Rambut kusisir rapi, agak miring ke kanan sedikit, menggunakan jacket kulit hitam , dengan jeans panjang berwarna biru kehitam-hitaman. Tidak lupa pula memakai minyak wangi. Lalu, aku mengeluarkan motorku dan kemudian aku pergi menuju taman kampus.
“ Mau kemana Kenshin?” teriak ibu dari dalam rumah. “ Sebentar Bu.” jawabku. Aku pun berangkat. Sengaja aku mempercepat laju motorku, agar cepat sampai di taman kampus terdahulu, tidak sopan kalau membuat wanita menunggu. Di taman keadaannya masih sangat sepi, tidak ada orang disana. Melainkan, hanya tukang sapu jalanan saja. Aku mencari tempat duduk yang pas, agar terhindar dari panas matahari, Lima menit menunggu, akhirnya Erina datang juga, aku tersenyum melihat dia dari kejauhan yang memakai baju panjang dengan rok hitam panjang. Tapi tunggu, tidak lama Erina datang, aku melihat dua orang yang datang kemari menyusul Erina dari belakang. Di sisi kanan, kulihat gaya berjalannya, seperti Rinski dan dari sisi kiri Erina, kulihat model rambut dan cara memakai kacamatanya, seperti Rey. Setelah sudah cukup dekat. Ternyata benar, itu mereka berdua.
“ Kamu sudah sampai duluan, Kenshin.” tanya Erina sambil mencari tempat duduk. “ Ya. Hey! kalian berdua ngapain kesini juga? merusuh saja.” tanyaku kepada mereka. “ Erina yang mengajak kami.” Kata Rey dengan wajah tersenyum. “ Maaf Shin, mereka berdua yang memaksaku. Lagipula, kita akan berbagi ilmu.” Kata Erina. “ Iya, santai saja” jawabku.
“ Eh iya Erina, tadi aku lihat dari Internet, ada sebuah blog yang menceritakan tentang keadaan kota Lostcity yang menjadi pusat peradaban pada abad pertengahan, lalu sebuah ledakan membenamkan kota Lostcity dan menimbun mati sejarahnya. Apakah itu benar? Kalau kau tahu sejarah Kerajaan Joseon yang berada di korea dan tidak kita pelajari di sekolah. Kemungkinan, kau yang tampak asli lahir di Eropa pasti tahu tentang peradaban itu?” tanyaku mengintimidasinya. “ Hey Kenshin, pertanyaanmu terlalu menekannya. Apa kau ingin membuat mahasiswi baru, resah dengan kita. Dan, apa kami gak disuruh duduk nih? ” kata Rey yang mencoba menghentikan sikap burukku. “ Sudah, kita duduk aja di sebelah Kenshin. Kyo, bukankah Kenshin selalu tempramental kalau mendapat sesuatu yang baru” jawab Rinsky yang memojokkanku. Merekapun mulai duduk disampingku. Ekspresiku sedikit berubah mendengar kalimat dari mereka, itu seakan-akan pukulan yang mengenai sasarannya dengan tepat. Di satu sisi, aku juga merasa bersalah bertanya seperti itu pada Erina.
“ Tenanglah, itu benar Kenshin. Memang terjadinya di kota ini. Lostcity. Negeri ini, dulunya adalah pusat peradaban kedua setelah Cordoba, Spanyol. Namun, sebuah ledakan terjadi. Ledakan itu, tidak ada yang bisa menjelaskannya.” Jawab Erina. “ Apa mungkin ada ledakan sedahsyat itu pada abad pertengahan? Jika adapun, tidak mungkin ledakannya sekuat bom atom, hingga menghancurkan beberapa wilayah sekitar?” tanyaku lagi.
“ Ya elah, itu pasti bom atom. secara, ledakan apa coba yang lebih dahsyat dari bom atom selain bom nuklir.” Jawab Rey, dengan polosnya. “ Diam kamu, gak usah ikut campur?” bentakku.
