‘cyit, cyit, Draaak’ suara pintu perpustakaan yang besar perlahan tertutup.
“ Kami hanya mampir, Hamada. Kenapa kau terlalu overprotektif seperti itu?” ucap Erina yang membuatku bingung kembali, dengan situasi itu. “ Tak mungkin Seorang Grasumian datang kemari hanya untuk mampir, kecuali ada sesuatu yang sedang dicari.” ucap Hamada. “ Sopankah begitu di depan tamu baru kita” Erina berkata menunjuk kearahku. “ Aku bisa memberi dia keringanan dengan keluar dari sini. Tapi, bagaimana dengan dua orang Marsum kerabat Grasumian” ucap Hamada menunjuk Paman Jhonny dan Liliana.
“ Kenshin, bacalah buku yang kau suka, dan temani dia Liliana. biar aku dengan Nyonya Erina yang berbincang dengan Hamada. “ Baik, Ayah.” ucap Liliana kepada ayahnya. Kemudian aku dan Liliana menjauh dari mereka, kami naik kelantai dua dan mulai mencari buku Gresognian, kami mencarinya dengan terburu-buru.
‘Braaak’ terdengar suara gemuruh yang menggetarkan ruangan dari lantai satu, suara itu mengalihkan fokusku.
“ Apa itu?” tanyaku pada Liliana. “ Bukan apa-apa” ucap Liliana dan menyuruhku untuk terus mencari buku Gresognian.
Disisi lain Erina dan Paman Jhonny berserta Hiroshi Hamada terlibat perseteruan.
“ Hamada, bagaimana bisa vegetarian seperti kalian melukai Theeran.”, tanya Erina dengan wajah yang sangat penuh amarah. Paman Jhonny bangkit dari reruntuhan patung yang baru saja dia tubruk sesaat Hamada menghantamnya, “ Apa maksudmu Erina. Apa yang terjadi pada Theeran?”, tanya Paman Jhonny, dia mencoba meregangkan badannya. “ Kau terlalu Jauh dari Gresmonian, sampai-sampai mereka tidak mengabarimu.” jawab Erina sinis,
“ Hahaha, kau berkata aku vegetarian, kau menginginkan wujudku hah! Kenapa kau mencurigai keluargaku, meskipun kami Hamada tapi tidak sepenuhnya kami akur dengan Terrence.” jerit Hamada, Tubuh Hamada mulai membekak, pertumbuhan badannya sangat cepat, pakaian yang dia kenakan perlahan-lahan mulai terkoyak-koyak, bulu hitam mulai lebat disekeliling tubuhnya, kini ukuran Hamada melebihi dua meter, kakinya membengkak dan memendek, matanya berubah menjadi hitam kecoklatan.
‘Gruaaaaaaaaaaar’ suara beruang yang menggema di seluruh ruangan. Hamada telah berubah menjadi beruang utuh, dengan bulu hitam, dia terlihat seperti beruang madu. Dia berlari dengan cepat menuju Erina, Paman Jhonny mengeluarkan kedua pistolnya dan melemparkan keduanya kepada Erina, Paman Jhonny yang tanpa senjata Berlari menuju kearah beruang itu dan menahan serangannya. Kini, Paman Jhonny dan beruang Hamada saling adu kekuatan.
‘Daaar, daaaar, daar’ suara tembakan. Erina berlari dan berulang kali menembak beruang Hamada.
“ Suara beruang, dari mana suara itu. Semua bergetar” ucapku yang mendengar gema suara beruang, “ Tenanglah, fokus cari buku” ucap Liliana menenangkanku. “ Dimana sih buku Gresognian” ungkapku kesal yang belum mendapatkan buku itu di baris buku-buku sejarah. Mendengar ucapanku, Liliana hanya terdiam menatapku lalu menggelengkan kepalanya.
“ Kau lupa pesan ayah, jangan pernah mengucap itu, disini ” bisik Liliana perlahan. Aku terlambat menyadari itu, aku baru ingat bahwa Paman Jhonny memperingatkanku bahwa kami tidak boleh sembarangan mengucapkan ‘Gresognian’.
‘Uhuk, uhuk’ terdengar suara batuk kecil dari balik rak buku kami, kemudian terdengar suara tembakan dari lantai satu, aku menebak pasti itu suara tembakan dari pistol Paman Jhonny. Tidak lama setelah suara batuk itu, rak buku dihadapan kami jatuh kearah kami. Liliana menarikku sembari berlari dan mengeluarkan pistolnya, tangan kirinya menggenggam tanganku dan tangan kanannya menggenggam pistol. ketika berada di ujung rak, tiba-tiba muncul seseorang dan menunjang perut Liliana, sehingga Liliana terhempas dan menghantam pagar rak kemudian pembatas lantai dan terjatuh di lantai satu, aku berlari dan mengambil pistol Liliana yang terjatuh. Perpustakaan itu memiliki lima lantai, dan dengan tengah yang terbuka hingga lantai satu. Aku terpelanga melihat Liliana terhempas tadi. Aku berlari menjauhi orang yang kuat tersebut dan menghindari serangannya.
‘Daar, dar, dar’ aku menarik pelatuk pistolku dan peluru melesat mengenai pria kuat sebelumnya. Aneh, dia masih mampu berdiri dan mengejarku, aku berlari menuju lantai satu. Aku masih kepikiran tentang Liliana, sangat tidak masuk akal, tendangan itu bisa menghempaskan orang dengan sangat jauh.
