Tidak terasa hari sudah mulai petang, terlihat dari kejauhan matahari mulai tersipu malu dan ingin menyembunyikan dirinya dari pandanganku, aku mulai memandangi keadaan luar melalui sepetak jendela kamarku yang menghadap ke arah samping kanan rumah. Rumahku, memiliki tingkat Dua dan ada empat buah kamar, dan satu bagasi motor, sekaligus gudang. Jarak rumah tetangga disamping kanan, sekitar Dua Ratus meter. Sedangkan, jarak rumah di samping kiri tidak begitu jauh, begitu pula jarak rumah didepan dan dibelakang rumahku, hanya dipisahi oleh jalan seukuran kendaraan roda empat. Ada sekitar Dua Belas rumah di jalan Nymfa dan jalan ini buntu. Aku melihat suasana disana, memang benar-benar sepi, tidak ada satu pun orang saat itu. Aku metutup jendela kamarku perlahan-lahan, kamarku mulai terlihat gelap, karena saat itu, aku belum menghidupkan lampu kamarku.
PING!
Bunyi sebuah pesan yang masuk ke ponselku. Aku melihatnya, rupanya pesan itu dari Juna, pesan itu berisi permintaan maaf karena dia tidak menjemputku tadi siang, dikarenakan mobilnya yang rusak dan harus masuk bengkel selama seharian, “ Ya” balasku.
Tidak lama aku menutup jendela kamarku, terdengar suara kendaraan berhenti lalu disusul suara ketukan pintu dari depan rumahku. Aku lekas keluar dari kamarku untuk membukakan pintu. Namun, aku telah didahului ibuku, ibuku telah membuka pintunya duluan. aku melihat dari tangga yang mengarah kelantai satu rumahku, terlihat seorang pria besar masuk ke dalam rumah, pria itu mengenakan celana bergaya era 80-an dengan model rambut ala Elvis Presley, berdandan rapi dengan senyuman ketika melihat ibuku.
“ Hey Bung, jangan kau tatap ibuku seperti itu atau kupukul kau!” bentakku tegas. “ Oh maaf, Nak. Hey Carmilla, diakah Kenshin yang kau ceritakan, bukankah kau telah memberitahunya ?” jawab pria itu kepadaku dan sekaligus bertanya kepada ibuku.
“ Maaf mas.” Balas ibu
“ Kenshin, maaf ibu telah merahasiakan ini kepadamu, tapi, ibu berat ingin memberitahukannya dan inilah saatnya.” ibuku berkata mengada-ada sembari mendekatiku.
“ Apa maksud ibu? Owh-owh. Jangan bilang kalau dia...” jawabku kaget yang masih heran dengan situasi tersebut.
“ Ya, ini seperti apa yang kau pikirkan, dia akan menjadi ayah barumu. Maaf, ibu telah merahasiakannya darimu, ibu kira kau belum cukup dewasa tentang hal ini” balas ibuku. Aku hanya terdiam melihatnya, lalu aku kembali kekamarku dan menbantingkan pintu kamar dua kali lebih keras dari sebelumnya. Aku heran melihat ibuku. “ Kenapa dia tidak memberitahuku dari awal tentang hubungan mereka. ” ucapku dalam hati. Kali ini aku benar-benar sangat kecewa, “bagaimana bisa pria besar itu memikat hati ibuku.” Terlintas dalam benakku. Terdengar suara ketukan dari arah pintu kamarku. Kemungkinan ketukan itu datang dari ibuku yang ingin menjelaskan kesalahpahaman ini. Karena, aku tidak ingin menjadi anak yang durhaka, aku membuka pintu kamarku dan benar yang mengetuk memanglah ibuku.
“ Apa yang ingin ibu jelaskan?” tanyaku. “ Sekali lagi, ibu minta maaf, Nak, karena telah merahasiakan ini semua. Apa kau tidak ingin melihat ibumu bahagia kembali.” Pintanya, “ Apa Lidya sudah tau ini semua, Ma?” tanyaku kembali. “ Belum, dia masih tidur, kemungkinan nanti, mama akan menjelaskan kepadanya.” kata ibuku. “ Sebaiknya cepat atau lambat ibu harus memberitahunya, kalau dia mengetahui sebelum ibu menjelaskannya, dia akan sangat kecewa, Bu. Dan aku sangat ingin melihat ibu bahagia kembali seperti dulu.” ucapku.
Dengan perkataanku itu, ibu dapat mengerti kalau aku mengijinkannya sehingga hal itu membuat ibuku tersenyum kembali dan ibuku berkata, “ Terima kasih, Anakku. Dan satu hal lagi yang perlu kau tahu. biaya rumah, sekolah Lidya dan lain-lainnya selama ini. Dialah, maksud ibu, pria besar itulah yang membantunya.”
“ Baguslah, kalau begitu, siapa nama ayah baruku itu, Bu.?” Tanyaku yang ingin menghibur ibuku. “ Namanya Jhonny. Oh iya Ibu lupa, Ibu sudah menyiapkan masakan kesukaanmu. Kenshin, ayo turun! kita makan bersama.” jawab ibuku yang mengusap rambutku lalu menarik tanganku keruang tengah untuk menyantap hidangan yang dia buat.