“ Itu bohong, kejadiannya tidak seperti itu, dan bukan oleh ledakan bom atom atau bom rakitan. Kalau itu ledakan bom atom, kota ini tidak akan ada sampai sekarang dan pasti meninggalkan bekas. Kejadian itu adalah kesalahan umat manusia sendiri. Dan tentu aku tidak tahu ledakan apa itu persisnya.” Jawab Erina dengan tampang sinis, seolah-olah dia ada sangkut-pautnya dengan kejadian itu. “ Ehhhh. Tapi dari internet.” Jawabku mudah.
Keheningan terjadi. Aku mulai merapat sedikit dengan Erina, sebab, aku ingin tahu bau badannya, selama rasa penasaran ini masih menghantuiku, aku belum bisa lepas dari dirinya, bau badannya belum tercium juga. Sekali tercium, lagi-lagi bau cendana yang dipakainya kemarin.
“ Loh kok diam? ” tanya Rey memecah keheningan. “ Ehh Erina, kamu tau dari mana kalau itu bukan ledakan bom?” tanya Rinski. “ Aku sering membaca buku tentang sejarah.” Jawabnya tanpa ekspresi, “ Bisakah kau beritahu penulisnya?” tanyaku semakin penasaran. “Aku lupa. Mengerti?” jawabnya tegas. Lalu dari kejauhan kulihat, ada seseorang yang datang menghampiri kami, aku tidak tanda dengan orang itu, karena wajahnya tertutup dengan helm hitam miliknya. Kemudian, dia duduk di samping kiri Erina dan melepas helmnya sembari berkata “ Maaf, aku terlambat teman-teman.” ternyata dibalik helm itu adalah Kyo teman kampus kami. Mungkin dia juga di undang kemari oleh Erina, “Ya, gak apa-apa.” sahut Erina.
Waktu tak terasa cepat berputar, sekarang sudah jam sembilan orang-orang pun mulai berdatangan ke taman dan suasana mulai ramai.
“ Hey kalian, aku kesini untuk berbicara dengan Erina. Bukan kalian bertiga.” ucapku bercanda dengan sedikit senyuman. “ Jangan kasar gitu dong Kenshin, aku baru saja datang, dan sekarang sudah kau usir.” Jawab Kyo.
Sekilas aku berfikir kalau wanita ini mampu menyesuaikan ekspresinya dengan cepat dan mudah dalam masalah berteman. Sebab, baru masuk kuliah semalam saja, sudah mendapat beberapa orang teman yang akrab dengannya. Apalagi, kalau sudah setahun, mungkin satu kota ini kenal sama dirinya. Tapi, kulihat sepertinya temannya cowok semua dan sepertinya, dia tidak membatasi lingkarannya.
“ Hey Erina, aku mau bertanya satu hal padamu. Apa maksud ‘Bukan urusanmu?’ saat kau katakan itu diruangan kemarin dan Gresmory itu dimana? Tolong jawab dengan jujur?” tanyaku serius dengan menatap matanya.
“ Ehm. Maaf soal kemarin itu. Saat itu, aku merasa lagi diambang kekacauan. Jadi, aku tidak konsen dengan apa yang kau tanyakan dan kau tidak perlu tahu dimana kota Gresmory itu, karena itu tidak penting, lagipula Gresmory sudah tidak terdaftar di peta.” jawabnya lirih. “ Apa maksudmu di ambang kekacauan? Dan itu penting bagiku saat ini.” aku mulai penasaran dengan jawaban darinya.
tanpa kusadari, ucapanku mulai tidak terkontrol dan aku terbawa emosi.
“ Saat itu aku telah menyadari kalau kakak laki-lakiku telah tiada, aku bingung harus mengambil tindakan apa? Dan kota itu, cepat atau lambat kau akan mengetahui dengan sendirinya.” Jawab Erina dengan wajah sedih. “ Ehm, sepertinya pembicaraaan ini mulai intens.” ucap Rey. “ Kayaknya, kita bertiga harus cabut nih.” sambut Rinsky, “ Tidak, kalian tidak usah pergi. Aku membutuhkan bantuan kalian semua. Apakah kalian mau membantuku? Maaf, aku telah membuatmu mengingat kematian abangmu ‘Ucapku pada erina’?” bantahku kepada mereka semua.