Lobby yang luas dan indah kini menjadi berantakan dan menjadi sebuah arena pertarungan. Aku menelan ludahku sendiri, ketika aku menyaksikan seekor beruang bercakar panjang dan tinggi sekitar lima meter berada didalam perpustakaan itu. Erina menatap ke arahku dan menyuruhku pergi untuk menghindari pertarungan itu, Aku kembali terkejut, saat melihat Liliana yang bangkit kembali, seakan-akan dia tidak pernah terhantam dan jatuh dari lantai tiga. “ Lari lah, rencana kita berantakan.” ucap Liliana padaku. Mendengarnya, aku berlari menuju pintu keluar perpustakaan. Langkahku terhenti kembali, saat ada beruang yang loncat dari lantai dua menghalangi pintu keluar. Getaran dari beruang itu menjatuhkanku. Aku berusaha bangkit kembali dan lari kearah yang lain. Terlihat ada sekitar tiga beruang lagi yang turun ke lantai satu.
“ Kita harus keluar.” ucap Paman Jhonny pada Erina dan kami. Beberapa kali beruang mencoba menghalangi jalan kami dan mencakar badan Paman Jhonny yang mencoba menahannya. Kami berlari kearah pintu pembuangan sampah. Paman Jhonny meninju beberapa beruang yang menghalangi, sangat luar biasa, Paman Jhonny mampu menumbangkan salah satu beruang tersebut. Pada akhirnya, kami berhasil menuju pintu pembuangan sampah dan kami berhasil Lolos dari pintu itu. Kami pun menuju kearah parkiran mobil Paman Jhonny. Tak menunggu lama, kami memasuki mobil tersebut dan kami melesat kearah taman. Tempat dimana Hans dan lainnya berada, setelah mereka mengobati Rinsky.
“ Hans Jumpa dirumah di Tarling, di tempat kalian mengantarku!” jeritku dari dalam mobil yang melaju melintasi taman. Terlihat mereka memahami ucapanku, Paman Jhonny menancap gasnya hingga tiba di perbatasan Tarling – Brimhall. Setelah memasuki Brimhall, Paman Jhonny menuruni laju mobilnya.
“ Tidak ada lagi yang perlu disembunyikan kepada Kenshin” ucap Paman Jhonny pada Liliana dan Erina. “ Kenshin, kenapa kau tidak bilang bahwa kita akan mencari Gresognian. Untungnya, Rinsky memberitahuku sebelum kami tiba di dalam Perpustakaan itu.” ucap Erina kesal. “ Tenanglah nyonya” ucap Liliana.
“ Kenapa kalian memanggil Erina nyonya? Apa yang telah terjadi pada kalian semua” ucapku pada mereka dengan nada tegas, bercampur rasa kebingungan.
“ Dia adalah Nyonya Erina Grasumian. Dia seorang bangsawan. Tenanglah Kenshin, kami bahkan Hamada, kami saling mengenal,” ucap Paman Jhonny memberi penjelasan. “ Huft (Erina menghela nafas). Siapa kau sebenarnya Kenshin? bagaimana kau tahu tentang Gresognian atau bagaimana bisa kalian memberitahukan Gresognian kepada rakyat sipil seperti dia. Bagaimanapun juga, dia telah mengetahui banyak hal dan harus disingkirkan.” tanya Erina padaku dan berkata sangat kesal. “ Tenanglah Erina, dia harus tahu tentang Gresognian” jelas Liliana,
“ Aku Kenshin Landers” ucapku lantang menengahi mereka. “ Benarkah!” timpalnya lalu tertawa terpingkal-pingkal. “ Seorang Landers, sebodoh ini.” Sambungnya kembali. “ Dia hanya baru pertama kali menyadari ini semua” ucap Paman Jhonny memihakku.
“ Boleh aku bertanya, dari mana datangnya beruang-beruang itu?” Tanyaku kepada mereka, aku heran melihat Erina yang seperti memiliki dua kepribadian, saat ini Erina terlihat sedikit angkuh, angkuh dan ambisius.
“ Beruang itu adalah orang-orang dari Hamada.” Jawab Erina santai menjelaskan dengan menyilangkan kedua tangannya sembari menatap keluar jendela mobil,
“ Kita sampai.” ucap Paman Jhonny yang telah menyetir sampai kerumahnya, dia memarkirkan mobil dihalaman rumahnya. Kami turun dari mobil, Liliana berjalan menuju pintu rumah, dia memasukan kunci kedalam lubang pintu , lalu membuka pintu rumah, Erina tampak santai dan masuk kedalam rumah Paman Jhonny, aku menyusulnya dari belakang kemudian Liliana menyusulku masuk kedalam rumah. Aku duduk di ruang tamu mereka, Aku melihat pakaian Erina, dibagian bahunya ada robekan lebar, tak lama kemudian Paman Jhonny masuk kedalam rumah, Erina bangkit dari duduknya dan menyusul Liliana kekamarnya. Paman Jhonny mengatakan bahwa, kini dirinya tidak akan aman dan memerintahkan diriku untuk menyampaikan pesan kepada ibu, bahwa dia tidak akan berkunjung kerumah mungkin dalam waktu yang lama sampai urusan dengan Hamada selesai, dikarenakan Hamada akan mencoba menyerang orang-orang yang berhubungan dengan orang yang dicarinya, dia juga menyuruh ku untuk menjauhi rumah dan tinggal dirumahnya sementara waktu, demi keamanan Lidya dan ibuku.
