Elenorie adalah salah satu marga dari segelintir marga yang ada di kota Gresmory di masa lalu, setelah kejadian ledakan itu, mereka hanya beberapa kali terlihat dan kemudian hilang berabad-abad hingga muncul saat ini. Yang jelas, mereka berpihak pada Who dengan alasan yang tak bisa dipahami. Ombak ganas beberapa kali menghantam kapal mereka, keadaan diatas semakin tidak stabil. Namun Reinhard terlihat santai mendengar penjelasan dari Hernandez. Hernandez menceritakan bahwasanya dia tidak pernah tahu menahu tentang kejadian-kejadian yang terjadi didaratan karena selama ini mereka hampir tak pernah berada ditanah Gresmory. Selama berabad-abad menghilang mereka hanya terus-terusan mencari daratan baru dan melakukan ekspedisi ke negara-negara lain untuk melakukan sejumlah bisnis kapal, hal itu dapat mereka lakukan karena William atau suami Clara, yang memberikan izin kepada mereka dengan mengatasna
Kenshin adalah namaku. Saat itu, usiaku baru menginjakkan 11 tahun. Kami tinggal di sebuah rumah tepi hutan dan di tempat itu pula aku mengalami masa-masa bahagia, hingga sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Sebuah insiden yang mengenaskan terjadi dan ayahku terbunuh akibat insiden dirumah itu. Sehari sebelum ayahku meninggal, aku bermimpi bahwa ada dua orang pria berbadan besar yang membakar lenyap rumah kami, yang menyebabkan ayahku tewas karenanya. Sedangkan, ibu dan adik perempuanku selamat begitu juga diriku. Benar saja pada keesokan harinya, tepat setelah aku mendapatkan mimpi tersebut, rumahku terbakar dan ayahku meninggal, tetapi, kami tidak tahu siapa yang membakarnya. Saat itu, aku berfikir bahwa yang membakarnya adalah dua orang berbadan besar yang muncul di mimpiku. Akibat insiden tersebut, kami harus kehilangan ayah dan rumah kami tercinta. Saat itu aku sadar bahwa hari itu adalah hari di mana mimpiku pertama kalinya menjadi kenyataan. Sebelum
15 Mei 2010. Sembilan tahun telah berlalu semenjak ayahku meninggal. Aku dan ibuku beserta adik perempuanku, kini tinggal di sebuah kota kecil yang bernama Lostcity. Ya, tepat seperti namanya kami tinggal di kota antah-berantah yang penduduknya tidak ramah sama sekali. Mungkin, hanya sebagian yang ramah. Tepat tadi malam, aku mendapatkan mimpi yang sangat aneh. Mimpi yang tidak layak untuk di mimpikan oleh seorang pelajar seperti diriku atau bahkan manusia pada umumnya. Di dalam mimpi itu aku melihat, ada seorang wanita yang masuk ke kampusku dan menjadi teman seruanganku, tapi ada yang berbeda dari wanita itu. Ya, wanita itu mempunyai bau yang sangat khas yaitu bau darah yang sangat amis dan dia seperti mayat karena kulitnya yang sangat putih dan terlihat tipis. Tapi masalahnya, aku tidak ingat wajahnya. Walaupun begitu, aku masih bisa merasakan baunya. Sepertinya, dia bukan dari alam ini atau mungkin dia alien. Aku takut ketika mimpiku ini harus menjadi sebuah kenyat
Langit terlihat mulai mendung dan sedikit gelap dengan suasana di sekitar sangat amat sunyi, Bahkan, tak terlihat satu pun penebang pohon lainnya. Setelah kami pikir aman, kami pun berhenti untuk beristirahat sejenak. Kami duduk di sebuah kedai di pinggir jalan. “ Hey Kenshin. Kita tidak mungkin pulang jalan kaki bukan?” oceh Juna kepadaku. “ Iya sih, jadi gimana? Kita kembali lagi ke hutan terus kita ambil mobilmu?" jawabku dengan nafas yang belum normal dan terengah-engah. “ Ya itu maksudku. Tapi...?” bilangnya begitu dan aku langsung memotong ucapannya “ Tapi apa? takut ada monster itu. Gak usah khawatir, ayo kita kembali. Cuaca disini sudah mulai mendung dan disini juga sepi. Kau tidak takut?” kataku. “ Ya sudah” jawabnya dengan nada gantung. Langit benar – benar gelap dan keadaan kami berada ditengah-tengah hutan, lebih tepatnya berada di pinggir jalan yang dihimpit di antara hutan lebat. Kami pun berjalan kembali ke tempat sem