“ Kau butuh bantuan kami. Masalah apa yang membuatmu membutuhkan bantuan kami?” tanya Kyo padaku. “ Semalam. Ya, tepat tadi malam. Aku mendapatkan mimpi. mimpi yang berupa pesan tentang sebuah ledakan yang besar, yang membuatku bertanya kepada kalian saat ini. Jadi, aku ingin kalian membantuku untuk mencari referensi tentang sebuah ledakan yang terjadi 500 tahun lalu atau lebih, tepat di kota ini dan apa saja yang terjadi. Bisakan?” Pintaku dengan nada yang memohon. “ Hey, kami datang kemari bukan untuk membantumu dalam hal konyol seperti itu. Tapi karena kau temanku, aku akan mencoba menolong sebisaku meski agak aneh” jawab Rinski.
“ Ya, aku juga. Walaupun, kau teman yang paling menyebalkan sekaligus aneh.” Jawab Kyo, “ Aku masih berhutang nyawa padamu” balas Rey yang berarti dia akan membantuku. “ Terima kasih kawan. Bagaimanapun juga, jika masalah ini selesai. Pastinya, kalian akan menjadi pahlawan.” Kataku,
“ Maaf Kenshin, sepertinya aku tidak bisa untuk saat ini, aku tidak mengerti hal-hal seperti ini. Sebaiknya, aku tidak ikut campur masalahmu. Aku pulang dulu.” jawabnya sembari beranjak dari tempat duduknya dan dia pergi meninggalkan kami. “ Maaf” katanya sekali lagi. Aku hanya melihatnya dan tidak bisa berbuat apa-apa, mungkin mengajak wanita untuk membantuku mencari tahu, itu ide yang buruk. Tapi aneh, dia menolaknya dengan kata-kata yang menyembunyikan makna dan dia seperti orang yang memiliki hubungan dengan masalahku, tentu aku menaruh curiga kepadanya.
“ Dia adalah wanita yang baik sehingga dia tidak mau ikut campur dengan masalahku. ” pikirku begitu.
“ Kenshin, kalau begitu kami pulang juga ya. Besok, kami akan membantumu, percayalah pada kami. Kami tidak akan mengecewakanmu.” kata Rey menjanjikan padaku. “ Hey kalian, ayo kita pulang.” ajak Rey kepada mereka berdua. “ Bye” sapa mereka bertiga.
Aku hanya memandangi mereka bertiga dan juga Erina dari belakang, mereka mulai berlajan menjauhiku. Aku sedikit merasa kecewa terhadap Erina. Namun, menurutku itu sedikit wajar, karena kami baru saja kenal.
“ Dia tidak membantuku, Tapi tidak mengapa. Mungkin memang benar apa yang dikatakannya, bahwa ini masalahku. Berarti, aku yang harus menyelesaikannya dengan sendiri. Akh, bodohnya aku, kenapa aku bisa menceritakan mimpiku kepada mereka.” ucapku sendiri dengan kesal.
Aku pun bangkit dari tempat duduk dan mengambil motorku, aku gas motorku dengan sedikit cepat. Di atas motor, aku masih terpikir dengan hal tadi.
“ Kenapa dia menolaknya. Apa alasannya?” dalam benakku. Tanpa sadar aku telah melamun, “ Hey, kau bisa membawa motor, tidak!” bentak seorang pengendara lain yang saat itu hampirku langgar stang motornya. “ Maaf” kataku,
Saat itu aku sedang melamun. Dia hanya menatapku dengan wajah sinisnya saja dan aku tidak menghiraukannya, aku anggap dia hanya angin berlalu.
Ketika dirumah aku tidak bisa berfikir tenang, karena selalu kepikiran tentang seluruh kejadian ini semua, “ Kepalaku bisa pecah kalau begini terus” pikirku. Aku berniat menulis ulang seluruh kronologi tentang hal-hal aneh yang kualami sejak si Erina masuk kampus pertama kali.
Pertama : Kematian seekor rusa tua yang bebeda dengan kematian rusa lainnya.