“ Kenshin, Hamada pasti mencarimu, jadi berhati-hatilah, dia akan mencarimu terus menerus, jika identitasmu terbuka. Begitu juga Terrence” beritahu Paman Jhonny kepadaku.
Erina keluar dari kamar Liliana dan telah mengganti pakaiannya, dia duduk di salah satu sofa di ruang tamu. Erina mengatakan, bahwa dia akan kembali ke Transylvania untuk memberitahu kemunculan Landers, yang telah menghilang dari pandangan mereka beberapa tahun belakangan ini.
Tak lama setelah Erina mengganti pakaiannya. Rinski, Kyo dan Hans telah sampai didepan rumah Paman Jhonny.
“ Masuklah, teman-temannya Kenshin” sapa Paman Jhonny menyuruh mereka masuk.
Liliana menyuguhkan minuman kepada mereka termasuk kepadaku. Untungnya mereka tidak terlalu menanyakan apa yang terjadi sebelumnya. Liliana dan Erina duduk berhadapan dengan kami sedangkan Paman Jhonny berdiri menyender dengan dinding kayu. Masih tampak wajah kesal Rinsky terhadap Liliana.
“ Hey. Maafkan aku, sudah tidak ada lagi alasanmu untuk marah kepadaku” ucap Liliana meminta maaf dengan angkuh. “ Diamlah, monster seperti apa dirimu, aku tak bisa membayangkan wujud orang tuamu, jika anaknya saja seberbahaya ini.” Balas Rinsky yang tampak masih tidak ikhlas ditampar oleh Liliana, dia lupa bahwa Paman Jhonny adalah ayahnya Liliana.
“ Ehm, kau mencoba mencelaku!” ucap Paman Jhonny dengan lantang. Hans, Kyo, dan Rinsky tersadar, mereka tiba-tiba terdiam mendengar ungkapan dari Paman Jhonny.
“ Maaf Paman, dia hanya tidak sengaja” ucap Hans, “ Maaf paman, aku juga memaafkanmu wanita” sambung Rinsky.
“ Liliana Marsum, panggil aku Liliana” balas Liliana memberitahukan namanya.
Erina memakai baju lengan panjang milik Liliana, keanggunannya sangat membuktikan, kalau dia benar-benar seorang bangsawan, dia melirikku dan aku paham makna lirikannya. Dia menginginkan agar aku merahasiakan apa yang telah terjadi kepada kami sebelumnya, kepada mereka. Tentu, aku akan merahasiakannya, bahkan jika dia tidak memintaku. Mereka menikmati minuman yang disuguhkan Liliana. Setelah beberapa menit, Erina mengajak mereka untuk kembali ke Lostcity.
“ Tunggu, apa Kenshin tidak ikut dengan kita” ucap Hans menatap kepada Erina. “ Tenanglah Hans, aku akan menginap disini sampai liburan selesai. Aku juga telah meminta izin pada Ibuku” jawabku santai memberi penjelasan, mereka tak tahu bagaimana situasinya saat itu. Hans, Kyo dan Rinsky bangkit dari sofa. Bahkan Rinsky terlihat menikmati minumannya. Paman Jhonny terlihat merogoh kantungnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang.
“ Hey, kau bernama Rinsky” panggil Paman Jhonny kepada Rinsky. Rinsky semula berjalan melewati pintu, kini dia mendekati Paman Jhonny, “ Ya, ada apa Paman” ucapnya, Paman Jhonny mengambil tangan Rinsky dan meletakkan beberapa lembar uang ditangannya, aku melihatnya dan kurasa itu uang yang sangat banyak. “ Ambillah, maafkan anakku sebelumnya.” Ucap Paman Jhonny, kemudian duduk disalah satu sofa. “ Ini terlalu banyak,” ucap Rinsky dan dia berusaha menolaknya. Namun, mendengar kalimat Paman Jhonny kedua kalinya, membuat dirinya merasa sedikit takut. Mereka beranjak keluar rumah Paman Jhonny. Aku mengantar mereka keluar, satu per satu mereka menaiki mobil Kyo, begitupula Erina.
“ Hati-hati ya!” jerit Liliana, mobilnya mulai bergerak menjauhi rumah Paman Jhonny.
Aku masuk kembali dan duduk di sofa ruang tamu, menikmati jus anggur yang disuguhkan Liliana. Tapi, ini terasa berbeda dari jus anggur yang sebelumnya aku nikmati. Kepalaku sedikit pusing, meski begitu aku tetap menikmati jusnya. Paman Jhonny bangkit dan menuju kedapur, lalu dia kembali dengan membawakanku sebuah makanan yang berbentuk kue.
“ Kuenya baru matang dan mereka sudah pergi. Kenshin, kau berbohong ya” ucap Paman Jhonny yang memegang sepiring kue itu, lalu duduk dihadapanku.
Aku tak memperdulikan apa yang diucapkan Paman Jhonny, melihatku begitu Paman Jhonny menarik gelas dari tanganku dan meletakkan gelasnya diatas meja,
“ Kau benar-benar tak tahu kalau yang kau minum itu wine” ucap Paman Jhonny. Aku kaget mendengar ucapannya. “ Kau menyediakan wine kepada temanku. Bagaimana kalau mereka mabuk dan mengalami kecelakaan” teriakku kepada Paman Jhonny, saat itu aku tidak memikirkan diriku yang mabuk dan hanya mengkhawatirkan teman-temanku yang disuguhkan wine.