Rambut kusisir rapi, agak miring ke kanan sedikit, menggunakan jacket kulit hitam , dengan jeans panjang berwarna biru kehitam-hitaman. Tidak lupa pula memakai minyak wangi. Lalu, aku mengeluarkan motorku dan kemudian aku pergi menuju taman kampus. “ Mau kemana Kenshin?” teriak ibu dari dalam rumah. “ Sebentar Bu.” jawabku. Aku pun berangkat. Sengaja aku mempercepat laju motorku, agar cepat sampai di taman kampus terdahulu, tidak sopan kalau membuat wanita menunggu. Di taman keadaannya masih sangat sepi, tidak ada orang disana. Melainkan, hanya tukang sapu jalanan saja. Aku mencari tempat duduk yang pas, agar terhindar dari panas matahari, Lima menit menunggu, akhirnya Erina datang juga, aku tersenyum melihat dia dari kejauhan yang memakai baju panjang dengan rok hitam panjang. Tapi tunggu, tidak lama Erina datang, aku melihat dua orang yang datang kemari menyusul Erina dari belakang. Di sisi kanan, kulihat gaya berjalannya, seperti Rinski dan dari sisi
Tidak terasa hari sudah mulai petang, terlihat dari kejauhan matahari mulai tersipu malu dan ingin menyembunyikan dirinya dari pandanganku, aku mulai memandangi keadaan luar melalui sepetak jendela kamarku yang menghadap ke arah samping kanan rumah. Rumahku, memiliki tingkat Dua dan ada empat buah kamar, dan satu bagasi motor, sekaligus gudang. Jarak rumah tetangga disamping kanan, sekitar Dua Ratus meter. Sedangkan, jarak rumah di samping kiri tidak begitu jauh, begitu pula jarak rumah didepan dan dibelakang rumahku, hanya dipisahi oleh jalan seukuran kendaraan roda empat. Ada sekitar Dua Belas rumah di jalan Nymfa dan jalan ini buntu. Aku melihat suasana disana, memang benar-benar sepi, tidak ada satu pun orang saat itu. Aku metutup jendela kamarku perlahan-lahan, kamarku mulai terlihat gelap, karena saat itu, aku belum menghidupkan lampu kamarku. PING! Bunyi sebuah pesan yang masuk ke ponselku. Aku melihatnya, rupanya pesan itu
“ Hey kemana saja kamu? Aku tadi ingin mentraktirmu makan.” tanya Erina, yang menghampiriku dan datang bersama beberapa teman wanita. “ Apa kamu serius tentang itu?” kataku merayunya. “ Tidak juga, aku lagi tidak selera makan” jawab Erina. “ Oh ya, ngomong–ngomong parfume yang kamu kenakan belinya dimana?” tanyaku ingin tahu. “ Penasaran atau kamu hanya basa-basi saja, agar cari perhatian gitu” gumamnya dengan tawa kecil menghiasi wajahnya. “ Ah, aku pulang duluan ya, Erina. Membosankan disini.” Sapaku dan berjalan perlahan meninggalkan kampus, “ Woahhhh, libur sebulan.” ucapku dengan mengangkat kedua tangan keatas. “ Yah, dia malah kabur. hati –hati Shin” katanya dari belakangku. “ Aku pulang woi.” sapaku kepada teman-teman yang berada disekitar . “ Ya” jawab mereka serempak. Langit sedikit mendung. Badan Geografi menyatakan, bahwa bulan ini, cuaca mengalami keadaan yang tidak stabil. Aku mengambil kendaraanku dari parkiran sepeda motor, lalu aku mulai