Kedua : Jejak kaki seorang manusia. Tetapi setelah diteliti, itu bukan dari jejak kaki manusia. melainkan jejak kaki hewan yaitu seekor rusa. Dan ini ada kaitannya dengan kematian rusa itu. Meski sedikitnya berita di mading tidak dapat dipercaya, namun setidaknya, aku telah menyaksikan langsung.
Ketiga : Daerah penduduk tempat rusa tua itu mati menjadi sangat sepi.
Keempat : Berjumpa dengan seseorang berbadan besar menyeruai Bigfoot dengan bulu di seluruh tubuhnya dan membawa seekor rusa tua yang mati.
“ Tunggu?”. “Daerah penduduk itu menjadi sepi. Mungkin, karena seseorang yang berbadan besar. Ya memang sangat logis dan meyakinkan. Ketika dia mengambil dan membawa rusa itu dia sempat membuat kericuhan di daerah, dimana rusa itu ditemukan, sehingga penduduk sekitar takut, lalu menutup semua rumah mereka rapat-rapat. Tapi anehnya tidak ada berita yang mengenai monster itu di televisi. Huwah, sudahlah.” Pikirku.
Kelima : Seekor beruang yang hampir menyerang kami.
“ Ya, meskipun belum bisa dipastikan.”
Keenam : Mimpi tentang sebuah kota yang damai, lalu datang sebuah ledakan besar.
Ketujuh : Sepertinya aku mulai terpikat dengan dirinya.
“ Akhh. Apa yang kutulis ini?.” gumamku dengan nada yang agak kuat, sehingga ibu mendengarnya dari luar. “ Kenapa kau Kenshin?” teriak ibuku. “ Eh, gak apa-apa, Bu” jeritku.
Tidak terasa hari sudah mulai petang, terlihat dari kejauhan matahari mulai tersipu malu dan ingin menyembunyikan dirinya dari pandanganku, aku mulai memandangi keadaan luar melalui sepetak jendela kamarku yang menghadap ke arah samping kanan rumah. Rumahku, memiliki tingkat Dua dan ada empat buah kamar, dan satu bagasi motor, sekaligus gudang. Jarak rumah tetangga disamping kanan, sekitar Dua Ratus meter. Sedangkan, jarak rumah di samping kiri tidak begitu jauh, begitu pula jarak rumah didepan dan dibelakang rumahku, hanya dipisahi oleh jalan seukuran kendaraan roda empat. Ada sekitar Dua Belas rumah di jalan Nymfa dan jalan ini buntu. Aku melihat suasana disana, memang benar-benar sepi, tidak ada satu pun orang saat itu. Aku metutup jendela kamarku perlahan-lahan, kamarku mulai terlihat gelap, karena saat itu, aku belum menghidupkan lampu kamarku. PING! Bunyi sebuah pesan yang masuk ke ponselku. Aku melihatnya, rupanya pesan itu
“ Hey kemana saja kamu? Aku tadi ingin mentraktirmu makan.” tanya Erina, yang menghampiriku dan datang bersama beberapa teman wanita. “ Apa kamu serius tentang itu?” kataku merayunya. “ Tidak juga, aku lagi tidak selera makan” jawab Erina. “ Oh ya, ngomong–ngomong parfume yang kamu kenakan belinya dimana?” tanyaku ingin tahu. “ Penasaran atau kamu hanya basa-basi saja, agar cari perhatian gitu” gumamnya dengan tawa kecil menghiasi wajahnya. “ Ah, aku pulang duluan ya, Erina. Membosankan disini.” Sapaku dan berjalan perlahan meninggalkan kampus, “ Woahhhh, libur sebulan.” ucapku dengan mengangkat kedua tangan keatas. “ Yah, dia malah kabur. hati –hati Shin” katanya dari belakangku. “ Aku pulang woi.” sapaku kepada teman-teman yang berada disekitar . “ Ya” jawab mereka serempak. Langit sedikit mendung. Badan Geografi menyatakan, bahwa bulan ini, cuaca mengalami keadaan yang tidak stabil. Aku mengambil kendaraanku dari parkiran sepeda motor, lalu aku mulai
Kami melanjutkan perjalanan kami kembali, saat ini kami telah memasuki jalan setapak yang mirip dengan jalan setapak sebelumnya. “ Oh iya, Juna. kau tahu buku Gresognian atau Gresmonian, Sepertinya begitu ejaannya” tanyaku. “ Ya, tentu aku tahu.” jawabnya sambil menyusuri jalan setapak. “ Aku mencari di internet, bahwa itu adalah buku yang misterius dan jika ada yang bisa membacanya pasti dia bisa memecahkan misteri tentang buku itu.” beritahuku berbohong pada Juna. “ Kau mencoba menipuku, Kenshin. Data tentang buku itu, tidak tertulis sama sekali di internet. Bahkan, judulnya saja tidak ada yang tahu.” Ucap Juna, tertawa kecil. Aku sontak kaget mendengar pernyataan Juna. “ Jika buku itu tidak diketahui judulnya. Jadi, Paman Jhonny adalah salah satu yang bisa membaca buku itu dan dia. Kenapa dia secara blak-blakkan memberitahukannya kepadaku ” pikirku begitu. “ Kenshin, aku akan mencoba menjelaskannya, setelah kita sampai di bangunan tua itu” beritahu Juna.