“ Tenang lah, mereka sudah terbiasa meminum wine, jadi mereka tak semudah itu mabuk” jawab Paman Jhonny menenangkanku. Paman Jhonny menyuruhku untuk berbenah dan dia mengantarkanku kesebuah kamar kosong yang akan kutempati untuk sementara. Dia berkata bahwa, dulunya kamar itu sering dipakai anak sulungnya namun, sebuah insiden terjadi saat anak sulungnya mencoba mengambil buku Gresognian. “dia adalah anak yang cerdas dan ingin mengikuti jejak Immanuel.” Ucap Paman Jhonny dengan wajah sedikit sedih. “ Maafkan aku Paman” ucapku lirih.
“ Kenapa kau harus meminta maaf.” Tanya Paman Jhonny penuh heran, “ Ya, karena Landers dia seperti itu.” Tegasku kepada Paman Jhonny.
“ Jangan menanggung beban sendirian, kau takkan sanggup. Tidak ada alasan kau meminta maaf, meski kau seorang Landers” ucapnya, Dia meninggalkanku sendiri dan kembali kekamarnya. Tak kusangka bahwa Paman Jhonny yang baru kukenal memiliki jiwa yang besar.
“ Hey Kenshin. Kau meninggalkan kue ini” ucap Liliana dari belakang, dia membawakan sepiring kue yang tertinggal diatas meja tadi. Aku mengambil piring itu dari tangan Liliana, tanpa kusadari aku menyentuh tangannya.
“ Tangan seperti apa ini? Ini terlalu keras untuk seukuran wanita” ucapku dalam hati yang tak sengaja menyentuh tangannya.
“ Terima kasih Lilian, kau bisa kembali kedalam kamarmu. Apa nama kue ini?” ucapku padanya. “ Madoru” jawab Liliana acuh tak acuh dan berjalan mengarah kekamarnya.
Kepalaku sedikit berat saat itu, jadi aku tak terlalu memperdulikan ucapan Liliana. Aku masuk kedalam kamar yang disediakan Paman Jhonny, aku meletakkan kue itu disebelah kasur yang tersusun rapi diatas lantai. Aku terjatuh dan terkapar diatas kasur. Aku memfokuskan pandanganku kearah jam yang berada diatas pintu kamar itu, jam menunjukkan pukul enam.
“ Nyaman sekali” ucapku lirih.
“ Kenapa kau menatapku” jerit salah seorang wanita kepadaku, lalu menampar wajah. “ Aw,” aku menyentuh pipiku yang ditampar. Tamparan itu sangat menyakitkan apalagi wanita secantik dia yang menamparku. “ Immanuel? Apa aku terlihat bermain-main denganmu.” ucapnya sekali lagi padaku. Aku hanya terdiam bingung, saat dia memanggilku Immanuel, sempat aku melihat kekanan dan kiri mencari tahu, apa ada orang lain selain diriku saat itu. Namun sayangnya, tidak ada siapapun disana melainkan diriku seorang.
“ Kau berbicara padaku?” ucapku pada wanita itu yang sangat kebingungan. “ Tentu kepadamu. Apa kau gila, uji coba mu akan sangat berbahaya. Sayang, tolong hentikan itu, aku juga tidak mau menjadi tikus percobaanmu” ucapnya dengan cepat dan nada marah, dia berkata segala hal saat itu. Aku hanya terdiam terpaku.
“ Tidak sayang, aku mohon. Aku akan memberikanmu apapun yang kau inginkan, jika kau mau menjadi bahan percobaanku. Ini hanya sebentar dan tidak menyakitkan.” Ucapku dengan sendirinya, aku semakin bingung, aku berbicara sendiri tanpa keinginanku, bibirku berucap sedemikian rupa, padahal aku benar-benar tidak ingin berkata seperti itu. Wanita itu tampak diam, air matanya terjatuh, lalu berlari kekamarnya dengan tangisan sembari menjerit,
“ Sudah kuduga kalau kau tidak mencintaiku. Kau hanya memperalatku sebagai tikus laboratorium pribadimu” teriak wanita itu. Langkahku tergerak dengan sendirinya, begitupula tanganku yang membuka pintu kamar dengan sendirinya . Tubuhku bergerak sendiri tanpa perintah dari akalku.
“ Sayang kemarilah. Aku mencintaimu, apa kau tidak menginginkanku berhasil? Ini demi masa depan manusia” ucapku kembali tanpa keinginanku, aku mencoba mengendalikan diriku, Namun aku gagal. Aku mulai melangkahkan kakiku perlahan mendekati kasur, wanita itu sedang duduk diatas kasur dan membelakangiku dengan tangisnya. Akalku tidak menurutiku, begitu juga seluruh tubuhku tidak dibawah kendaliku,
“ sial” pikirku. Dengan keras, aku berusaha untuk menghentikan langkahku, namun aku benar-benar tak mampu mengendalikannya, ini seperti aku sedang berada didalam tubuh seseorang dan hanya melihat sesuatu dari sudut pandang orang tersebut. Kedua tanganku mulai menyentuh kedua pundak wanita tersebut kemudian membelai-belai permukaan baju bagian pundaknya.
“ Ayolah sayang, aku janji akan memberikanmu apapun.” Ucapku dari samping telinganya dengan menekan nafasku sehingga dia merasakan hangatnya nafasku. Semua perlakuanku benar-benar diluar kendaliku, ini bukanlah seperti yang aku inginkan.