Kami melanjutkan perjalanan kami kembali, saat ini kami telah memasuki jalan setapak yang mirip dengan jalan setapak sebelumnya. “ Oh iya, Juna. kau tahu buku Gresognian atau Gresmonian, Sepertinya begitu ejaannya” tanyaku. “ Ya, tentu aku tahu.” jawabnya sambil menyusuri jalan setapak. “ Aku mencari di internet, bahwa itu adalah buku yang misterius dan jika ada yang bisa membacanya pasti dia bisa memecahkan misteri tentang buku itu.” beritahuku berbohong pada Juna. “ Kau mencoba menipuku, Kenshin. Data tentang buku itu, tidak tertulis sama sekali di internet. Bahkan, judulnya saja tidak ada yang tahu.” Ucap Juna, tertawa kecil. Aku sontak kaget mendengar pernyataan Juna. “ Jika buku itu tidak diketahui judulnya. Jadi, Paman Jhonny adalah salah satu yang bisa membaca buku itu dan dia. Kenapa dia secara blak-blakkan memberitahukannya kepadaku ” pikirku begitu. “ Kenshin, aku akan mencoba menjelaskannya, setelah kita sampai di bangunan tua itu” beritahu Juna.
Malam itu purnama bersinar terang, terdengar lolongan anjing dimalam yang masih baru memunculkan purnama, terdengar suara gitar dari belakang rumah, aku menduga bahwa itu adalah suara gitar dari Lumi, Lumi sendiri adalah anak perempuan dari pasangan Walker dan Bethy, mereka adalah keluarga yang pindah Lima tahun lalu ke belakang rumah kami, meskipun orang-orang tidak terlalu ramah, namun itu pengecualian bagi mereka, keluarga Walker sangat bersahabat dengan kami. Lumi yang pandai memetik gitar, sangat piawai memainkan gitarnya di malam itu sehingga mampu menenangkan pikiranku. “ Bu, apa kau tahu rumah Paman Jhonny?” tanyaku pada ibu sesaat dia sedang melihat acara televisi bersama Lidya. Ibu terlihat terkejut dan dia mengerenyitkan keningnya, dia merasa heran dengan pertanyaanku, dia bertanya apa yang terjadi padaku sehingga aku menjadi peduli dengan Paman Jhonny. “ Tenanglah, Bu, aku hanya ingin mengunjunginya.” jawabku dengan wajah meyakinkan. “ Ibu
Elenorie adalah salah satu marga dari segelintir marga yang ada di kota Gresmory di masa lalu, setelah kejadian ledakan itu, mereka hanya beberapa kali terlihat dan kemudian hilang berabad-abad hingga muncul saat ini. Yang jelas, mereka berpihak pada Who dengan alasan yang tak bisa dipahami. Ombak ganas beberapa kali menghantam kapal mereka, keadaan diatas semakin tidak stabil. Namun Reinhard terlihat santai mendengar penjelasan dari Hernandez. Hernandez menceritakan bahwasanya dia tidak pernah tahu menahu tentang kejadian-kejadian yang terjadi didaratan karena selama ini mereka hampir tak pernah berada ditanah Gresmory. Selama berabad-abad menghilang mereka hanya terus-terusan mencari daratan baru dan melakukan ekspedisi ke negara-negara lain untuk melakukan sejumlah bisnis kapal, hal itu dapat mereka lakukan karena William atau suami Clara, yang memberikan izin kepada mereka dengan mengatasna
Swooosh Ia melangkahkan kakinya mendekati reruntuhan itu, sembari melindungi pandangannya dengan lengan kanannya, angin kala itu cukup kuat hingga mulai menerbangkan dahan – dahan besar pepohonan bahkan beberapa puing reruntuhan. Dengan kekuatan lengannya, Paman Jhonny mencoba mengangkat beberapa puing hingga ia menemukan seorang pria yang tertindih reruntuhan bangunan. Dia menarik seseorang itu dan membawanya ke mobil, Bruakk Suara tubuh yang jatuh di bangku depan mobil, “ Dia masih berdetak, tapi sangat lemah” ucap Dawan sembari mengecek detak jantungnya. Tak lama kemudian, sesosok makhluk mengetuk kaca mobil. Makhluk itu adalah salah seorang Tarmus. Ia hanya penasaran dengan mobil yang masih bisa terparkir rapi disana sehingga ia mencoba memastikan keberadaan orang didalamnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Paman Jhonny dan anak-anaknya. Mereka
