," jawabnya dengan senyum tipis namun penuh ancaman.Frank tersenyum puas, merasa bahwa kesempatannya untuk naik ke puncak kariernya sudah di depan mata. "Baiklah, T
Christian membawa Moon kembali ke apartemennya, tempat yang dulu menjadi tinggal bersama.Ketika mereka tiba, suasana kamar terasa sunyi, seolah menyerap segala keletihan yang Moon rasakan setelah hari yang begitu berat. Tubuhnya masih gemetar, kedua pergelangan tangannya memar akibat ikatan yang terlalu kuat. Christian duduk di sampingnya, mengambil salep, dan dengan lembut mengoleskannya pada bekas luka di pergelangan tangan Moon.Sentuhannya hati-hati, seolah takut menyakiti gadis itu lebih dari yang sudah terjadi."Maaf," ucap Christian tiba-tiba, suaranya rendah dan penuh penyesalan. "Aku terlambat. Aku tidak melindungimu dengan baik."Moon mengangkat wajahnya, memandang Christian dengan lembut. Ada luka yang tak terucapkan di matanya, tapi bibirnya tetap tersenyum kecil."Bukankah kamu sudah menyelamatkan aku? Jangan merasa bersalah," jawabnya, mencoba meredakan beban yang tergambar jelas di wajah Christian.Christian terdiam
Moon ditarik keluar oleh dua anak buah Calvin dengan kasar, menyeretnya menuju mobil. Gadis itu berusaha sekuat tenaga meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman kuat mereka. Namun, semakin keras ia melawan, semakin erat genggaman mereka, membuat Moon merasa semakin tak berdaya.Di kejauhan, anggota Christian yang sudah tak sabar memutuskan untuk bertindak. Dengan tatapan dingin dan penuh perhitungan, ia menginjak pedal gas sekuat tenaga, melaju cepat ke arah mereka tanpa peduli."Awas!" Teriakan keras terdengar dari beberapa orang yang langsung berlarian ke samping, mencoba menyelamatkan diri dari bahaya yang semakin dekat.Dalam sekejap, mobil yang dikemudikan anggota Christian menghantam kendaraan di depan mereka dengan kekuatan brutal.Brak! Suara benturan keras menggema di udara. Mobil yang ditabrak mengalami kerusakan parah, bagian belakang penyok, dan kaca di beberapa sisi retak hebat. Supir di dalamnya tak sempat menghindar, kepalanya terbentur keras ke setir akibat ta