Aku mulai membaringkan tubuh wanita itu, sekaligus membujuknya untuk meng’iya’kan keinginanku, yang saat itu, bukan atas kehendakku. Aku benar-benar diperlihatkan sesuatu yang sangat tidak masuk akal. Bagaimana tidak, tanganku mulai meraba kebagian dalam bajunya,
“ Ini hangat.” pikirku. Tanganku mulai meraba sesuatu yang tidak berhak untuk aku raba, aku menyentuh bagian vital tubuhnya, bagian padat yang paling kenyal dan empuk, tubuhku memanas tapi kuyakinkan bahwa tubuhku sedang tidak dalam kendaliku, dan ini adalah permainan tubuhku yang bergerak sendiri. Wanita itu masih dalam keadaan tangisnya. Lisanku berbicara membujuknya, wajahku kuhadapkan ke wajah wanita itu, aku menatap dalam kekedua bola matanya, meskipun aku sedang tidak dalam kendali tubuhku, namun aku mampu merasakan sensasi yang tubuh ini lakukan dengan sendirinya. tanganku meraba bagian lain dan mulai mengelus-ngelus bagian dalamnya. Aku memaksa diriku untuk menghentikan kelakuanku saat itu. Betapa hinanya aku, aku masuk kedalam kamar seseorang yang bahkan tidak aku kenal, dan aku menyentuh bagian tubuh sucinya. Tubuhku panas, aku memaksa diriku untuk mencoba mengendalikan tangan dan bagian lainnya. Kami berhadapan, dia membuka tubuhnya dihadapanku. Saat itu aku berada diatasnya, dia meregangkan kedua kaki dan pahanya.
“ Suamiku, kalau kau memaksa. Aku akan menjadi salah satu percobaanmu. Aku akan mencoba mempercayaimu” ucap wanita itu yang mulai mengalungkan tangannya dileherku. Aku tidak tahu apa yang terjadi, aku mulai bisa menggerakkan leherku,
“ Akhhhh.” aku berteriak dan mengahadapkan wajahku keatas. Aku melihat sebuah cermin dan aku terkejut ketika menatap kedalam cermin itu.
Aku tersentak bangun. “ Huft, huft, huft” nafasku terhela. Aku merasakan mimpi yang sangat aneh. Dimimpi itu, aku berada didalam tubuh seorang pria yang sedang menghasut istrinya. Namun masalahnya, aku merasakan sensasi yang terjadi. Sensasi itu membuat tubuhku sangat panas dan bergairah, hingga aku melupakan perbincangan mereka. Aku berdiri dan beranjak dari kamar, lalu menuju ke dapur untuk mengambil segelas air putih dan sedikit menenangkan pikiran dan gairahku yang memuncak.
“ Sial, mimpi yang membingungkan” ucapku pelan. Aku duduk disebuah bangku di dapur dan meneguk segelas air. “ Ini terlalu pagi, kau sudah bangun saja” ucap Liliana berjalan melintasiku, dia mengenakan sebuah tanktop putih degan celana pendek ketat diatas lutut bewarna hitam dengan rambut terkucir. Aku hanya menatap kosong kepadanya, pikiranku masih kacau saat itu. Setelah mendapat mimpi liar seperti tadi, diriku masih merasakan gairah yang menggebu-gebu. Kini, ditambah lagi, aku menyaksikan Liliana dengan pakaian mini seperti itu. Aku mencoba mengalihkan pandanganku darinya, karena aku takut hal buruk akan menghasutku, bentuk tubuh Liliana sangat menawan, kulit tubuhnya juga oriental seperti orang-orang asia bagian tenggara. “ Ya, aku hanya tersentak bangun dari mimpi”. Jawabku lirih. “Ini adalah posisi tidak bagus” pikirku begitu. Aku bangkit dari tempat duduk, lalu meletakkan gelas disebelah tempat minum. Kemudian, aku kembali kekamarku. Liliana mencuci
Saat ini, kami telah berada didalam perpustakaan, terlihat ada sekitar tiga orang berada dilantai satu dan kami secara sembunyi-sembunyi berusaha menyelinap kelantai dua, kami mencari buku Gresognian, namun kami tak menemukannya di semua rak di lantai dua. Lalu, kami menyelinap kelantai tiga yang disana ada dua orang penjaga, kami keliling sembari bersembunyi dan tidak menemukan Gresognian juga. “ Apa kau tahu bentuk bukunya” ucap Liliana padaku. “ Tentu, sebelumnya paman Jhonny telah mendeskripsikannya dengan sangat jelas.” Lugasku. Aku berfikir dan berkata kepada Liliana, bahwa buku itu pasti telah diletakkan ditempat rahasia diperpustakaan. Karena, Setahuku buku itu termasuk aset dunia yang dilindungi. Kami memutuskan untuk menyelinap lagi besok dan akan mundur untuk saat ini. Saat kami berjalan ingin menuju kearah pintu belakang perpustakaan, kami melihat ada sedikit celah terbuka disebuah ruangan yang sepertinya tidak memperbolehkan