Semua hanyalah kehampaan sejauh mataku memandang, tidak ada solusi, tidak ada keyakinan, tidak ada keberanian, semua hanyalah bayang-bayang yang menyelimuti dan pula aku benar-benar dalam kebingungan saat ini. Aku bangkit dari kursi dan menatap keluar jendela rumah, langit hitam kemerahan menyelimuti atap Lostcity dan beberapa kota disekitarnya termasuk Tarling dan Brimhall. Bahkan aku bisa mendengar suara angin yang memaksa dirinya untuk masuk kedalam rumah yang aku injak sekarang ini melalui jendela yang aku menatap jauh keluarnya. Kraack Perlahan kaca-kaca jendela mulai retak secara pasti dan menyebar, Ctasss Hingga para angin akhirnya pun berhasil masuk kedalam rumah, untungnya aku cepat menghindari serpihan kaca yang pecah, sehingga aku masih dalam keadaan tak tergores sedikitpun. Gusar masih mengelilingi wajahku, tak ada sedikitpun
Setidaknya begitulah imajinasiku saat berada dihadapan Laire kali ini, tapi siapa aku, berani-berani berfikiran hal aneh seperti itu. Laire hanya menatapku kemudian memanggilku,“ Selamat datang kembali anakku!” sapanya kepadaku.Dia menatap sedikit kearahku, lalu dia mengucapkan beberapa kalimat kekami semua, kalimat yang menandakan bahwasanya perang akan dimulai.“ Berhati-hatilah dengan badai darah. Atmosphere kali ini jauh lebih brutal dari yang aku dengar. Bukankah begitu Landers?” beritahu Laire kepada semuanya dan mencari fakta penguatnya dari ku. Aku mengangguk dan seluruh kepala keluarga keluar dari ruangan tersebut. Mereka mengepalai keluarga masing-masing dan mengambil posisi. Ada satu hal yang membuatku takjub, mereka yang tak memiliki evolusi penuh akan memakai topeng untuk menyamarkan identitasnya.Laire menyaksikan para tetua keluarga yang sedang bersiap dan mulai menuju pusat kota, begitupun keluarga G
Maaf untuk semua, karena sudah sangat lama tidak update. Saya benar-benar minta maaf untuk para pembaca sekali lagi. Tapi, sebisa mungkin saya akan update cerita ini secepatnya. Dan juga saya telah merevisi cerita ini dari awal. karena saya rasa sangat banyak penulisan dannkarakter huruf yang bersalahan termasuk tanda bacanya. Jadi saya sangat berharap untuk kritik dan sarannya dikemudian hari. sekali lagi saya hanturkan permintaan maaf saya yang sebesar-besarnya untuk para pembaca cerita saya ini. Jujur saya sangat senang dengan reaksi dan respon para pembaca. Demikianlah kata-kata yang dapat saya sampaikan. Terima kasih banyak semua nya. Tetap semangat untuk kita semua. **
Tidak ada yang mencurigakan bagi Aeri, Rakisha, Arin bahkan Lidya dan ibu setelah beberapa menit aku dan Bashra meninggalkan rumah, mereka terlihat tampak asyik dengan selimut tebal yang menemani mereka di hari yang berangin dingin ini. Perlahan, Arin mulai merasakan keberadaanku yang semakin surut melalui indra penciumannya yang lumayan tajam, dia juga merasakan keberadaan Bashra yang ikut surut secara bersamaan. Sebagai seorang wanita plegmatis, Arin tidak ingin menimbulkan rasa cemas kepada ibuku dan mencoba memberitahukan hal itu kepada Rakhisa, dengan alasan bahwa dia ingin melihat keluar sebentar bersama Rakhisa. Aeri juga merasakan hal yang sama dan ikut menyusul mereka. Hari ini adalah puncak dari bencana, setidaknya begitulah menurutku. Setelah Arin dan kedua temannya berbincang. Rakhisa mencoba mencari kami dengan penglihatan yang sangat tajam miliknya untuk memantau dan mencariku dengan Bashra. Kali ini barulah timbul kecurigaan pada hati mereka.