Aku pun keluar dan membiarkan ibu menarikku menuju meja makan, selama ini aku jarang menggunakan meja makan karena biasanya aku makan di ruang tamu sekalian melihat televisi. Sejak ayahku meninggal, ibuku sangat sibuk mengurus pekerjaannya. Jadi, kami jarang makan bersama. Dan, inilah moment yang paling kuimpikan, bisa makan bersama keluarga lagi walaupun paman Jhonny belum menjadi ayahku. Aku duduk di salah satu kursi yang ada.
“ Maaf soal tadi Paman.” kataku.
“ Tidak apa-apa, Nak. Ngomong-ngomong, terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk menjadi yang terbaik.” jawab pria itu dengan senyum besarnya.
“ Hey-hey, ada anggota keluarga baru ya.” sambung Lidya yang kelihatannya dia menerimanya dengan baik. “ Sudah duduk, sana. ” jawab ibuku sedangkan Paman Jhonny hanya tertawa saja.
“ Selamat makan.” ucap mereka semua. Aku hanya tersenyum, kemudian kami makan dan tentu saja, aku memakan lobster panggang yang dimasak ibuku dan itulah makanan favoritku, sudah lama ibu tidak memasaknya, malam itu mereka tertawa bersama, berbeda denganku yang hanya terdiam saja, sekali-kali mereka mengajakku untuk tertawa, tetapi aku hanya membalas dengan sebuah senyuman kecil. Menurutku, ini hal terindah tanpa ayah kandungku. Setelah selesai makan, aku permisi untuk ke kamar dan berbaring sejenak. Perlahan-lahan mataku mulai menutup, sampai aku dikagetkan oleh suara kereta api yang sontak membuat mataku gagal untuk terpejam.
Tut, tut, tut.
Aku terbangun dan terkejut, ketika aku mendapati diriku tertidur di sebelah rel kereta api, bukan tidur di kamarku. Aku mencoba berdiri dan menjauh dari rel tersebut. Kota itu terlihat sangat indah dan diriku mulai berkeliling melihat keindahan seisi kota tersebut, hingga aku terhenti tepat di depan sebuah bangunan besar yang aku tidak tahu bangunan apa itu. Nama bangunannya menggunakan sebuah bahasa yang tidak aku pahami. Namun yang jelas, banyak orang-orang menggunakan kacamata dan jas memasuki gedung itu. Tanpa pikir panjang, aku juga ikut memasuki gedung itu dan setelah menatap kedalamnya, aku mulai menyadari tujuan dan fungsi bangunan tersebut. Bangunan itu seperti laboratorium raksasa pusat. Aku melihat keatas langit-langit, sampai-sampai aku melanggar seseorang yang berada di dalam gedung itu,
“ Maaf” ucapku menggunakan aksen remaja pada umumnya. Dia tidak membalas permintaan maafku melainkan hanya memelototiku. Mungkin, karena bahasa yang berbeda. Aku melihat sekitar laboratorium itu dan tiba-tiba dentuman besar menggetarkan seluruh isi gedung, seluruh orang-orang yang di dalam, pada berlari menjauhi gedung. aku hanya berdiam diri, terpelanga melihat mereka berlari, dinding dan atap dari langit-langit gedung, berjatuhan. Aku hanya bisa menghindar dari benda-benda tersebut. Lalu, cahaya seperti kilat menghalangi penglihatanku. Kemudian, bebatuan yang berjauhan itu hilang seketika. Semua itu terjadi dengan sangat cepat, seluruh keadaan yang kulihat menjadi hitam. Tiba-tiba aku mendengar alarm yang berbunyi, alarm itu menggema semakin kuat hingga merusak gendang telingaku. Aku tersentak dan reflect, aku terbangun dari tempat tidurku.
“ Ah, mimpi lagi.” ucapku lirih. Mimpi yang kualami kali ini, hampir sama dengan mimpi yang sebelumnya kualami. Tapi, kali ini aku berada didalam gedung yang akhirnya terjadi sebuah ledakkan. Aku sangat-sangat tidak mengerti, apa maksud dari mimpi itu, mulai dari bahasa mereka dan cara mereka bertegur sapa. Seandainya saja, alarm tidak membangunkanku, mungkin tadi akan menjadi sebuah mimpi yang sangat panjang. Aku membuka jendela kamarku dan kulihat begitu indahnya pemandangan diluar. Aku bangkit, dan bergegas untuk berangkat ke kampusku hari ini. Saat itu entah mengapa, aku sudah tidak sabar ingin jumpa dengan mahasiswi baru kemarin.
07.15, waktu yang sempurna untuk sampai di kampus terlebih dahulu, aku berjalan dikoridor satu, dimana disana adalah tempat ruang penerimaan mahasiswa baru dan/atau disanalah ruang administrasi, dosen serta rektor. Mulai hari ini aku sangat sibuk dengan masalahku, sehingga aku tidak sempat membaca mading atau berita apapun.