Malam itu purnama bersinar terang, terdengar lolongan anjing dimalam yang masih baru memunculkan purnama, terdengar suara gitar dari belakang rumah, aku menduga bahwa itu adalah suara gitar dari Lumi, Lumi sendiri adalah anak perempuan dari pasangan Walker dan Bethy, mereka adalah keluarga yang pindah Lima tahun lalu ke belakang rumah kami, meskipun orang-orang tidak terlalu ramah, namun itu pengecualian bagi mereka, keluarga Walker sangat bersahabat dengan kami. Lumi yang pandai memetik gitar, sangat piawai memainkan gitarnya di malam itu sehingga mampu menenangkan pikiranku. “ Bu, apa kau tahu rumah Paman Jhonny?” tanyaku pada ibu sesaat dia sedang melihat acara televisi bersama Lidya. Ibu terlihat terkejut dan dia mengerenyitkan keningnya, dia merasa heran dengan pertanyaanku, dia bertanya apa yang terjadi padaku sehingga aku menjadi peduli dengan Paman Jhonny. “ Tenanglah, Bu, aku hanya ingin mengunjunginya.” jawabku dengan wajah meyakinkan. “ Ibu
‘cyit, cyit, Draaak’ suara pintu perpustakaan yang besar perlahan tertutup. “ Kami hanya mampir, Hamada. Kenapa kau terlalu overprotektif seperti itu?” ucap Erina yang membuatku bingung kembali, dengan situasi itu. “ Tak mungkin Seorang Grasumian datang kemari hanya untuk mampir, kecuali ada sesuatu yang sedang dicari.” ucap Hamada. “ Sopankah begitu di depan tamu baru kita” Erina berkata menunjuk kearahku. “ Aku bisa memberi dia keringanan dengan keluar dari sini. Tapi, bagaimana dengan dua orang Marsum kerabat Grasumian” ucap Hamada menunjuk Paman Jhonny dan Liliana. “ Kenshin, bacalah buku yang kau suka, dan temani dia Liliana. biar aku dengan Nyonya Erina yang berbincang dengan Hamada. “ Baik, Ayah.” ucap Liliana kepada ayahnya. Kemudian aku dan Liliana menjauh dari mereka, kami naik kelantai dua dan mulai mencari buku Gresognian, kami mencarinya dengan terburu-buru. ‘Braaak’ terdengar suara gemuruh yang mengge
“ Sial, mimpi yang membingungkan” ucapku pelan. Aku duduk disebuah bangku di dapur dan meneguk segelas air. “ Ini terlalu pagi, kau sudah bangun saja” ucap Liliana berjalan melintasiku, dia mengenakan sebuah tanktop putih degan celana pendek ketat diatas lutut bewarna hitam dengan rambut terkucir. Aku hanya menatap kosong kepadanya, pikiranku masih kacau saat itu. Setelah mendapat mimpi liar seperti tadi, diriku masih merasakan gairah yang menggebu-gebu. Kini, ditambah lagi, aku menyaksikan Liliana dengan pakaian mini seperti itu. Aku mencoba mengalihkan pandanganku darinya, karena aku takut hal buruk akan menghasutku, bentuk tubuh Liliana sangat menawan, kulit tubuhnya juga oriental seperti orang-orang asia bagian tenggara. “ Ya, aku hanya tersentak bangun dari mimpi”. Jawabku lirih. “Ini adalah posisi tidak bagus” pikirku begitu. Aku bangkit dari tempat duduk, lalu meletakkan gelas disebelah tempat minum. Kemudian, aku kembali kekamarku. Liliana mencuci
