Bruuukkk!
Marvin yang tiba tiba melempar sebuah koper dihadapan Ginda, hingga membuat Ginda terkejut dan terbelalak."Pergi dari rumah saya!" ucap Marvin tanpa memandang, rasanya ia tak sudi melihat wajah wanita yang ia anggap telah berkhianat itu.Sejenak terdiam, Ginda tau ini adalah bagian amarah dari Marvin, dan sepertinya memang ini resiko yang harus ia tanggung, atas sandiwara yang telah ia lakukan, perlahan Ginda pun meraih koper tersebut. Sementara Sukma yang melihat itu pun bergegas menghampiri."Apa kalian tidak bisa menyelesaikan masalah ini secara baik baik? Marvin, ini bukan jalan yang harus kalian tempuh.""Ibu masih mau membela wanita ini? sudah jelas jelas dia yang membuat perkara ini, Bu. Jadi jangan lagi membela dia atau pun melarangku untuk mengusir dia dari rumah ini. Toh dia sudah tidak mencintai aku lagi, dia lebih memilih dosennya itu, dari pada aku suaminya, jadi sudah lah biarkan dia pergi dari rumah ini."Pagi ini dikampus tercinta, lagi lagi Ginda yang datang berbarengan dengan Lian, mencuri pandangan Dela, lantaran beberapa hari ini Ginda dan Lian selalu bersama, tak seperti keakraban dosen dan mahasiswanya."Kenapa mereka selalu barengan ya? berangkat bareng, dan pulang juga bareng, suami Ginda kemana? kenapa beberapa hari ini Ginda bareng Pak Lian terus?" gumam Dela yang kini pandangannya tertuju pada Ginda dan Lian yang berjalan beriringan."Terimakasih ya, Pak Lian. Kalau gitu saya ke kelas dulu.""Ya, belajar yang semangat ya. Masa depanmu ada di tanganmu sendiri," ucap Lian yang membuat Ginda tersenyum dan mengangguk.Entahlah rasanya Lian selalu memberi Ginda semangat, disaat hatinya sedang rapuh karena masalah yang menimpa hubungan rumah tangganya, malah kini Lian seperti sengaja hadir dan memberi ketenangan.Kini Ginda pun melangkah memasuki ruang kelasnya, langkahnya seketika terhenti kala Dela memanggil namanya, membuat wanita
"Lalu, apa ini maksudnya, Pak?""Jadi begini, Ginda. Perusahan itu bergerak dalam bidang fashion, dan mereka sedang membutuhkan desainer tetap disana. Saya rasa kamu bisa mengajukan diri untuk menjadi desainer mereka," jelas Lian yang membuat Ginda tak berkedip memperhatikan isi dalam map tersebut."Tapi, Pak. Apa saya bisa? ini perusahaan besar Pak saya takut saya tidak mampu.""Ginda, saya memberikan ini pada kamu, itu karena saya tau kualitas kamu, jadi jangan merasa seolah kamu tidak bisa, bukan kah menjadi desainer ternama adalah impian kamu? jadi jangan sia sia kan kesempatan ini, Ginda."Mendengar semua ucapan Lian, perlahan Ginda mengangguk. Ya, mungkin ini jalan yang akan membawanya dalam kesuksesan."Kamu tenang saja, saya akan membantu kamu, sebisa saya," tambah Lian yang membuat Ginda kini tersenyum."Terimakasih banyak, Pak Lian. Terimakasih sudah mendukung saya, rasanya saya seperti ada yang melindungi, ya meski pun
"Apa yang terjadi padaku? mengapa aku rasanya tak ingin mendengar Ginda dekat dengan laki laki itu? aku seperti marah, aku... ahhh perasaan apa ini? mengapa aku kacau dibuatnya?" gerutu Marvin kala kini Sinta tak lagi bersamanya.Kabar yang Sinta bawa rupanya membuat Marvin kalang kabut, mungkin perasaannya saat ini adalah perasaan cemburu, namun ia tak mengerti.Ia tak pernah sadar karena ia terlalu egois untuk menyadarinya, seorang Marvin Marcello tak ingin begitu saja percaya akan hal cinta, meski nyatanya ada namun karena ego dan masa lalu, membuat Marvin sulit mengakui hal itu."Dan aku pikir setelah Ginda pergi dari rumahku, dia akan melaporkan aku ke polisi, tapi ternyata sampai saat ini belum ada polisi yang mencari aku, apa Ginda tak melakukan itu? tapi kenapa? bukan kah ia ingin sekali berbalas dendam?" tambah Marvin dengan ekspresi terus berpikir.Entahlah Ginda benar benar membuat pikirannya kacau, ia yang tak mengerti apa yang sebenar