“ Hey, mahasiswa pendidikan ilmu pengetahuan” terdengar suara seseorang memanggil dengan sebutan bidang akademikku, saat itu hanya aku yang berasal dari jurusan tersebut, lantas, aku melihatnya ke belakang dan itu adalah seorang dibagian administrasi yang bertugas untuk menerima mahasiswa baru. Namanya Tero Wija, “ Iya pak, bapak memanggil saya?” tanya ku dengan penuh perhatian dan mengarahkan jari telunjukku kearah dadaku.
“ Iya tentu kamu. ‘ Hey kamu yang didalam, tolong ikuti dia, dia adalah teman sefakultas kamu dan seangkatanmu ” panggil pak Tero kepada seseorang yang berada didalam. “ Iya pak ” jawab mahasiswa baru itu. “ Saya boleh bertanya satu hal, Pak.” pintaku kepada pak Tero. “ Tanyakan, selama itu tidak menyinggungku. ” jawabnya dengan nada lantang. “ Bukannya, dia harus masuk keruangan bersama dosen mata kuliah pertama seperti anak sekolah dasar ataupun menengah pertama atau seperti kami.” Jawabku meleceh. “ Kamu belum menerima kabar tentang rapat universitas, Sabtu semalam. Bahwasanya, 50% peraturan lama universitas ini ditinggalkan seperti yang baru kamu ucap tadi, lonceng sebelum masuk ke ruangan juga akan ditiadakan dan digantikan dengan alarm, mahasiswa dididik layaknya mahasiswa di universitas. Bukan seperti anak sekolah lagi, demi meningkatnya akreditasi dan kredibilitas universitas ” jawab pak Tero yang cukup membuatku terkejut. Aku tidak menyangka, bahwa itu bisa dilakukan. Aku cukup senang bisa bebas dari peraturan anak sekolah ini, kali ini aku sudah bisa dikatakan 100% anak kuliahan modern.
“ Hey kamu kenapa? Cepat sana, kamu temanin dia keruangan sains dan lockernya.” ucap pak Tero yang membuatku bingung. “ Locker apa Pak?.” Jawabku heran. “ Kami sudah menyiapkan locker bagi setiap mahasiswa, dan itu adalah salah satu perubahan dari hasil rapat kemarin.” perjelasnya begitu. Kemudian pak Tero memberiku sebuah kunci, lalu kami pergi menuju locker untuk menaruh barang-barang kami disana. Setelah itu, aku membawa mahasiswa baru itu ke ruangan belajar. “ Hey Bung, disanalah kau akan duduk.” Aku memberitahunya, “ Terima kasih, panggil aku Hiroshi Hamada.” Dia memperkenalkan namanya kepadaku, dari namanya saja aku sudah tau, kalau dia berdarah jepang, tapi keadaan fisiknya tidak meyakinkan kalau dia orang jepang. “ Eh, Iya-iya, perkenalkan aku Kenshin” jawabku, lalu aku duduk dibangkuku.
Tidak lama kemudian, Erina datang mengenakan pakaian lengan panjang dengan syal bewarna biru langit, pancaran matanya begitu memikatku, sampai-sampai aku tidak sadar apa tujuanku ke kampus ini pada saat itu, “ Hey Kenshin, kau kenapa?” tanyanya yang telah duduk disebelahku. Kali ini aku bisa merasakan baunya, tapi lagi – lagi dia memakai parfume, kali ini dengan harum cendana. Bukan, tapi dia memakai yang lebih mencolok lagi yaitu parfume dengan bau magnolia yang begitu melekat dikulitnya.
“ Hey, kau sedang memikirkan apa?” dia bertanya sekali lagi dan sekaligus dia menyentil telingaku. Aku terkejut, “ Eh, tidak apa-apa” sontakku kaget. Aku mengarahkan wajahku kearahnya dan kami saling bertatapan, tapi dia terlalu cepat mengalihkan pandangannya. Sekali lagi, menurutku, dia benar-benar wanita yang hebat karena dia begitu cepat mendapatkan teman dan sangat akrab. “ Hey Kenshin, kita jadikan mencari tahu tentang ledakan itu ” tanya seorang temanku yang pastinya itu Rinski dan pastinya dia terlalu lebay hingga menanyakan hal seperti itu. “ Hey siapa dia. Apa mahasiswa baru?” tanyanya sekali lagi. “ Jadi” jawabku, “ Dia Hiroshi Hamada. Ya, tentu saja mahasiswa baru” tegasku. “ Oh, sensian amat, Shin” jawabnya dan langsung menghampiri mahasiswa baru itu dengan berlagak sok kenal sok akrab. Namun, begitulah kenyataannya, dengan cepat Rinski dapat berteman dengan pria berdarah tersebut itu.
Disisi lain, aku masih memikirkan hal-hal yang masih tabuh dalam ingatanku. Aku masih heran kenapa aku bisa bermimpi seperti itu bahkan mimpi itu hampir terulang dua kali.
Aku ingat sedikit tentang rusa itu dan aku menanyakannya kepada Erina, “ Erina, kau tahu tentang rusa yang mati Sabtu kemarin.” Tanyaku pelan seakan tidak ada yang mengetahuinya.