Saat ini, kami telah berada didalam perpustakaan, terlihat ada sekitar tiga orang berada dilantai satu dan kami secara sembunyi-sembunyi berusaha menyelinap kelantai dua, kami mencari buku Gresognian, namun kami tak menemukannya di semua rak di lantai dua. Lalu, kami menyelinap kelantai tiga yang disana ada dua orang penjaga, kami keliling sembari bersembunyi dan tidak menemukan Gresognian juga. “ Apa kau tahu bentuk bukunya” ucap Liliana padaku. “ Tentu, sebelumnya paman Jhonny telah mendeskripsikannya dengan sangat jelas.” Lugasku. Aku berfikir dan berkata kepada Liliana, bahwa buku itu pasti telah diletakkan ditempat rahasia diperpustakaan. Karena, Setahuku buku itu termasuk aset dunia yang dilindungi. Kami memutuskan untuk menyelinap lagi besok dan akan mundur untuk saat ini. Saat kami berjalan ingin menuju kearah pintu belakang perpustakaan, kami melihat ada sedikit celah terbuka disebuah ruangan yang sepertinya tidak memperbolehkan
Setelah aku mencatat jurnal mimpiku, Juna mengklakson mini trucknya tiga kali, aku bergegas menuju mobil miliknya dan membuka pintunya, lalu menaikinya. Di dalam mobil, dia mengatakan, bahwa kami akan menebang pohon di perbatasan Lostcity, tempat dimana bangunan tua itu berdiri. “ Juna, apa kau tahu Vrand Marsum” tanyaku pada Juna yang mengendarai kendaraannya. “ Vrand marsum, apa dia muncul dari mimpimu? Setahuku dia adalah aktivis kota Lostcity dimasa lalu, dia adalah salah satu orang yang ikut menentang keras uji coba laboratorium Immanuel, bahkan dikatakan, bahwa dia adalah penggerak massa, pada saat itu. Aku tidak terlalu ingat, tapi rumor beredar bahwa pengawal Immanuel menyergapnya dan menjadikannya uji coba laboratorium. Naasnya Vrand mati, dan mayatnya ditemukan dipinggir hutan Wolgard. Itu adalah ulah Immanuel, namun media terlalu mudah untuk disuap, pada akhirnya, mereka pun menghentikan kasus Vrand Marsum” jelas Juna memberitahukan kepadaku. Aku hanya ter
Elenorie adalah salah satu marga dari segelintir marga yang ada di kota Gresmory di masa lalu, setelah kejadian ledakan itu, mereka hanya beberapa kali terlihat dan kemudian hilang berabad-abad hingga muncul saat ini. Yang jelas, mereka berpihak pada Who dengan alasan yang tak bisa dipahami. Ombak ganas beberapa kali menghantam kapal mereka, keadaan diatas semakin tidak stabil. Namun Reinhard terlihat santai mendengar penjelasan dari Hernandez. Hernandez menceritakan bahwasanya dia tidak pernah tahu menahu tentang kejadian-kejadian yang terjadi didaratan karena selama ini mereka hampir tak pernah berada ditanah Gresmory. Selama berabad-abad menghilang mereka hanya terus-terusan mencari daratan baru dan melakukan ekspedisi ke negara-negara lain untuk melakukan sejumlah bisnis kapal, hal itu dapat mereka lakukan karena William atau suami Clara, yang memberikan izin kepada mereka dengan mengatasna
Swooosh Ia melangkahkan kakinya mendekati reruntuhan itu, sembari melindungi pandangannya dengan lengan kanannya, angin kala itu cukup kuat hingga mulai menerbangkan dahan – dahan besar pepohonan bahkan beberapa puing reruntuhan. Dengan kekuatan lengannya, Paman Jhonny mencoba mengangkat beberapa puing hingga ia menemukan seorang pria yang tertindih reruntuhan bangunan. Dia menarik seseorang itu dan membawanya ke mobil, Bruakk Suara tubuh yang jatuh di bangku depan mobil, “ Dia masih berdetak, tapi sangat lemah” ucap Dawan sembari mengecek detak jantungnya. Tak lama kemudian, sesosok makhluk mengetuk kaca mobil. Makhluk itu adalah salah seorang Tarmus. Ia hanya penasaran dengan mobil yang masih bisa terparkir rapi disana sehingga ia mencoba memastikan keberadaan orang didalamnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Paman Jhonny dan anak-anaknya. Mereka