Setelah aku mencatat jurnal mimpiku, Juna mengklakson mini trucknya tiga kali, aku bergegas menuju mobil miliknya dan membuka pintunya, lalu menaikinya. Di dalam mobil, dia mengatakan, bahwa kami akan menebang pohon di perbatasan Lostcity, tempat dimana bangunan tua itu berdiri. “ Juna, apa kau tahu Vrand Marsum” tanyaku pada Juna yang mengendarai kendaraannya. “ Vrand marsum, apa dia muncul dari mimpimu? Setahuku dia adalah aktivis kota Lostcity dimasa lalu, dia adalah salah satu orang yang ikut menentang keras uji coba laboratorium Immanuel, bahkan dikatakan, bahwa dia adalah penggerak massa, pada saat itu. Aku tidak terlalu ingat, tapi rumor beredar bahwa pengawal Immanuel menyergapnya dan menjadikannya uji coba laboratorium. Naasnya Vrand mati, dan mayatnya ditemukan dipinggir hutan Wolgard. Itu adalah ulah Immanuel, namun media terlalu mudah untuk disuap, pada akhirnya, mereka pun menghentikan kasus Vrand Marsum” jelas Juna memberitahukan kepadaku. Aku hanya ter
“ Liliana!” ucap seseorang. Bintang memenuhi malam, aku berjalan di pinggir danau, menatap pantulan bulan rembulan yang menunjukkan senyum manisnya. Hingga, aku mendengar seseorang menyebutkan nama Liliana. “ Siapa itu?” ucapku dalam benak. Setelah mendengar suara orang tersebut, aku mulai mendekati asal suaranya. Aku berjalan perlahan sampai aku menemukan sebuah bangku yang tidak jauh dari mereka, dan mulai duduk, bangku itu tidak terlalu jauh dari pria tersebut. Pria itu memakai baju merah panjang, berambut hitam. Namun, wajahnya mengarah kearah seseorang wanita yang duduk disebelahnya, sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya. Aku mulai mencuri-curi percakapan mereka ketika aku mengetaui bahwa wanita tersebut adalah Liliana, meski, menguping bukanlah hal yang baik. “ Aku tidak tahu kalau ikan di danau ini sebesar itu.” ucap pria itu menunjuk kearah tengah danau. Mereka tidak menyadari keberadaanku, yang secara zahir duduk di salah sat
Aku masih dalam keadaan memalingkan wajah dari mereka, aku menatap ke arah ramainya pepohonan yang tinggi menjulang di balik malam, aku tidak menyangka bahwa bakal seperti ini jadinya. Sebelumnya, aku pernah membaca buku biografi tentang keluarga-keluarga yang terkena dampak akibat ledakan laboratorium itu sebelumnya, aku mengingat sedikit, bahwa ada salah satu dari marga yang tidak bisa hidup didaratan lebih dari satu jam, kalau tidak salah mereka adalah marga ‘Merrow’ . Namun, aku menyangka bahwa marga itu adalah sekelompok duyung yang hidup di dalam air. Malam itu, menambah satu pengetahuanku tentang para Gresmonian, “ Kenshin, kita kembali kerumah” ucap Liliana dari belakangku sembari menepuk pundak kananku, tepukan itu terasa berat. Aku membalikkan badanku dan mengarah ke arah Liliana, “ Dia?” ucapku lirih menunjuk makhluk itu. “ Kenapa? Dia akan ikut dengan kita” jawab Liliana, “ Sebenarnya karena terpaksa, kalau bukan karenamu,
Aku menatap keluar jendela mobil, sepanjang jalan aku hanya menemukan pepohonan tinggi yang menghimpit jalan raya. Baru saja, tadi sore aku kelelahan dari hutan dan dikejutkan oleh suku Tarmus, sekarang aku dikejutkan lagi dengan perjalanan jauh menuju pelabuhan, aku tak bisa membayangkan, bagaimana bentuk tempat tinggal Tyrian dan keluarganya. “ Ah, Tyrian. Aku baru ingat, bukankah kau hanya bisa diluar air hanya sejam.” Tanyaku pada Tyrian. Tyrian mengalihkan pandangannya dari luar jendela mobil, dia menatapku lalu tersenyum, “ Siapa yag memberimu kabar seperti itu? Jelas sekali itu berita bohong” beritahunya padaku, “ Haha, kau benar-benar membaca bukuku” sambung Paman Jhonny dari depan. Paman Jhonny menjelaskan, saat dia menulis informasi tentang Merrow, dia hanya menuliskan sejam, karena saat dia menuliskannya, dia hanya mengetahui bahwa Merrow cuma bisa diluar perairan selama sejam, dan saat Paman Jhonny mengetahui, kalau
01.15, pukul menunjukkan larut malam. Kami telah tiba di pelabuhan Lostcity, Paman Jhonny memasuki sebuah perkarangan villa di tepi pantai yang tampak seperti taman yang indah. Villa itu sangat besar, dengan dominan bewarna biru. Mobil Paman Jhonny berhenti, tepat didepan villa tersebut. Tyrian turun dari mobil, villa itu adalah villa milik keluarga Merrow dan itu adalah tempat tinggal Tyrian, aku pernah mendengar dari orang-orang bahwa pelabuhan sepenuhnya diatur oleh keluarga Merrow. “ Apa kalian tidak berkunjung, ini sudah sangat malam” ucap Tyrian yang turun dari mobil Paman Jhonny, Liliana menurunkan kaca mobilnya, dia tersenyum kepada Tyrian, tidak lama kemudian, seorang pemuda muncul dari balik pintu villa. Tatapannya begitu tegang, saat dia melihat kearah Liliana, “ Lilian, kalian masih hidup” ucapnya yang tidak terlihat yakin. Tyrian melirik kearah ucapan tersebut, “ Deandro, kau belum istirahat. Ya, mereka telah muncul setelah tenggela