“ Ya, tentu saja aku tahu” jawabnya mudah. “ Terus, dimana rusa itu dibawa?” tanyaku semakin penasaran. “ Apa yang kau katakan. ( Bingung ) Ya, tentu aku tidak tahu” katanya. Kali ini mungkin dia benar-benar tidak tau, pikirku sekilas begitu.
Dosen kimia praktik masuk, kali ini dosennya adalah pak Akhra. Pak Akhra adalah dosen paling cerdas dalam praktikum langsung yang ada di universitas ini, aku beserta seluruh orang diruangan masuk kedalam laboratorium, disana terdapat berbagai macam senyawa dan unsur serta tabung-tabung reaksi lainnya. Pak Akhra membagi kami menjadi Tiga Puluh kelompok, yang setiap kelompoknya terdiri dari Dua orang, dan aku berpasangan dengan Melan atau sering aku panggil Memey sedangkan Erina dipasangkan dengan murid baru yaitu Hiroshi Hamada. Teman-temanku yang lainnya dipasangkan dengan yang lain diruangan kami. Tugas kami adalah membuat suatu hasil reaksi kimia apapun tanpa dengan menggunakan seluruh yang ada di laboratorium.
“ Erina, bagaimana kalau kita bertaruh, siapa yang nilainya paling tinggi, dia akan ditraktir makan sama yang kalah?” tantangku dengan menunjukkan jari telunjukku kearah kedua mata Erina. “ Ehm. Boleh, tapi aku tidak janji ya” jawabnya, sekaligus mengacungkan kelingkingnya dan aku menyambut kelingkingnya. Perasaanku mulai sedikit berubah, ketika dia mengucapkan kalimat tersebut.
“ Ada masalah denganmu. ” tanyaku sekali lagi. “ Enggak ah.” Balasnya dengan cepat. “ Baguslah kalau begitu.” kataku. Aku pergi menghampiri Melan karena Melan kelihatan bingung dengan tugas yang diberikan oleh pak Akhra. Aku hampir lupa, campuran apa yang harus kumasukkan ke dalam tabung reaksi. Ini sangat berbahaya, apabila salah memasukkan senyawa kedalam sebuah senyawa lainnya, alhasil laboratorium bisa terbakar, kuambil sedikit Hidrida, Acetylide, Azida dan senyawa lainnya, lalu aku mencampurkannya menjadi satu tabung dan menghasilkan kalium hidroksida. Sekedar info, Kalium Hidroksida adalah basa kuat yang terbuat dari logam alkali Kalium yang bernomor atom 19 pada tabel periodik, Kalium Hidroksida sangat berbahaya, bahkan dapat menyebabkan luka bakar kimia parah dan kebutaan. Setelah menyelesaikannya aku pun melakukan uji coba ledakan yang disaksikan pak Akhra dari kejauhan.
“ Hey Mey, ambil pelindung mata untuk kita semua, karena ledakannya akan berbahaya” pintaku pada Melan. “ Oke, oke” jawab Melan. “ Dan satu lagi, kamu jangan terlalu dekat dan suruh mereka semua menjauh. Aku takut jika terjadi apa–apa pada kalian.” pintaku sekali lagi. “ Baiklah Shin. Hey teman-teman menjauh dari meja kami, sebaiknya kalian menuju di dekat pak Akhra.” Teriak Memey menggiring mereka menjauhi meja kami. “ Ya, dengarkan kata teman kalian, mereka akan melakukan uji coba ledakkan senyawa Kalium Hidroksida, akibat ledakan ini adalah luka bakar maupun kebutaan.” pak Akhra mempertegas. Akupun menuangkan beberapa mili H2O keatas KOH. Lalu, dengan segera aku mendekati pak Akhra.
Mula-mula, senyawa itu mulai berasap dan dalam hitungan ketiga, “Blam!” terdengar suara ledakan kecil yang menghancurkan tabung diatas meja kami. Mereka semua bertepuk tangan begitu juga pak Akhra, kami berdua mendapat nilai sempurna. “ kita sudahi praktikum kita hari ini.” Pak Akhra memberitahu. Kami semua pun keluar dari laboratorium dan tidak lupa juga, kami harus melepas jubah lab, membuang sarung tangan dan masker yang kami pakai tadi.
“ Hey, berapa nilaimu Shin? Aku sangat terkejut. Saat, kau meledakkannya tadi.” tanya Rinsky. “ Aku tidak melihat nilaiku tadi. Berapa nilaimu, Ki?” tanyaku kembali. “ Ayolah, aku hanya mendapatkan Tujuh Puluh Lima untuk tugas ilmiahku. Kau akan kemana setelah ini, Shin?” tanyanya kembali. “ Ya, kita akan keruanganlah” kataku heran . “ Haha, jangan jadi kurang pengetahuan kenapa Shin. Hari ini, ada rapat lagi untuk staff kampus, dosen-dosennya juga akan ikut. kita gak dipulangkan tapi kita akan istirahat sampai kita diberitahu hasil rapat.” Beritahunya dengan percaya diri. “ Serius.Dari kemarin, kau tau aja kalau masalah gak belajar. ” kataku, " Haha, biasa aja kali” jawabnya memukul pelan bahuku. Kami pun berjalan menuju taman untuk beristirahat sebentar sebelum diberitahu hasil rapat, aku duduk di sudut taman dengan temanku Rinski, kemudian datang teman – temanku lainnya dan mereka membawa mahasiswa baru itu. Aku tidak suka gaya dia berjalan. Tapi, kini dia telah menjadi bagian dari teman-temanku bukan aku. Semakin lama, taman semakin terpenuhi oleh mahasiswa dan mahasiswi, membuatku merasa sedikit sesak, aku bangkit dan ingin pergi meninggalkan taman.