Xanna adalah seorang pria dimasa lalu, sebelumnya aku mengira Xanna adalah seorang wanita karena dari namanya dia terlihat seperti sosok wanita. Namun, setelah Rakhisa menjelaskan tentang garis keturunan Landers barulah aku sadar bahwa Xanna adalah pria dan dia adalah kakek buyutku. Tidak ada pilihan bagi mereka selain mrmpercayai ucapanku, meski kabar kematianku telah menyebar. Aku menjelaskan kepada mereka bahwa aku berhasil melarikan diri dari cengkraman Clara dan bersembunyi selama seminggu tetakhir ini. Mendengar penjelasanku yang mendetail mereka semakin yakin. Tuan Adian Derborra mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang, “ Laire, berhati-hatilah disana dan jangan gegabah. Seseorang mendatangi markas kami dan mengaku sebagai Landers, dia menjelaskan bahwa badai itu bukan badai biasa!” begitu ucap Adian. Dia bahkan tidak berbasa-basi dalam panggilannya, kemudian dia hanya menjawab seluruh pertanyaan dari wanita yang dia telpon.
Awan mulai tergiring angin menuju Lostcity, seakan-akan mereka sedang mengadai pertemuan besar disana. Langit sore yang memerah kini mulai berdampingan dengan gelapnya awan. Aku masih tidak tahu apa yang akan terjadi di Lostcity, namun setelah melihat jauh kearah awan gelap yang menuju ke Lostcity, aku bisa memprediksi bahwa badai yang akan terjadi sangatlah besar. Pastinya kota-kota disekitarnya juga akan terkena dampak badai tersebut, meskipun tidak akan menimbulkan kerusakan yang terlalu besar dari titik badai. Hati menjadi kalut dan dibayangi akan orang-orang yang ku kenal disana. Aku jadi teringat dengan Meelan, Kyo, Rinski dan lainnya, tapi jika itu Liliana dan para Gresmonian, aku tidak terlalu mengkhawatirkan mereka sebab mereka bahkan bisa selamat dari tembakan peluru. Dari tadi aku merasakan seperti ada sesosok yang mengikuti aku dan Bashra, beberapa kali aku melirik kearah sekeliling, akan tetapi aku tidak menemukan siapapun disana, bahkan suara kak
Aku yakin sekali bahwa itu bukan hanya sekedar badai biasa, angin merah yang bertiup kencang dan menusuk setiap senti permukaan kulitku, tak bisa aku lupakan. “ Aku tidak yakin tapi gumpalan awan yang terlihat dimimpiku seperti perpaduan antara darah dengan langit malam. Dia hitam kemerah-merahan, angin itu juga membawa air yang dengan kecepatannya mampu menghasilkan rasa sakit ketika terkena kulit. Aku melihat disebuah banner yang terbang, dia tertulis sebuah alamat dan lokasinya di Lostcity.” Aku tersadar berkat sebuah banner, aku tersadar bahwa dimasa lalu banner tidak terlihat semodern didalam mimpiku, entahpun tidak ada. “ Aku sangat khawatir tentangmu, tapi setelah melihatmu datang hari ini, khawatirku telah hilang.” Jelas Lidya, dia sedikit menundukkan wajahnya. Apa yang dia jelaskan telah membuktikan bahwa dia memiliki mimpi yang sama denganku, dan itu menjadikanku yakin bahwa mimpiku bukanlah dari masa lalu, melainkan pertanda bencana