Semua hanyalah kehampaan sejauh mataku memandang, tidak ada solusi, tidak ada keyakinan, tidak ada keberanian, semua hanyalah bayang-bayang yang menyelimuti dan pula aku benar-benar dalam kebingungan saat ini. Aku bangkit dari kursi dan menatap keluar jendela rumah, langit hitam kemerahan menyelimuti atap Lostcity dan beberapa kota disekitarnya termasuk Tarling dan Brimhall. Bahkan aku bisa mendengar suara angin yang memaksa dirinya untuk masuk kedalam rumah yang aku injak sekarang ini melalui jendela yang aku menatap jauh keluarnya. Kraack Perlahan kaca-kaca jendela mulai retak secara pasti dan menyebar, Ctasss Hingga para angin akhirnya pun berhasil masuk kedalam rumah, untungnya aku cepat menghindari serpihan kaca yang pecah, sehingga aku masih dalam keadaan tak tergores sedikitpun. Gusar masih mengelilingi wajahku, tak ada sedikitpun
Setidaknya begitulah imajinasiku saat berada dihadapan Laire kali ini, tapi siapa aku, berani-berani berfikiran hal aneh seperti itu. Laire hanya menatapku kemudian memanggilku,“ Selamat datang kembali anakku!” sapanya kepadaku.Dia menatap sedikit kearahku, lalu dia mengucapkan beberapa kalimat kekami semua, kalimat yang menandakan bahwasanya perang akan dimulai.“ Berhati-hatilah dengan badai darah. Atmosphere kali ini jauh lebih brutal dari yang aku dengar. Bukankah begitu Landers?” beritahu Laire kepada semuanya dan mencari fakta penguatnya dari ku. Aku mengangguk dan seluruh kepala keluarga keluar dari ruangan tersebut. Mereka mengepalai keluarga masing-masing dan mengambil posisi. Ada satu hal yang membuatku takjub, mereka yang tak memiliki evolusi penuh akan memakai topeng untuk menyamarkan identitasnya.Laire menyaksikan para tetua keluarga yang sedang bersiap dan mulai menuju pusat kota, begitupun keluarga G
Maaf untuk semua, karena sudah sangat lama tidak update. Saya benar-benar minta maaf untuk para pembaca sekali lagi. Tapi, sebisa mungkin saya akan update cerita ini secepatnya. Dan juga saya telah merevisi cerita ini dari awal. karena saya rasa sangat banyak penulisan dannkarakter huruf yang bersalahan termasuk tanda bacanya. Jadi saya sangat berharap untuk kritik dan sarannya dikemudian hari. sekali lagi saya hanturkan permintaan maaf saya yang sebesar-besarnya untuk para pembaca cerita saya ini. Jujur saya sangat senang dengan reaksi dan respon para pembaca. Demikianlah kata-kata yang dapat saya sampaikan. Terima kasih banyak semua nya. Tetap semangat untuk kita semua. **
Tidak ada yang mencurigakan bagi Aeri, Rakisha, Arin bahkan Lidya dan ibu setelah beberapa menit aku dan Bashra meninggalkan rumah, mereka terlihat tampak asyik dengan selimut tebal yang menemani mereka di hari yang berangin dingin ini. Perlahan, Arin mulai merasakan keberadaanku yang semakin surut melalui indra penciumannya yang lumayan tajam, dia juga merasakan keberadaan Bashra yang ikut surut secara bersamaan. Sebagai seorang wanita plegmatis, Arin tidak ingin menimbulkan rasa cemas kepada ibuku dan mencoba memberitahukan hal itu kepada Rakhisa, dengan alasan bahwa dia ingin melihat keluar sebentar bersama Rakhisa. Aeri juga merasakan hal yang sama dan ikut menyusul mereka. Hari ini adalah puncak dari bencana, setidaknya begitulah menurutku. Setelah Arin dan kedua temannya berbincang. Rakhisa mencoba mencari kami dengan penglihatan yang sangat tajam miliknya untuk memantau dan mencariku dengan Bashra. Kali ini barulah timbul kecurigaan pada hati mereka.