“ Hey, ada apa ini? Kenapa semakin ramai.” tanya seorang temanku ke salah satu mahasiswa, “ Kita dikumpulkan di taman oleh Bu Ros.” jawab mahasiswa itu. Mendengarnya aku yang semula ingin pergi menjadikanku harus tetap berada didalam keramaian itu. Ternyata kami diberitahu hasil rapat, bahwa universitas akan meliburkan seluruh mahasiswa selama sebulan untuk meningkatkan kestabilan kampus. Banyak mahasiswa yang senang mendengarnya, termasuk aku. Karena dengan adanya libur, itu akan memudahkanku untuk mencari tahu kejelasan mimpiku. " Oh terima kasih Tuhan" pikirku begitu.
“ Hey kemana saja kamu? Aku tadi ingin mentraktirmu makan.” tanya Erina, yang menghampiriku dan datang bersama beberapa teman wanita. “ Apa kamu serius tentang itu?” kataku merayunya. “ Tidak juga, aku lagi tidak selera makan” jawab Erina. “ Oh ya, ngomong–ngomong parfume yang kamu kenakan belinya dimana?” tanyaku ingin tahu. “ Penasaran atau kamu hanya basa-basi saja, agar cari perhatian gitu” gumamnya dengan tawa kecil menghiasi wajahnya. “ Ah, aku pulang duluan ya, Erina. Membosankan disini.” Sapaku dan berjalan perlahan meninggalkan kampus, “ Woahhhh, libur sebulan.” ucapku dengan mengangkat kedua tangan keatas. “ Yah, dia malah kabur. hati –hati Shin” katanya dari belakangku. “ Aku pulang woi.” sapaku kepada teman-teman yang berada disekitar . “ Ya” jawab mereka serempak. Langit sedikit mendung. Badan Geografi menyatakan, bahwa bulan ini, cuaca mengalami keadaan yang tidak stabil. Aku mengambil kendaraanku dari parkiran sepeda motor, lalu aku mulai
Kami melanjutkan perjalanan kami kembali, saat ini kami telah memasuki jalan setapak yang mirip dengan jalan setapak sebelumnya. “ Oh iya, Juna. kau tahu buku Gresognian atau Gresmonian, Sepertinya begitu ejaannya” tanyaku. “ Ya, tentu aku tahu.” jawabnya sambil menyusuri jalan setapak. “ Aku mencari di internet, bahwa itu adalah buku yang misterius dan jika ada yang bisa membacanya pasti dia bisa memecahkan misteri tentang buku itu.” beritahuku berbohong pada Juna. “ Kau mencoba menipuku, Kenshin. Data tentang buku itu, tidak tertulis sama sekali di internet. Bahkan, judulnya saja tidak ada yang tahu.” Ucap Juna, tertawa kecil. Aku sontak kaget mendengar pernyataan Juna. “ Jika buku itu tidak diketahui judulnya. Jadi, Paman Jhonny adalah salah satu yang bisa membaca buku itu dan dia. Kenapa dia secara blak-blakkan memberitahukannya kepadaku ” pikirku begitu. “ Kenshin, aku akan mencoba menjelaskannya, setelah kita sampai di bangunan tua itu” beritahu Juna.
