"Apa yang terjadi padaku? mengapa aku rasanya tak ingin mendengar Ginda dekat dengan laki laki itu? aku seperti marah, aku... ahhh perasaan apa ini? mengapa aku kacau dibuatnya?" gerutu Marvin kala kini Sinta tak lagi bersamanya.
Kabar yang Sinta bawa rupanya membuat Marvin kalang kabut, mungkin perasaannya saat ini adalah perasaan cemburu, namun ia tak mengerti.Ia tak pernah sadar karena ia terlalu egois untuk menyadarinya, seorang Marvin Marcello tak ingin begitu saja percaya akan hal cinta, meski nyatanya ada namun karena ego dan masa lalu, membuat Marvin sulit mengakui hal itu."Dan aku pikir setelah Ginda pergi dari rumahku, dia akan melaporkan aku ke polisi, tapi ternyata sampai saat ini belum ada polisi yang mencari aku, apa Ginda tak melakukan itu? tapi kenapa? bukan kah ia ingin sekali berbalas dendam?" tambah Marvin dengan ekspresi terus berpikir.Entahlah Ginda benar benar membuat pikirannya kacau, ia yang tak mengerti apa yang sebenarDiperjalanan."Pak, saya minta maaf ya udah selalu merepotkan, Bapak. Bapak jadi harus antar jemput saya seperti ini," ucap Ginda yang membuat pandangan Lian sejenak memperhatikanya yang kemudian kembali fokus pada kemudinya."Tak masalah, saya tidak pernah keberatan menolong kamu, justru saya senang, dan saya ingin menjadi seseorang yang sigap menolong kamu," jawab Lian yang membuat Ginda tertegun.Entahlah apakah seorang Lian memang laki laki yang begitu baik? atau ada maksud lain dari ucapannya itu? rasanya beberapa hari terakhir ini, Lian begitu mudah mengucapkan kata kata manis.Mendengar itu Ginda hanya tersenyum dan menunduk, tak tau akan berkata apa lagi, hingga kini pandangannya tertuju pada penjual es krim dipinggir taman kota.Entahlah, mengapa rasanya tiba tiba Ginda menginginkan es krim tersebut? hingga membuat Ginda seketika menghentikan laju Lian."Berhenti sebentar, Pak." Tanpa banyak bicara, kini Lian p
"Sekali lagi terimakasih ya, Pak," ucap Ginda kala kini Lian menghentikan mobilnya dihalaman rumahnya."Sama sama, jaga kesehatan terus ya, jangan capek capek, inget ada janin yang harus kamu jaga," ucap Lian yang membuat Ginda tertegun.Padahal ini bukan kewajiban Lian untuk mengingatkan Ginda akan kandungannya. Namun dengan tulus Lian berkata itu, selain itu Lian juga selalu ada saat Ginda butuh pertolongan, seolah Lian ingin melindungi dan menjaga Ginda serta bayi dalam kandungannya tersebut."Terimakasih banyak, Pak. Sudah mengingatkan, kalau begitu saya masuk dulu.""Emm, Ginda. Jangan pernah keluar rumah sendiri ya, kalau ada perlu diluar kamu bisa hubungi saya, saya siap antar kamu," ucap Lian yang membuat Ginda menghentikan langkahnya.Tak menjawab, Ginda hanya tersenyum dan kemudian mengangguk, kembali ia melangkahkan kakinya dan memasuki rumah. Kepergian wanita berhijab itu tak hilang dari pandangan Lian, Dengan bibir yang terus
Marvin yang kini kembali kerumah dengan wajah muram, ia terduduk disofa ruang tamunya dengan nafas berat, melihat itu Sukma pun menghampiri."Marvin, ada apa?"Mendengar pertanyaan itu perlahan Marvin pun menoleh, tanpa ragu Marvin menceritakan semuanya pada Sukma. Tentang niatnya yang mengajak Ginda kembali ke rumah namun ditolak begitu saja."Ginda ngga mau?""Sepertinya begitu, Bu. Entahlah apa dia berniat melaporkan aku ke polisi? ditambah lagi Ginda dan dosennya itu, sepertinya hubungan keduanya semakin dekat, Bu. Bahkan segalanya laki laki itu yang menanggung, seolah ia tak ingin Ginda menderita.""Ini juga kan kesalahan kamu, Vin. Coba aja saat itu kamu ngga mengusir Ginda, ini tidak akan terjadi, kamu masih terus bisa memantaunya, kamu masih terus bisa membujuk hatinya, dan sekarang bagaimana kalau Ginda benar benar melaporkan kamu ke polisi?""Pasrah saja, Bu. Mungkin memang itu balasan untukku," jawab Marvin tanpa meman