Xanna adalah seorang pria dimasa lalu, sebelumnya aku mengira Xanna adalah seorang wanita karena dari namanya dia terlihat seperti sosok wanita. Namun, setelah Rakhisa menjelaskan tentang garis keturunan Landers barulah aku sadar bahwa Xanna adalah pria dan dia adalah kakek buyutku. Tidak ada pilihan bagi mereka selain mrmpercayai ucapanku, meski kabar kematianku telah menyebar. Aku menjelaskan kepada mereka bahwa aku berhasil melarikan diri dari cengkraman Clara dan bersembunyi selama seminggu tetakhir ini. Mendengar penjelasanku yang mendetail mereka semakin yakin. Tuan Adian Derborra mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang, “ Laire, berhati-hatilah disana dan jangan gegabah. Seseorang mendatangi markas kami dan mengaku sebagai Landers, dia menjelaskan bahwa badai itu bukan badai biasa!” begitu ucap Adian. Dia bahkan tidak berbasa-basi dalam panggilannya, kemudian dia hanya menjawab seluruh pertanyaan dari wanita yang dia telpon.
Awan mulai tergiring angin menuju Lostcity, seakan-akan mereka sedang mengadai pertemuan besar disana. Langit sore yang memerah kini mulai berdampingan dengan gelapnya awan. Aku masih tidak tahu apa yang akan terjadi di Lostcity, namun setelah melihat jauh kearah awan gelap yang menuju ke Lostcity, aku bisa memprediksi bahwa badai yang akan terjadi sangatlah besar. Pastinya kota-kota disekitarnya juga akan terkena dampak badai tersebut, meskipun tidak akan menimbulkan kerusakan yang terlalu besar dari titik badai. Hati menjadi kalut dan dibayangi akan orang-orang yang ku kenal disana. Aku jadi teringat dengan Meelan, Kyo, Rinski dan lainnya, tapi jika itu Liliana dan para Gresmonian, aku tidak terlalu mengkhawatirkan mereka sebab mereka bahkan bisa selamat dari tembakan peluru. Dari tadi aku merasakan seperti ada sesosok yang mengikuti aku dan Bashra, beberapa kali aku melirik kearah sekeliling, akan tetapi aku tidak menemukan siapapun disana, bahkan suara kak
Aku yakin sekali bahwa itu bukan hanya sekedar badai biasa, angin merah yang bertiup kencang dan menusuk setiap senti permukaan kulitku, tak bisa aku lupakan. “ Aku tidak yakin tapi gumpalan awan yang terlihat dimimpiku seperti perpaduan antara darah dengan langit malam. Dia hitam kemerah-merahan, angin itu juga membawa air yang dengan kecepatannya mampu menghasilkan rasa sakit ketika terkena kulit. Aku melihat disebuah banner yang terbang, dia tertulis sebuah alamat dan lokasinya di Lostcity.” Aku tersadar berkat sebuah banner, aku tersadar bahwa dimasa lalu banner tidak terlihat semodern didalam mimpiku, entahpun tidak ada. “ Aku sangat khawatir tentangmu, tapi setelah melihatmu datang hari ini, khawatirku telah hilang.” Jelas Lidya, dia sedikit menundukkan wajahnya. Apa yang dia jelaskan telah membuktikan bahwa dia memiliki mimpi yang sama denganku, dan itu menjadikanku yakin bahwa mimpiku bukanlah dari masa lalu, melainkan pertanda bencana