Diperjalanan."Pak, saya minta maaf ya udah selalu merepotkan, Bapak. Bapak jadi harus antar jemput saya seperti ini," ucap Ginda yang membuat pandangan Lian sejenak memperhatikanya yang kemudian kembali fokus pada kemudinya."Tak masalah, saya tidak pernah keberatan menolong kamu, justru saya senang, dan saya ingin menjadi seseorang yang sigap menolong kamu," jawab Lian yang membuat Ginda tertegun.Entahlah apakah seorang Lian memang laki laki yang begitu baik? atau ada maksud lain dari ucapannya itu? rasanya beberapa hari terakhir ini, Lian begitu mudah mengucapkan kata kata manis.Mendengar itu Ginda hanya tersenyum dan menunduk, tak tau akan berkata apa lagi, hingga kini pandangannya tertuju pada penjual es krim dipinggir taman kota.Entahlah, mengapa rasanya tiba tiba Ginda menginginkan es krim tersebut? hingga membuat Ginda seketika menghentikan laju Lian."Berhenti sebentar, Pak." Tanpa banyak bicara, kini Lian p
"Sekali lagi terimakasih ya, Pak," ucap Ginda kala kini Lian menghentikan mobilnya dihalaman rumahnya."Sama sama, jaga kesehatan terus ya, jangan capek capek, inget ada janin yang harus kamu jaga," ucap Lian yang membuat Ginda tertegun.Padahal ini bukan kewajiban Lian untuk mengingatkan Ginda akan kandungannya. Namun dengan tulus Lian berkata itu, selain itu Lian juga selalu ada saat Ginda butuh pertolongan, seolah Lian ingin melindungi dan menjaga Ginda serta bayi dalam kandungannya tersebut."Terimakasih banyak, Pak. Sudah mengingatkan, kalau begitu saya masuk dulu.""Emm, Ginda. Jangan pernah keluar rumah sendiri ya, kalau ada perlu diluar kamu bisa hubungi saya, saya siap antar kamu," ucap Lian yang membuat Ginda menghentikan langkahnya.Tak menjawab, Ginda hanya tersenyum dan kemudian mengangguk, kembali ia melangkahkan kakinya dan memasuki rumah. Kepergian wanita berhijab itu tak hilang dari pandangan Lian, Dengan bibir yang terus
Marvin yang kini kembali kerumah dengan wajah muram, ia terduduk disofa ruang tamunya dengan nafas berat, melihat itu Sukma pun menghampiri."Marvin, ada apa?"Mendengar pertanyaan itu perlahan Marvin pun menoleh, tanpa ragu Marvin menceritakan semuanya pada Sukma. Tentang niatnya yang mengajak Ginda kembali ke rumah namun ditolak begitu saja."Ginda ngga mau?""Sepertinya begitu, Bu. Entahlah apa dia berniat melaporkan aku ke polisi? ditambah lagi Ginda dan dosennya itu, sepertinya hubungan keduanya semakin dekat, Bu. Bahkan segalanya laki laki itu yang menanggung, seolah ia tak ingin Ginda menderita.""Ini juga kan kesalahan kamu, Vin. Coba aja saat itu kamu ngga mengusir Ginda, ini tidak akan terjadi, kamu masih terus bisa memantaunya, kamu masih terus bisa membujuk hatinya, dan sekarang bagaimana kalau Ginda benar benar melaporkan kamu ke polisi?""Pasrah saja, Bu. Mungkin memang itu balasan untukku," jawab Marvin tanpa meman
"Inggit, ini Inggit? Masyallah cantik sekali kamu, Nak," ucap Ginda membelai wajah gadis kecil itu dengan lembut."Mama Ginda, udah bisa melihat ya?"Mendengar ucapan itu Ginda hanya tersenyum yang kemudian menganggukkan kepala."Iya, Sayang. Mama Ginda udah bisa melihat, dan Mama seneng bisa melihat wajah Inggit yang cantik ini, oiya bagaimana kalau mulai sekarang panggilnya Bunda aja, gimana Inggit mau?""Bunda? iya aku mau, Bunda," jawab Inggit ceria.Melihat kedekatan itu Sukma dan Marvin tak berkedip, rasanya seperti melihat seorang anak dan ibu kandung yang begitu dekat.Ginda benar benar sosok Ibu yang luar biasa, bahkan ia bisa menyayangi Inggit yang bukan anak kandungnya. Kini Ginda dan Inggit pun asik bermain bersama, Marvin yang tak berkedip memperhatikan sifat keibuan dari Ginda, ia mampu membuat Inggit bahagia.Sementara wajah ayu itu membuat Marvin tak ingin berpaling dari pandangannya, rasa hati yang tak t
"Maaf, Mas. Aku harus pulang," ucap Ginda setelah panggilannya terputus.Ucapan itu membuat wajah Marvin tampak frustasi, ia menyunggar rambutnya kebelakang. Permintaannya kali ini ditolak lagi, entahlah harus bagaimana Marvin menghadapinya?"Yasudah saya antar.""Ngga usah, aku bisa pulang sendiri," jawab Ginda yang kemudian melangkah menjauh.Tak ingin mengalah, Marvin kini mengikuti langkah Ginda mau tak mau Marvin tetap akan mengantar Ginda kembali kerumahnya.Kalau pun Ginda tak mau lagi tinggal bersama Marvin, tapi setidaknya Marvin masih bisa memantau Ginda, siap membantu disaat ia butuh sesuatu, seorang Marvin tak sudi kalah dengan laki laki bertitle dosen tersebut.Kini Marvin dan Ginda pun melaju menuju rumahnya, tak ada pembahasan apa pun dalam perjalanannya, Ginda yang tampak tak sudi memandang wajah tampan laki laki disampingnya itu.Sementara Marvin yang mungkin juga sungkan ingin membuka suaranya, keduanya