Aku terbangun dari pingsan, aku telah duduk disebuah sofa diruang tamu mereka, “ Ini..” ucapku lirih merasa aneh, Disana tampak mereka sedang duduk tenang, Paman Jhonny masih berbicara pada Reinhard. Dan, Liliana berjalan menuju kesini, dari arah dapur. “ Ah, I-ini. Mimpi atau aku keluar dari mimpi” dalam benakku. Aku bertanya pada Tyrian, apakah aku sedang bermimpi atau tidak, kemudian dia menamparku dengan senyumannya. Ini kedua kalinya dia menamparku. “ Ini nyata” jawabku senang, aku tertawa dan memecah keseriusan mereka. “ Kau kenapa?” tanya Liliana. Aku hanya diam dibarengi dengan senyuman. “ Semua, tolong dengar aku!” ucapku didepan mereka semua tanpa berfikir panjang, padahal sebelumnya Paman Jhonny harus berbohong demi identitasku. Namun, jika aku masih diam, mungkin Liliana akan mati, meskipun mimpi itu tidak dipastikan kebenarannya, akan tetapi dari pengalamanku, ini mimpi akan menjadi kenyataan. Merek
Elenorie adalah salah satu marga dari segelintir marga yang ada di kota Gresmory di masa lalu, setelah kejadian ledakan itu, mereka hanya beberapa kali terlihat dan kemudian hilang berabad-abad hingga muncul saat ini. Yang jelas, mereka berpihak pada Who dengan alasan yang tak bisa dipahami. Ombak ganas beberapa kali menghantam kapal mereka, keadaan diatas semakin tidak stabil. Namun Reinhard terlihat santai mendengar penjelasan dari Hernandez. Hernandez menceritakan bahwasanya dia tidak pernah tahu menahu tentang kejadian-kejadian yang terjadi didaratan karena selama ini mereka hampir tak pernah berada ditanah Gresmory. Selama berabad-abad menghilang mereka hanya terus-terusan mencari daratan baru dan melakukan ekspedisi ke negara-negara lain untuk melakukan sejumlah bisnis kapal, hal itu dapat mereka lakukan karena William atau suami Clara, yang memberikan izin kepada mereka dengan mengatasna
Swooosh Ia melangkahkan kakinya mendekati reruntuhan itu, sembari melindungi pandangannya dengan lengan kanannya, angin kala itu cukup kuat hingga mulai menerbangkan dahan – dahan besar pepohonan bahkan beberapa puing reruntuhan. Dengan kekuatan lengannya, Paman Jhonny mencoba mengangkat beberapa puing hingga ia menemukan seorang pria yang tertindih reruntuhan bangunan. Dia menarik seseorang itu dan membawanya ke mobil, Bruakk Suara tubuh yang jatuh di bangku depan mobil, “ Dia masih berdetak, tapi sangat lemah” ucap Dawan sembari mengecek detak jantungnya. Tak lama kemudian, sesosok makhluk mengetuk kaca mobil. Makhluk itu adalah salah seorang Tarmus. Ia hanya penasaran dengan mobil yang masih bisa terparkir rapi disana sehingga ia mencoba memastikan keberadaan orang didalamnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Paman Jhonny dan anak-anaknya. Mereka
Semua hanyalah kehampaan sejauh mataku memandang, tidak ada solusi, tidak ada keyakinan, tidak ada keberanian, semua hanyalah bayang-bayang yang menyelimuti dan pula aku benar-benar dalam kebingungan saat ini. Aku bangkit dari kursi dan menatap keluar jendela rumah, langit hitam kemerahan menyelimuti atap Lostcity dan beberapa kota disekitarnya termasuk Tarling dan Brimhall. Bahkan aku bisa mendengar suara angin yang memaksa dirinya untuk masuk kedalam rumah yang aku injak sekarang ini melalui jendela yang aku menatap jauh keluarnya. Kraack Perlahan kaca-kaca jendela mulai retak secara pasti dan menyebar, Ctasss Hingga para angin akhirnya pun berhasil masuk kedalam rumah, untungnya aku cepat menghindari serpihan kaca yang pecah, sehingga aku masih dalam keadaan tak tergores sedikitpun. Gusar masih mengelilingi wajahku, tak ada sedikitpun
Setidaknya begitulah imajinasiku saat berada dihadapan Laire kali ini, tapi siapa aku, berani-berani berfikiran hal aneh seperti itu. Laire hanya menatapku kemudian memanggilku,“ Selamat datang kembali anakku!” sapanya kepadaku.Dia menatap sedikit kearahku, lalu dia mengucapkan beberapa kalimat kekami semua, kalimat yang menandakan bahwasanya perang akan dimulai.“ Berhati-hatilah dengan badai darah. Atmosphere kali ini jauh lebih brutal dari yang aku dengar. Bukankah begitu Landers?” beritahu Laire kepada semuanya dan mencari fakta penguatnya dari ku. Aku mengangguk dan seluruh kepala keluarga keluar dari ruangan tersebut. Mereka mengepalai keluarga masing-masing dan mengambil posisi. Ada satu hal yang membuatku takjub, mereka yang tak memiliki evolusi penuh akan memakai topeng untuk menyamarkan identitasnya.Laire menyaksikan para tetua keluarga yang sedang bersiap dan mulai menuju pusat kota, begitupun keluarga G