Malam itu purnama bersinar terang, terdengar lolongan anjing dimalam yang masih baru memunculkan purnama, terdengar suara gitar dari belakang rumah, aku menduga bahwa itu adalah suara gitar dari Lumi, Lumi sendiri adalah anak perempuan dari pasangan Walker dan Bethy, mereka adalah keluarga yang pindah Lima tahun lalu ke belakang rumah kami, meskipun orang-orang tidak terlalu ramah, namun itu pengecualian bagi mereka, keluarga Walker sangat bersahabat dengan kami. Lumi yang pandai memetik gitar, sangat piawai memainkan gitarnya di malam itu sehingga mampu menenangkan pikiranku. “ Bu, apa kau tahu rumah Paman Jhonny?” tanyaku pada ibu sesaat dia sedang melihat acara televisi bersama Lidya. Ibu terlihat terkejut dan dia mengerenyitkan keningnya, dia merasa heran dengan pertanyaanku, dia bertanya apa yang terjadi padaku sehingga aku menjadi peduli dengan Paman Jhonny. “ Tenanglah, Bu, aku hanya ingin mengunjunginya.” jawabku dengan wajah meyakinkan. “ Ibu
‘cyit, cyit, Draaak’ suara pintu perpustakaan yang besar perlahan tertutup. “ Kami hanya mampir, Hamada. Kenapa kau terlalu overprotektif seperti itu?” ucap Erina yang membuatku bingung kembali, dengan situasi itu. “ Tak mungkin Seorang Grasumian datang kemari hanya untuk mampir, kecuali ada sesuatu yang sedang dicari.” ucap Hamada. “ Sopankah begitu di depan tamu baru kita” Erina berkata menunjuk kearahku. “ Aku bisa memberi dia keringanan dengan keluar dari sini. Tapi, bagaimana dengan dua orang Marsum kerabat Grasumian” ucap Hamada menunjuk Paman Jhonny dan Liliana. “ Kenshin, bacalah buku yang kau suka, dan temani dia Liliana. biar aku dengan Nyonya Erina yang berbincang dengan Hamada. “ Baik, Ayah.” ucap Liliana kepada ayahnya. Kemudian aku dan Liliana menjauh dari mereka, kami naik kelantai dua dan mulai mencari buku Gresognian, kami mencarinya dengan terburu-buru. ‘Braaak’ terdengar suara gemuruh yang mengge
“ Sial, mimpi yang membingungkan” ucapku pelan. Aku duduk disebuah bangku di dapur dan meneguk segelas air. “ Ini terlalu pagi, kau sudah bangun saja” ucap Liliana berjalan melintasiku, dia mengenakan sebuah tanktop putih degan celana pendek ketat diatas lutut bewarna hitam dengan rambut terkucir. Aku hanya menatap kosong kepadanya, pikiranku masih kacau saat itu. Setelah mendapat mimpi liar seperti tadi, diriku masih merasakan gairah yang menggebu-gebu. Kini, ditambah lagi, aku menyaksikan Liliana dengan pakaian mini seperti itu. Aku mencoba mengalihkan pandanganku darinya, karena aku takut hal buruk akan menghasutku, bentuk tubuh Liliana sangat menawan, kulit tubuhnya juga oriental seperti orang-orang asia bagian tenggara. “ Ya, aku hanya tersentak bangun dari mimpi”. Jawabku lirih. “Ini adalah posisi tidak bagus” pikirku begitu. Aku bangkit dari tempat duduk, lalu meletakkan gelas disebelah tempat minum. Kemudian, aku kembali kekamarku. Liliana mencuci
Saat ini, kami telah berada didalam perpustakaan, terlihat ada sekitar tiga orang berada dilantai satu dan kami secara sembunyi-sembunyi berusaha menyelinap kelantai dua, kami mencari buku Gresognian, namun kami tak menemukannya di semua rak di lantai dua. Lalu, kami menyelinap kelantai tiga yang disana ada dua orang penjaga, kami keliling sembari bersembunyi dan tidak menemukan Gresognian juga. “ Apa kau tahu bentuk bukunya” ucap Liliana padaku. “ Tentu, sebelumnya paman Jhonny telah mendeskripsikannya dengan sangat jelas.” Lugasku. Aku berfikir dan berkata kepada Liliana, bahwa buku itu pasti telah diletakkan ditempat rahasia diperpustakaan. Karena, Setahuku buku itu termasuk aset dunia yang dilindungi. Kami memutuskan untuk menyelinap lagi besok dan akan mundur untuk saat ini. Saat kami berjalan ingin menuju kearah pintu belakang perpustakaan, kami melihat ada sedikit celah terbuka disebuah ruangan yang sepertinya tidak memperbolehkan
Setelah aku mencatat jurnal mimpiku, Juna mengklakson mini trucknya tiga kali, aku bergegas menuju mobil miliknya dan membuka pintunya, lalu menaikinya. Di dalam mobil, dia mengatakan, bahwa kami akan menebang pohon di perbatasan Lostcity, tempat dimana bangunan tua itu berdiri. “ Juna, apa kau tahu Vrand Marsum” tanyaku pada Juna yang mengendarai kendaraannya. “ Vrand marsum, apa dia muncul dari mimpimu? Setahuku dia adalah aktivis kota Lostcity dimasa lalu, dia adalah salah satu orang yang ikut menentang keras uji coba laboratorium Immanuel, bahkan dikatakan, bahwa dia adalah penggerak massa, pada saat itu. Aku tidak terlalu ingat, tapi rumor beredar bahwa pengawal Immanuel menyergapnya dan menjadikannya uji coba laboratorium. Naasnya Vrand mati, dan mayatnya ditemukan dipinggir hutan Wolgard. Itu adalah ulah Immanuel, namun media terlalu mudah untuk disuap, pada akhirnya, mereka pun menghentikan kasus Vrand Marsum” jelas Juna memberitahukan kepadaku. Aku hanya ter