"Inggit, ini Inggit? Masyallah cantik sekali kamu, Nak," ucap Ginda membelai wajah gadis kecil itu dengan lembut."Mama Ginda, udah bisa melihat ya?"Mendengar ucapan itu Ginda hanya tersenyum yang kemudian menganggukkan kepala."Iya, Sayang. Mama Ginda udah bisa melihat, dan Mama seneng bisa melihat wajah Inggit yang cantik ini, oiya bagaimana kalau mulai sekarang panggilnya Bunda aja, gimana Inggit mau?""Bunda? iya aku mau, Bunda," jawab Inggit ceria.Melihat kedekatan itu Sukma dan Marvin tak berkedip, rasanya seperti melihat seorang anak dan ibu kandung yang begitu dekat.Ginda benar benar sosok Ibu yang luar biasa, bahkan ia bisa menyayangi Inggit yang bukan anak kandungnya. Kini Ginda dan Inggit pun asik bermain bersama, Marvin yang tak berkedip memperhatikan sifat keibuan dari Ginda, ia mampu membuat Inggit bahagia.Sementara wajah ayu itu membuat Marvin tak ingin berpaling dari pandangannya, rasa hati yang tak t
"Maaf, Mas. Aku harus pulang," ucap Ginda setelah panggilannya terputus.Ucapan itu membuat wajah Marvin tampak frustasi, ia menyunggar rambutnya kebelakang. Permintaannya kali ini ditolak lagi, entahlah harus bagaimana Marvin menghadapinya?"Yasudah saya antar.""Ngga usah, aku bisa pulang sendiri," jawab Ginda yang kemudian melangkah menjauh.Tak ingin mengalah, Marvin kini mengikuti langkah Ginda mau tak mau Marvin tetap akan mengantar Ginda kembali kerumahnya.Kalau pun Ginda tak mau lagi tinggal bersama Marvin, tapi setidaknya Marvin masih bisa memantau Ginda, siap membantu disaat ia butuh sesuatu, seorang Marvin tak sudi kalah dengan laki laki bertitle dosen tersebut.Kini Marvin dan Ginda pun melaju menuju rumahnya, tak ada pembahasan apa pun dalam perjalanannya, Ginda yang tampak tak sudi memandang wajah tampan laki laki disampingnya itu.Sementara Marvin yang mungkin juga sungkan ingin membuka suaranya, keduanya
Sesampainya Ginda dan Lian dirumah, mereka dapati Marvin yang sudah tampak terduduk seorang diri di teras rumahnya, memperhatikan sebuah mobil yang kini terhenti dihadapannya.Begitu pun Ginda dan Lian yang juga memperhatikan Marvin yang tampak sedang menunggu kedatangan sang pemilik rumah.Setelah keluar dari mobil, perlahan Ginda pun melangkah mendekati Marvin yang sudah berdiri siap menyambut kepulangannya."Mas Marvin."Sementara Lian yang hanya terdiam memperhatikan pemandangan itu dari jarak gang tak terlalu jauh, sebenarnya ia sedikit tak enak hati, karena Marvin yang telah melihat kepergiannya bersama istrinya. "Mas, ngapain disini?" tanya Ginda.Tak langsung menjawab, Marvin yang lebih dulu memperhatikan Lian disana. Cukup lama saling diam, sebelum akhirnya Marvin berkata,"Inggit mencarimu!"Jika sudah menyangkut tentang Inggit, rasanya Ginda tak dapat menolak, ia yang harus mau tak mau mengikuti permintaa
Keesokan harinya.Ginda yang sedang resah berada dirumahnya sendiri, ingatannya terus tertuju pada Marvin yang hari ini sedang berulang tahun."Ini adalah tanggal dan bulan kelahiran Mas Marvin, sementara aku, istrinya malah tak peduli dengannya, apa aku salah?" gumam Ginda dengan terus berpikir akan apa yang akan ia lakukan?Tak mungkin ia berdiam diri seperti ini sementara sang suami yang seharusnya mendapat perhatian lebih darinya.Pandangannya yang kini memperhatikan sebuah cincin berlian yang melingkar dijari manisnya, ia teringat akan saat itu saat dimana Marvin memberikannya untuk Ginda.Seharunya saat ini ia pun melakukan hal yang sama, namun malah keadaannya seperti ini, benar benar membuat Ginda bimbang.Setelah cukup lama berpikir, kini akhirnya Ginda memutuskan untuk beranjak dan bergegas menuju rumah Marvin, sebelum sampai rumah Marvin lebih dulu ia membelikan sebuah jam tangan untuk suaminya tersebut, bukan untuk me
"Apa, Ginda kecelakaan?" ucap Marvin terkejut kala mendengar kabar tentang Ginda yang kecelakaan.Tak menunggu lama, kini Marvin pun bergegas meninggalkan singgasananya. Ia melangkah sangat cepat, pikirannya panik dan cemas, berharap tak terjadi apapun pada istri dan calon anaknya tersebut.Marvin yang berjalan melewati Sukma begitu saja, melihat ekspresi panik sang anak Sukma pun menghentikan langkah Marvin."Ada apa, Vin? kenapa kamu panik sekali?""Ginda kecelakaan, Bu! Dia masuk UGD sekarang," jawab Marvin yang membuat Sukma pun terkejut.Tak berpikir panjang, kini Sukma dan Marvin pun bergegas menuju rumah sakit. Sesampainya dirumah sakit, Marvin dan Sukma dapati Lian berada di depan ruang UGD.Karena sudah panik akan kabar berita ini, emosi Marvin pun memuncak, ia yang datang dengan pandangan tajam yang tiba tiba mendaratkan kepalannya pada wajah Lian, hingga membuatnya terhuyung."Kamu kan yang membuat istri saya