Maaf untuk semua, karena sudah sangat lama tidak update. Saya benar-benar minta maaf untuk para pembaca sekali lagi. Tapi, sebisa mungkin saya akan update cerita ini secepatnya. Dan juga saya telah merevisi cerita ini dari awal. karena saya rasa sangat banyak penulisan dannkarakter huruf yang bersalahan termasuk tanda bacanya. Jadi saya sangat berharap untuk kritik dan sarannya dikemudian hari. sekali lagi saya hanturkan permintaan maaf saya yang sebesar-besarnya untuk para pembaca cerita saya ini. Jujur saya sangat senang dengan reaksi dan respon para pembaca. Demikianlah kata-kata yang dapat saya sampaikan. Terima kasih banyak semua nya. Tetap semangat untuk kita semua. **
Tidak ada yang mencurigakan bagi Aeri, Rakisha, Arin bahkan Lidya dan ibu setelah beberapa menit aku dan Bashra meninggalkan rumah, mereka terlihat tampak asyik dengan selimut tebal yang menemani mereka di hari yang berangin dingin ini. Perlahan, Arin mulai merasakan keberadaanku yang semakin surut melalui indra penciumannya yang lumayan tajam, dia juga merasakan keberadaan Bashra yang ikut surut secara bersamaan. Sebagai seorang wanita plegmatis, Arin tidak ingin menimbulkan rasa cemas kepada ibuku dan mencoba memberitahukan hal itu kepada Rakhisa, dengan alasan bahwa dia ingin melihat keluar sebentar bersama Rakhisa. Aeri juga merasakan hal yang sama dan ikut menyusul mereka. Hari ini adalah puncak dari bencana, setidaknya begitulah menurutku. Setelah Arin dan kedua temannya berbincang. Rakhisa mencoba mencari kami dengan penglihatan yang sangat tajam miliknya untuk memantau dan mencariku dengan Bashra. Kali ini barulah timbul kecurigaan pada hati mereka.
Xanna adalah seorang pria dimasa lalu, sebelumnya aku mengira Xanna adalah seorang wanita karena dari namanya dia terlihat seperti sosok wanita. Namun, setelah Rakhisa menjelaskan tentang garis keturunan Landers barulah aku sadar bahwa Xanna adalah pria dan dia adalah kakek buyutku. Tidak ada pilihan bagi mereka selain mrmpercayai ucapanku, meski kabar kematianku telah menyebar. Aku menjelaskan kepada mereka bahwa aku berhasil melarikan diri dari cengkraman Clara dan bersembunyi selama seminggu tetakhir ini. Mendengar penjelasanku yang mendetail mereka semakin yakin. Tuan Adian Derborra mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang, “ Laire, berhati-hatilah disana dan jangan gegabah. Seseorang mendatangi markas kami dan mengaku sebagai Landers, dia menjelaskan bahwa badai itu bukan badai biasa!” begitu ucap Adian. Dia bahkan tidak berbasa-basi dalam panggilannya, kemudian dia hanya menjawab seluruh pertanyaan dari wanita yang dia telpon.
Awan mulai tergiring angin menuju Lostcity, seakan-akan mereka sedang mengadai pertemuan besar disana. Langit sore yang memerah kini mulai berdampingan dengan gelapnya awan. Aku masih tidak tahu apa yang akan terjadi di Lostcity, namun setelah melihat jauh kearah awan gelap yang menuju ke Lostcity, aku bisa memprediksi bahwa badai yang akan terjadi sangatlah besar. Pastinya kota-kota disekitarnya juga akan terkena dampak badai tersebut, meskipun tidak akan menimbulkan kerusakan yang terlalu besar dari titik badai. Hati menjadi kalut dan dibayangi akan orang-orang yang ku kenal disana. Aku jadi teringat dengan Meelan, Kyo, Rinski dan lainnya, tapi jika itu Liliana dan para Gresmonian, aku tidak terlalu mengkhawatirkan mereka sebab mereka bahkan bisa selamat dari tembakan peluru. Dari tadi aku merasakan seperti ada sesosok yang mengikuti aku dan Bashra, beberapa kali aku melirik kearah sekeliling, akan tetapi aku tidak menemukan siapapun disana, bahkan suara kak
Aku yakin sekali bahwa itu bukan hanya sekedar badai biasa, angin merah yang bertiup kencang dan menusuk setiap senti permukaan kulitku, tak bisa aku lupakan. “ Aku tidak yakin tapi gumpalan awan yang terlihat dimimpiku seperti perpaduan antara darah dengan langit malam. Dia hitam kemerah-merahan, angin itu juga membawa air yang dengan kecepatannya mampu menghasilkan rasa sakit ketika terkena kulit. Aku melihat disebuah banner yang terbang, dia tertulis sebuah alamat dan lokasinya di Lostcity.” Aku tersadar berkat sebuah banner, aku tersadar bahwa dimasa lalu banner tidak terlihat semodern didalam mimpiku, entahpun tidak ada. “ Aku sangat khawatir tentangmu, tapi setelah melihatmu datang hari ini, khawatirku telah hilang.” Jelas Lidya, dia sedikit menundukkan wajahnya. Apa yang dia jelaskan telah membuktikan bahwa dia memiliki mimpi yang sama denganku, dan itu menjadikanku yakin bahwa mimpiku bukanlah dari masa lalu, melainkan pertanda bencana