“ Liliana!” ucap seseorang. Bintang memenuhi malam, aku berjalan di pinggir danau, menatap pantulan bulan rembulan yang menunjukkan senyum manisnya. Hingga, aku mendengar seseorang menyebutkan nama Liliana. “ Siapa itu?” ucapku dalam benak. Setelah mendengar suara orang tersebut, aku mulai mendekati asal suaranya. Aku berjalan perlahan sampai aku menemukan sebuah bangku yang tidak jauh dari mereka, dan mulai duduk, bangku itu tidak terlalu jauh dari pria tersebut. Pria itu memakai baju merah panjang, berambut hitam. Namun, wajahnya mengarah kearah seseorang wanita yang duduk disebelahnya, sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya. Aku mulai mencuri-curi percakapan mereka ketika aku mengetaui bahwa wanita tersebut adalah Liliana, meski, menguping bukanlah hal yang baik. “ Aku tidak tahu kalau ikan di danau ini sebesar itu.” ucap pria itu menunjuk kearah tengah danau. Mereka tidak menyadari keberadaanku, yang secara zahir duduk di salah sat
Elenorie adalah salah satu marga dari segelintir marga yang ada di kota Gresmory di masa lalu, setelah kejadian ledakan itu, mereka hanya beberapa kali terlihat dan kemudian hilang berabad-abad hingga muncul saat ini. Yang jelas, mereka berpihak pada Who dengan alasan yang tak bisa dipahami. Ombak ganas beberapa kali menghantam kapal mereka, keadaan diatas semakin tidak stabil. Namun Reinhard terlihat santai mendengar penjelasan dari Hernandez. Hernandez menceritakan bahwasanya dia tidak pernah tahu menahu tentang kejadian-kejadian yang terjadi didaratan karena selama ini mereka hampir tak pernah berada ditanah Gresmory. Selama berabad-abad menghilang mereka hanya terus-terusan mencari daratan baru dan melakukan ekspedisi ke negara-negara lain untuk melakukan sejumlah bisnis kapal, hal itu dapat mereka lakukan karena William atau suami Clara, yang memberikan izin kepada mereka dengan mengatasna
Swooosh Ia melangkahkan kakinya mendekati reruntuhan itu, sembari melindungi pandangannya dengan lengan kanannya, angin kala itu cukup kuat hingga mulai menerbangkan dahan – dahan besar pepohonan bahkan beberapa puing reruntuhan. Dengan kekuatan lengannya, Paman Jhonny mencoba mengangkat beberapa puing hingga ia menemukan seorang pria yang tertindih reruntuhan bangunan. Dia menarik seseorang itu dan membawanya ke mobil, Bruakk Suara tubuh yang jatuh di bangku depan mobil, “ Dia masih berdetak, tapi sangat lemah” ucap Dawan sembari mengecek detak jantungnya. Tak lama kemudian, sesosok makhluk mengetuk kaca mobil. Makhluk itu adalah salah seorang Tarmus. Ia hanya penasaran dengan mobil yang masih bisa terparkir rapi disana sehingga ia mencoba memastikan keberadaan orang didalamnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Paman Jhonny dan anak-anaknya. Mereka
Semua hanyalah kehampaan sejauh mataku memandang, tidak ada solusi, tidak ada keyakinan, tidak ada keberanian, semua hanyalah bayang-bayang yang menyelimuti dan pula aku benar-benar dalam kebingungan saat ini. Aku bangkit dari kursi dan menatap keluar jendela rumah, langit hitam kemerahan menyelimuti atap Lostcity dan beberapa kota disekitarnya termasuk Tarling dan Brimhall. Bahkan aku bisa mendengar suara angin yang memaksa dirinya untuk masuk kedalam rumah yang aku injak sekarang ini melalui jendela yang aku menatap jauh keluarnya. Kraack Perlahan kaca-kaca jendela mulai retak secara pasti dan menyebar, Ctasss Hingga para angin akhirnya pun berhasil masuk kedalam rumah, untungnya aku cepat menghindari serpihan kaca yang pecah, sehingga aku masih dalam keadaan tak tergores sedikitpun. Gusar masih mengelilingi wajahku, tak ada sedikitpun
Setidaknya begitulah imajinasiku saat berada dihadapan Laire kali ini, tapi siapa aku, berani-berani berfikiran hal aneh seperti itu. Laire hanya menatapku kemudian memanggilku,“ Selamat datang kembali anakku!” sapanya kepadaku.Dia menatap sedikit kearahku, lalu dia mengucapkan beberapa kalimat kekami semua, kalimat yang menandakan bahwasanya perang akan dimulai.“ Berhati-hatilah dengan badai darah. Atmosphere kali ini jauh lebih brutal dari yang aku dengar. Bukankah begitu Landers?” beritahu Laire kepada semuanya dan mencari fakta penguatnya dari ku. Aku mengangguk dan seluruh kepala keluarga keluar dari ruangan tersebut. Mereka mengepalai keluarga masing-masing dan mengambil posisi. Ada satu hal yang membuatku takjub, mereka yang tak memiliki evolusi penuh akan memakai topeng untuk menyamarkan identitasnya.Laire menyaksikan para tetua keluarga yang sedang bersiap dan mulai menuju pusat kota, begitupun keluarga G
Maaf untuk semua, karena sudah sangat lama tidak update. Saya benar-benar minta maaf untuk para pembaca sekali lagi. Tapi, sebisa mungkin saya akan update cerita ini secepatnya. Dan juga saya telah merevisi cerita ini dari awal. karena saya rasa sangat banyak penulisan dannkarakter huruf yang bersalahan termasuk tanda bacanya. Jadi saya sangat berharap untuk kritik dan sarannya dikemudian hari. sekali lagi saya hanturkan permintaan maaf saya yang sebesar-besarnya untuk para pembaca cerita saya ini. Jujur saya sangat senang dengan reaksi dan respon para pembaca. Demikianlah kata-kata yang dapat saya sampaikan. Terima kasih banyak semua nya. Tetap semangat untuk kita semua. **
Tidak ada yang mencurigakan bagi Aeri, Rakisha, Arin bahkan Lidya dan ibu setelah beberapa menit aku dan Bashra meninggalkan rumah, mereka terlihat tampak asyik dengan selimut tebal yang menemani mereka di hari yang berangin dingin ini. Perlahan, Arin mulai merasakan keberadaanku yang semakin surut melalui indra penciumannya yang lumayan tajam, dia juga merasakan keberadaan Bashra yang ikut surut secara bersamaan. Sebagai seorang wanita plegmatis, Arin tidak ingin menimbulkan rasa cemas kepada ibuku dan mencoba memberitahukan hal itu kepada Rakhisa, dengan alasan bahwa dia ingin melihat keluar sebentar bersama Rakhisa. Aeri juga merasakan hal yang sama dan ikut menyusul mereka. Hari ini adalah puncak dari bencana, setidaknya begitulah menurutku. Setelah Arin dan kedua temannya berbincang. Rakhisa mencoba mencari kami dengan penglihatan yang sangat tajam miliknya untuk memantau dan mencariku dengan Bashra. Kali ini barulah timbul kecurigaan pada hati mereka.
Xanna adalah seorang pria dimasa lalu, sebelumnya aku mengira Xanna adalah seorang wanita karena dari namanya dia terlihat seperti sosok wanita. Namun, setelah Rakhisa menjelaskan tentang garis keturunan Landers barulah aku sadar bahwa Xanna adalah pria dan dia adalah kakek buyutku. Tidak ada pilihan bagi mereka selain mrmpercayai ucapanku, meski kabar kematianku telah menyebar. Aku menjelaskan kepada mereka bahwa aku berhasil melarikan diri dari cengkraman Clara dan bersembunyi selama seminggu tetakhir ini. Mendengar penjelasanku yang mendetail mereka semakin yakin. Tuan Adian Derborra mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang, “ Laire, berhati-hatilah disana dan jangan gegabah. Seseorang mendatangi markas kami dan mengaku sebagai Landers, dia menjelaskan bahwa badai itu bukan badai biasa!” begitu ucap Adian. Dia bahkan tidak berbasa-basi dalam panggilannya, kemudian dia hanya menjawab seluruh pertanyaan dari wanita yang dia telpon.
Awan mulai tergiring angin menuju Lostcity, seakan-akan mereka sedang mengadai pertemuan besar disana. Langit sore yang memerah kini mulai berdampingan dengan gelapnya awan. Aku masih tidak tahu apa yang akan terjadi di Lostcity, namun setelah melihat jauh kearah awan gelap yang menuju ke Lostcity, aku bisa memprediksi bahwa badai yang akan terjadi sangatlah besar. Pastinya kota-kota disekitarnya juga akan terkena dampak badai tersebut, meskipun tidak akan menimbulkan kerusakan yang terlalu besar dari titik badai. Hati menjadi kalut dan dibayangi akan orang-orang yang ku kenal disana. Aku jadi teringat dengan Meelan, Kyo, Rinski dan lainnya, tapi jika itu Liliana dan para Gresmonian, aku tidak terlalu mengkhawatirkan mereka sebab mereka bahkan bisa selamat dari tembakan peluru. Dari tadi aku merasakan seperti ada sesosok yang mengikuti aku dan Bashra, beberapa kali aku melirik kearah sekeliling, akan tetapi aku tidak menemukan siapapun disana, bahkan suara kak
Aku yakin sekali bahwa itu bukan hanya sekedar badai biasa, angin merah yang bertiup kencang dan menusuk setiap senti permukaan kulitku, tak bisa aku lupakan. “ Aku tidak yakin tapi gumpalan awan yang terlihat dimimpiku seperti perpaduan antara darah dengan langit malam. Dia hitam kemerah-merahan, angin itu juga membawa air yang dengan kecepatannya mampu menghasilkan rasa sakit ketika terkena kulit. Aku melihat disebuah banner yang terbang, dia tertulis sebuah alamat dan lokasinya di Lostcity.” Aku tersadar berkat sebuah banner, aku tersadar bahwa dimasa lalu banner tidak terlihat semodern didalam mimpiku, entahpun tidak ada. “ Aku sangat khawatir tentangmu, tapi setelah melihatmu datang hari ini, khawatirku telah hilang.” Jelas Lidya, dia sedikit menundukkan wajahnya. Apa yang dia jelaskan telah membuktikan bahwa dia memiliki mimpi yang sama denganku, dan itu menjadikanku yakin bahwa mimpiku bukanlah dari masa lalu, melainkan pertanda bencana